• Tidak ada hasil yang ditemukan

gambaran ketergantungan nikotin pada mah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "gambaran ketergantungan nikotin pada mah"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebiasaan merokok tidak identik dengan kaum pria dewasa saja, tapi juga dikalangan remaja, wanita, bahkan anak-anak. Perilaku merokok sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Biaya global yang harus dikeluarkan untuk penanganan penyakit akibat merokok berkisar 2,9 trilyun rupiah per tahun. Biaya tersebut belum termasuk biaya penanganan penyakit pada orang-orang yang terpapar dengan asap rokok, namun kebiasaan yang telah mendunia ini tidak mudah dihentikan begitu saja. Hal ini dikarenakan ada kebebasan individual didalamnya (Fitria dkk, 2013).

Data GAT (Global Adult Tobacco) menunjukkan 879 juta pengguna tembakau di dunia, terdiri dari 721 juta laki-laki dan 158 juta perempuan di 22 negara yang tergabung dalam GAT. China mempunyai angka pengguna tembakau terbesar yaitu 288 juta laki-laki dan 13 juta perempuan, diikuti oleh india dengan 197 juta laki-laki dan 78 juta perempuan (Samira, et al, 2015). Berdasarkan survey yang dilakukan oleh CDC (Center for Disease Control and Prevention), penggunaan tembakau dalam bentuk rokok di Amerika Serikat dimulai ketika duduk dibangku sekolah menengah atas dan bertahan hingga dewasa. Hampir 9 dari 10 perokok memulai rokoknya pada usia 18 tahun dan menjadi perokok aktif pada usia 26 tahun. Pada tahun 2014,

(2)

penggunaan tembakau pada siswa sekolah menengah atas sebesar 10,6% pada laki-laki dan 7,9% pada perempuan (CDC, 2014).

Di Indonesia, rokok adalah bentuk utama dalam penggunaan tembakau. Proporsi penggunaan tembakau dalam bentuk rokok di Indonesia adalah sebesar 67% (57,6 juta penduduk) pada laki-laki dan 2,7% (2.3 juta penduduk) pada perempuan. Diantara populasi dewasa, 56.7% adalah laki-laki dewasa (57,6 juta penduduk), 1,8% perempuan dewasa (1,6 juta penduduk) dan 29,2% secara menyeluruh (50,3 Juta penduduk) sebagai perokok setiap hari (WHO, 2012).

Menurut data Riskesdas tahun 2013, pengelompokkan kebiasaan merokok berdasarkan usia didapatkan bahwa rentang usia 30-34 tahun dengan prevalensi merokok 33.4% tertinggi diikuti rentang usia 35-39 tahun dengan prevalensi 32,3% perokok aktif. Hanya saja yang cukup mengejutkan adalah angka prevalensi merokok pada usia 20-24 tahun yang merupakan rentang usia mahasiswa memiliki prevalensi 27,2%. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat peningkatan yang cukup besar prevalensi merokok pada rentang usia 20-24 tahun dibandingkan dengan rentang usia 11-19 tahun dengan prevalensi hanya 11,2% perokok aktif. Hal ini menandakan terjadinya peningkatan jumlah perokok aktif pada rentang usia mahasiswa, salah satunya adalah mahasiswa kedokteran (Riskesdas, 2013).

(3)

dari populasi umum. Selain itu, di Arab Saudi ditemukan bahwa mahasiswa kedokteran merokok lebih banyak daripada populasi umum (39,8% pernah merokok sebelumnya, 17,6% perokok aktif) (Ashor, 2012).

Pada tahun 2006, Indonesia pernah melakukan GHPS (Global Health Professional Survey). Global Health Professional Survey merupakan suatu program yang dikembangkan oleh WHO, US CDC Atlanta dan Canadian Public Health Association. Global Health Professional Survey menggunakan mahasiswa tahun ketiga Fakultas kedokteran sebagai sampel penelitian. Terdapat sepuluh fakultas kedokteran yang ikut serta dari penelitian ini. Dari 100% mahasiswa yang menjadi sampel, hanya 77,4% yang berpartisipasi. Total mahasiswa kedokteran yang ikut serta adalah 1.580 mahasiswa. Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengah (47,8%) dari sampel pernah merokok dengan prevalensi mahasiswa kedokteran perokok adalah 35,5% laki-laki, dan 70% perempuan. Prevalensi mahasiswa kedokteran yang masih aktif merokok sebesar 8,6% dengan 2,3% mahasiswa laki-laki dan 19.8% adalah mahasiswa perempuan (WHO, 2006).

Tingginya angka penggunaan rokok di Indonesia dengan segala hal buruk yang diakibatkannya baik dari segi sosial, ekonomi, dan kesehatan. Tentunya sudah menjadi tugas bagi tenaga kesehatan atau calon tenaga kesehatan memiliki andil besar dalam hal pencegahan merokok, tetapi kenyataannya masih banyak calon tenaga kesehatan, dalam hal ini mahasiswa kedokteran yang ternyata seorang perokok aktif. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mencari gambaran ketergantungan

(4)

nikotin pada mahasiswa Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkankan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik perokok, bukan perokok dan mantan perokok pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas?

2. Berapa angka perokok pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas?

3. Bagaimana gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa pendidikan dokter, Universitas Andalas.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

(5)

2. Mengetahui karakteristik perokok pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas.

3. Mengetahui gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas

1.4 Manfaaat Penelitian

1.4.1 Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan peneliti tentang gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa kedokteran.

1.4.2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk pengembangan kompetensi mahasiswa. Selain itu, penelitian ini dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa kedokteran se-Indonesia bahkan sedunia.

1.4.3 Bagi Dunia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan informasi ilmiah tentang ketergantungan nikotin pada mahasiswa kedokteran.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rokok

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah, 2012).

2.1.1 Epidemiologi Merokok

(7)

Diantara populasi dewasa, 56,7% adalah laki-laki dewasa (57, juta penduduk), 1,8% perempuan dewasa (1,6 juta penduduk) dan 29,2% secara menyeluruh (50,3 Juta penduduk) sebagai perokok setiap hari (WHO, 2012).

WHO pernah melakukan penelitian pada tahun 2014 dengan objek penelitian remaja usia 13-15 tahun di Indonesia. Pada penelitian didapatkan bahwa secara keseluruhan remaja yang merokok memiliki proporsi 19%. dengan rincian 35% merupakan remaja laki-laki dan 3% merupakan remaja perempuan. Selain itu, 3 dari 5 remaja terpapar asap rokok dirumah, dan 3 dari 5 perokok terpapar asap rokok lingkungan (WHO, 2014).

Proporsi merokok pada mahasiswa kedokteran dari satu negara dengan negara lain berbeda-beda. Angka perokok diantara mahasiswa laki-laki paling rendah sebesar 3% di Amerika Serikat dan paling tinggi 58% di Jepang. Selain Amerika Serikat yang memiliki angka prevalensi perokok pada mahasiswa laki-laki yang rendah juga dilaporkan di Australia (4-6%), China (6%), India (7%), Thailand (7%), dan Malaysia (9%) juga memiliki prevalensi yang rendah. Prevalensi merokok pada mahasiswa laki-laki dengan angka perokok yang cukup tinggi selain Jepang adalah Yunani (41%), dan Spanyol (42%). Sementara itu, prevalensi merokok pada mahasiswi cenderung lebih rendah daripada mahasiswa. Berdasarkan tujuh penelitian dilaporkan tidak ditemukan mahasiswi perokok yaitu diantaranya di China, India, Malaysia, dan Thailand. Hal ini diperkirakan karena kebiasaan merokok pada wanita di negara tersebut dianggap kurang pantas (Smith and Leggat, 2007).

(8)

Pada tahun 2006, Indonesia pernah melakukan GHPS (Global Health Professional Survey). Global Health Professional Survey merupakan suatu program yang dikembangkan oleh WHO, US CDC Atlanta dan Canadian Public Health Association. Global Health Professional Survey menggunakan mahasiswa tahun

ketiga Fakultas kedokteran sebagai sampel penelitian. Terdapat sepuluh fakultas kedokteran ikut serta dari penelitian ini. Dari 100% mahasiswa yang menjadi sampel, hanya 77,4% yang berpartisipasi. Total mahasiswa kedokteran yang ikut serta adalah 1.580 mahasiswa. Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengah (47,8%) dari sampel pernah merokok dengan prevalensi mahasiswa kedokteran perokok adalah 35,5% laki-laki, dan 70% perempuan. Data mengenai mahasiswa kedokteran yang masih aktif merokok dengan prevalensi 8,6% dengan 2,3% mahasiswa laki-laki dan 19,8% adalah mahasiswa perempuan (WHO, 2006).

2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko Seseorang Merokok

(9)

menghilangkan kebosanan dan rasa lelah, serta dalam beberapa kasus dapat membantu remaja untuk lari dari kenyataan hidup yang keras. Selain itu, merokok dapat membantu remaja untuk beradaptasi dengan lingkungannya, membuat remaja merasa lebih nyaman dalam pertemanan, dan memuaskan keingintahuan para remaja (Santrock, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taheri dan rekan-rekan pada mahasiswa kedokteran Universitas Mashhad, Iran, didapatkan 6 alasan utama seorang mahasiswa kedokteran merokok yaitu karena ajakan teman, distress dan kecemasan selama di asrama, kesenangan, relaksasi, serta pelarian dari masalah hidup pribadi. Ajakan teman merupakan alasan terbanyak seorang mahasiswa kedokteran untuk mulai merokok. Selain itu, hasil penelitian lainnya didapatkan bahwa 50% dari partisipan mempunyai riwayat keluarga yang juga seorang perokok (Taheri, et al, 2015).

Menurut Hidayat didalam tesisnya terhadap mahasiswa keperawatan di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, didapatkan hasil bahwa sebanyak 21,8% stres menjadi alasan utama mahasiswa keperawtaan merokok dengan perbandingan 1:3 terhadap mahasiswa yang tidak stres. Pengaruh orang tua seorang perokok dalam mempengaruhi seorang mahasiswa keperawatan untuk merokok sedikit rendah, pengaruh saudara juga cukup rendah, namun sebaliknya pengaruh teman sebaya cukup tinggi (Hidayat, 2012).

(10)

2.1.3 Bahan kimia dalam rokok

Seseorang yang merokok berarti telah mencemari udara pernafasannya sendiri oleh kurang lebih 4000 bahan kimia, diantaranya 400 bahan merupakan zat yang berbahaya bagi kesehatan. Merokok tidak hanya merugikan si perokok sendiri (perokok aktif) tetapi juga orang-orang yang berada disekitar perokok aktif. Salah satu bahan kimia yang terdapat didalam rokok selain nikotin yang berbahaya adalah zat tar yang bersifat karsinogenik. Tar tidak hanya merupakan bahan kimia yang bersifat karsinogenik biasa, melainkan merupakan campuran yang sangat kompleks. Tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin, tar menjadi padat dan membentuk endapan baik di permukaan gigi, saluran pernafasan, bahkan paru-paru. Tar mempunyai potensi sebagai tumor initiator, cocarsinogen, trumor promotors, tumor accelerator, dan possible organ spesific carsinogen (Rahmatullah, 2009; Susanto, dkk, 2011).

(11)

2.1.4 Bahaya Merokok dari Segi Kesehatan Fisik

Bahaya merokok jangka panjang bagi kesehatan fisik adalah munculnya Smoker’s syndrome (sindrom perokok) ditandai oleh nyeri dada, sesak nafas, suara yang mendesah, batuk-batuk, dan kerentanan yang tinggi terhadap infeksi saluran pernapasan. Pada perokok jangka panjang akan meningkatkan resiko penyakit paru lainnya seperti pneumonia, bronkhitis (inflamasi kronis bronchiole paru), emfisema (hilangnya elastisitas paru-paru akibat iritasi kronis), serangan jantung, stroke, kanker paru-paru, kanker tenggorokan (kotak suara), mulut, kerongkongan, ginjal, pankreas, kandung kemih, dan lambung (Pinel, 2009).

Lombard dan During (1928) mengatakan bahwa tingginya kasus kanker paru pada seorang perokok daripada bukan perokok. Prevalensinya cukup tinggi dimana 1 dari 9 perokok akan menderita kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun akan terkena resiko kanker paru dua kali lebih beresiko daripada yang tidak terpapar asap rokok. Begitu juga dengan istri dari seorang perokok yang beresiko 2-3 kali lipat. Diperkirakan sekitar 25% dari penderita kanker paru adalah seseorang yang bukan perokok namun terpapar asap rokok dalam waktu yang lama (Amin, 2009). Anak-anak yang lahir dari seorang perempuan yang merokok secara aktif selama hamil dapat meningkatkan resiko kelainan kongenital, kanker, gangguan pernafasan dan kematian mendadak (Eriksen, et al, 2015).

(12)

2.2 Defisini Nikotin dan Ketergantungan Nikotin

Menurut Setiawati dan Gan dalam buku Farmakologi dan Terapi FK UI, nikotin digolongkan kedalam obat-obatan yang merangsang kemudian menghambat ganglion. Obat-obat ganglion ini bekerja seperti asetilkolin pada reseptornya yaitu nikotinik ganglia (NN) dan menimbulkan suatu EPSP (Excitatory Post Synaptic Potensial) awal yang kemudian terjadi perangsangan pada ganglion ketika mencapai ambang rangsangnya. EPSP yang persisten kemudian menimbulkan hambatan pada ganglion. Nikotin yang terdapat didalam tembakau adalah bersifat toksik dan dapat menimbulkan ketergantungan (Setiawati dan Gan, 2011). Nikotin tergolong dari obat-obatan yang bersifat stimulan yaitu obat-obat-obatan yang dapat meningkatkan aktivitas sistem syaraf pusat (Santrock, 2003). Beberapa menyatakan bahwa nikotin merupakan kafein yang ringan, tetapi berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin lebih menyebabkan ketergantungan, mempercepat menyebabkan

Gambar 2.1 Perbandingan faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit tidak menular di dunia.

(13)

pertumbuhan kanker, dan menyebabkan letal pada dosis lebih rendah ketimbang kafein (Erikson, 2015).

Ketergantungan nikotin adalah suatu keadaan yang telah mengalami toleransi terhadap dosis tertentu nikotin, yang menimbulkan gejala putus nikotin, tidak mampu menghentikan kebiasaan penggunaan, dan menggunakan nikotin dalam jumlah lebih dari yang diinginkan. Toleransi adalah jumlah kadar tertentu nikotin yang lebih besar yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek yang sama sedangkan gejala putus nikotin adalah suatu gejala yang dirasakan berupa rasa sakit atau rasa yang tidak diinginkan dan memiliki keinginan untuk memperoleh nikotin kembali. Ketergantungan terhadap nikotin merupakan salah satu dari penyalahgunaan NAPZA (Narkotik, Psikotropik, dan Zat adiktif lainnya) (Elvira dan Hadisukanto; 2010, santrock, 2003).

13

Gambar 2.2 Variasi dari level nikotin. Pemakaian nikotin harian diilustrasikan diantara produk-produk nikotin dan contoh pemakaian.

(14)

2.2.1 Patogenesis dan Patofisiologi Ketergantungan Nikotin

2.2.1.1 Perangkat Biologis Kenikmatan

Pada tahun 1954, James Olds menemukan bahwa suatu area di otak yang berperan sebagai pusat kenikmatan atau reward terhadap tikus. Sistem itu bernama sitem reward otak (brain reward system). Sistem reward otak merupakan area yang disusun dari Area Tegmental Ventral (ATV) dan nukleus akumbens di mesolimbik. Sistem tersebut mengaktifkan jaras doparminegik yang berfungsi sebagai jaras kenikmatan. Oleh karena itu, dopamin merupakan neurotransmitter kenikmatan (Nurdin, 2011).

2.2.1.2 Proses Ketergantungan Nikotin

Nikotin adalah suatu senyawa agonis selektif reseptor nikotinik asetilkolin (nAChR) yang biasanya diaktifkan oleh asetilkolin. nAChR berperan penting dalam banyak proses kognitif tubuh manusia. Efek ketergantungan pada nikotin tidak terlepas dari peranan neurotransmitter yaitu dopamin dan suatu area di otak, bernama ATV (Area Tegmental Ventral). Dopamin bekerja dengan cara menstimulasi rasa bahagia pada seseorang yang menghisap rokok. Sedangkan ATV (Area Tegmental Ventral), merupakan suatu daerah di otak yang menjadi tempat bagi nAchR mengekspresikan dopamin. Nikotin akan berikatan dengan nAChR yang berada

didaerah ATV. Kanal 42 sebagai nAChR yang berada di ATV. Pernyataan tersebut

(15)

tidak memiliki kanal 2, didapatkan tidak tertarik dengan nikotin (Fitria, dkk, 2013; Katzung, 2010).

Selain dopamin, neurotransmitter lain yang dapat meningkatkan kecanduan nikotin adalah hypocretin. Hypocretin merupakan suatu produk dari neuropeptida dalam hipotalamus lateral yang berfungsi sebagai regulasi efek stimulasi dari nikotin dan menyebabkan permintaan terhadap nikotin secara berulang ke otak (Fitria, et al, 2013). Nikotin juga meningkatkan konsentrasi noreepinefrin, epinefrin, vasopresin,

-endorfin, hormon adenokortikotropik, dan kortisol. Hormon-hormon ini berperan

dalam efek stimulatorik dasar nikotin terhadap SSP (Sadock, 2010).

Dengan seringnya seseorang merokok, maka otak akan semakin sering terpapar dengan nikotin. Otak akan beradaptasi terhadap kadar tertentu dari nikotin. Saat kemampuan adaptasi tersebut semakin lama semakin meningkat, jumlah unit-unit reseptor nAChR juga meningkat. Selanjutnya, daerah ATV dan neuron-neuron di nukleus akumbens yang teraktivasi akan meningkat. Karena perasaan senang yang dimunculkan oleh pengulangan penggunaan nikotin, membuat seseorang ingin merokok kembali (Fitria dkk, 2013). Selain itu, reseptor asetilkolin yang terangsang oleh nikotin, mengakibatkan penimbunan dopamin di brain reward system, akan sampai pada suatu kadar puncak, diikuti oleh penurunan perlahan kadar nikotin. Keadaan penurunan ini akan sampai kepada suatu titik withdrawal yang hanya dapat dihilangkan dengan merokok kembali. Jadi, ketergantungan akan nikotin terjadi dari hubungan antara ritual menghisap rokok dan adaptasi area ATV terhadap nikotin dengan hilangnya gejala withdrawal yaitu gejala putus nikotin (Sadikin dan Louisa,

(16)

2008). Pemakaian nikotin berkembang menjadi kebiasaan dan kemudian menjadi kompulsif, artinya, pemakaian nikotin mulai mendominasi kehidupan si perokok. (Pinel, 2009).

2.2.2 Manifestasi Klinis Ketergantungan Nikotin

Dari segi perilaku, efek stimulasi dari nikotin dapat menyebabkan peningkatan perhatian, belajar, waktu reaksi, dan kemampuan memecahkan masalah. Selain itu, dengan merokok, dapat menurunkan ketegangan dari seseorang dan peningkatan mood serta menghilangkan perasaan depresif (Sadock, 2010).

Namun efek negatif dari nikotin terjadi jika seseorang berhenti merokok dalam beberapa waktu. Perokok yang berhenti merokok beberapa waktu akan mengalami withdrawal effect (efek putus nikotin). Adapun gejala, durasi, dan penyebab dari efek putus nikotin adalah:

1. Gejala berupa batuk dengan durasi beberapa hari. Penyebab karena terdapatnya sekresi mukus yang berlebihan

2. Gejala berupa sakit kepala dengan durasi 1-2 minggu. Penyebab karena kadar CO menurun dan kadar O2 meningkat

3. Gejala berupa gangguan tidur (insomnia) dengan durasi 2-4 minggu. Penyebab karena hilangnya stimulasi

(17)

5. Gejala berupa sulit berkonsentrasi dengan durasi beberpa minggu. Penyebab karena hilangnya stimulus dari nikotin

6. Gejala berupa nafsu makan yang meningkat dengan durasi beberapa minggu. Penyebab karena hilangnya inhibisi nikotin dalam menekan nafsu makan. Hilangnya indera pengecap kembali berfungsi.

7. Gejala berupa konstipasi dengan durasi beberapa minggu. Penyebab karena hilangnya stimulasi dari nikotin

8. Gejala berupa keinginan untuk merokok dengan durasi >10 minggu. Penyebab karena penurunan kadar dopamin (Susanto, dkk, 2011).

Selain itu, efek menurunkan ketegangan yang dihasilkan oleh nikotin yang dirasakan oleh perokok tidaklah benar. Ketika perokok tidak terpapar nikotin dalam beberapa waktu justru lebih tegang dibandingkan bukan perokok. Jadi efek dari nikotin yang terlihat seperti menurunkan ketegangan merupakan pembalikan sementara dari efek yang disebabkan oleh kecanduan nikotin (Pinel, 2009).

Withdrawal Effect

(Efek Putus Nikotin) (Setelah Berhenti Merokok)Lama Gejala

Rasa cemas/ansietas 1-2 minggu

Mudah tersinggung, frustasi, marah < 4 minggu

Insomnia/gangguan tidur < 4 minggu

Tabel 2.1 Gejala putus nikotin dan lamanya gejala setelah berhenti merokok

(18)

Menurut ICD-10 (International classification of disease and health related problem – tent revision 1992) yang dikeluarkan oleh WHO, ketergantungan terhadap NAPZA adalah suatu jenis penyakit atau “disease entity” digolongkan dalam “Mental and behavioral disorders due to psychoactive substance use” (Elvira dan Hadisukanto,

2010). Menurut DSM-IV-TR, ketergantungan akan nikotin digolongkan ke dalam Substance-Related and Addictive Disorders .

Selain ICD-10 dan DSM-IV-TR, penegakan diagnosis untuk ketergantungan akan nikotin juga terdapat dalam PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi III, 1993). Pada PPDGJ-III, gambaran klinis utama dari ketergantungan dikenal sebagai sindrom ketergantungan. Diagnosa dapat ditegakkan jika memenuhi tiga atau lebih dari gejala-gejala dibawah selama masa setahun sebelumnya:

1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan NAPZA

2. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak memulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan

(19)

4. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah

5. Secara progresif mengabaikan, menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, dan meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya

6. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya, upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa penggunaan zat sungguh-sungguh, dan sadar akan hakekat dan bahayanya (Maslim, 2013).

Besarnya ketergantungan terhadap nikotin, secara kualitatif digunakan kuesioner Fagerstrom. Kuesioner Fagerstrom merupakan alat ukur yang baik untuk mengukur tingkat ketergantungan merokok. Hal ini dikarenakan selain untuk mengukur besarnya ketergantungan akan nikotin juga mendata jumlah rokok yang dihisap per hari. Banyaknya batang rokok yang dihisap perhari, berhubungan dengan efek perilaku ketergantungan nikotin (Ashor, 2012).

Untuk penilaian secara kuantitatif terhadap ketergantungan nikotin, dapat dilakukan pemeriksaan cotinine, sebagai salah satu metabolit utama nikotin. Selain dengan pemeriksaan cotinine, pemeriksaan dengan menggunakan alat CO Analyser dapat digunakan. Hasil pemeriksaan didapatkan kadar CO pada bukan perokok adalah 1-3 ppm dengan maksimal 4 ppm, sedangkan pada perokok didapatkan angka

(20)

antara 10-20 ppm. Jika alat tersebut tidak tersedia, dapat digunakan COHb dengan menggunakan sampel darah. Nilai angka rentang seorang perokok antara 2-5% (Susanto, dkk, 2011).

No Pertanyaan Jawaban Skor

1 Berapa banyak rokok yang anda hisapdalam satu hari?

1-10 batang 0 pertama anda setelah anda bangun tidur

dipagi hari?

Dalam 5 menit 3

6 hingga 30 menit 2 31 hingga 60 menit 1

setelah 60 menit 0

3 Rokok mana yang paling anda tidak relakan untuk dihentikan?

Batang pertama dipagi hari 1

Waktu lain 0

4 Rokok jenis apa yang anda gunakan?

Kadar nikorin rendah (0,9

5 Seberapa sering anda menghisap asapdari rokok anda?

Tidak pernah 0

Kadang 1

Selalu 2

6 Apakah anda merokok lebih banyakdalam dua jam pertama hari anda daripada sisa hari anda?

Tidak 0

Ya 1

7

Apakah anda kesulitan menahan rasa ingin merokok ditempat yang dilarang seperti bangunan umum, pesawat atau ditempat kerja?

Tidak 0

Ya 1

8

Apakah anda masih merokok ketika anda sakit berat sehingga anda harus berbaring dalam sebagian besar waktu anda?

Tidak 0

Ya 1

Poin total

20

(21)

Skor Fagerstrom:

0-5 Ketergantungan rendah 6-10 Ketergantungan sedang 11-15 Ketergantungan tinggi

2.2.4 Efek Negatif Nikotin

Nikotin merupakan bahan kimia yang bersifat toksik. Dosis 60 mg dapat menyebabkan paralisis pernafasan pada dewasa dan menyebabkan kematian. Ketika seseorang merokok, nikotin yang terhisap kira-kira sekitar 0,5 mg. Pada dosis rendah, tanda dan gejala toksisitas nikotin adalah mual, muntah, salivasi, nyeri abdominal, diare, pusing, nyeri kepala, penigkatan tekanan darah, takikardia, tremor dan keringat dingin. Nikotin dapat menurunkan jumlah tidur REM (Rapid Eye Movement) (Sadock, 2010).

2.3 Mahasiswa Kedokteran dan Perilaku Merokok

Dilihat dari peranan mahasiwa sebagai agent of change, diharapkan mahasiswa dapat mengamalkan ilmu yang didapatkan. Mahasiswa kedokteran kelak menjadi dokter layanan primer. Salah satunya menjadi petugas kesehatan di puskesmas sebagai layanan primer. Berdasarakan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Daroji, Yayi Suryo Prabandari, dan Ira Paramastri yang berjudul “Peran Petugas Puskesmas dalam Promosi Kesehatan Berhenti Merokok pada Pasien dan Masyarakat” didapatkan bahwa Peran Petugas Kesehatan adalah sebagai berikut:

21

(22)

1. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga

2. Memberikan edukasi kepada masyarakat dan anak sekolah

3. Memberikan saran dan intruksi pengobatan pada pasien

4. Membuat model area dan wilayah bebas asap rokok

5. Menjadi model perilaku tidak merokok

6. Menyediakan media informasi tentang bahaya merokok

7. Membuat kolaborasi pelayanan klinis dengan psikolog (Daroji, dkk, 2011).

Poin kelima dari hasil penelitian Daroji dkk yang menjadi perhatian. Dalam hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa peranan tenaga kesehatan menjadi model perilaku tidak merokok. Dengan petugas kesehatan yang tidak merokok, selaku petugas kesehatan dalam menyampaikan pesan tentang berhenti merokok akan lebih mudah dalam penyampaiannya. Petugas kesehatan dalam menyampaikan edukasi kepada masyarakat, agar bisa diterima lebih efektif, harus mempunyai aspek kepercayaan (trustworthness) (Daroji, dkk, 2011).

(23)

Mahasiswa Kedokteran

Lingkungan Tempat TinggalLingkungan Sosial Tekanan Fisik

Tidak kebal terhadap stressor

Merokok

Ketergantungan nikotin rendahKetergantungan nikotin sedang Ketergantungan nikotin tinggi

contoh bagi masyarakat. Kebiasaan merokok pada petugas kesehatan harus segera dihentikan. Selanjutnya, petugas kesehatan yang tidak merokok dapat menjadi model bagi pasien yang ingin berhenti merokok. Hal ini diyakini dapat meningkatkan keinginan pasien sebanyak 10% untuk berhenti merokok (Daroji, 2011).

2.4 Kerangka Teori

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional, yaitu penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan

hanya satu kali, pada satu saat (Sastroasmoro dan Ismael, 2002).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dan penelitian ini dilakukan di lingkungan kampus Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan yaitu pada bulan Agustus-Januari 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

(25)

Populasi penelitian dibagi menjadi dua yaitu populasi target dan populasi terjangkau. Populasi Target dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang menjalani perkuliahan dokter umum se-Indonesia. Populasi terjangkau adalah mahasiswa pendidikan dokter, Universitas Andalas, angkatan 2012-2015 yang seorang perokok.

3.3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian dari penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

Mahasiswa preklinik pendidikan dokter, Universitas Andalas, angkatan 2012-2015 yang bersedia ikut dalam penelitian.

b. Kriteria eksklusi

Tidak mengisi data kuesioner dengan lengkap.

3.3.3 Teknik Pengambilan Subyek penelitian

Teknik pengambilan subyek penelitin pada penelitian ini dilakukan secara total sampling, Dengan demikian, maka peneliti mengambil subyek penelitian dari seluruh mahasiswa jurusan pendidikan dokter, Universitas Andalas angkatan 2012-2015.

(26)

3.4 Definisi Operasional

Adapun yang menjadi definisi operasional pada penelitian ini adalah 1. Mahasiswa Kedokteran

Definisi : Mahasiswa yang sedang menjalankan pendidikan di bidang kedokteran secara aktif pada waktu penelitian di jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015.

Cara Ukur : Data Sekunder Alat Ukur : Data Kemahasiswaan Hasil Ukur : Aktif

Tidak Aktif Skala Ukur : Nominal

2. Perokok Aktif (bagi istilahnya menjadi perokok, bukan perokok, dan mantan perokok)

Definisi : Mahasiswa yang masih merokok dalam 1 hari atau lebih dari 30 hari terakhir.

Cara Ukur : Observasi Alat Ukur : Kuesioner Hasil Ukur : Perokok Aktif

Bukan Perokok Aktif Skala Ukur : Nominal

(27)

Pembuatan dan Perbanyakan KuesionerKuesioner disebarkan kepada subyek penelitian

Pengolahan Data Penyajian data dan Pembuatan Laporan Hasil

Definisi : Suatu keadaan pada seorang perokok yang telah mengalami toleransi terhadap dosis tertentu nikotin, yang menimbulkan gejala putus nikotin ketika mencoba berhenti merokok, tidak mampu menghentikan kebiasaan penggunaan, dan menggunakan nikotin dalam jumlah lebih dari yang diinginkan

Cara Ukur : Observasi

Alat Ukur : Kuesioner Fargrostom Test

Hasil Ukur : 0-5 Ketergantungan rendah 6-10 Ketergantungan sedang 11-15 Ketergantungan tinggi Skala Ukur : Interval

3.5 Proses pengambilan dan Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu dari kuesioner Fargerstrom. Kuesioner yang diisi oleh mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas dari angkatan 2012-2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Data yang didapatkan tersebut dicatat untuk diolah dan dianalisis. Alur penelitian yang akan dilakukan, sebagai berikut:

(28)

3.6 Cara Pengolahan dan Analisi Data 3.6.1 Pengolahan Data

Data yang telah didapatkan dan dikumpulkan oleh peneliti selanjutnya akan diolah menggunakan program komputer meliputi:

1. Editing

Sebelum diolah data harus diteliti terlebih dahulu, dilakukan pemeriksaan kelengkapan data. Jika terdapat data tidak lengkap maka dikeluarkan dari sampel. Data kuesioner yang tidak lengkap tidak dapat dijadikan sampel penelitian.

2. Coding

Data yang sudah dikumpulkan akan diberi kode agar memudahkan dalam pemasukan, pengelompokan dan pengolahan data.

3. Entry

Setelah data diteliti dengan seksama, diperiksa kelengkapannya dan diberi kode. Langkah selanjutnya adalah memasukkan data-data yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti ke dalam komputer. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan program komputer.

(29)

4. Cleaning

Proses ini merupakan proses pemeriksaan kembali data yang sudah di entry. Tujuannya untuk melihat ada kesalahan atau tidak, sehingga data tersebut siap diolah dan dianalisis.

3.6.2 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian ini untuk melihat karakteristik perokok aktif pada sampel meliputi usia, jenis kelamin, angkatan dan lama menjadi perokok aktif. Selain itu, data ketergantungan nikotin juga menggunakan analisis jenis univariat ini. Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik distribusi frekuensi dan persentase yang diolah dengan menggunakan Microsoft Excel.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Ashor AW. 2012. Smoking dependence and common psychiatric disorders in medical students: Crosssectional study. Proquest Journal. 4 (28) : 670-674.

CDC. 2014. Youth and Tobacco Use. Diunduh pada 2 November 2015. http://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/youth_data/tobacco_us e/.

Daroji, Muhammad, yayi Suryo Prabandari, dan Ira Paramastri. 2011. Peran Petugas Puskesmas dalam Promosi Kesehatan Berhenti Merokok pada Pasien dan Masyarakat. Jurnal Berita Kesehatan Masyarakat. 2 (27) : 84-88.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal: 140 dan 149.

Eriksen, Michael, Judith Mackay, Neil Schluger, Farhad Islami Gomeshtapeh, and Jeffrey Drope. 2015. The Tobacco Atlas. Georgia: American Cancer Society, Inc.

Fitria, R.I.N.K Retno Triandhini, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ferry F. Karwur. 2013. Merokok dan Oksidasi DNA. Jurnal Sains Medika. 2 (5) : 113-120. Hidayat, Taufik. 2012. Analisis Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Merokok

Pada Mahasiswa Keperawatan di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis Fakultas Keperawatan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi dasar & klinik ed.10. Jakarta: EGC.

(31)

Nurdin, Adnil Edwin. 2009. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: EGC. Hal: 252.

Patkar, Ashwin A, Kevin Hill, Vikas Brata, Michael J. Vergare and Frank T. Leone. A Comparison of Smoking Habits Among Medical and Nursing Student. Proquest Journal. 4 (124) : 1417.

Pinel, Jhon P.J. 2009. Biopsikologi ed 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Jakarta: Bidang Hukum dan Perundang-undangan.

Sadikin, Zunilda Djanun dan Melva Louisa. 2008. Program Berhenti Merokok. Maj Kedokt Indon. 4(58): 132-133.

Sadock, Benjamin J and Virginia A. Sadock. 2010. Kaplan dan Sadock Buku ajar Psikiatri Klinis ed 2. Jakarta: EGC. Hal: 667-672.

Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja ed 6. Jakarta: Erlangga. Hal: 507 dan 513.

Samira, Asma, et al. 2015. The GATS Atlas Global Adult Tobacco Survey. Atlanta: CDC Foundation.

Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis ed 2. Jakarta: Sagung Seto.

Setiawati, Arini dan Sulistia Gan. 2011. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal: 117.

Susanto, Agus Dwi, dkk. 2011. Berhenti Merokok Pedoman Penatalaksanaan Untuk Dokter di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Taheri, Ehsan. 2015. Cigarrete Smoking Behavior and the Related Factor Among Student of Mashhad University of Medical Sciences in Iran. Iran Red Crescent Med Journal. 17 (1): 16769.

WHO. 2006. . Indonesia – Medical Student (3rd Year Student Only) Global Health

Proffesions Student Survey (GHPPS).

WHO. 2012. Global Adult Tobacco Survey Indonesia Report 2011. Jakarta: National Institute of Health Research and Development Ministry of Health.

WHO. 2014. Global Youth Tobacco Survey.

(32)

Lampiran 1. Instrumen (Kuesioner) Penelitian

KUESIONER PENELITIAN Penelitian tentang:

GAMBARAN KETERGANTUNGAN NIKOTIN PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ANDALAS

(Studi pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas Angkatan 2012-2015) Ketergantungan Nikotin pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas”. Untuk keperluan tersebut, saya harap rekan-rekan semua untuk memberikan penilaian terhadap kuesioner ini dengan sebenar-benarnya berdasarkan atas apa yang rekan-rekan lakukan berkaitan dengan isi kuesioner tersebut.

Perlu saya sampaikan disini bahwa saya jamin kerahasiaan atas jawaban yang rekan berikan. Jawaban yang rekan berikan hanya untuk kepentingan akademik dan tidak berpengaruh terhadap penilaian apapun. Semoga partisipasi yang rekan-rekan berikan dapat bermanfaat untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Atas kerjasama dan partisipasi yang diberikian, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Dila Khairat No.BP 1210312045

(33)

Pada pertanyaan dibawah ini, Anda dimohon untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan

4. Apakah anda seorang perokok ()?

a. Ya (lanjutkan kepertanyaan berikutnya) b. Tidak (berhenti sampai disini)

5. Usia mulai merokok : ….. KUESIONER FAGERSTROM Petunjuk Pengisian:

Pada pertanyaan dibawah ini, diharapkan anda melingkari angka pada kolom skor yang paling sesuai dengan yang Anda alami saat ini untuk setiap pertanyaan.

No Pertanyaan Jawaban Skor

1 Berapa banyak rokok yang anda hisap dalam satu hari? pertama anda setelah anda bangun tidur

dipagi hari?

Dalam 5 menit 3

6 hingga 30 menit 2 31 hingga 60 menit 1

setelah 60 menit 0

3 Rokok mana yang paling anda tidak relakan untuk dihentikan?

Batang pertama dipagi hari 1

Waktu lain 0

4 Rokok jenis apa yang anda gunakan? *jika tidak tahu, tulis merk dagang

Kadar nikorin rendah (0,9 mg atau kurang)

1

(34)

rokok anda disini

5 Seberapa sering anda menghisap asapdari rokok anda?

Tidak pernah 0

Kadang 1

Selalu 2

6 Apakah anda merokok lebih banyakdalam dua jam pertama hari anda daripada sisa hari anda?

Tidak 0

Ya 1

7

Apakah anda kesulitan menahan rasa ingin merokok ditempat yang dilarang seperti bangunan umum, pesawat atau ditempat kerja?

Tidak 0

Ya 1

8

Apakah anda masih merokok ketika anda sakit berat sehingga anda harus berbaring dalam sebagian besar waktu anda?

Gambaran Ketergantungan Nikotin pada Mahasiswa

(35)

No Kode Responden Skor Derajat Ketergantungan

Lampiran 3

DUMMY TABEL

A. Analisis univariat

(36)

1. Distribusi dan frekuensi karakteristik usia, jenis kelamin, angkatan dan lama

2. Hasil dari Kuesioner Fagerstrom

No Kode

Responden

Pertanyaan Skor

(37)

3. Frekuensi dan Presentasi dari Kergantungan Nikotin

Interpretasi f %

0-2 : Ketergantungan ringan

3-4 : Ketergantungan ringan-sedang 5-8 : Ketergantungannya sedang 8 -10: Ketergantungannya tinggi

Gambar

Gambar 2.1 Perbandingan  faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan
Gambar 2.2 Variasi dari level nikotin. Pemakaian nikotin harian diilustrasikan diantara produk-produk nikotin dan contoh pemakaian
Tabel 2.2   Kuesioner untuk menilai adiksi nikotin (Fagerstrom)anda?

Referensi

Dokumen terkait