• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penalaran Kreatif versus Penalaran Imita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penalaran Kreatif versus Penalaran Imita"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENALARAN KREATIF VERSUS PENALARAN IMITATIF

Imam Rofiki

Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang email: rofiki_sains@yahoo.com

Abstrak

Makalah ini mengkaji penalaran matematis dalam dua karakteristik, yaitu penalaran kreatif dan penalaran imitatif. Penalaran imitatif yaitu proses menghasilkan prosedur solusi yang didasarkan pada hafalan. Sedangkan penalaran dalam pemecahan masalah matematika disebut penalaran kreatif jika memenuhi empat kriteria, yaitu kebaruan, fleksibilitas, plausibility, dan berdasar matematis. Hasil studi empiris menunjukkan bahwa banyak siswa menyelesaikan masalah matematika dengan penalaran imitatif daripada penalaran kreatif. Siswa meniru prosedur yang didapat dari buku atau guru tanpa upaya orisinalitas. Kreasi solusi masalah yang baru dan unik serta memberikan cara yang berbeda dan alasan yang masuk akal jarang dimunculkan oleh siswa. Padahal, penalaran kreatif ini diperlukan siswa untuk menghadapi masalah matematika maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kata kunci: penalaran matematis, penalaran kreatif, penalaran imitatif

Pendahuluan

Penalaran merupakan salah satu standar proses dari lima standar proses yang harus

dimiliki siswa (NCTM, 2000: 19). Lebih lanjut, NCTM (2000: 56) merekomendasikan

penerapan penalaran dalam pembelajaran matematika mulai dari pra-TK sampai kelas 12 agar

semua siswa dapat 1) mengenali penalaran dan bukti sebagai aspek fundamental matematika;

2) membuat dan menyelidiki dugaan matematika; 3) membangun dan mengevaluasi

argumen-argumen matematika dan bukti; dan 4) memilih dan menggunakan berbagai jenis penalaran

dan metode pembuktian. Selain itu, NCTM (2000: 56) menyatakan bahwa penalaran penting

untuk memahami matematika. Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa penalaran

sangat penting untuk digunakan dalam memecahkan masalah.

Penelitian proses penalaran dalam bidang pendidikan matematika sangat penting untuk

dilakukan. Lithner (2006: 2) menegaskan bahwa proses penalaran adalah jantung penelitian

pendidikan matematika. Penalaran juga termasuk salah satu kompetensi matematika dasar

yang perlu dimiliki siswa. Kompetensi matematika dasar meliputi kemampuan pemecahan

masalah, kemampuan penalaran, dan pemahaman konseptual (Jonsson et al., 2014: 20). Hal

ini menunjukkan bahwa penalaran termasuk dalam suatu kompetensi matematika dasar yang

penting untuk dilatihkan kepada siswa maupun untuk ranah penelitian pendidikan

matematika.

Pada kenyataannya di sekolah, sebagian besar siswa kesulitan dalam memecahkan

masalah matematika yang melibatkan penalaran. Berdasarkan hasil Trends in International

(2)

SMP di Indonesia yang mampu menjawab dengan benar soal tentang bilangan, aljabar, dan

geometri dalam domain kognitif penalaran berturut-turut adalah 10%, 18%, dan 11% (Mullis

et al., 2012). Para siswa mengalami kesulitan dalam menentukan lokasi hasil perkalian dua

bilangan yang terletak antara 0 dan 1 pada garis bilangan, kesulitan mengidentifikasi kuantitas

yang memenuhi dua pertidaksamaan yang direpresentasikan dalam situasi masalah neraca,

dan kesulitan memecahkan soal yang melibatkan bangun ruang. Hal ini menunjukkan bahwa

penalaran siswa cukup rendah.

Masalah utama dalam pendidikan matematika adalah banyak siswa masih melakukan

hafalan dan berpikir algoritme (Lithner, 2006: 2). Hal ini menunjukkan bahwa sedikit siswa

yang menggunakan penalaran kreatif. Padahal, salah satu tujuan pendidikan matematika

adalah siswa menjadi mahir dalam pemecahan masalah, siswa mampu memberikan alasan

logis, dan siswa menjadi kreatif dalam memecahkan masalah. Faktor utama penyebab

kesulitan belajar matematika adalah pemahaman dan penalaran siswa yang dangkal (Lithner,

2003). Niss (Lithner, 2006: 2) memberikan alasan sulitnya masalah ini dipecahkan karena

faktor kompleksitas pembelajaran matematika.

Tujuan makalah ini yaitu mengkaji penalaran matematis siswa dalam dua

karakteristik, yaitu penalaran kreatif dan penalaran imitatif. Makalah ini bukan hasil

penelitian melainkan hasil kajian teoretis. Kajian difokuskan pada artikel-artikel terkait

penalaran kreatif dan penalaran imitatif.

Penalaran Kreatif dan Penalaran Imitatif

Lithner (2000, 2001, 2003, 2006) menggunakan istilah penalaran untuk semua jenis

penalaran yang menyangkut pemecahan tugas matematika. Tugas matematika ini meliputi

soal latihan (exercise), masalah, dan soal tes. Penalaran adalah alur berpikir atau cara berpikir

yang digunakan untuk menghasilkan pernyataan dan mencapai sebuah simpulan dalam

menyelesaikan masalah atau tugas (Lithner, 2001, 2006, 2008; Sumpter, 2009a, 2009b)

sedangkan argumentasi adalah konfirmasi (verifikasi), bagian dari penalaran yang bertujuan

untuk meyakinkan diri sendiri atau orang lain bahwa penalaran yang dilakukan sudah tepat

(Lithner, 2001). Argumentasi yang digunakan siswa tidak harus berdasarkan logika deduktif

formal, dan bahkan mungkin siswa memperoleh hasil akhir yang tidak benar selama ada

beberapa alasan yang masuk akal dibalik proses berpikir siswa (Lithner, 2001). Penalaran

dapat dipandang sebagai proses berpikir (thinking process), hasil (product) dari proses

(3)

Lithner (2005: 1, 2006: 5, 2008: 255) membuat kerangka teori penalaran matematis

yang didasarkan pada serangkaian hasil studi empiris. Kerangka teori Lithner berupa

karakterisasi penalaran matematis, yaitu penalaran kreatif dan penalaran imitatif. Penalaran

kreatif dan penalaran imitatif ini merupakan konstruksi teoretis penalaran sebagai proses

berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah. Ide dasar pada kerangka Lithner adalah belajar

menghafal (rote learning) sebagai penalaran imitatif, sedangkan ide penalaran kreatif yaitu

kreasi solusi tugas yang baru dan fleksibel serta didasarkan pada argumen yang masuk akal

dan sifat matematis intrinsik. Penalaran kreatif ini bukan merujuk pada berpikir superior atau

luar biasa (extraordinary), tetapi penalaran kreatif dengan solusi tugas matematika yang dapat

sederhana dan asli (original) untuk individu yang membuat solusi tersebut. Dengan demikian,

penalaran kreatif berlawanan dengan penalaran imitatif.

Penalaran dalam pemecahan tugas disebut penalaran kreatif (Lithner, 2005, 2006,

2008, 2012) jika penalaran tersebut memenuhi syarat-syarat berikut:

(i) Kebaruan (Novelty)

Penalaran solusi yang dibuat siswa adalah baru baginya. Mengimitasi suatu jawaban atau

prosedur solusi tidak dianggap sebagai kebaruan.

(ii) Fleksibilitas (Flexibility)

Siswa lancar dalam membuat cara yang berbeda. Siswa mampu membuat beragam cara

berbeda.

(iii)Plausibility

Argumentasi yang diungkapkan siswa mendukung pilihan strategi dan/ atau implementasi

strategi, menjelaskan mengapa simpulan yang diperoleh adalah benar atau masuk akal

(plausible).

(iv) Landasan Matematis (Mathematical Foundation)

Argumentasi didasarkan pada sifat matematis intrinsik dari komponen yang dilibatkan

dalam penalaran. Sifat matematis intrinsik ini merujuk pada sifat matematika yang

relevan untuk penyelesaian tugas dan diterima benar oleh masyarakat matematis. Lawan

dari sifat matematis intrinsik adalah surface property. Surface property ini tidak memiliki

atau sedikit memiliki relevansi untuk penyelesaian tugas.

Lithner (2006: 12) mendefinisikan penalaran imitatif sebagai proses menyalin atau

mengikuti model atau contoh tanpa upaya orisinalitas. Sementara Bergqvist (2012: 371)

menyatakan bahwa penalaran imitatif adalah penalaran yang didasarkan pada menyalin solusi

(4)

definisi tersebut, dalam tulisan ini penalaran imitatif adalah suatu penalaran yang didasarkan

pada pengalaman sebelumnya tanpa upaya orisinalitas. Hal ini berarti bahwa siswa

menyelesaikan masalah atau soal latihan hanya dengan meniru prosedur yang ada di buku

atau yang diberikan guru. Siswa hanya menyalin prosedur solusi soal atau mengingat

algoritme tertentu. Dengan demikian, penalaran imitatif siswa adalah dangkal karena tidak

didasarkan pada sifat matematis intrinsik atau pemberian argumentasi yang masuk akal

(plausible). Bahkan, siswa yang menggunakan penalaran imitatif mungkin memberikan alasan

berdasarkan surface property. Artinya, siswa memilih strategi dan mengimplementasikan

strategi untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan surface property dan tidak

menggunakan sifat matematis intrinsik.

Brousseau mendefinisikan algoritme sebagai semua prosedur terperinci, yaitu

rangkaian petunjuk yang dapat dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah (Jonsson et al.,

2014: 21). Algoritme dapat ditentukan sebelumnya, dan pelaksanaan algoritme berkaitan

dengan reliabilitas tinggi dan kecepatan (Jonsson et al., 2014: 21). Keutamaan penggunaan

algoritme tersebut hanya untuk menghasilkan suatu jawaban pada masalah tertentu. Dalam

banyak kasus, penggunaan algoritme sangat tepat, yaitu menghemat waktu dan

meminimalkan salah perhitungan (Jonsson et al., 2014: 21). Namun, penggunaan algoritme

ini menjadi kurang bermakna jika tanpa pemahaman konseptual. Øystein (2011) menegaskan

bahwa penalaran algoritme tidak mengindikasikan suatu pemahaman konseptual.

Hasil studi empiris Lithner (2005, 2006) adalah dua jenis penalaran imitatif: penalaran

hafalan (Memorized Reasoning) dan penalaran algoritme (Algorithmic Reasoning). Dalam

Memorized Reasoning, pilihan strategi didasarkan pada mengingat jawaban dengan memori,

dan implementasi strategi hanya dengan menuliskan jawabannya. Jenis penalaran ini berguna

sebagai metode solusi lengkap hanya dalam proporsi yang relatif kecil dari tugas, seperti

mengingat setiap langkah bukti, atau fakta bahwa satu liter sama dengan 1.000 cm3.

Sedangkan dalam Algorithmic Reasoning, pilihan strategi adalah untuk mengingat algoritme

dan implementasi strategi adalah untuk menerapkan algoritme untuk data tugas. Istilah

algoritme ini mencakup semua prosedur yang dilakukan siswa untuk memecahkan masalah

(tidak hanya perhitungan).

Penelitian tentang penalaran kreatif dan penalaran imitatif dalam memecahkan

masalah telah dikaji oleh beberapa peneliti (Bergqvist, 2007; Bergqvist, Lithner, & Sumpter,

2003; Jonsson et al., 2014; Lithner, 2005, 2006, 2008, 2011, 2012; Palm, Boesen, & Lithner,

2006). Bergqvist (2007) menyelidiki jenis penalaran yang dibutuhkan oleh mahasiswa yang

(5)

70% dari tugas yang dipecahkan mahasiswa tidak mempertimbangkan sifat matematis

intrinsik. Dengan kata lain, cukup banyak mahasiswa yang menggunakan penalaran imitatif

dalam penyelesaian tugas. Hasil penelitian Bergqvist, Lithner, & Sumpter (2003)

menunjukkan bahwa banyak siswa yang menggunakan penalaran imitatif. Siswa mencoba

mengingat algoritme yang sesuai. Jonsson et al. (2014) membandingkan pendekatan

penalaran kreatif dengan penalaran imitatif khususnya penalaran algoritme. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa pendekatan penalaran kreatif lebih efektif daripada pendekatan

penalaran algoritme dalam hal perolehan kembali memori dan konstruksi pengetahuan.

Serangkaian hasil studi yang dilakukan oleh Lithner (2005, 2006, 2008, 2011, 2012)

menunjukkan bahwa siswa banyak menggunakan penalaran imitatif dalam pemecahan tugas

matematika dibandingkan dengan penalaran kreatif. Ditemukan juga kesulitan siswa dalam

memecahkan tugas matematika. Selain itu, beberapa siswa menggunakan penalaran secara

dangkal (superficial reasoning). Palm, Boesen, & Lithner (2006) menyelidiki penalaran

matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam soal Ujian Nasional

Swedia dan soal tes buatan guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil

dari tugas dalam tes buatan guru mempromosikan penalaran kreatif dan mempertimbangkan

sifat matematis intrinsik yang terlibat dalam tugas-tugas. Sebaliknya, sebagian besar tugas

dalam soal Ujian Nasional mempromosikan penalaran kreatif.

Berikut ini disajikan contoh masalah yang dapat memunculkan penalaran imitatif atau

penalaran kreatif siswa. Penulis memodifikasi masalah yang terdapat dalam penelitian

Jonsson et al. (2014: 24).

Perhatikan gambar di bawah ini!

Gambar tersebut menunjukkan 4 persegi yang dibentuk dari 13 batang korek api. Berapakah banyak batang korek api yang dibutuhkan untuk membentuk n persegi?

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian teori, penulis menyimpulkan bahwa terdapat dua

karakteristik penalaran matematis, yaitu penalaran kreatif dan penalaran imitatif. Kedua jenis

penalaran ini merupakan suatu proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah. Penalaran

imitatif adalah suatu penalaran yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya tanpa upaya

(6)

Sedangkan penalaran dalam pemecahan masalah dikatakan penalaran kreatif jika memenuhi

empat kriteria, yaitu kebaruan, fleksibilitas, plausibility, dan berdasar matematis.

Daftar Pustaka

Bergqvist, Ewa. 2007. Types of Reasoning Required in University Exams in Mathematics.

Journal of Mathematical Behavior, Vol. 26, No.4, 348-370.

Bergqvist, Ewa. 2012. University Mathematics Teachers' Views on the Required Reasoning in

Calculus Exams. The Mathematics Enthusiast, Vol. 9, No.3, 371-408.

Bergqvist, Thomas, Lithner, Johan, & Sumpter, Lovisa. 2003. Reasoning characteristics in

upper secondary school students’ task solving. Research Reports in Mathematics

Education 1. Umeå, Sweden: Department of Mathematics, Ume°a University.

Øystein, Haavold Per. 2011. What characterises high achieving students’ mathematical

reasoning? In Bharath Sriraman, & Kyong Wa Lee (Eds.), The Elements Of

Creativity And Giftedness In Mathematics, Vol. 1, 193–215. Rotherdam: Sense

Publishers.

Jonsson, Bert, Norqvist, Mathias, Liljekvist, Yvonne, & Lithner, Johan. 2014. Learning

mathematics through algorithmic and creative reasoning. Journal of Mathematical

Behavior, 36, 20–32.

Lithner, Johan. 2000. Mathematical Reasoning in Task Solving. Educational Studies in

Mathematics, Vol. 41, 165-190.

Lithner, Johan. 2001. Undergraduate Learning Difficulties and Mathematical Reasoning.

PhD Dissertation. Denmark: IMFUFA-Roskilde Universitetscenter.

Lithner, Johan. 2003. Students’ mathematical reasoning in university textbook exercises.

Educational Studies in Mathematics, 52(1), 29–55.

Lithner, Johan. 2005. A framework for analysing qualities of mathematical reasoning:

Version 3. Research Reports in Mathematics Education 3. Umeå, Sweden:

Department of Mathematics, Ume°a University.

Lithner, Johan. 2006. A framework for analysing creative and imitative mathematical

reasoning. Research reports in mathematics education, ISSN 1401-6796. Umeå,

Sweden: Department of Mathematics and Mathemical Statistics, Umeå universitet.

Lithner, Johan. 2008. A research framework for creative and imitative reasoning. Educational

Studies in Mathematics, Vol. 67, No. 3, 255-276.

Lithner, Johan. 2011. University Mathematics Students’ Learning Difficulties. Education

Inquiry, 2(2).

Lithner, Johan. 2012. Learning Mathematics by Creative or Imitative Reasoning. 12th

International Congress on Mathematical Education. Program Name XX-YY-zz (pp.

abcde-fghij) 8 July – 15 July, 2012, COEX, Seoul, Korea.

Mullis, Ina V.S., Martin, Michael O., Foy, Pierre, & Arora, Alka. 2012. TIMSS 2011

International Results in Mathematics. Chestnut Hill, MA, USA: TIMSS & PIRLS

International Study Center.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. USA: The National Council

of Theacers of Mathematics, Inc.

Palm, Torulf, Boesen, Jesper, & Lithner, Johan. 2006. The Requirements of Mathematical

Reasoning in Upper Secondary Level Assessments. Research report in mathematics

education. Umeå, Sweden: Department of Mathematics, Ume°a University.

Sumpter, Lovisa. 2009a. Teachers’ conceptions about students’ mathematical reasoning:

Gendered or not? Research report in mathematics education, 1401-6796; 2. Umeå,

Sweden: Department of Mathematics, Umeå University.

Sumpter, Lovisa. 2009b. On Aspects of Mathematical Reasoning: Affect and Gender. PhD

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran I Perhitungan Konversi Satuan Kemiringan Tebing Galian Lampiran J Perhitungan Persentase Kerusakan Jalan. Lampiran K Perhitungan Parameter Kerusakan Lahan Lampiran

Keterkaitan antara variable STU (X 1 ), BRINETS (Variabel X 2 ) sebagai sistem dan variable Kinerja Karyawan (Variabel Y), dapat dilihat pada jurnal Pengaruh

Sistem laser CO 2 tipe semi sealed-off dengan karakteristik daya keluaran tersebut diatas telah digunakan sebagai sumber radiasi spektroskopi fotoakustik.. Telah

Tujuan penelitian ini dirancang untuk Mengetahui strategi komunikasi pemasaran sosial apakah yang digunakan Rumah Angklung dalam membangun brand awareness pada awal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, tingkat suku bunga, Return on Aset (ROA) terhadap return saham pada perusahaan manufaktur sub sektor property and

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Maximum Likehood Estimation (MLE) didapat tujuh variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi kentang di

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: langkah-langkah penerapan model quantum teaching dalam pembelajaran Matematika yaitu mengatur lingkungan belajar, menghadirkan