• Tidak ada hasil yang ditemukan

Portofolio Melena ec Gastritis Erosif.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Portofolio Melena ec Gastritis Erosif.doc"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Topik: PSMBA ec suspek Gastritis Erosif dengan Anemia

Tanggal (kasus): 20 Juni 2015 Persenter: dr. Daniel Situngkir

Tangal presentasi: 28 Maret 2016 Pendamping: dr. Maria M. Pandiangan dr. Heppi Suranta Depari Tempat presentasi: RSUD Dolok Sanggul

Obyektif presentasi:

□  Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka □  Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia  □ Bumil □ Deskripsi:

Laki-laki, 68 thn, datang ke IGD RSUD Dolok Sanggul bersama keluarganya dengan keluhan lemas sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengeluh lemas dan penglihatan berkunang-kunang yang dirasakan memberat sejak 2 hari SMRS. Lemas sudah dirasakan lama, tetapi tidak menggangu aktivitas pasien. Selain lemas, selama 2 hari SMRS pasien mengatakan BAB berwarna hitam ± 2 kali per harinya dengan konsistensi tinja dikatakan lunak kental, tidak disertai darah berwarna merah segar disertai dengan keluhan mual dan nyeri ulu hati, yang terasa perih apabila pasien telat makan. Nafsu makan menurun. Sedangkan muntah isi makanan atau muntah darah disangkal. Riwayat demam lama, sesak napas, perut membuncit disangkal. Riwayat konsumsi obat-obat pegal linu dari warung dan obat-obat penghilang rasa sakit dalam jangka waktu lama dan gemar mengkonsumsi kopi. Riwayat minum alkohol disangkal.

□ Tujuan: mengetahui penatalaksanaan PSMBA ec Gastritis Erosif dengan Anemia

Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset Kasus  □ Audit

Cara membahas: □ Diskusi Presentasi dan diskusi  □ E-mail □ Pos

Data pasien: Nama: Tn.SP No registrasi:

Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Melena ec suspek Gastritis Erosif dengan Anemia 2. Riwayat Pengobatan:

Mengkonsumsi obat-obatan pegel linu dan penghilang rasa sakit sejak 3 tahun. 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:

Belum pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat nyeri ulu hati/penyakit maag (+) Riwayat kencing manis (+)

Riwayat darah tinggi (-) Riwayat sakit kuning (-) Riwayat asma (-)

Riwayat alergi (-)

(2)

Riwayat operasi (-) 4. Riwayat keluarga:

Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal serupa Riwayat kencing manis (-)

Riwayat darah tinggi (-) Riwayat asma (-) Riwayat alergi (-)

Riwayat penyakit jantung atau paru (-) Riwayat operasi (-)

5. Riwayat sosial ekonomi:

Pasien tinggal bersama anaknya. Pasien sekarang tidak bekerja. Pasien menggunakan asuransi BPJS. 6. Lain-lain: UGD 20 Juni 2015 Tanda-tanda Vital Kesadaran : E4M5V6 = 15 Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi : 100 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler Suhu : 37,0 °C

Pernapasan : 24 x/menit, reguler

Keadaan umum : Tampak sakit berat, lemah dan pucat

Status Generalis

Kepala : Nyeri tekan kepala , rambut tidak mudah dicabut, alopecia

-Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor, diameter pupil 3 mm/3 mm.

Telinga : Nyeri tekan tragus , nyeri tekan mastoid , serumen +/+, sekret /Hidung : Sekret /, deviasi septum , mukosa hiperemis

-Mulut : Higiene buruk, tonsil T1/T1, mukosa hiperemis

-Leher : Simetris, JVP tidak meningkat, distensi vena jugularis -/-, pembesaran KGB -, pembesaran tiroid

-Thorax :

Paru : I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-), pectus excavatum (-), pectus carinatum(-), spider nevi (-), sikatriks (-).

(3)

P: Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan. P: Sonor pada seluruh lapang paru.

A: SN vesikuler +/+, Rbh-/-, Rbk -/-, Wh-/-Jantung: I : Ictus cordis tidak terlihat

P: Ictus cordis teraba di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri

P: Batas jantung kiri di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.

A: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).

Abdomen: I : Abdomen datar, caput medusa -, sikatriks -, venektasi -. A : Bising usus +, 6 kali per menit.

P : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-),

P : Dinding abdomen suepel, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan McBurney( -), hepar dan lien tidak teraba, ballotement , nyeri ketok CVA H/L: tidak teraba besar

Ekstremitas: CRT <2”, tidak ada edema, akral hangat, turgor kulit baik, refleks patologis -/-, kaku kuduk

-Daftar Pustaka:

1. Laine L. Gastrointestinal bleeding. Dalam: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo JL. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2012.

2. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Konsensus nasional tata laksana perdarahan saluran cerna bagian atas non-variseal. Acta Medica Indonesiana; 2014.

3. Jiwon K. Management and prevention of upper GI bleeding. Journal of gastroenterology and nutrition.2012(7):7-29.

4. National Institute for Health and Excellence (NICE). Acute upper gastrointestinal bleeding in over 16s: management.2012.

5. Barkun AN, etc. International consensus recommendations on the management of patients with nonvariceal upper gastrintestinal bleeding. Ann Intern Med 2010;152(2):101-13.

6. Laine L, Jensen DM. Management of patients with ulcer bleeding. Am J Gastroenterol 2012;107:345-60.

7. Cremers I, Ribeiro S. Management of variceal and nonvariceal upper gastrointestinal bleeding in patients with cirrhosis. Ther Adv Gastroenterol 2014.7(5):206-16.

Hasil pembelajaran:

1. Diagnosis Suspek Gastritis Erosif

2. Patofisiologi PSMBA ec Suspek Gastritis Erosif 3. Penatalaksanaan PSMBA ec Suspek Gastritis Erosif

(4)

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio: 1. Subyektif:

Pasien mengeluh lemas, nyeri ulu hati dan BAB berwarna hitam dengan konsistensi lunak kental tanpa disertai darah berwarna merah segar. Keluhan ini sudah jelas merupakan gejala utama melena. Melena disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Perdarahan SCBA dapat berupa varises esophagus atau non varises. Nyeri ulu hati, yang terasa perih apabila pasien telat makan, mual, riwayat konsumsi obat-obat pegal linu dari warung dalam jangka waktu lama dan gemar mengkonsumsi kopi menunjukan adanya peradangan di lambung atau gastritis. Riwayat demam lama, sesak napas, perut membuncit disangkal sehingga perdarahan karena varises esophagus dapat disingkirkan.

Dari anamnesis ini, didapatkan diagnosis bahwa pasien mengalami melena karena gastritis erosif yang kemungkinaan disebabkan oleh pemakaian NSAID dan kebiasaan minum kopi. 2. Objektif:

Kesadaran : E4M5V6 = 15 Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi : 96 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler Suhu : 36,9 °C

Pernapasan : 24 x/menit, reguler

Keadaan umum : Tampak sakit berat, lemah dan pucat Status Generalis

Kepala : Nyeri tekan kepala , rambut tidak mudah dicabut, alopecia

-Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor, diameter pupil 3 mm/3 mm.

Telinga : Nyeri tekan tragus , nyeri tekan mastoid , serumen +/+, sekret /Hidung : Sekret /, deviasi septum , mukosa hiperemis

-Mulut : Higiene buruk, tonsil T1/T1, mukosa hiperemis

-Leher : Simetris, JVP tidak meningkat, distensi vena jugularis -/-, pembesaran KGB -, pembesaran tiroid

-Thorax :

Paru : I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-), pectus excavatum (-), pectus carinatum(-), spider nevi (-), sikatriks (-). P: Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan.

P: Sonor pada seluruh lapang paru.

(5)

Wh-/-Jantung: I : Ictus cordis tidak terlihat

P: Ictus cordis teraba di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri

P: Batas jantung kiri di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.

A: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).

Abdomen: I : Abdomen datar, caput medusa -, sikatriks -, venektasi -. A : Bising usus +, 6 kali per menit.

P : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)

P : Dinding abdomen supel, nyeri tekan -, nyeri tekan McBurney -, hepar dan lien tidak teraba, ballotement , nyeri ketok CVA

H/L: tidak teraba besar

Ekstremitas: CRT <2”, tidak ada edema, akral hangat, turgor kulit baik, refleks patologis -/-, kaku kuduk – Laboratorium di UGD Leukosit 9.100 ribu/uL Eritrosit 4,4 juta/uL Hemoglobin 9,0 g/dL Hematokrit 13 % Trombosit 332.000 ribu/uL MCV 89,0 fl MCH 31,4 pg MCHC 35,4 g/dL RDW 13,7 % KGD ad Random : 256 mg/dl

Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, ditegakkan diagnosis: - Melena ec Gastritis Erosif

- Anemia Perdarahan - DM Type II

3. ”Assessment”(penalaran klinis):

Pada kasus perdarahan saluran cerna, perlu diketahui beberapa kondisi yang dapat terjadi pada pasien, yakni hematemesis, melena, dan hematoskezia. Pada hematemesis terdapat perdarahan yang berasal dari lesi di mukosa saluran cerna yang terletak di atas perbatasan

(6)

duodenojejunum. Penyebab utama dari hematemesis ada beberapa, yakni ulkus peptikum, gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, dan varises esofagus. Pada 80-90% kasus, satu dari keempat diagnosis tersebut dapat dijumpai pada pasien dengan keluhan utama hematemesis. Diagnosis banding lain untuk hematemesis yang lebih jarang dijumpai meliputi esofagitis, tumor regio gastroduodenum, diatesis hemoragik, hemobilia, hemangioma, penyakit Osler, fistula aortointestinal, oklusi arteri mesenterika, dan pseudoxantoma elastikum.

Pada melena didapatkan adanya perdarahan berupa tinja berwarna hitam kental, seperti tar, yang disebabkan oleh etiologi yang sama dengan hematemesis, yakni ulkus peptikum, gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, varises esofagus, atau tumor. Hematemesis yang berlangsung bersama-sama dengan melena mengindikasikan adanya perdarahan yang bersumber proksimal dari jejunum. Walaupun demikian hematemesis dapat tidak dijumpai pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Perlu dipertimbangkan pula perdarahan saluran cerna yang disebabkan oleh terapi NSAID, kondisi stres pascabedah dan luka bakar, dan efek dari terapi antikoagulan. Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan timbulnya melena, yakni volume perdarahan yang terjadi (>50 ml), waktu transit usus (>8 jam), serta efek sekresi asam lambung dan flora normal usus terhadap hemoglobin. Lebih lanjut perdarahan per rektal berwarna merah segar (hematoskezia) mengindikasikan perdarahan yang bersumber dari kolon atau usus halus bagian distal (karena tumor, divertikulum, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, dan angiodisplasia). Perdarahan masif dari saluran cerna atas yang disertai dengan pemendekan waktu transit usus juga dapat menyebabkan terjadinya hematoskezia. Sebaliknya pada perdarahan dari kolon proksimal yang disertai pemanjangan waktu transit usus dapat menyebabkan melena. Perlu juga diperhatikan adanya beberapa kondisi yang dapat menyerupai melena, yakni pada pemberian suplementasi besi, preparat arang, dan konsumsi makanan tertentu (bit atau blueberry) dalam jumlah besar.

Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi digunakan untuk menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi definitifnya. Umumnya dilakukan esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan kolonoskopi jika diperlukan. Angiografi dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan saluran cerna, namun terbatas pada kasus perdarahan terus-menerus dengan volume 0,5-2,0 ml/menit. Lesi di usus halus, terutama lesi tumor, tergolong sulit untuk dideteksi. Pada kasus perdarahan intestinal dengan hasil endoskopi negatif, perlu dipertimbangkan adanya tumor intestinal (schwannoma, leiomioma, limfoma maligna, karsinoma). Modalitas pencitraan lain yang dapat digunakan adalah radiografi dengan foto polos abdomen, CT scan, MRI, atau endoskopi kapsul dan double balloon enteroscopy.

(7)

bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Pada perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) penting untuk dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh varises esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan prognosis.

Cara singkat untuk membedakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA) dan bagian bawah (SCBB) adalah: (1) pada SCBA, manifestasi klinik pada umumnya hematemesis dan/atau melena, pada SCBB terdapat hematokesia; (2) terlihat adanya darah pada aspirasi nasogastrik pada pasien SCBA; (3) Rasio BUN/kreatinin meningkat >35 pada SCBA, dan; (4) ditemukan bising usus yang meningkat pada auskultasi di SCBA.

Melena menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas dan dicernanya darah pada usus halus. Warna gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Perubahan warna disebabkan oleh HCl lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml baru dijumpai keadaan melena. Pada hematemesis melena yang disebabkan kelainan pada gaster, biasanya didahului oleh gejala mual, muntah dan rasa perih di ulu hati.

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel. Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung.

Etiologi dan Patogenesis a. Helicobater pylori

Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H. Pylori pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka yang berumur lebih dari 60 tahun mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori merupakan basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel lendir yang melapisi epitel. H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuman terlindungi terhadap faktor merusak dari asam lambung. Disamping

(8)

itu, kuman ini membentuk platelet ectiving faktor yang merupakan pro inflamatory sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses transport ion.

b. OAINS dan Alkohol

OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung.

c. Stress ulkus

Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi akibat stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat bermacam-macam seperti syok hipotensif setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing). Gastritis erosif akibat stress memiliki lesi yang dangkal, ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat superficial. Ulkus stress dibagi menjadi 2. Ulkus cushing karena cedera otak ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh rangsang vagus dan ulkus curling an sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung. Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah faktor etiologi utama yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan terbentuk ulserasi.

Secara umum pasien gastritis erosif mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom/ kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dispepsia dibagi menjadi empat yaitu: dispepsia akibat tukak, dispepsia akibat gangguan motilitas, dispepsia akibat refluks dan dispepsia tidak spesifik.

4. ”Plan”:

-PSMBA ec suspek Gastritis Erosif -Anemia Perdarahan

-DM Type II Terapi:

 Tirah baring  Diet M II

(9)

 IVFD RL 20 gtt/i (makro)  Ceftriaxone 3 x 1 gr IV  Omeprazole 2 x 1 gr IV  Sukralfat (Ulsafat) 4 x 1 C  Metformin 3 x 500 mg  Glimepirid 1 x 2 mg (pagi)

Transfusi PRC 1 bag @ 175 cc dengan target Hb ≥ 10 gr/dl

Pengobatan: pengobatan dan penatalaksaan yang akan dibahas dalam diskusi kasus ini bertujuan untuk:

1. Mengatasi perdarahan saluran cerna bagian atas

2. Mengurangi beratnya perdarahan, serta berulangnya episode perdarahan dengan mengobati penyebab perdarahan

3. Mencegah komplikasi

Pada kasus perdarahan saluran cerna pertama-tama harus dilakukan resusitasi hemodinamik dengan cairan dan darah yang diberikan secara intravena. Akses IV dilakukan dengan pemasangan IV line 18G. Resusitasi dilakukan dengan melakukan penambahan volume intravaskular dengan normosalin atau larutan Ringer laktat, transfusi PRC setelah dilakukan crossmatching hingga dicapai kadar Hb target 10 g/dl pada kasus ruptur varises dan 12 g/dl pada kasus non ruptur varises, serta koreksi koagulopati dengan transfusi fresh frozen plasma atau konsentrat trombosit hingga kadar trombosit >50.000/mm3. Apabila terdapat hematemesis

juga dilakukan bilas lambung dengan NGT sembari dilakukan intubasi untuk melindungi jalan napas apabila terjadi syok, hematemesis masif, atau penurunan kesadaran.

Setelah terapi akut dilakukan, terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya perdarahan saluran cerna. Pada kasus perdarahan saluran cerna atas yang bermanifestasi sebagai melena, perlu diinvestigasi lebih dahulu etiologinya. Secara umum apabila perdarahan disebabkan oleh ruptur varises esofagus, terapi melibatkan penggunaan oktreotida dan antibiotik ditambah dengan endoskopi terapeutik (ligasi varises esofagus). Pada perdarahan yang disebabkan oleh etiologi non ruptur varises, secara umum dapat diberikan sitoprotektor berupa sukralfat atau teprenon, antasida, serta injeksi vitamin K pada pasien dengan penyakit hepar kronik atau sirosis hepar. Secara khusus apabila perdarahan disebabkan oleh penyakit ulkus peptikum, terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian inhibitor pompa proton dan endoskopi terapeutik (injeksi epinefrin, kauterisasi, dan penjepitan pembuluh darah). Pada kasus perdarahan yang disebabkan gastritis erosif, terapi dilakukan dengan pemberian inhibitor pompa proton atau antagonis H2.

(10)

melena. Secara klinis ditentukan sumber perdarahan diperkirakan berasal dari gastritis erosif. Walaupun demikian masih terdapat kemungkinan ruptur varises esofagus. Maka itu sembari menunggu dilakukannya endoskopi, dilakukan pemberian terapi empirik seperti yang sudah dituliskan di atas. Terapi cairan untuk ekspansi volume intravaskular dilakukan dengan pemberian normosalin NaCl 0,9%. Masing-masing diberikan sebanyak 500 ml tiap 8 jam. NaCl 0,9% merupakan normosalin kristaloid yang ditujukan untuk meningkatkan volume cairan intravaskular. Dalam kaitan dengan pencegahan syok hipovolemik dan kondisi hipervolemia, pada pasien sebaiknya dilakukan juga monitoring tanda-tanda vital, produksi urin (balans cairan), dan pengukuran hematokrit serial apabila memungkinkan.

Sembari memberikan terapi cairan inisial dilakukan pula pengukuran kadar Hb. Sesuai dengan perdarahan yang terjadi, kondisi klinis pasien, serta kadar Hb pasien, dilakukan pula transfusi darah hingga dicapai target Hb 10 g/dl pada kasus ruptur varises atau 12 g/dl pada kasus non ruptur varises. Pasca transfusi dilakukan kembali pengukuran kadar Hb untuk menilai apakah perlu transfusi PRC lanjutan atau tidak. Dalam Harrison disebutkan bahwa pemberian PRC dilakukan untuk menjaga hematokrit dalam rentang 25-30%. Pada kasus perdarahan dengan transfusi yang masif dapat terjadi trombositopenia. Jika terjadi kondisi koagulopati tersebut dapat dilakukan pemberian FFP atau TC. Pada pasien dengan sirosis hepar juga perlu ditambahkan vitamin K 10 mg secara SC atau IV. Apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah (akibat transfusi masif darah yang mengandung sitrat sebagai antikoagulan) dapat dilakukan pemberian kalsium IV dengan sediaan kalsium glukonas 10% IV sebanyak 10-20 ml dalam 10-15 menit.

Apabila endoskopi belum dilakukan terapi dapat dilakukan secara empirik, walaupun dalam Harrison disebutkan bahwa pemberian antasida, penghambat reseptor H2, dan PPI secara empirik belum terbukti bermanfaat. Algoritma terapi dalam Harrison menyebutkan bahwa endoskopi dilakukan terlebih dahulu sebelum memulai terapi agar terapi definitif dapat dimulai segera. Oleh karena secara klinis masih dipikirkan bahwa perdarahan saluran cerna berasal dari gastritis erosif (penyebab non varises), terapi yang diberikan mencakup omeprazole (penghambat pompa proton), sukralfat (sitoprotektor), dan vitamin K (pada pasien dengan penyakit hepar kronis atau sirosis hepar).

Pantoprazole tergolong dalam penghambat pompa proton. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet bersalut dan sediaan injeksi IV (dapat diberikan baik secara bolus maupun drip). Pantoprazole menghambat produksi HCl dengan cara memblokade kerja pompa proton di lambung. Pemberian pantoprazole diindikasikan pada kasus penyakit ulkus gaster dan peptik, sindroma dispepsia tanpa ulkus, dan untuk pencegahan perdarahan mukosa saluran cerna yang

(11)

disebabkan oleh stres.

Sukralfat tergolong dalam agen pelindung mukosa saluran cerna. Sukralfat merupakan garam sukrosa yang mengalami reaksi sulfasi dengan aluminium hidroksida. Dalam air atau larutan asam sukralfat akan membentuk lapisan pasta kental yang akan berikatan dengan ulkus selama 6 jam. Sebanyak 3% sukralfat akan mengalami absorbsi oleh saluran cerna dan sisanya akan dibuang melalui tinja. Melalui ikatan antara muatan negatif sukralfat dengan protein bermuatan positif pada ulkus atau erosi, sukralfat akan membentuk sawar fisik yang menghambat jejas kaustik lain dan merangsang sekresi bikarbonat dan prostaglandin mukosa. Sukralfat diberikan dalam dosis 1 g selama 4 kali sehari dalam kondisi perut kosong (1 jam sebelum makan). Efek samping sukralfat tergolong minimal karena absorpsi obat yang rendah, walaupun interaksi dengan obat lain dapat terjadi karena adanya ikatan sukralfat dengan obat-obat lain.

Pemasangan NGT dilakukan pada pasien dengan perdarahan yang diduga masih berlangsung dan disertai dengan instabilitas hemodinamik. Tujuan pemasangan NGT adalah mencegah aspirasi, dekompresi lambung, dan mengevaluasi perdarahan.

Dolok Sanggul, 28 Maret 2016

Peserta Dokter Pendamping

Referensi

Dokumen terkait