• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM ALGINAT DALAM FORMULASI SKIN LOTION RANNI AGNESSYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM ALGINAT DALAM FORMULASI SKIN LOTION RANNI AGNESSYA"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM ALGINAT

DALAM FORMULASI SKIN LOTION

RANNI AGNESSYA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

RINGKASAN

RANNI AGNESSYA. C34104033. Kajian Pengaruh Penggunaan Natrium Alginat dalam Formulasi Skin Lotion. Dibawah bimbingan ANNA CAROLINA

ERUNGAN dan ELLA SALAMAH.

Skin lotion merupakan salah satu produk kosmetika yang digunakan untuk

mempertahankan kelembaban dan kelembutan kulit. Produk ini berbentuk emulsi minyak dalam air yang merupakan campuran air, pelembab, pelembut, pengental, penstabil, pengemulsi, pengawet, dan pewangi. Saat ini skin lotion komersial

menggunakan setil alkohol sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi. Salah satu bahan alami yang dapat mensubstitusi penggunaan setil alkohol adalah alginat. Kelebihan dari penggunaan alginat dalam formulasi skin lotion adalah

kemampuannya dalam mempertahankan kelembaban kulit.

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan natrium alginat sebagai bahan alami dari hasil perairan dalam formulasi skin lotion. Berdasarkan penelitian

pendahuluan, maka perlakuan yang dapat digunakan pada penelitian utama adalah konsentrasi natrium alginat 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%. Parameter yang dianalisis meliputi uji sensori (warna, penampakan, kekentalan, homogenitas, kesan lembab, dan rasa lengket), viskositas, pH, stabilitas emulsi, penyusutan berat, dan total mikroba produk. Skin lotion terbaik yang diperoleh berdasarkan

analisis tersebut, dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu ruang selama satu bulan dan dibandingkan dengan skin lotion yang menggunakan setil alkohol tetapi

tanpa natrium alginat dan skin lotion tanpa setil alkohol-tanpa natrium alginat.

Analisis dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28 yang meliputi viskositas, pH, dan stabilitas emulsi. Pada hari ke-0dan hari ke-28 dilakukan uji kelembaban kulit di PT. Pusaka Tradisi Ibu. Pada hari ke-28 dilakukan analisis ketengikan (rancidity) untuk melihat mutu skin lotion pada

akhir penyimpanan dalam penelitian ini.

Hasil analisis terhadap viskositas skin lotion berkisar antara 1940-4950 cP;

pH 7,46-7,79; penyusutan berat 2,87-5,02%; stabilitas emulsi 100%; dan total mikroba menunjukkan kurang dari 30 koloni/gram. Tingkat kesukaan panelis terhadap skin lotion yang menggunakan natrium alginat berkisar antara sangat

tidak suka sampai amat sangat suka. Konsentrasi natrium alginat terbaik dalam formulasi skin lotion yaitu konsentrasi natrium alginat 2% dengan nilai

pembobotan 3,8182. Skin lotion dengan konsentrasi natrium alginat 2% memiliki

viskositas 4950 cP; pH 7,46; stabilitas emulsi 100%; penyusutan berat 2,87%; dan total mikroba kurang dari 30 koloni/gram. Viskositas, pH, dan total mikroba

skin lotion sesuai dengan SNI 16-4399-1996 dan skin lotion komersial.

Penyusutan berat dan stabilitas emulsi sesuai dengan skin lotion komersial.

Selama penyimpanan, skin lotion mengalami perubahan viskositas dan pH.

Viskositas selama penyimpanan berkisar antara 4950-6425 cP; pH 7,46-7,5; stabilitas emulsi 100%; dan ketengikan masih belum terjadi. Hasil uji kelembaban menggunakan Scalar Moisture Checker menunjukkan kestabilan sampai akhir

penyimpanan dengan kriteria lebih lembab (48-57%). Dengan demikian, skin lotion yang disimpan selama sebulan masih dapat digunakan sebagai pelembab

(3)

KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM ALGINAT

DALAM FORMULASI SKIN LOTION

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

RANNI AGNESSYA

C34104033

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : KAJIAN PENGARUH PENGGUNAAN NATRIUM

ALGINAT DALAM FORMULASI SKIN LOTION

Nama : Ranni Agnessya

NRP : C34104033

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Anna Carolina Erungan, MS Dra Ella Salamah, MSi

NIP. 131 601 219 NIP. 131 788 597

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc

NIP. 131 578 799

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Kajian Pengaruh Penggunaan Natrium Alginat dalam Formulasi Skin Lotion” adalah

karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008 Ranni Agnessya C34104033

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ranni Agnessya, lahir di Bogor pada tanggal 13 Desember 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Endang Zarkasih

dan Selvi Herawati. Pendidikan formal dimulai dari TK Mekar pada tahun 1991, dilanjutkan ke SD Negeri Gunung

Batu 01 pada tahun 1992. Kemudian pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis diterima di SMU Negeri 5 Bogor dan menjadi anggota Paskibraka Kota Bogor pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama, penulis di terima di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) bidang informasi dan komunikasi periode 2005-2006 serta pimpinan redaksi buletin mahasiswa THP “Fuffy Fish”. Penulis aktif pada

berbagai kepanitiaan, mengikuti perlatihan-pelatihan, dan peserta PIMPIKNAS. Penulis adalah anggota Purna Paskibraka Indonesia dari tahun 2002 sampai sekarang dan asisten mata kuliah Ikthiologi periode 2006-2007 dan 2007-2008.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Kajian Pengaruh Penggunaan Natrium Alginat dalam

Formulasi Skin Lotion” di bawah bimbingan Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Penggunaan Natrium Alginat dalam Formulasi Skin Lotion”. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, diantaranya:

1. Ir. Anna Carolina Erungan, MS dan Dra. Ella Salamah, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Nurjanah, MS dan Dra. Pipih Suptijah, MBA sebagai dosen penguji atas arahan dan saran yang sangat berharga.

3. Dr. Ir. Linawati Hardjito sebagai ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb sebagai komisi pendidikan.

4. Mama atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang tiada henti kepada penulis.

5. Papa atas kasih sayang dan dukungan yang tak terhingga.

6. Adik tercinta, Ryana Agnestariya atas kebahagiaan yang diberikan selama ini.

7. Ferial Ramdhan untuk doa, motivasi, pengertian, dukungan, dan kasih sayang yang tak terbatas.

8. Keluarga besar Tunggal Mulyono atas doa yang diberikan.

9. Ibu Dewi di PT. Pusaka Tradisi Ibu atas fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk melakukan uji di Perusahaan tersebut.

10.Ibu Emma dan Ibu Rubiyah atas bantuannya selama penelitian.

11.Seluruh dosen, staf TU, dan pegawai THP atas bantuannya selama ini. 12.Sahabat-sahabat terbaik: Syeni, Vera, Ima, dan Indah atas dukungan serta

persahabatan yang terjalin selama ini.

13.Meiri dan k’Ana atas doanya yang sangat membantu.

(8)

15.Ari, Rijan, Gory, dan Ubit atas bantuannya yang tak terhingga.

16.Vika, Amel, Eka, Theta, Santi, Barlian, Alim, Estrid, Enif, Wie, Dede, Dila, Nia, Puji, dan seluruh keluarga besar THP 41.

17.Mba Dian, K’Pis, T’Ira dan keluarga besar THP 40 atas bantuannya kepada penulis.

18.Keluarga besar THP 42 dan THP 43, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2008 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1. Kulit ... 3 2.2. Skin Lotion ... 5

2.2.1. Definisi skin lotion ... 5

2.2.2. Bahan penyusun skin lotion ... 7

2.2.2.1. Asam stearat ... 9 2.2.2.2. Gliseril monostearat ... 10 2.2.2.3. Setil alkohol ... 10 2.2.2.4. Petrolatum ... 10 2.2.2.5. Minyak mineral ... 11 2.2.2.6. Isopropil palmitat ... 11 2.2.2.7. Gliserin ... 12 2.2.2.8. Trietanolamin ... 12 2.2.2.9. Air ... 12 2.2.2.10. Metil paraben ... 13 2.2.2.11. Pewangi ... 13 2.3. Alginat ... 13

2.3.1. Sifat fisiko-kimia alginat ... 14

2.3.1.1. Struktur ... 14

2.3.1.2. Karakteristik dan stabilitas ... 15

2.3.1.3. Kelarutan ... 16

2.3.1.4. Viskositas ... 17

2.3.2. Standar mutu alginat ... 18

2.3.3. Fungsi alginat ... 18

3. METODOLOGI ... 21

3.1. Waktu dan Tempat ... 21

3.2. Alat dan Bahan ... 21

(10)

3.3.1. Penelitian pendahuluan ... 21

3.3.2. Penelitian utama ... 22

3.4. Prosedur Pembuatan Lotion ... 23

3.5. Analisis ... 23

3.5.1. Kadar susut pengeringan ... 23

3.5.2. Kadar abu ... 25 3.5.3. Logam berat ... 25 3.5.4. Kadar sulfat ... 26 3.5.5. Derajat putih ... 26 3.5.6. Uji sensori ... 26 3.5.7. Viskositas ... 27 3.5.8. pH ... 27 3.5.9. Stabilitas emulsi ... 27 3.5.10. Penyusutan berat ... 28 3.5.11. Total mikroba ... 28 3.5.12. Kelembaban kulit ... 28 3.5.13. Ketengikan ... 29 3.6. Rancangan Percobaan ... 29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Spesifikasi Natrium Alginat ... 32

4.2. Karakteristik Skin Lotion ... 33

4.2.1. Karakteristik sensori ... 33 4.2.1.1. Warna ... 33 4.2.1.2. Penampakan ... 35 4.2.1.3. Kekentalan ... 36 4.2.1.4. Homogenitas ... 37 4.2.1.5. Kesan lembab ... 38 4.2.1.6. Rasa lengket ... 40 4.2.2. Karakteristik fisiko-kimia ... 41 4.2.2.1. Viskositas ... 41 4.2.2.2. pH ... 43 4.2.2.3. Stabilitas emulsi ... 44 4.2.2.4. Penyusutan berat ... 45 4.2.3. Total mikroba ... 47

4.3. Pemilihan Skin Lotion Terbaik Berbasis Indeks Kinerja ... 47

4.4. Karakteristik Skin Lotion Selama Penyimpanan ... 49

4.4.1. Viskositas ... 49

4.4.2. pH ... 51

4.4.3. Stabilitas emulsi ... 52

4.4.4. Kelembaban kulit ... 53

(11)

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1. Kesimpulan ... 56

5.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Syarat mutu pelembab kulit ... 7

2. Karakteristik natrium alginat ... 16

3. Spesifikasi mutu asam alginat dan natrium alginat ... 18

4. Kegunaan alginat dalam berbagai bidang industri ... 19

5. Formulasi bahan-bahan penyusun skin lotion ... 22

6. Hasil analisis natrium alginat ... 32

7. Karakteristik dan nilai kepentingan parameter skin lotion ... 48

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Struktur lapisan kulit ... 3

2. Struktur asam alginat ... 14

3. Struktur polimannuronat, poliguluronat, dan kopolimer berselang . 15

4. Struktur natrium alginat ... 15

5. Diagram alir penelitian ... 24

6. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna skin lotion ... 34

7. Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan skin lotion ... 35

8. Tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan skinlotion ... 37

9. Tingkat kesukaan panelis terhadap homogenitas skin lotion ... 38

10.Tingkat kesukaan panelis terhadap kesan lembab skinlotion ... 39

11.Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa lengket skinlotion ... 40

12.Viskositas skin lotion ... 42

13.pH skin lotion ... 43

14.Penyusutan berat skin lotion ... 46

15.Grafik perubahan viskositas skin lotion selama penyimpanan ... 50

16.Grafik perubahan pH skin lotion selama penyimpanan ... 52

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Lembar uji sensori skala hedonik skin lotion ... 62

2. Lembar nilai kepentingan uji sensori skin lotion ... 63

3a. Rekapitulasi data mentah uji kesukaan terhadap warna ... 64

3b. Rekapitulasi data mentah uji kesukaan terhadap penampakan ... 65

3c. Rekapitulasi data mentah uji kesukaan terhadap kekentalan ... 66

3d. Rekapitulasi data mentah uji kesukaan terhadap homogenitas ... 67

3e. Rekapitulasi data mentah uji kesukaan terhadap kesan lembab ... 68

3f. Rekapitulasi data mentah uji kesukaan terhadap rasa lengket ... 69

4. Nilai tingkat kepentingan karakteristik sensori skin lotion ... 70

5. Hasil uji Kruskal-Wallis karakteristik sensori skin lotion ... 71

6a. Hasil uji Multiple Comparison karakteristik sensori skin lotion parameter warna ... 71

6b. Hasil uji Multiple Comparison karakteristik sensori skin lotion parameter penampakan ... 72

6c. Hasil uji Multiple Comparison karakteristik sensori skin lotion parameter kekentalan ... 72

6d. Hasil uji Multiple Comparison karakteristik sensori skin lotion parameter homogenitas ... 73

6e. Hasil uji Multiple Comparison karakteristik sensori skin lotion parameter kesan lembab ... 73

6f. Hasil uji Multiple Comparison karakteristik sensori skin lotion parameter rasa lengket ... 74

7. Viskositas skin lotion ... 75

8. pH skin lotion ... 75

9. Penyusutan berat skin lotion ... 76

10.Uji normalitas viskositas, pH, dan penyusutan berat skin lotion .... 76

11.Analisis ragam viskositas skin lotion ... 76

12.Uji lanjut Duncan viskositas skin lotion ... 76

13.Analisis ragam pH skin lotion ... 77

14.Uji lanjut Duncan pH skin lotion ... 77

15.Analisis ragam penyusutan berat skin lotion ... 77

(15)

17.Total mikroba skin lotion ... 77

18.Hasil perhitungan pemilihan skin lotion terbaik ... 78

19.Viskositas skin lotion selama penyimpanan ... 80

20.pH skin lotion selama penyimpanan ... 81

21.Hasil uji kelembaban kulit PT. Pusaka Tradisi Ibu ... 81

22.Hasil analisis terhadap bilangan peroksida skin lotion ... 82

23.Viskositas, pH, stabilitas emulsi, dan penyusutan berat skin lotion komersial ... 82

(16)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit. Polusi udara, angin, dan sinar matahari dapat membuat kulit menjadi lebih kering akibat kehilangan air oleh penguapan. Secara alamiah, kulit berusaha melindungi diri dari kehilangan air, yaitu dengan adanya tabir lemak di atas kulit dengan lapisan film pelindung yang disebut mantel asam. Faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah untuk mencegah kekeringan yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit.

Kebutuhan kosmetika hampir menjadi kebutuhan yang dianggap penting bagi sebagian orang. Berbagai jenis produk kosmetika digunakan untuk perawatan agar dapat tampil lebih menarik. Kosmetika merupakan campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik, serta mengubah rupa (Wasitaatmadja 1997). Skin lotion merupakan salah

satu jenis kosmetika yang digunakan sebagai pelembab kulit. Kosmetika ini terdiri dari air, pelembab, pelembut, pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997).

Skin lotion komersial menggunakan setil alkohol sebagai pengental,

penstabil, dan pengemulsi. Hasil dari perairan yang dapat mensubstitusi penggunaan setil alkohol adalah alginat. Tujuan dari substitusi ini adalah untuk mengurangi bahan kimia dalam pembuatan skin lotion dengan fungsi yang sama.

Selain sebagai pengental, penstabil, dan pengemulsi, alginat juga memiliki keunggulan lain yaitu dapat berperan sebagai humektan.

Alginat adalah hidrokoloid yang dihasilkan dari rumput laut coklat. Hidrokoloid yang terkandung dalam rumput laut ini merupakan alasan utama untuk menjadikannya sebagai bahan baku industri kosmetik karena merupakan bahan alami sehingga aman untuk digunakan. Krim kulit dan krim kecantikan yang mengandung alginat memiliki sifat yang baik secara dermatologi yaitu tidak menimbulkan efek samping (Mariani 2007). Selain itu, ekstrak koloid dari rumput laut (alginat) menunjukkan sifat kompabilitas tinggi (mampu disatukan dengan bahan-bahan lain) dalam sediaan kosmetik (Soraya 2002).

(17)

Alginat digunakan secara luas dalam industri sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil, pembentuk film, pembentuk gel, disintegrating agent, dan

pengemulsi. Sehubungan dengan fungsi tersebut, maka alginat banyak dibutuhkan oleh berbagai industri, seperti farmasi (5%), tekstil (50%), makanan dan minuman (30%), kertas (6%), serta industri lainnya (9%). Pada bidang farmasi dan kosmetik, alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau garam natrium alginat dan kalsium alginat (Anggadiredja et al. 2006).

Alginat dapat diformulasikan dalam skin lotion sesuai dengan kebutuhan

dan sifat fisiko-kimia yang diinginkan, terutama yang berkaitan dengan sifat pembentuk gel, kekentalan, mengikat air, dan mengikat ion sehingga dapat mempertahankan kelembaban (Yunizal 2004). Penggunaan alginat sebagai pensubstitusi bahan kimia dalam pembuatan skin lotion dapat mendukung

penggunaan kembali bahan-bahan alami untuk perawatan kulit sehingga diharapkan dapat meningkatkan nilai jual produk skin lotion karena lebih aman

untuk digunakan konsumen.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah pemanfaatan natrium alginat sebagai bahan alami dari hasil perairan untuk digunakan dalam formulasi skin lotion. Adapun

tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu: 1. Mempelajari karakteristik skin lotion

2. Mendapatkan konsentrasi natrium alginat terbaik dalam pembuatan

skin lotion

(18)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar berlapis-lapis yang pada orang dewasa beratnya mencapai delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam-macam fungsi. Kulit memiliki fungsi sebagai termostat dalam mempertahankan suhu tubuh dan pembatas dari serangan fisika, kimia, mikroorganisme dan ultraviolet (Idson dan Lazarus 1994). Kulit juga berfungsi untuk menutupi semua bagian tubuh, melindungi tubuh dari berbagai macam gangguan eksternal atau kerusakan kulit akibat kehilangan kelembaban (Mitsui 1997).

Gambar 1. Struktur lapisan kulit (Bramayudha 2008)

Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan tetapi pada umumnya kulit terbagi dalam tiga lapisan jaringan, yaitu epidermis, dermis, dan lapisan lemak di bawah kulit. Kandungan dan penopang dermis adalah sejumlah pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, dan juga bagian-bagian kulit seperti kantung rambut, kelenjar sebaseus, dan kelenjar keringat (Idson dan Lazarus 1994). Lapisan dermis merupakan lapisan kulit kedua setelah

lapisan epidermis yang memegang peranan penting dalam elastisitas dan ketegangan dari kulit. Lapisan subcutaneous berada dibawah lapisan dermis.

(19)

Lapisan terluar adalah stratum corneum atau lapisan tanduk yang terdiri dari

sel-sel padat, mati, dan sel-sel keratin yang berlapis-lapis. Stratum corneum

merupakan suatu pembatas yang menahan keluar-masuknya zat-zat kimia (Idson dan Lazarus 1994). Bagian atas stratum corneum terdapat mantel asam

yang merupakan lapisan permukaan film pelindung. Mantel asam terdiri dari asam laktat dan asam amino yang merupakan hasil dari sekresi kelenjar keringat serta asam lemak bebas yang merupakan hasil sekresi dari kelenjar sebaseus. Hasil sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus mempertahankan pH kulit tetap asam (Siegenthaler 2005).

Bawab dan Friberg (2004) mengemukakan bahwa lapisan mantel terdiri dari zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan kuman dan bakteri, salah satunya adalah garam yang berasal dari kelenjar keringat. Garam yang terdapat pada mantel asam menyebabkan kondisi yang hiperosmosis sehingga dapat memusnahkan bakteri karena konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan air dari dalam bakteri tertarik dan bakteri mengalami dehidrasi.

Menurut Levin dan Maibach (2007), tingkat keasaman atau kebasaan permukaan kulit dipengaruhi oleh substansi yang mengenai kulit dan kemampuan kulit dalam mempertahankan keasaman. Ketika suatu produk asam atau basa mengenai kulit, maka perubahan pH kulit akan terjadi sementara tetapi pH kulit secara cepat dapat diperbaiki dengan adanya mantel asam. Mantel asam memiliki tiga fungsi, yaitu mendorong pembentukan lemak epidermis, memberikan perlindungan dalam menahan serangan mikroorganisme, dan berperan dalam penetral basa. Kerusakan mantel asam akibat perubahan pH menyebabkan kulit menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, mudah terinfeksi bakteri dan penyakit kulit. Semakin jauh perubahan pH, maka kulit akan semakin teriritasi.

Perubahan pH kulit dapat disebabkan oleh produk kosmetika. Salah satu kosmetika yang biasa digunakan adalah skin lotion. Adanya kontak kosmetika

dengan kulit memungkinkan penyerapan kosmetika oleh kulit. Jumlah kosmetika yang terserap kulit tergantung pada beberapa faktor, yaitu keadaan kulit pemakai dan keadaan kosmetika yang dipakai. Kontak kosmetika dengan kulit menimbulkan efek positif berupa manfaat kosmetika dan efek negatif berupa efek samping kosmetika (Wasitaatmadja 1997).

(20)

Absorpsi kosmetika melalui kulit terjadi karena kulit mempunyai celah anatomis yang dapat menjadi jalan masuk zat-zat yang melekat diatasnya. Celah tersebut adalah celah antar sel epidermis, celah folikel rambut, dan celah antar sel saluran kelenjar keringat. Mekanisme masuknya kosmetika ke dalam kulit tidak hanya terjadi secara fisik dengan menyelinapnya molekul kosmetika ke dalam kulit, tetapi molekul tersebut dapat masuk ke dalam kulit secara kimiawi melalui proses difusi dan osmosis. Produk kosmetika yang memiliki pH sangat asam atau sangat basa dapat menyebabkan kulit teriritasi. Oleh sebab itu, pH produk kosmetika sebaiknya dibuat sesuai dengan pH kulit, yaitu antara 4,5-7,5 (Wasitaatmadja 1997).

Pelembab diperlukan oleh kulit untuk mempertahankan struktur dan fungsinya. Berbagai faktor baik dari luar tubuh (eksternal) maupun dari dalam tubuh (internal) dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya: udara kering, sinar matahari, umur lanjut, dan berbagai penyakit kulit. Faktor-faktor tersebut membuat kulit menjadi lebih kering akibat kehilangan air oleh penguapan. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah untuk mencegah kekeringan yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja 1997).

2.2. Skin Lotion

2.2.1. Definisi skin lotion

Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai campuran

dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang, berbentuk cairan yang dapat dituang (Rieger 1994). Menurut Silva et al. (2006), emulsifikasi merupakan

proses pendispersian suatu larutan ke dalam larutan yang tidak saling bercampur. Emulsi berbentuk droplet dan ukurannya dipengaruhi oleh laju pengadukan selama proses emulsifikasi.

Dua cairan yang tidak saling bercampur cenderung membentuk tetesan-tetesan jika diaduk secara mekanis. Jika pengocokan dihentikan, tetesan-tetesan akan bergabung menjadi satu dengan cepat dan kedua cairan tersebut akan memisah. Lamanya terjadi tetesan tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan suatu pengemulsi. Biasanya hanya ada satu fase yang bertahan dalam bentuk tetesan

(21)

untuk jangka waktu yang cukup lama. Fase ini disebut fase dalam (fase terdispersi atau fase diskontinu) dan fase ini dikelilingi fase luar atau fase kontinu. Ada dua bentuk emulsi dalam bahan dasar kosmetik, yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air, sehingga disebut emulsi minyak dalam air, biasanya diberi tanda “m/a”. Sebaliknya, emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai “a/m” (Rieger 1994).

Pada emulsi kosmetik, dua fase secara terpisah dipanaskan pada suhu yang sama, kemudian fase yang satu dituangkan ke fase lainnya dan dipanaskan pada temperatur yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar. Fase-fase tersebut dicampur pada suhu 70-75 °C karena pada temperatur ini, pencampuran fase cair dapat terjadi dengan baik. Temperatur dapat diturunkan beberapa derajat jika titik leleh fase lemak cukup rendah (Idson dan Lazarus 1994).

Waktu, variasi temperatur, dan proses pencampuran mempunyai pengaruh yang kompleks pada proses emulsifikasi. Pengocokan dibutuhkan untuk emulsifikasi sehingga terbentuk tetesan-tetesan. Pada pengocokan selanjutnya, kemungkinan terjadi koalisi antara tetesan-tetesan menjadi semakin sering, sehingga dapat terjadi penggabungan. Oleh karena itu, disarankan untuk menghindari waktu pengocokan yang terlalu lama, pada waktu dan sesudah pembentukan emulsi. Selama penyimpanan, ketidakstabilan emulsi dapat dibuktikan oleh pembentukan krim, agregasi bolak-balik, atau agregasi yang tidak dapat balik (Rieger 1994).

Kestabilan emulsi berhubungan dengan viskositas. Semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena pergerakan partikel cenderung sulit (Schmitt 1996). Pada emulsi m/a, bulatan gumpalan emulsi menyebabkan peningkatan viskositas secara tiba-tiba. Viskositas emulsi akan mengalami perubahan untuk beberapa lama (5-15 hari pada temperatur kamar). Biasanya penurunan viskositas dengan waktu mencerminkan peningkatan ukuran partikel karena penggumpalan dan menunjukkan shelf-life yang buruk (Rieger 1994).

(22)

Lotion pelembab berfungsi mempertahankan kelembaban dan daya tahan air

pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit (Mitsui 1997). Fungsi utama skin lotion untuk perawatan kulit adalah sebagai

pelembut (emollient). Hasil akhir yang diperoleh tergantung dari daya campur

bahan baku dengan bahan lainnya untuk mendapatkan kelembaban, kelembutan, dan perlindungan dari kekeringan (Schmitt 1996). Syarat mutu pelembab kulit terdapat pada SNI 16-4399-1996.

Tabel 1. Syarat mutu pelembab kulit

No. Kriteria Satuan Syarat

1 Penampakan - Homogen

2 pH - 4,5-8

3 Bobot jenis - 0,95-1,05

4 Viskositas cP 2000-50.000

5 Cemaran mikroba Koloni/gram Maksimum 102 Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1996)

2.2.2. Bahan penyusun skin lotion

Skin lotion merupakan campuran dari air, pelembut, humektan, bahan

pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997). Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan skin lotion. Air yang digunakan

dalam pembuatan lotion adalah air murni yang berfungsi sebagai pelarut

(Departemen Kesehatan 1993).

Emollient (pelunak, zat yang mampu melunakkan kulit) didefinisikan

sebagai sebuah media yang jika digunakan pada lapisan kulit kering akan mempengaruhi kelembutan kulit. Bahan ini mengisi ruang antar sel kulit, membantu menggantikan lemak sehingga dapat melembutkan dan melumasi (Mariani 2007). Farage (2007) menyatakan bahwa emollient yang digunakan

dalam skin lotion dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit kulit seperti

dermatitis. Lotion dengan emollient dapat membuat kulit terasa nyaman, kering,

dan tidak berminyak.

Rasa nyaman setelah pemakaian skin lotion disebabkan emollient memiliki

titik cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Oleh karena itu, dalam membuat formula skin lotion harus diperhatikan fungsi utama dari skin lotion yaitu

(23)

meninggalkan lapisan tipis, tidak menimbulkan rasa lengket pada kulit setelah pemakaian, tidak mengganggu pernafasan, antiseptis, memiliki bau yang khas (menyegarkan), serta memiliki warna menarik dan tetap. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai emollient adalah minyak mineral, ester isopropil, turunan

lanolin, trigliserida, dan asam lemak (Schmitt 1996).

Humektan merupakan salah satu bagian terpenting pada skin lotion karena

merupakan zat yang melindungi emulsi dari kekeringan dengan mempertahankan kandungan air produk saat pemakaian pada permukaan kulit. Humektan berpengaruh terhadap kulit yaitu melembutkan kulit dan mempertahankan kelembaban kulit agar tetap seimbang. Humektan ditambahkan pada skin lotion

dan produk dengan tipe emulsi minyak dalam air lainnya untuk mengurangi kekeringan ketika disimpan pada suhu ruang (Mitsui 1997). Humektan yang dapat digunakan dalam skin lotion yaitu gliserin, propilen glikol, dan sorbitol

dengan kisaran penggunaan 0,5-15% (Schmitt 1996).

Bahan pengental (thickener) digunakan untuk mengatur kekentalan dan

mempertahankan kestabilan produk dengan mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water soluble polymers yang digunakan sebagai bahan

pengental diklasifikasikan sebagai polimer natural, semi sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui 1997). Pengental polimer seperti gum-gum alami, derivatif selulosa, dan karbomer lebih sering digunakan dalam emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan. Penggunaan thickener dalam

pembuatan skin lotion biasa digunakan dalam proporsi yang kecil yaitu di bawah

2,5% (Schmitt 1996).

Emulsifier atau pengemulsi merupakan bahan yang penting dalam

pembuatan skin lotion karena memiliki gugus polar maupun non polar dalam satu

molekulnya, sehingga pada satu sisi akan mengikat minyak yang non polar dan di sisi lain juga akan mengikat air yang polar. Hal ini berhubungan dengan hidrofil lipofil balance yaitu keseimbangan antara komponen yang larut air dan larut

minyak (Schmitt 1996). Emulsifier akan membentuk lapisan tipis (film) yang

menyelimuti partikel dan mencegah partikel tersebut bersatu dengan partikel sejenisnya. Emulsi mengandung lebih dari satu emulsifier karena kombinasi dari

(24)

emulsi. Untuk mendapatkan sistem emulsi yang stabil, dipilih emulsifier yang

larut dalam fase yang dominan, yaitu fase pendispersi. Asam stearat, gliseril monostearat, dan setil alkohol merupakan emulsifier yang dapat digunakan dalam

produk emulsi (Suryani et al. 2000).

Gliserin atau sorbitol yang merupakan sumber karbon dan substansi lain seperti turunan asam amino dan protein biasanya ditambahkan pada pembuatan

skin lotion. Bahan-bahan ini merupakan sumber nitrogen bagi mikroorganisme.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengawet untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan untuk menghindari deteriorasi produk (Mitsui 1997). Pengawet dapat ditambahkan pada produk sebesar 0,1-0,2%. Pengawet juga harus ditambahkan pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan, yaitu antara 35-45 oC agar tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut. Pengawet yang baik memiliki persyaratan, yaitu efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan penguraian bahan, dapat larut dalam berbagai konsentrasi yang digunakan, dan tidak menimbulkan bahaya pada kulit. Pengawet yang biasanya digunakan dalam kosmetika yaitu metil paraben dan propil paraben (Schmitt 1996).

Pewangi ditambahkan pada lotion sebagai upaya meningkatkan nilai

produk. Jumlah pewangi yang ditambahkan harus serendah mungkin, yaitu berkisar antara 0,1-0,5%. Pada proses pembuatan skin lotion, pewangi

dicampurkan pada suhu 35 oC agar tidak merusak emulsi yang sudah terbentuk (Schmitt 1996). Berikut ini merupakan bahan-bahan yang dapat digunakan dalam formulasi skin lotion.

2.2.2.1. Asam stearat

Asam stearat (C17H35COOH) merupakan komponen fase lemak yang berfungsi sebagai emulsifier untuk memperoleh konsistensi suatu produk. Dengan

penambahan asam stearat, produk bersifat lunak dan menghasilkan kilauan yang khas (Idson dan Lazarus 1994). Asam stearat diproduksi dengan mengekstraksi cairan asam dari asam lemak yang berasal dari lemak sapi. Selain itu, proses destilasi asam lemak yang berasal dari minyak kacang kedelai atau minyak biji kapas juga dapat dilakukan untuk memproduksi asam stearat (Mitsui 1997).

(25)

Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air (Departemen Kesehatan 1993).

2.2.2.2. Gliseril monostearat

Gliseril monostearat (C21H42O4) merupakan komponen fase lemak yang berfungsi sebagai emollient dan emulsifier (Idson dan Lazarus 1994). Gliseril

monostearat merupakan suatu poliol ester yang pada umumnya bukan merupakan produk alami, namun merupakan suatu campuran mono dan diester dari asam stearat dan palmitat. Gliseril monostearat adalah suatu zat berbentuk flakes seperti

lilin yang larut dalam pelarut organik dengan titik leleh 56-58 oC. Emulsi yang dihasilkan pada komponen ini stabil pada pH 7. Konsentrasi yang berlebihan dari bahan ini harus dihindari karena dapat menghasilkan gel pada skin lotion. Lotion

yang diformulasikan menggunakan gliseril monostearat biasanya sangat tebal dan berat (Schmitt 1996).

2.2.2.3. Setil alkohol

Setil alkohol (C16H33OH) merupakan komponen fase lemak yang berfungsi sebagai emulsifier (Idson dan Lazarus 1994). Selain sebagai emulsifier, setil

alkohol juga berfungsi sebagai bahan pengental. Pada formulasi produk, umumnya konsentrasi yang digunakan berkisar antara 1-3%. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka emulsi yang terbentuk akan semakin tebal dan padat sehingga dapat terjadi granulasi (Wilkinson dan Moore 1982).

Setil alkohol merupakan butiran yang berwarna putih, berbau khas lemak, melebur pada suhu 45-50 oC, serta larut dalam etanol dan eter namun tidak larut dalam air (Departemen Kesehatan 1993). Setil alkohol diproduksi dengan cara destilasi fraksional alkohol yang disaponifikasi oleh minyak. Selain itu juga dapat diproduksi dengan cara destilasi fraksional lemak sapi yang telah direduksi. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang mengandung gugusan kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk emulsi seperti krim dan skin lotion (Mitsui 1997).

2.2.2.4. Petrolatum

Petrolatum (C33H70) dapat digunakan dalam pembuatan krim atau lotion yang berfungsi untuk menghaluskan dan melembutkan kulit (emollient). Minyak

(26)

ini merupakan pelembut kulit yang sangat baik karena bersifat tidak aktif dan tidak menembus kulit. Sunsmart (1996) menyatakan bahwa petrolatum sering digunakan dalam formulasi kosmetika dan efek pemakaiannya dipertimbangkan sebagai occlusive emollient. Selain itu, bahan ini dapat berfungsi sebagai

antioksidan dan pengemulsi. Petrolatum memiliki warna dari transparan sampai kekuningan dan merupakan campuran semi solid hidrokarbon, dapat terbakar, titik leleh berkisar beberapa derajat dibawah 100 oF (37 oC), serta tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, benzene dan karbon disulfida (Anonima 2007).

2.2.2.5. Minyak mineral

Minyak mineral (CnH2n+2) merupakan cairan yang tidak berwarna, jernih, dan tidak berbau, serta tidak larut dalam alkohol atau air. Terdapat dua jenis minyak mineral yang penting, yaitu parafin cair (viskositas 110-220 mPa.s) dan parafin cair ringan (viskositas 25-80 mPa.s). Minyak-minyak mineral untuk kosmetik merupakan fraksi bertitik didih tinggi yang diperoleh dari distribusi minyak kasar yang dimurnikan dan dijernihkan dengan asam sulfat. Minyak ini merupakan pelembut kulit yang baik karena bersifat tidak aktif dan tidak menembus kulit. Oleh karena itu, minyak-minyak ini memiliki kompabilitas yang sangat baik terhadap kulit (Schmitt 1996).

2.2.2.6. Isopropil palmitat

Isopropil palmitat (C19H38O2) adalah ester dari isopropil alkohol dan asam palmitat, mempunyai nama resmi 1-metil etil heksadekanoat. Pada suhu ruang, isopropil palmitat merupakan cairan jernih tidak berwarna sampai berwarna kekuningan, tidak berbau, dan bersifat kental. Viskositas yang terukur adalah antara 5 sampai 10 mPa.s pada 25 °C. Suhu didih dari isopropil palmitat adalah 160 °C pada 266 Pa (2 mm Hg).Titik beku terukur antara 13-15 °C dan umumnya memadat pada suhu di bawah 16 °C (Anonimb 2007).

Isopropil palmitat terdiri dari ester yang terbentuk dari isopropil alkohol dan asam lemak jenuh dengan BM tinggi yakni 298,51. Bahan ini merupakan cairan tidak berwarna, mudah dituang, berbau lemah, serta larut dalam aseton, minyak jarak, kloroform, etanol 95% dan parafin cair. Namun, isopropil palmitat tidak larut dalam air, gliserin, dan propilen glikol (Departemen Kesehatan 1993). Aplikasi isopropil palmitat umumnya sebagai emollient dengan karakteristik

(27)

penyebaran yang baik. Secara luas produk ini digunakan dalam produk kosmetika, seperti sabun cair, krim, lotion, produk perawatan wajah, produk perawatan

rambut, deodoran, pewarna bibir, dan bedak (Anonimb 2007).

2.2.2.7. Gliserin

Humektan terpenting dalam pembuatan skin lotion adalah gliserin

(C3H5(OH)3) yang diperoleh dari proses saponifikasi trigliserida dan sorbitol. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air sehingga mencegah penguapan air. Komposisi gliserin yang digunakan pada formulasi berkisar antara 3-10% (Mitsui 1997). Penggunaan gliserin berfungsi untuk mencegah lotion menjadi kering dan mencegah pembentukan

kerak selama pengemasan dalam botol. Selain itu, gliserin juga berfungsi dalam memperbaiki konsistensi dan mutu lotion, yaitu mencegah terhapusnya lotion jika

digunakan pada kulit sehingga memungkinkan lotion dapat menyebar tanpa

digosok. Penambahan gliserin menyebabkan sediaan menjadi lebih pekat (Idson dan Lazarus 1994).

2.2.2.8. Trietanolamin

Trietanolamin (CH2OH(CH2)3N) atau TEA merupakan cairan tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat dicampur dengan air dan etanol (95%) namun sukar larut dalam eter (Departemen Kesehatan 1993). TEA dapat digunakan sebagai penyeimbang pH dalam sediaan kosmetika (Anonimc 2008).

2.2.2.9. Air

Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan skin lotion. Air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak

berbahaya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air mengandung beberapa bahan pencemar sehingga air yang digunakan untuk produk kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu (Mitsui 1997). Air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara penyulingan, proses penukaran ion, dan osmosis sehingga tidak lagi mengandung ion-ion dan mineral-mineral. Air murni hanya mengandung molekul air saja. Air merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, berfungsi sebagai pelarut, dan memiliki pH 5,0-7,0 (Departemen Kesehatan 1993).

(28)

2.2.2.10. Metil paraben

Metil paraben (C8H8O3) merupakan zat berwarna putih atau tidak berwarna, berbentuk serbuk halus, tidak berbau, dan rasa sedikit membakar. Zat ini dapat larut dalam etanol 95%, eter, dan air namun sukar larut dalam benzen dan karbontetraklorida (Departemen Kesehatan 1993). Metil paraben dapat digunakan dalam sediaan kosmetika dengan konsentrasi maksimum 1% (Mitsui 1997).

Metil paraben sering digunakan dalam skin lotion karena dapat mencegah

pertumbuhan bakteri dan jamur. Kelemahan dari metil paraben yaitu kurang efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan terhadap jamur dan ragi (Idson dan Lazarus 1994). Pengawet ini tidak bersifat toksik dan tidak menyebabkan iritasi kulit tetapi dapat menyebabkan alergi untuk kulit sensitif (Anonimd 2008).

2.2.2.11. Pewangi

Pewangi yang biasa digunakan dalam formulasi skin lotion adalah minyak

esensial (essential oil). Minyak esensial merupakan bahan yang sensitif terhadap

panas, sehingga harus ditambahkan pada temperatur yang rendah. Minyak ini biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil sehingga tidak menyebabkan iritasi (Rieger 2000).

2.3. Alginat

Alginat merupakan grup polisakarida alami yang diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae). Dalam dinding sel dan ruang intraselular rumput laut

coklat, alginat ditemukan sebagai campuran garam kalsium, kalium, dan natrium dari asam alginat (Nussinovitch 1997). Alginat yang sering disebut sebagai “algin” adalah suatu hidrokoloid, yaitu substansi dengan molekul yang sangat besar dan dapat dipisahkan dalam air untuk memberikan kekentalan pada larutan. Kegunaan alginat didasarkan pada tiga bagian, yaitu (McHugh 2003):

ƒ Kemampuannya ketika dipisahkan dalam air untuk mengentalkan larutan ƒ Kemampuannya untuk membentuk gel

ƒ Kemampuannya untuk membentuk lapisan dari natrium dan kalsium alginat. Natrium alginat merupakan aginat yang sudah diproduksi secara komersial. Natrium alginat merupakan garam dari asam alginat yang larut air. Garam dari

(29)

asam alginat lainnya yang juga telah diproduksi secara komersial, yaitu kalium alginat dan ammonium alginat. Selain itu, kalsium alginat dan propilen glikol alginat (PGA) juga sudah mulai dipasarkan (McNeely dan Pettitt 1973).

2.3.1. Sifat fisiko-kimia alginat 2.3.1.1. Struktur

Alginat merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi sehingga sangat mudah menyerap air (Winarno 1996). Secara kimia, polimer alginat berantai lurus dan terdiri dari asam D-mannuronat dan asam L-guluronat dalam bentuk cincin piranosa melalui ikatan β-(1 4). Asam alginat memiliki bobot molekul 240.000 (Polo 1998). Berat molekul dari asam alginat bervariasi tergantung dari metode preparasi dan sumber rumput lautnya, sedangkan untuk natrium alginat memiliki berat molekul pada kisaran antara 35.000 sampai 1,5 juta (Chapman dan Chapman 1980).

Gambar 2. Struktur asam alginat (Sriamornsak dan Sungthongjeen 2007) Alginat dipisahkan melalui hidrolisis ringan menjadi tiga jenis potongan polimer asam alginat, yaitu polimannuronat yang terdiri dari asam D-mannuronat, poliguluronat yang terdiri dari asam L-guluronat, dan polimer yang terdiri dari asam D-mannuronat dan asam L-guluronat yang terletak berselang-seling (Fardiaz 1988). Perbandingan blok-M, blok-G, dan blok-MG pada alginat ditentukan oleh genus dan spesies dari rumput laut coklat yang diekstrak. Perbandingan tersebut mempengaruhi kekuatan gel larutan alginat (Hoefler 2004). Garam dari asam alginat terdiri dari ammonium alginat, kalium alginat, propilen glikol alginat, dan natrium alginat. Rumus molekul dari natrium alginat adalah (C6H7O6Na)n (Yunizal 2004).

(30)

Gambar 3. Struktur polimannuronat, poliguluronat, dan kopolimer berselang (Nussinovitch 1997)

Gambar 4. Struktur natrium alginat (Anonime 2008)

2.3.1.2. Karakteristik dan stabilitas

Tepung asam alginat berwarna putih, sedangkan natrium alginat berwarna gading. Kadar abu natrium alginat jauh lebih tinggi daripada asam alginat karena adanya unsur natrium. Kandungan air yang lebih tinggi dalam natrium alginat disebabkan adanya pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat bervariasi tergantung pada kelembaban lingkungannya. Semakin tinggi kelembaban lingkungan, maka semakin tinggi pula kandungan air dalam

(31)

natrium alginat. Natrium, kalium, dan propilen glikol alginat (PGA) dapat dilarutkan dalam air untuk menambah kekentalan (Yunizal 2004). Karakteristik natrium alginat yang dapat digunakan untuk food grade terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik natrium alginat

No Spesifikasi Kandungan 1 Kadar air (%) 13 2 Kadar abu (%) 23 3 Berat jenis (%) 1,59 4 Warna Gading 5 Densitas (kg/m3) 874 6 Suhu pengabuan (°C) 480

7 Panas pembakaran (kalori/gram) 2,5 Sumber : Chapman dan Chapman (1980)

Tingkat pH mempengaruhi perbedaan larutan alginat, tergantung dari tipe alginat yang digunakan. Larutan natrium alginat tidak stabil di atas pH 10 dan terjadi endapan natrium alginat pada pH kurang dari 3,5. Propilen glikol alginat (PGA) lebih stabil pada pH asam (Nussinovitch 1997).

2.3.1.3. Kelarutan

Asam alginat tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tetapi mudah sekali larut dalam larutan yang mengandung hidroksida. Dalam garam karbonat dari logam alkali, asam alginat akan membentuk larutan garam alginat yang berviskositas tinggi. Alginat yang mengandung kation (K atau Na) dan propilen glikol alginat dapat larut dalam air dingin maupun air panas serta membentuk larutan yang stabil. Kation ini mengikat air sangat kuat karena kandungan ion karboksilat yang tinggi (Klose dan Glicksman 1972).

Pada umumnya dengan adanya kation, pelarut, atau polimer lain dapat mempengaruhi larutan, peningkatan viskositas, pembentukan gel, atau pengendapan. Senyawa tersebut akan berkompetisi dengan gugus hidroksil dalam proses hidrasi (pengikatan air) yang akan menyebabkan penurunan kelarutan hidrokoloid (King 1982). Alginat yang larut dalam air membentuk gel pada larutan asam karena adanya kalsium atau kation logam polivalen lainnya (Yunizal 2004).

Penambahan jumlah pelarut seperti alkohol dan aseton terhadap larutan alginat dapat menyebabkan peningkatan viskositas dan pengendapan. Larutan 1%

(32)

natrium alginat dapat dilarutkan dengan isopropanol dan atau aseton pada konsentrasi maksimum 20%, dan gliserol pada konsentrasi 70%. Natrium alginat baru mengendap pada konsentrasi alkohol lebih dari 30% (Yunizal 2004).

2.3.1.4. Viskositas

Viskositas dari asam alginat yang berasal dari rumput laut (alga) sangat bervariasi tergantung dari jenis spesiesnya (Chapman dan Chapman 1980). Viskositas dari larutan alginat terutama dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, berat molekul, suhu, dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi konsentrasi

atau berat molekul dari alginat, maka semakin tinggi viskositasnya (Klose dan Glicksman 1972). Viskositas larutan ditentukan oleh tiga faktor besar,

yaitu (Chapman dan Chapman 1980):

ƒ Derajat polimerisasi tinggi, viskositas tinggi ƒ Konsentrasi tinggi, viskositas tinggi

ƒ Temperatur tinggi, viskositas rendah

Viskositas larutan alginat menurun 12% pada setiap kenaikan suhu 5,6 °C (King 1982). Viskositasnya akan meningkat bila didinginkan kembali, kecuali jika pemanasan relatif lama sehingga terjadi degradasi polimer atau depolimerisasi (Klose dan Glicksman 1972). Viskositas larutan alginat stabil pada pH 5-10. Viskositasnya akan meningkat di bawah pH 4,5 dan pengendapan terjadi pada pH di bawah 3 (Chapman dan Chapman 1980). Algin memiliki viskositas yang tinggi pada konsentrasi rendah sehingga efektif digunakan sebagai bahan pengental (McNeely dan Pettitt 1973).

Pertukaran ion dari natrium alginat dipengaruhi oleh proporsi asam uronat. Alginat dengan proporsi poliguluronat yang tinggi cenderung membentuk gel yang sangat kaku, sedangkan alginat dengan proporsi polimannuronat yang tinggi cenderung membentuk gel yang lebih elastis dan tidak memperlihatkan sineresis yang tinggi (Hoefler 2004). Rantai polimer menjadi terikat dengan adanya kalsium, pertama poliguluronat lalu polimannuronat, sehingga konsentrasi kalsium yang bertambah menyebabkan algin menjadi lebih viscous, sampai

(33)

2.3.2. Standar mutu alginat

Spesifikasi alginat secara komersial bervariasi tergantung pemakaiannya dalam bidang industri. Alginat yang digunakan dalam industri makanan dan farmasi harus memenuhi persyaratan bebas dari selulosa dan warnanya sudah dipucatkan sehingga berwarna putih terang. Pharmaceutical grade, biasanya

juga bebas dari selulosa dan dipucatkan sehingga berwarna agak putih sampai putih bersih. Di samping grade tersebut, ada pula yang disebut industrial grade

yang masih diizinkan adanya beberapa bagian dari selulosa dengan warna granula bervariasi dari cokelat sampai putih (McNeely dan Pettitt 1973).

Sifat fisik lainnya juga bervariasi, tergantung pada metode pembuatan dan bahan bakunya. Secara umum, alginat memiliki viskositas 1% berat dalam larutannya antara 10-5000 cP; pH=3,5-10; kadar air 5-20%; dan ukuran partikel 10-200 standar mesh. Harga dari alginat tergantung pada grade dan komposisi

yang dikandungnya (McNeely dan Pettitt 1973). Standar mutu internasional asam alginat dan natrium alginat terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi mutu asam alginat dan natrium alginat

No Spesifikasi Kandungan 1 Kadar air (%) 13 2 Kadar abu (%) 23 3 Berat jenis (%) 1,59 4 Warna Gading 5 Densitas (kg/m3) 874 6 Suhu pengabuan (°C) 480

7 Panas pembakaran (kalori/gram) 2,5 Sumber : Food Chemical Codex (1981)

2.3.3. Fungsi alginat

Alginat digunakan secara luas dalam industri sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil, pembentuk film, pembentuk gel, disintegrating agent, dan

bahan pengemulsi. Sehubungan dengan fungsi tersebut, maka alginat banyak dibutuhkan oleh berbagai industri, seperti industri farmasi (5%), tekstil (50%), makanan dan minuman (30%), kertas (6%), serta industri lainnya (9%) (Anggadiredja et al. 2006). Friedli dan Schlager (2005) menyatakan bahwa

alginat digunakan dalam industri farmasi pada proses enkapsulasi karena sifatnya yang biokompatibel dan murah.

(34)

Tabel 4. Kegunaan alginat dalam berbagai bidang industri

No Bidang Pemakaian Fungsi Pemakaian

I Bahan makanan

Es krim Penstabil dan pembentuk tekstur 0,1-0,5%

Es susu Penstabil 0,2-0,5%

Susu cokelat Perasa lembut di lidah 0,25% II Kosmetik dan farmasi

Suspensi Pensuspensi dan pelindung koloid 0,25-1,0%

Ointmants Pengemulsi dan penstabil (pembuatan balsam) 0,5-3,0%

Emulsion Pengemulsi 0,5-1,0%

Tablet disintegrating

agent Pembuatan tablet 0,5-2,0%

Tablet binder Bahan pengikat dan

pembungkus tablet 1,0-2,0%

Lotion dan cream Penstabil dan pengental 0,5-2,0%

Shampoo Pengental 0,5-1,5%

III Kertas

Surface sizing Menghaluskan permukaan kertas 20000-60000 ft2/lb Coating Meningkatkan ketahanan gores, viskositas, dan warna < 0,5%

Adhesive Penstabil 0,1-0,2%

IV Tekstil

Colour fixing Mencerahkan warna 1,5-3,0%

V Produk karet

Latex creaming Bahan tambahan < 0,1%

VI Industri lain

Cat Pensusupensi, pengontrol viskositas dan kecerahan warna

0,05-0,15% Sumber : (McNeely dan Pettitt 1973)

Alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau garam natrium alginat dan kalsium alginat pada bidang farmasi dan kosmetik. Alginat dapat digunakan sebagai pengental yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampoo

cair serta sebagai bahan sediaan untuk minyak rambut dan larutan pencuci rambut (Anggadiredja et al. 2006). Dalam indusri kosmetik, alginat digunakan sebagai

bahan untuk skin lotion dan produk lainnya berupa jeli dan krim. Senyawa

hidrokoloid tersebut diformulasikan sesuai dengan kebutuhan dan sifat fisiko-kimia yang diinginkan, terutama yang berkaitan dengan sifat pembentuk gel,

(35)

kekentalan, mengikat air, dan mengikat ion sehingga dapat mempertahankan kelembaban (Yunizal 2004). Alginat dapat digunakan dalam industri kosmetik sebagai pengemulsi dan pengental (Polo 1998). Selain sebagai pengental, alginat juga memiliki efek melembutkan dengan pemakaian sampai 2% (Mitsui 1997).

Alginat dapat mempertahankan kelembaban karena mengandung asam alginat dengan gugus karboksil yang bersifat asam dan gugus hidroksil yang bersifat alkohol sehingga memungkinkan senyawa ini menembus ke dalam jaringan kulit dan terikat dalam lapisan kulit dengan sempurna. Selain itu, poliol atau struktur polisidik dalam alginat memiliki efek membantu mempertahankan air di dalam jaringan kulit. Sifat koloid yang dimiliki alginat merupakan keuntungan dalam pemanfaatannya sebagai moisturizing agent (Yunizal 2004).

(36)

3.

METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari sampai Mei 2008 di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, dan Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Research and Development, PT. Pusaka Tradisi Ibu,

Tanggerang.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi peralatan gelas, timbangan analitik, termometer, pemanas listrik, magnetic stirrer, pipet volumetrik, botol sampel. whiteness meter, pH meter, viskometer, inkubator, oven, buret, ruang pendingin,

dan Scalar Moisture Checker. Bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion yaitu natrium alginat dari toko kimia Setia Guna; asam stearat, gliseril

monostearat, setil alkohol, petrolatum (vaselin), minyak mineral (parafin cair), isopropil palmitat, gliserin, trietanolamin, pewangi, metil paraben dari toko kimia Harum Kimia dan Setia Guna; serta aquades dan skin lotion komersial.

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menganalisis spesifikasi natrium alginat, mempelajari formulasi bahan-bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan skin lotion, mempelajari prosedur pembuatan skin lotion yang tepat,

dan mendapatkan konsentrasi natrium alginat terbaik yang dapat digunakan dalam pembuatan skin lotion. Pada tahap ini, natrium alginat yang diformulasikan

berkisar antara 0,1%-4%. Berdasarkan hasil formulasi, maka natrium alginat yang dapat digunakan dalam penelitian utamaadalah 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%.

(37)

3.3.2. Penelitian utama

Penelitian utama bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi natrium alginat terhadap karakteristik skin lotion yang dihasilkan. Parameter skin lotion

yang dianalisis meliputi uji sensori (warna, penampakan, kekentalan, homogenitas, kesan lembab, dan rasa lengket), viskositas, pH, stabilitas emulsi, penyusutan berat, dan total mikroba produk. Skin lotion terbaik yang diperoleh

berdasarkan analisis tersebut, dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu ruang selama satu bulan. Analisis dilakukan pada H0, H7, H14, H21, dan H28 yang meliputi viskositas, pH, dan stabilitas emulsi. Pada awal dan akhir penyimpanan dilakukan uji kelembaban kulit di PT. Pusaka Tradisi Ibu dan pada akhir penyimpanan dilakukan analisis ketengikan (rancidity). Formulasi skin lotion terlihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi bahan-bahan penyusun skin lotion

Keterangan :

A : Formulasi skin lotion tanpa menggunakan setil alkohol dan tanpa natrium

alginat.

B : Formulasi skin lotion dengan menggunakan natrium alginat 0,5%.

C : Formulasi skin lotion dengan menggunakan natrium alginat 1%.

D : Formulasi skin lotion dengan menggunakan natrium alginat 1,5%.

E : Formulasi skin lotion dengan menggunakan natrium alginat 2%.

F : Formulasi skin lotion dengan menggunakan setil alkohol dan tanpa natrium

alginat sebagai kontrol (Schmitt 1996).

Bahan Komposisi (persen berat)

A B C D E F Asam stearat 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 Gliseril monostearat 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Setil alkohol 0 0 0 0 0 1,0 Petrolatum 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Parafin cair 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 Isopropil palmitat 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 Air 84,5 84,5 84,5 84,5 84,5 84,5 Natrium alginat 0 0,5 1,0 1,5 2,0 0 Gliserin 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 Triethanolamin 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Metil paraben q.s q.s q.s q.s q.s q.s Pewangi q.s q.s q.s q.s q.s q.s

(38)

3.4. Prosedur Pembuatan Lotion

Prinsip pembuatan skin lotion adalah pencampuran beberapa bahan yang

disertai pengadukan dan pemanasan yang sempurna. Bahan dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bahan yang larut minyak dan bahan yang larut air. Bahan-bahan yang termasuk fase minyak antara lain asam stearat, gliseril monostearat, petrolatum (vaselin), parafin cair, dan isopropil palmitat. Bahan-bahan yang termasuk fase air antara lain gliserin, trietanolamin, dan air.

Fase minyak dicampur sampai homogen disertai pemanasan 70-75 oC sehingga terbentuk sediaan A. Fase air pun dicampur sampai homogen disertai pemanasan 70-75 oC sehingga terbentuk sediaan B. Setelah homogen, kedua sediaan tersebut dicampur pada suhu 70 °C.

Natrium alginat dipanaskan pada suhu 35-40 °C kemudian dicampur pada sediaan C saat suhu 40 °C. Pada suhu 37 °C, metil paraben dimasukkan ke dalam sediaan C, kemudian pewangi ditambahkan pada suhu 35 °C. Setelah penambahan pewangi, pengadukan terus dilakukan selama satu menit sehingga terbentuk skin lotion. Diagram alir pembuatan skin lotion terdapat pada Gambar 5.

3.5. Analisis

Analisis terhadap natrium alginat meliputi kadar susut pengeringan, kadar abu, kadar logam berat, viskositas, pH, derajat putih, dan kadar sulfat. Analisis yang dilakukan terhadap skin lotion meliputi uji sensori (warna,

penampakan, kekentalan, homogenitas, kesan lembab, dan rasa lengket), viskositas, pH, stabilitas emulsi, penyusutan berat, total mikroba, kelembaban kulit, dan ketengikan (rancidity).

3.5.1. Kadar susut pengeringan (AOAC 1995)

Sampel ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui berat keringnya. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 5 jam. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

% 100 sampel Berat hilang yang Berat (%) n pengeringa susut Kadar = ×

(39)

Gambar 5. Diagram alir penelitian Fase minyak • Asam stearat • Gliseril monostearat • Isopropil palmitat • Parafin cair • Petrolatum Fase air • Gliserin • TEA • Air

Pengadukan dan pemanasan suhu 70-75°C

Pengadukan dan pemanasan suhu 70-75°C Sediaan A Sediaan B Pencampuran pada suhu 70°C Sediaan C Natrium alginat 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%. Pengadukan dan pemanasan suhu 35-40°C • Metil paraben • Pewangi

Analisis karakteristik: uji sensori, viskositas, pH, stabilitas emulsi,

penyusutan berat, dan total mikroba produk Analisis: Viskositas, pH, stabilitas emulsi, kelembaban kulit, dan ketengikan Penyimpanan Pengadukan Skin lotion

(40)

3.5.2. Kadar abu (AOAC 1995)

Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dan dimasukan dalam cawan. Cawan diletakan dalam tanur pengabuan dan dibakar hingga diperoleh warna abu-abu. Kemudian, cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dapat ditentukan dengan rumus:

3.5.3. Logam berat (AOAC 1995)

Analisis logam berat (Hg) dilakukan dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) tanpa nyala api yang memiliki limit deteksi

0,0002 ppm. Sampel ditimbang dan ditambahkan asam nitrat pekat, kemudian dipanaskan sampai bereaksi. Asam perklorat ditambahkan dalam larutan dan dipanaskan hingga asap coklat hilang (larutan berwarna bening), kemudian larutan didinginkan. Larutan yang telah dingin, ditambah dengan HCl dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didinginkan kembali. Larutan yang telah dingin, disaring ke labu takar dan ditera dengan air demineralisasi.

Alat AAS diset tanpa nyala dengan panjang gelombang 253,7 nm dan menggunakan SnCl2 sebagai reduktor. Pengukuran dilakukan terhadap larutan standar yang mengandung larutan sampel 10 ml dan diencerkan sampai 25 ml dengan HNO3 5%. Konsentrasi logam dalam larutan sampel dapat diketahui dari kurva standar (μg/l).

Keterangan : M = Konsentrasi logam sebenarnya dalam sampel (μg/l) A = Konsentrasi logam hasil pengukuran dengan AAS (μg/l) B = Konsentrasi logam dalam blanko (μg/l)

P = Volume pengenceran (ml) V = Volume sampel (ml) % 100 (gram) contoh Bobot (gram) abu Bobot (%) abu Kadar = × 5 , 2 V P B) -(A M= × ×

(41)

3.5.4. Kadar sulfat (PPPP 1991)

Satu gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N. Erlenmeyer tersebut dipasang pada penangas tegak dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian direfluks selama satu jam. Setelah itu, larutan ditambahkan dengan 20 ml larutan H2O2 10% dan refluks dilanjutkan selama 5 jam sampai larutan benar-benar jernih. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala 600 ml, dipanaskan sampai mendidih sambil terus diaduk.

10 ml BaCl2 10% ditambahkan ke dalam larutan kemudian endapan yang terbentuk, disaring dengan menggunakan kertas Whatman 1, lalu dicuci dengan

aquades mendidih sampai bebas klorida. Kertas saring dikeringkan dalam oven, kemudian diabukan pada suhu 900 °C dalam tanur pengabuan sampai didapatkan abu yang berwarna putih. Abu yang diperoleh didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

3.5.5. Derajat putih (Kett Whiteness Laboratory 1981 dalam Luhur 2006)

Prinsip pengujian derajat putih adalah pantulan cahaya menggunakan alat

Whiteness meter C-100. Alat dikalibrasi menggunakan plat (MgO) standar putih

dengan filter biru yang dikalibrasi pada skala 81,6 dan tanda tera tepat berada di tengah-tengah angka nol. Setelah itu, sampel dimasukan ke dalam cawan sampai seluruh dasar cawan tertutup oleh sampel. Lalu cawan dimasukan pada alat yang telah dikalibrasi. Angka pada skala yang otomatis menyala pada saat sampel dimasukkan menunjukkan derajat putih sampel dan dinyatakan dalam persen. Semakin besar persen, berarti sampel semakin putih.

3.5.6. Uji sensori (Carpenter et al. 2000)

Uji sensori merupakan identifikasi, pengukuran secara ilmiah, analisis dan interpretasi dari elemen-elemen pada suatu produk yang dapat dirasakan oleh panca indera (penglihatan, penciuman, pengecapan, sentuhan, dan pendengaran).

% 100 (110) kalibrasi Nilai alat pada Nilai (%) putih Derajat = × % 100 sampel Berat 0,4116 (gram) BaSO endapan Berat (%) sulfat Kadar = 4 × ×

(42)

Uji sensori pada penelitian ini menggunakan uji penerimaan atau uji hedonik yang bertujuan untuk mengevaluasi daya terima panelis terhadap produk yang dihasilkan. Skala hedonik yang dihasilkan berkisar 1-9, dimana: (1) amat sangat tidak suka; (2) sangat tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak tidak suka; (5) normal; (6) agak suka; (7) suka; (8) sangat suka; (9) amat sangat suka. Uji sensori yang dilakukan menggunakan panelis sebanyak 30 orang dari mahasiswa THP.

3.5.7. Viskositas (Cottrell dan Kovacs 1980)

Viskositas produk diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield.

Sejumlah sampel yang telah dilarutkan, dimasukan ke dalam wadah kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer. Viskositasnya (cp) adalah

angka hasil pengukuran x faktor konversi.

3.5.8. pH (Apriyantono et al. 1989)

Uji derajat keasaman dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer 4,01 dan 6,86. Pengukuran dilakukan secara langsung dengan mencelupkan mata pH ke dalam sampel yang sudah diencerkan, lalu ditunggu sampai angka yang muncul pada pH meter stabil.

3.5.9. Stabilitas emulsi (Mitsui 1997)

Sampel bahan emulsi dimasukkan dalam wadah dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan dalam oven dengan suhu 45 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu dibawah 0 oC selama 1 jam dan dikembalikan lagi ke oven pada suhu 45 oC selama 1 jam. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fase terpisahkan terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan rumus:

% 100 (gram) emulsi bahan total Berat (gram) memisah yang fase Berat % 100 (%) SE = − ×

(43)

3.5.10.Penyusutan berat (Suryani et al. 2000)

Sampel dioleskan secara merata di atas plastik (kedap air) yang sudah diketahui berat awalnya, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat awal. Sampel dibiarkan di udara terbuka kemudian dilakukan penimbangan lagi setelah 5 jam. Skin lotion dengan berat lebih tinggi berarti memiliki penguapan yang lebih

rendah dan merupakan indikasi kemampuan bahan yang berfungsi sebagai humektan dalam mengikat atau mempertahankan kandungan air saat penggunaan produk pada kulit.

3.5.11.Total mikroba (SNI 19-2897-1992)

Secara aseptis, sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer (garam fisiologis) kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai 10-4. Sebanyak 1 ml dari sampel diinokulasikan pada cawan petri steril. Media PCA yang steril pada suhu 45-55 oC dituangkan pada cawan petri sebanyak 10-15 ml. Cawan petri digerakan dan dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba.

3.5.12.Kelembaban kulit

Uji kelembaban dilakukan di PT. Pusaka Tradisi Ibu dengan menggunakan

Scalar Moisture Checker yang ditempelkan pada kulit. Sebelum diolesi skin lotion, terlebih dahulu kulit diukur tingkat kelembabannya. Hal ini bertujuan

untuk mengetahui tingkat kelembaban awal sehingga dapat diketahui pengaruh

skin lotion terhadap perubahan tingkat kelembaban kulit.

Skin lotion ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dioleskan pada kulit

dengan luas permukaan 2x4 cm. Kelembaban kulit setelah dioleskan skin lotion

diukur selama 15 menit dengan selang waktu pengukuran 5 menit. Hasil yang terdapat pada layar Scalar Moisture Checker menunjukkan persentase

kelembaban kulit. Hasil persentase kelembaban kulit diolah menggunakan

software Skin Sys untuk mengetahui tingkat kelembaban kulit setelah pemakaian skin lotion. Persentase kelembaban terdiri dari 5 kriteria, yaitu kering (0-27%),

% 100 (gram) awal Berat (gram) hilang yang Berat (%) berat Penyusutan = ×

(44)

agak kering (28-37%), lembab (38-47%), lebih lembab (48-57%), dan sangat lembab (>57%),

3.5.13.Ketengikan (SNI 01-3555-1998)

Sampel ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer tertutup. Sampel ditambah dengan 10 ml kloroform dan asam asetat glasial 15 ml. Larutan KI jenuh sebanyak 1 gram ditambahkan dalam sampel, kemudian ditutup dengan cepat dan dikocok selama 1 menit. Setelah 1 menit, erlenmeyer disimpan ditempat gelap selama 5 menit, kemudian ditambahkan air destilata sebanyak 75 ml. Sampel dititrasi menggunakan larutan tiosulfat 0,01 N kemudian dikocok dengan kuat. Larutan pati dapat digunakan sebagai indikator jika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi diteruskan sampai warna biru menghilang.

Keterangan :

a : Volume sodium tiosulfat untuk titrasi sampel (ml) b : Volume sodium tiosulfat untuk titrasi blanko (ml) T : Normalitas sodium tiosulfat

m: Berat sampel (gram)

3.6.Rancangan Percobaan (Steel dan Torie 1991)

Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu konsentrasi natrium alginat dengan 5 perlakuan (0%, 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%) dan dua kali ulangan. Model matematis rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan lotion ke-j dengan perlakuan ke-i

i = Perbedaan konsentrasi natrium alginat (0%, 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%) j = Ulangan dari setiap perlakuan (dua kali)

µ = Nilai tengah umum Ai = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat Yij = µ +Ai + εij 1000 m 8 T b) (a ) oksigen/kg (mg peroksida Bilangan = − × × ×

Gambar

Gambar 1. Struktur lapisan kulit (Bramayudha 2008)
Tabel 1. Syarat mutu pelembab kulit
Gambar 2. Struktur asam alginat (Sriamornsak dan Sungthongjeen 2007)  Alginat dipisahkan melalui hidrolisis ringan menjadi tiga jenis potongan  polimer asam alginat, yaitu polimannuronat yang terdiri dari asam D-mannuronat,   poliguluronat yang terdiri dar
Gambar 4. Struktur natrium alginat (Anonim e  2008)  2.3.1.2. Karakteristik dan stabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait