BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kanker Paru
Keganasan di rongga toraks mencakup kanker paru, tumor mediastinum, metastasis tumor di paru dan mesotelioma ganas (kegasanan di pleura). Kasus keganasan rongga toraks terbanyak adalah kanker paru. Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama di antara kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus terbanyak meskipun angka kejadian pada perempuan cenderung meningkat, hal itu berkaitan dengan gaya hidup atau kebiasaan merokok. 1,11
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru (sekunder). Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat metastasis dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang, dapat ditemukan kanker paru primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland tumors. Tumor paru jinak yang sering adalah hamartoma. 1,11
2.2. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya kanker paru adalah sebagai berikut: 1,11,12,13 • Laki-laki, usia lebih dari 40 tahun dan perokok
• Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau polusi paparan industri/lingkungan kerja tertentu
• Perempuan perokok pasif
• Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat yang penderita kanker paru
• Tuberkulosis paru, walaupun angka kejadiannya sangat kecil
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor risiko di atas dan mempunyai tanda dan gejala respirasi yaitu batuk, sesak napas, nyeri dada disebut golongan resiko tinggi (GRT) maka sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan untuk deteksi dini kanker paru. 1,11,13
Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang masuk dalam kelompok risiko dengan diagnosis tuberkulosis paru dan mendapat pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT). Mereka harus dievaluasi ketat. Jika dalam evaluasi 1 bulan pertama menunjukkan perburukan sebaiknya dipikirkan ke arah kemungkinan kanker paru khususnya yang disertai keluhan nyeri yang persisten di bahu/lengan/dada dengan ”infiltrat” di puncak paru. Bila nyeri tidak hilang dalam 1-2 minggu pengobatan kanker paru segera dievaluasi secara amat terarah. 1,12
2.3. Tanda dan Gejala
Keluhan utama tumor paru adalah sebagai berikut:
• Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) lebih dari 3 minggu • Batuk darah
• Sesak napas • Suara serak
• Nyeri dada yang persisten • Sulit/sakit menelan
• Benjolan di pangkal leher
Sembab pada muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat. 1,11,13,14
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Ada pula gejala dan keluhan tidak khas seperti:
• Berat badan berkurang • Nafsu makan hilang • Demam hilang timbul
• Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis vena perifer dan neuropati. 1,11,13,14
2.4. Stadium Kanker Paru
Prosedur diagnostik untuk menentukan stadium penyakit antara lain, foto toraks, Computer Tomography Scaning (CT-scan) toraks sampai kelenjar suprarenal dan bronkoskopi. Pemeriksaan CT-scan kepala dan tulang dilakukan jika ada keluhan atau penderita yang akan dilakukan pembedahan. Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru tetapi hanya bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur diagnosis, maka torakotomi eksplorasi dapat dilakukan. 1,12
Stadium untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan penyebarannya ke getah bening (N) dan metastasis ke organ lain (M). Stadium sistem TNM small cell lung carcinoma (SCLC)terdiri dari : 3,11
• Stadium luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain.
Stadium kanker paru jenis non small cell lung carcinoma (NSCLC) dibagi atas : Stadium 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International Staging System for Lung Cancer 2007, berdasarkan sistem TNM adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Stadium Kanker Paru
Stadium Occult carcinoma TX N0 M0
Stadium 0 Tis N0 M0 Stadium IA T1a,b N0 M0 Stadium IB T2a N0 M0 Stadium IIA T2b N0 M0 T1a,b N1 M0 T2a N1 M0 Stadium IIB T2b N1 M0 T3 N0 M0 Stadium IIIA T1a,b, T2a,b N2 M0 T3 N1 N2 M0 T4 N0 N1 M0 Stadium IIIB T4 N2 M0 Sembarang T N3 M0 Stadium IV Sembarang T Sembarang N M1
Tabel 2.2. Stadium Non-Small Cell Lung Cancer
T dan M N0 N1 N2 N3
Stadium Stadium Stadium Stadium
T1 (≤2 cm) T1a IA IIA IIIA IIIB
T1 (> 2-3cm) T1b IA IIA IIIA IIIB T2 (≤ 5cm) T2b IB IB IIIA IIIB T2 (> 5-7cm) T2b IB IIB IIIA IIIB
T2 (> 7cm) IB IIB IIIA IIIB
T3 Invasi IIB IIIA IIIA IIIB T4 (nodul pada lobus yang sama)
T3 IIB IIIA IIIA IIIB T4 (lesi luas) IIIA IIIA IIIB IIIB M1 (Ipsilateral) T4 IIIA IIIA IIIB IIIB
Tabel 2.3. TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer TX Sitologi positif
T1 ≤ 3 cm T1a ≤ 2 cm T1b > 2-3 cm
T2 Bronkus utama ≥ 2 cm dari karina, invasi ke pleura visceral, parsial atelectasis
T2a > 3-5 cm T2b > 5-7 cm
T3 > 7 cm, invasi ke dinding dada, diafragma, perikardium, pleura mediastinal, bronkus utama < 2 cm dari karina, atelektasis total, nodul pada lobus yang sama
T4 Penyebaran ke jantung, mediastinum, pembuluh darah, karina, trakea, esophagus, penyebaran tumor lobus ipsilateral
N1 Peribronkial ipsilateral, hilus ipsilateral N2 Subkarina, mediastinal ipsilateral
N3 Mediastinal atau hilus kontralateral, scalene atau supraklavikula M1 Metastasis jauh
M1a Penyebaran tumor pada lobus kontralateral, nodul pada pleura atau pleura ganas, efusi perikard
M1b Metastasis jauh
2.5. Jenis Histologis Kanker Paru
Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu:
• Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung carcinoma (SCLC). 11
karsinoma sel besar (large cell ca) dan karsinoma adenoskuamosa. Meskipun kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi yang sangat jarang misal karsinoid tumor dan lain lain. 11
2.6. Diagnosis Kanker Paru 2.6.1. Gejala Klinis
Pengenalan awal kanker paru sulit dilakukan bila hanya berdasarkan pada keluhan saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka pada stadium dini yaitu pada stadium I dan II. Data di Indonesia maupun dari negara maju kebanyakan kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit sudah berada pada stadium lanjut (stadium III dan IV). 1,14
Manifestasi klinis dari tumor paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas :
1. Gejala intrapulmonal
Disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu adanya gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus sehingga sering menyebabkan peradangan berulang, dengan keluhan batuk ( 70-90 % kasus), batuk darah ( 6-51 % kasus), nyeri dada biasanya unilateral tidak berbatas jelas (42-67 % kasus), sesak nafas (58 % kasus). 15
2. Gejala intratorasik ekstrapulmonal
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan atau merusak struktur-struktur didalamnya dengan akibat antara lain :
• N. frenikus : parase/paralisis diafragma • N. recurrens : parase/paralisis chorda vokalis
• Saraf simpatik : sindroma horner yakni enoftalmus, miosis ptosis dan anhidrosis • Esofagus : disfagia
• Vena cava superior : sindroma vena cava superior yakni bendungan vena cava superior disertai pembengkakan muka lengan dan leher
• Trakea/bronkus utama : sesak nafas dapat atelektasis total • Jantung : gangguan fungsional, efusi perikard. 15
3. Gejala ekstratorasik non metastasis
Dapat berupa manifestasi neuromuskular (neuropati karsinomatosa: miopati, neuropatia perifer, degenerasi cerebelar subakut, ensefalomiopatia dan mielopati nekrotik), manifestasi endokrin metabolik (sindroma cushing, sindroma karsinoid, hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, SIADH dengan hiponatremia, sekresi insulin dengan hipoglikemia, sekresi gonadotropin berlebihan dengan ginekomastia, sekresi melanocyte stimulating
hormone dengan hiperpigmentasi kulit), manifestasi jaringan ikat (hipertrophy pulmonary,
jari tabuh), manifestasi vaskular dan hematologi (tromboplebitis, purpura dan anemia). 15 4. Gejala ekstratorasik metastasis
Dijumpai adanya penyebaran tumor ke semua organ terutama otak, hati dan tulang. 15
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita kanker paru bisa tidak dijumpai kelainan jika massa tumornya kecil dan belum menyebar sehingga belum menimbulkan gangguan di tempat lain dan tumor yang letaknya di perifer. Pada kasus dengan stadium lanjut dapat dijumpai kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya. Kelainan yang didapat tergantung letak dan besarnya tumor sehingga menimbulkan gangguan. 1,11,14
2.6.3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif sehingga tumor tidak terlihat. 1,11,14
2.6.4. Pemeriksaan Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas; normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial/tumor intra bronkus. Prusedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus. 16,17
Jenis Bronkoskopi
Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL).
18,19,20
A. Bronkoskopi Kaku (Rigid)
Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan
berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13.5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm. 18,21,22
Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum.
Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi.
Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran napas besar dimana
dengan BSOL tidak dapat dilakukan. 18,22
Gambar 1. Skema bronkoskopi kaku (rigid). 19
B. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)
Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic
Bronchoscopy (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang
Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL). 19
BSOL berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak ataupun jaringan. Umumnya 55 cm dari total panjang tabung BSOL mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal BSOL memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 120o dari 100o lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau
kamera. 23,24
Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160o-180o ke atas dan 100o-130o ke bawah. Hal ini memungkinkan operator BSOL untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior). 23,24
Kriteria Penampakan Gambaran Bronkoskopi
Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat dijumpai, seperti: 25,26,27,28
1. Normal
Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan pada mukosa ataupun cabang-cabang bronkus.
2. Inflamasi
Gambaran inflamasi dapat menyeluruh (misalnya bronkitis kronis) ataupun lokal (akibat benda asing). Inflamasi dapat terjadi secara akut, misalnya radang paru yang berhubungan dengan segmental maupun kronis (misalnya tuberkulosis).
Gambar 3. Menunjukkan perubahan akibat inflamasi bronkitis kronis. 25
Perubahan peradangan meliputi :
• Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa (berwarna gelap atau merah muda atau bahkan merah). Mukosa bronkus normal berupa palepink atau berwarna
merah kuning.
• Pembengkakan (swelling).
Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari karina tumpul dan buram atau kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial menonjol. Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa.
Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan sifat sangat bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental (bronkitis kronis), Mukus berupa plague (asma), pus/nanah (infeksi berat).
• Perubahan terlokalisir (localized changes)
Reaksi lokal dapat dijumpai pada kelainan seperti pneumonia, abses paru, TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis, karsinoma, dan lain lain.
• Ascociated changes
Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding membran bronkiol.
nan instrinsik. 25
Gambar 4. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan oleh karena teka
• Tuberkulosis
Dijumpai peradangan pada endobronkial, distorsi pada lumen trakea/bronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial.
Gambar 5. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan serangkaian sekresi terlihat pada
bronkus utama kanan. 25
3. Tumor
Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah bening atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama :
• Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo bronkial, biasanya disebabkan oleh limfadenopati sekunder berupa pelebaran sudut karina, pembengkakan pada dinding trakea/bronkus utama.
• Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi dari mukosa pada sebagian atau seluruh lumina.
• Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen itu sendiri, dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder
melalui dinding bronkial. Pertumbuhan intralumen bisa menutup lumen secara total atau parsial.
Gambar 6. Menunjukkan
fungating tumor di sebelah kiri
batang utama bronkus. 25
4. Miscellaneous
• Perdarahan bronkial
Dalam beberapa kasus batuk darah (hemoptisis), pemeriksaan bronkoskopi memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang masif dilakukan pembersihan dari trakeobronkial dengan normal salin untuk membantu menemukan sumber
perdarahan. • Benda asing
Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan menyebabkan infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru distal. Benda asing dapat menghasilkan sekresi purulen.
• Sarcoidosis
Tampak dua gambaran utama,yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar dan distorsi trakeobronkial.
2. Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi yang meningkat. • Perubahan radiasi
Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut, selanjutnya penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya peradangan, mukosa pucat
dan kontraktif jaringan parut setelah beberapa bulan dan terjadi fibrosis pada daerah yang terkena.
• Trauma trakea
Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus. • Fistula Bronkopleura
Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya kista paru, pneumotoraks, trauma atau pasca operasi. Pada gambaran bronkoskopi tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan pernapasan.
• Amiloidosis
Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuning/abu-abu yang menyerupai gambaran
carsinomatous infiltratif.
Pengambilan Spesimen
Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik pengambilan spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat diambil dengan cara, seperti:
19,23,25,26
1. Cucian bronkus (bronchialwashing)
Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Cucian bronkus dilakukan dengan
menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang ada pada
bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukan
pemeriksaan sitologi cairan bronkus dan pemeriksaan mikrobiologi (BTA, pewarnaan gram bakteri dan jamur serta kultur)
2. Sikatan bronkus (bronchialbrushing)
Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol 90%. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi.
Gambar 7. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep. 11
3. Bronchoalveolar Lavage (BAL)
BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran napas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop kemudian
disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi (BTA, pewarnaan gram,jamur serta dilakukan kultur) dan sitologi.
4. Biopsi endobronkial
Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari bronkoskop
dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat dilakukan fiksasi dengan menggunakan formalin 10 % dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya
cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi.
5. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis
dan stadium bronchogenik carcinoma dengan cara mengambil sampel kelenjar limfe
mediastinum dengan menggunakan jarum atau forcep. Ini merupakan tindakan biopsi
menembus trakeobronkus dengan jarum atau forcep menembus lesi/kelainan yang
menekan trakeobronkial (trakea, bronkus utama, karina dan karina dua). TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel perifer, submukosa dan endobronkial tanpa atau dengan tuntunan biplane fluoroskopi untuk membantu penentuan lokasi tumor. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol 90%. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi. American Thoracic Society (ATS) membuat suatu sistem pemetaan untuk
mengetahui lokasi kelenjar lymph.Untuk mengambil sampel pada tempat yang letaknya
Gambar 8. Maping Sistem Kelenjar Limfe Regional Paru. 23
6. Biopsi paru transbronkial
Ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada kanker paru yang dijumpai di endobronkial dapat dilakukan biopsi dengan menggunakan forcep melalui BSOL. Popovich mendapatkan keberhasilan biopsi dengan forcep untuk tumor yang tampak pada bronkoskopi sebesar 92%. Bila tindakan biopsi ini dikombinasikan dengan
washing dan brushing keberhasilannya meningkat menjadi 96%. Sampel yang didapat
dilakukan fiksasi dengan menggunakan formalin 10 % dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi.
7. Biopsi lesi perifer
Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan instrument
2.6.5. Pemeriksaan Biopsi Transtorakal
Biopsi transtorakal adalah suatu cara untuk memperoleh specimen jaringan parubuntuk bahan diagnostik melalui dinding toraks. Tehnik ini pertama kali diperkenalkan oleh Menetrier pada tahun1886, kemudian pada tahun 1930 di Amerika Serikat diperkenalkan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) transtorakal. Transtorakal biopsi dengan tuntunan radiologi telah dilakukan sejak tahun 1966 oleh Dalgren dan Nordensrom di Amerika Serikat.15
Penderita dengan lesi paru yang terlokalisir dan tidak dapat didiagnosis dengan sitologi sputum dan bronkoskopi, dapat dilakukan FNAB bila tidak ada kontra indikasi. FNAB ini dapat dilakukan dengan menggunakan:
• Jarum Vim-Silverman, Abram. Dengan jarum ini didapatkan potongan jaringan. • Jarum besar ukuran 18-20. Dengan jarum ini didapatkan sedikit jaringan dan
bahan aspirasi untuk pemeriksaan histologi dan sitologi.
• Jarum kecil ukuran 23-24, jarum spinal, Norden-Strom. Dengan jarum ini didapatkan aspirasi bercampur cairan atau darah, oleh karena itu pemeriksaan yang dapat dilakukan hanya secara sitologi. 15
Indikasi dari pemeriksaan biopsi transtorakal antara lain:
• Penderita dengan dugaan kanker paru yang tidak mungkin di operasi, dimana pada pemeriksaan sitologi sputum negatif
• Massa paru soliter dimana pemeriksaan sitologi sputum dan bronkoskopi negatif • Massa paru soliter tetapi penderita menolak operasi
• Massa paru soliter dengan metastasis ekstra pulmoner • Massa paru soliter dengan tumor primer diluar paru • Gambaran coin lesion di paru
Kontra indikasi untuk dilakukan biopsi transtorakal antara lain: • Lesi vaskuler yang dapat menimbulkan perdarahan
• Hipertensi pulmonal yang dapat meningkatkan risiko perdarahan sesudah biopsi • Penderita dengan kelainan darah
• Penderita dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif berat dimana FEV1 < 1L • Keadaan umum sangat lemah
• Penderita yang tidak kooperatif • Pneumektomi pada sisi kontra lateral • Pneumotoraks
• Penderita yang mendapat pengobatan anti koagulantia • Dekompensasi kordis 15
Akurasi biopsi transtorakal tanpa tuntunan radiologi sekitar 65-80%, sedangkan dengan tuntunan radiologi sekitar 80-94%. Akurasi biopsi transtorakal dengan jarum ukuran 17-20 dengan tuntunan radiologi sekitar 80%. 15
2.7. Sitologi Kanker Paru
Small cell lung carcinoma (SCLC)
SCLC merupakan kanker paru yang memiliki agresivitas yang tinggi, cepat tumbuh, dan dapat mengalami metastasis yang luas namun jarang ditemui. SCLC dibagi dalam dua subtipe, yaitu classic oat cell carcinoma dan intermediate cell type of SCLC. Kedua subtipe
ini tidak berbeda secara klinis, oleh karena itu World Health Organization (WHO)
mengelompokkannya ke dalam satu tipe SCLC. 3,5
Sampel yang adekuat akan menunjukkan banyak kandungan sel dengan bermacam bentuk sel kanker. Ukuran sel bervariasi, namun pada umumnya berukuran kecil dengan sitoplasma sedikit. Gambaran “molding” dari inti yang berdekatan merupakan gambaran yang
sangat sering ditemukan. Dua gambaran inti yang dapat ditemui adalah hiperkromatik atau piknotik dengan inti yang vesikuler dan kadang dapat granular dan anak inti yang relatif besar. 3,5
Gambar 9. Small cell lung
carcinoma. Tampak kelompokan sel
dengan sitoplasma sedikit dan
nuclear molding dengan fine granular chromatin. 5
Adenokarsinoma
Adenokarcinoma paru sudah diketahui berhubungan dengan kebiasaan merokok dan
dijumpai adanya peningkatan insiden pada laki-laki maupun perempuan perokok. Ada dua bentuk yang dibedakan berdasarkan gambaran histologi dan klinis yaitu: adenokarsinoma
yang berasal dari daerah sentral parenkim paru (central bronchial origin) dan peripheral
bronchoalveolar atau terminal bronchoalveolar carcinomas. 5
Sediaan yang diambil dengan cara bronchial brushing biasanya mengandung sedikit
sel-sel tumor. Pada sediaan yang adekuat dapat banyak dijumpai sel-sel dengan kelompokan papiler atau lembaran sel-sel bentuk bulat atau poligonal. Beberapa sel dapat mirip dengan sel-sel normal, namun memiliki ukuran inti yang besar, nuclear/cytoplasmic ratio (N/C ratio)
yang meningkat, anak inti yang menonjol kadang dapat multiple dan yang lebih penting
Gambar 10. Sitologi
adenokarsinoma paru. Tampak kelompokan sel dengan
sitoplasma sedikit dan pucat, inti relatif besar, tekstur inti masih
baik dan anak inti menonjol. 5
Karsinoma sel sekuamosa (SCC)
Sel-sel kanker SCC dapat sangat bervariasi baik bentuk maupun ukurannya, tetapi yang khas pada SCC adalah latar belakang apusan berupa sel-sel radang dan massa nekrosis. Sel-sel bentuk spindel dan tadpole merupakan bentuk sel yang umum dijumpai yang juga
merupakan tanda khas pada SCC. Sitoplasma yang mengandung keratin akan berwarna orange atau kuning dengan pewarnaan Papanicolaou. Kadang dapat dijumpai sel-sel abnormal tanpa inti sel yang disebut ghost cells. 3,5
Gambar 11. Karsinoma sel sekuamosa dalam sediaan sitologi.
Tampak sel-sel ganas bentuk dan ukuran inti bervariasi,
hiperkromatin, sitoplasma
eosinofilik dengan latar belakang sel-sel radang. 5
Meskipun inti yang hiperkromatin merupakan tanda khas pada sel-sel ganas tetapi tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk SCC. Inti sel kanker relatif pucat terutama pada tipe
keratinizing atau sel-sel nekrotik oleh karena karyolisis (ghost cells). Umum dijumpai inti sel
SCC. Meskipun bukan merupakan kriteria diagnostik untuk SCC, namun apabila dijumpai harus berhati-hati karena merupakan tanda dari neoplasma ganas. 3,5
Pada kasus dimana tidak dijumpai keratinisasi atau piknosis inti, kondisi seperti ini disebut sebagai poorly differentiated squoamous (epidermoid) carcinoma. Inti biasanya
hiperkromatin dengan tekstur inti kasar dan ireguler. Sel-sel tumor yang berasal dari sputum biasanya lebih sedikit dengan sitoplasma yang jernih sedangkan yang berasal dari sikatan bronkussitoplasma dapat amfofilik atau kadang-kadang basofilik. 3,5
Gambar 12. Poorly differentiated (non-keratinizing) SCC. Tampak
inti hiperkromatin, dengan tekstur kasar dan ireguler. Sitoplasama amfofilik. 5
Large-Cell (Undifferentiated) Carcinoma
Kanker ini didefinisikan sebagai tumor yang tidak memiliki differensial skuamosa atau glandular, meskipun pada beberapa tempat memiliki gambaran kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Kanker ini merupakan turunan dari sel-sel basal epitel yang dapat berkembang menjadi kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Saat ini tipe kanker ini digolongkan kedalam NSCLC karena memiliki penanganan dan prognosis yang sama dengan seluruh tipe NSCLC. 5
Sel-sel tumor walaupun biasanya tunggal, tetapi dapat berupa kelompokkan yang cenderung memiliki kohesi yang jelek dengan ukuran sel bervariasi. Kebanyakan sel ukurannya hampir sama dengan sel skuamosa dan adenokarsinoma, sitoplasma sedikit dan
dijumpai inklusi intrasitoplasmik. Inti sel besar dengan kontur ireguler dengan gambaran
sharply di sekitar inti. Salah satu yang khas adalah inti dengan kromatin yang kasar atau
hiperkromatin, kadang dapat pula dijumpai kromatin inti yang normal dengan satu atau dua anak inti yang menonjol. 3,5
Gambar 13. Undifferentiated large-cell (non-small cell) carcinoma. Tampak lembaran sel
kanker dengan sitoplasma eosinofilik pucat dan banyak, inti hiperkromatin dengan tekstur kasar. 5
Adenosquamous (Mucoepidermoid) Carcinoma
Penamaan adenosquamous carcinoma digunakan untuk menjelaskan bronchogenic
carcinoma yang memiliki kombinasi gambaran epidermoid carcinoma (poorly differentiated
squamous carcinoma) dan adenokarsinoma. Banyak ditemukan sel-sel yang memproduksi
musin yang dapat dilihat dengan pewarnaan khusus dan beberapa mengandung komponen sel-sel undifferentiated large cell maupun SCC. Variasi gambaran sitologi sangat tergantung
dari gambaran histopatologinya. 5
Gambaran sel-sel kanker didominasi oleh sel-sel adenokarsinoma yang menghasilkan musin. Dapat pula ditemukan sedikit sel-sel yang menghasilkan keratin. 5
Gambar 14. Mucoepidermoid carcinoma paru pada wanita
umur 61 tahun. Tampak sel-sel kanker yang menghasilkan
2.8. Penatalaksanaan Kanker Paru
Penatalaksanaan kanker paru dilakukan berdasarkan jenis histologis kanker, stadium penyakit, tampilan umum (performance status) dan keuangan. Secara umum pilihan terapi untuk NSCLC dan SCLC adalah combined modality therapy (multi-modality therapy), berupa bedah, radioterapi dan kemoterapi dan terapi lain. 1,11
Penanganan Bedah
Penanganan bedah hanya diindikasikan untuk stadium I atau II atau untuk pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah masif, distress pernapasan karena sindroma vena kava superior, nyeri hebat pada Pancoast tumor, nyeri hebat pada sindroma pleksus brakialis. Jika pada saat bedah didapat pembesaran KGB maka semua harus diangkat dan pada kasus paska bedah dengan metastasis KGB mediastinal (N2) dipertimbangkan pemberian radioterapi dan/atau kemoterapi. 1,11
Bedah paliatif lain dilakukan oleh dokter bedah syaraf yaitu membuang tumor metastasis yang berupa soliter nodule di otak dan menimbulkan gangguan kualitas hidup penderita. Pilihan lain untuk tumor metastasis di kepala adalah menggunakan cyber knife yang sudah dapat dilakukan beberapa senter di Indonesia. 1,11
Bedah adalah terapi lokal dan dapat terjadi stadium pre-bedah (cTNM) berbeda dengan diagnosis paska bedah. Jika terjadi perbedaan maka stadium yang digunakan adalah stadium paska bedah (pTNM) dan pilihan terapi tergantung pada hasil akhir. Di RS Persahabatan Jakarta untuk stadium IIIA jika memungkinkan diberikan neoadjuvan therapy yaitu memberikan kemoterapi 2-3 siklus dilakukan pemeriksaan ulang untuk re-staging jika terjadi down staging atau tetap maka bedah dilakukan. 1,11
Radioterapi
Radioterapi atau radiasi diberikan pada kasus stadium III dan IV NSCLC, dapat diberikan tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan dengan kemoterapi. Radioterapi dapat diberikan jika sistem homeostatik (darah) baik yaitu: 1,11
• Hb > 10 gr% • Leukosit > 4.000/dl • Trombosit > 100.000/dl
Dosis untuk kanker primer adalah 5.000-6.000 cGy dengan menggunakan COBALT atau LINAC dengan cara pemberian 200 cGy/x/hari, 5 hari dalam seminggu. Pemberian radiosensitizer dapat lebih meningkatkan respons irradiasi itu, misalnya dengan memberikan obat anti-kanker karboplatin, golongan taxan, gemsitabine, capecitabine dengan dosis sangat kecil sehingga tidak mempunyai efek sistemik. Radioterapi dapat diberikan sendiri (radiotherapy only) atau kombinasi dengan kemoterapi (konkuren, sekuensial atau alternating) meskipun sebagai konsekuensinya toksisitas menjadi lebih banyak dan sangat mengganggu. 1,11
Evaluasi toksisitas harus dilakukan setiap setelah pemberian 5x, jika ditemukan gangguan sistem hemostatik salah satu atau lebih: 1,11
• Hb <10 gr%
• Leukosit < 3.000/dl • Trombosit < 100.000/dl
Maka pemberian radiasi harus dihentikan dulu dan dilakukan koreksi toksisitas itu dan dapat segera dimulai jika sudah memenuhi syarat. Toksisitas non-hematologik juga sering timbul dan yang sangat menganggu pasien adalah esofagitis, batuk akibat pneumonitis radiasi atau fibrosis. Jika melebihi grade 3 WHO maka radiasi harus dipertimbangkan untuk dihentikan. 1,11
Evaluasi renspons irradiasi dilakukan setiap setelah pemberian 10x (1.000 cGy) dengan foto toraks. Pemberian irradiasi untuk SCLC harus diberikan setelah pasien mendapat kemoterapi 6 siklus. 1,11
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis histologis kanker paru.
• Kemoterapi untuk SCLC. Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK stadium terbatas atau stadium luas. Tambahan radiasi kepala dilakukan setelah kemoterapi 6 siklus.
• Kemoterapi untuk NSCLC berdasarkan stadium. Kemoterapi dapat diberikan pada semua stadium tetapi pada stadium I dan II pascabedah kemoterapi ditentukan berdasarkan stadium paskabedah. Kemoterapi untuk NSCLC stadium III dan IV merupakan terapi paliatif. Stadium I dan II yang in operable cases (PS buruk atau tidak bersedia dioperasi atau ada kontraindikasi untuk operasi) dapat dianjurkan kemoterapi dan sebaiknya dipertimbang-kan pula radioterapi. 1,6
Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain: keadaan umum baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik (darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat untuk hemostatik yang memenuhi syarat adalah: 1,11
• Hb > 10 gr%
• Leukosit > 4.000/dl
• Trombosit > 100.000/dl
Tabel 2.4. Tampilan Umum Berdasarkan Skala Karnofsky dan WHO 11
Skala Pengertian
90 - 100 0 Dapat beraktifitas normal, tanpa keluhan yang menetap
70 - 80 1 Dapat beraktifitas normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan sakitnya
50 - 70 2 Membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifitas yang spesifik
30 - 50 3 Sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifitas rutin 10 - 30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur
Rejimen Kemoterapi
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa rejimen yang terdiri dari lebih dari 1 obat anti-kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya. Kemoterapi untuk SCLC diberikan sampai 6 siklus dengan ”cisplatin based” rejimen yang diberikan: 1,11
• Sisplatin + etoposid
• Sisplatin + irinotekan (CPT-11)
• Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan karboplatin dan irinotek digantikan dengan dosetaksel.
Kemoterapi untuk NSCLC dapat 6 siklus (pada kasus tertentu diberikan sampai lebih dari 6 siklus) dengan ”platinum based” rejimen yang diberikan sebagai terapi lini pertama (first line) adalah : 1,11
• Karboplatin/sisplatin + etoposid • Karboplatin/sisplatin + gemsitabin • Karboplatin/sisplatin + paklitaksel • Karboplatin/sisplatin + dosetaksel
Targeted Therapy
Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk membunuh sel kanker, yang telah digunakan luas saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI (tirosin kinase inhibitors). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih sederhana cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi pemanfaatannya sebagai terapi lini pertama masih perlu pembuktian lebih lanjut. 1,11
Imunoterapi
Penggunaan obat lain misalnya imunoterapi, herbal medicine, chinese traditional medicine, dan lain lain masih dalam penelitian dan belum menjadi standar pengobatan kanker paru. 1,11
Hasil penelitian menunjukkan ada jejas imunologi pada penderita kanker paru. Berdasarkan itu telah beredar luas beberapa teknik dan obat komplemen (misalnya keladi tikus, buah merah, ramuan cina, dll) yang diyakini dapat mengobati kanker paru dengan cara memperbaiki atau meningkatkan sistem imun tubuh. Penggunaan IL-2 sebagai imunoterapi mulai dikembangkan dalam uji klinik yang terbatas. 1
Terapi Gen
Terapi gen merupakan pendekatan baru dalam pengobatan kanker, yang saat ini masih bersifat eksperimental. Dengan pemahaman mekanisme molekuler dalam proses karsinogenesis kanker paru diharapkan akan membuka jalan yang lebih luas dalam pencegahan, deteksi dini maupun terapi bagi kanker paru sehingga menurunkan mortality maupun morbidity panyakit ini. Untuk itu, sebagian besar strategi dalam terapi gen untuk kanker difokuskan pada penggantian tumor supresor seperti p53 dalam sel kanker. 1,29
tumor (gene replacement) dapat memperbaiki fenotip malignan. Gen bunuh diri membuat sel tumor yang ditransduksi memiliki system enzimatik untuk mengubah substansi non toksik menjadi metabolit yang toksik. Demikian juga gen yang dipindahkan dapat mengubah sel tumor yang resisten menjadi lebih sensitif terhadap sitotoksik. 29,30