• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTEK BISNIS YANG DIPERBOLEHKAN MAKALA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRAKTEK BISNIS YANG DIPERBOLEHKAN MAKALA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK BISNIS YANG DIPERBOLEHKAN

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Etika Bisnis Islam

Dosen Pengampu: Cihwanul Kirom, Lc, M.E.I

Disusun Oleh:

1. Dewy Rizky Novyati (1520210188)

Kelas ES-E (4)

PRODI EKONOMI SYARI’AH

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para pebisnis merupakan urat nadi perekonomian di setiap masa dan tempat. Mereka punya peran besar dalam memajukan dan mengembangkan umat. Urgensi mereka semakin terasa pada masa sekarang ini, ketika kaum muslimin sedang mengalami kemunduran. Mereka tidak mampu untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi sumber daya alamnya. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka harus bergantung kepada orang lain. Sangat disayangkan, kaum muslimin hanya membatasi kegiatannya pada pelaksanaan ibadah ritual semata. Mereka mengabaikan muamalah yang diperintahkan oleh Islam.

Pebisnis muslim harus berpegang teguh pada etika Islam, karena ia mampu membuat pebisnis sukses dan maju, agar menjadi orang yang shaleh dalam melakukan semua amal perbuatan dalam kapasitasnya sebagai khalifah di muka bumi, yang mempunyai kelebihan dibanding dengan pebisnis yang lain. Dengan modal budi pekerti yang luhur, pebisnis yang bisa sampai pada derajat yang paling tinggi, Allah melapangkan hati makhluk-makhluk-Nya untuk dirinya, dan Allah membukakan pintu rezeki untuknya yang tidak bisa dicapai kecuali mempunyai karakter yang luhur ini.

(3)

BAB II sendiri, cara perolehannya dan cara pemanfaatannya. Abdullah bin Mas’ud r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Berusaha dalam mendapatkan rezeki yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban”.

Atau dengan kata lain bahwa bekerja untuk mendapatkan yang halal adalah kewajiban agama yang kedua setelah kewajiban pokok dari agama, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Selain itu menurut Khalid Baig, terdapat tiga pesan penting yang dapat diterima dari hadits tersebut. Pertama, hadits ini mensinyalir secara jelas permasalahan dikotomi antara dunia materi dan spiritual. Karena kecintaan terhadap materi terkadang membawa orang untuk menjauh dari kehidupan spiritualitasnya. Islam menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk materi sekaligus spiritual. Islam tidak menolak kehidupan dan kebutuhan materialistis, tapi menjadikan materi sebagai segalanya itulah yang tidak bisa diterima. Kedua, memberi pesan bahwa yang diwajibkan tidak hanya mencari uang, tapi bagaimana mendapatkan uang yang halal. Ketiga, usaha untuk mencapai pendapatan yang halal tersebut tentunya tidak mengurangi usaha dalam memenuhi kewajiban yang lebih utama dalam agama.

Dari ketiga bahasan dimensi pembahasan hadits di atas, maka falsafah kerja dan bisnis Islam harus diarahkan kepada tauhid uluhiyah di mana setiap langkah menjalankan usaha, setiap pribadi muslim harus mengaitkan diri kepada Allah.1 Jika sisi keimanan mempunyai peran penting dalam berbisnis,

(4)

menggunakan seluruh batasan-batasan etika, yang dapat disederhanakan seperti berikut ini:

1. Bermuamalah dengan menggunakan etika2

Di antara etika Islam yang terpenting adalah sebagai berikut: a. Jujur

Jujur merupakan sifat utama dan etika yang luhur. Jujur merupakan motivator yang abadi dalam budi pekerti dan perilaku seorang muslim, sebagai salah satu sarana untuk memperbaiki amalnya, menghapus dosanya, dan sarana untuk bisa ke surga. Di antara bentuk kejujuran adalah, seorang pebisnis harus komitmen dalam jual-belinya dengan berlaku terus terang dan transparan untuk melahirkan ketentraman dalam hati, hingga Allah memberikan keberkahan dalam muamalahnya, dan mengangkat derajatnya ke surga para nabi, orang-orang yang jujur, dan orang-orang yang mati syahid. Diriwayatkan dari Abu Sa’id, dari Nabi Saw., beliau bersabda:

“Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya (kelak di surga) bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan orang-orang yang mati syahid.”

Diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam r.a bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

”Dua orang yang melakukan transaksi jual-beli boleh memilih, selama mereka berdua belum berpisah atau beliau bersabda dengan redaksi hingga mereka berdua berpisah jika mereka jujur dan transparan, maka jual-beli mereka akan diberkahi. Akan tetapi jika mereka dusta dan tidak terus terang, maka keberkahan jual-beli mereka menjadi hilang (dicabut)”.

(5)

dalam mendistribusikan barang dagangannya selalu disertai dengan sumpah, meskipun dia jujur, maka dia menjadikan Allah dalam sumpahnya sebagai penghalang. Dia telah berbuat kesalahan dalam berdagang. Karena dunia lebih hina jika dalam menyebarkan barang dagangannya dengan menyebut Allah. Jika dia berdusta dalam sumpahnya, maka berarti dia telah menggunakan yang membahayakan, di mana bahaya tersebut akan kembali pada orang yang mengucapkannya.

b. Amanah

Islam menginginkan pebisnis mempunyai hati nurani sehingga bisa menjaga hak-hak Allah dan hak-hak manusia, dan bisa memproteksi muamalahnya dari tingkah laku yang mendorong untuk berbuat remeh dan lalai. Dengan demikian, Islam mewajibkan pebisnis untuk mempunyai sikap amanah terhadap dirinya sendiri dan orang lain, dan dia tidak boleh meremehkan hak orang yang memberikan amanah.

c. Toleransi

Toleransi adalah kunci rezeki dan jalan kehidupan yang mapan. Di antara toleransi adalah mudah berinteraksi, mempermudah muamalah, dan mempercepat berputarnya modal. Rasulullah Saw. bersabda:

“Allah mengasihi orang yang toleran ketika berdagang, ketika membeli, dan ketika meminta haknya”.

Di antara bentuk toleransi adalah sebagai berikut: 1) Mempermudah dalam jual-beli.

2) Jangan mendengungkan slogan “barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan dan ditukar”.

3) Harus melebihi takaran dan timbangan.

4) Seorang pebisnis harus membayar utangnya dengan baik.

5) Pebisnis juga harus memudahkan orang yang mempunyai utang kepadanya.

(6)

Islam memerintahkan umatnya untuk memenuhi hak, menghormati janji dan seluruh kesepakatan lainnya. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al-Maidah [5] : 1)

“Penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ [17] : 34)

Dengan demikian, maka seorang muslim akan keluar dari daerah kemunafikan ke dermaga keimanan.

Islam menganjurkan umatnya untuk memenuhi akad selama tidak bertentangan dengan koridor syariat pada saat disahkan, dengan menjauhi faktor-faktor yang dapat membuat dirinya lupa dan melemahnya semangat. Cara untuk menetapkan akad dalam Islam beraneka ragam, sehingga mencakup akad secara tertulis seperti dalam firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 282)

“Dan janganlah kalian jemu menulis utang itu, naik kecil maupun besar sampai batas waktu pembayarannya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 282)

Penetapan penulisan, persaksian, pengambilan garansi untuk melindungi akad merupakan sebuah keharusan demi stabilitas transaksi, memnuhi hak, dan mencegah pintu percekcokan dan perselisihan antar pihak-pihak yang terkait. Allah mengecualikan perdagangan tunai, yang tidak diharuskan akad secara tertulis untuk mempermudah kepada para pebisnis dalam melakukan transaksi, karena perdagangan tunai berlangsung dalam waktu yang cukup singkat. Allah Swt. berfirman:

(7)

As-Sarkhasi berkata, “Di balik anjuran untuk melakukan akad secara tertulis terdapat beberapa hikmah, di antaranya:

1) Memelihara harta, seperti mencegah perselisihan di antar dua pihak yang melakukan transaksi.

2) Menghilangkan akad yang rusak. 3) Menghilangkan keraguan.

Referensi

Dokumen terkait