• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembiayaan Kesehatan

2.1.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan yaitu besarnya dana yang harus disediakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat guna menyediakan dan memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan baik itu oleh perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat. Pembiayaan kesehatan harus kuat, stabil, dan

selalu berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan

(adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness) pembiayaan kesehatan itu sendiri (Azwar, 1996).

Dari pengertian di atas, maka tampak bahwa pembiayaan kesehatan terdiri dari dua jenis biaya yaitu:

1. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya yang dibutuhkan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang tujuan utamanya untuk mengobati dan memulihkan kesehatan penderita. 2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya yang dibutuhkan untuk

menyelenggarakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni untuk pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan serta kegiatan pencegahan penyakit (Azwar, 1996).

Dalam melakukan pembiayaan kesehatan, terdapat syarat pokok yang harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan bidang kesehatan yang terdiri dari :

(2)

1. Jumlah

Merupakan syarat utama dari pembiayaan kesehatan yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dalam arti dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat untuk mendapatkannya.

2. Penyebaran

Penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan jika dana yang tersedia tidak dapat dialokasikan dengan baik, maka akan menyulitkan penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.

3. Pemanfaatan

Pemanfaatan yang kurang baik atau kurang terarah dapat menimbulkan masalah yang mana dana yang diaiokasikan tersebut harus tepat sasaran dan membuat masyarakat dapat merasakannya (Azwar, 1996).

2.1.2 Tujuan Pembiayaan Kesehatan

Tujuan pembiayaan kesehatan adalah untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (UU Nomor 36, 2009).

2.1.3 Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan

1. Dana

Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan

(3)

untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggung jawabkan.

2. Sumber daya

Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

3. Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan (Depkes RI, 2009).

2.1.4 Prinsip sistem Pembiayaan Kesehatan

Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

1. Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama

pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurang-kurangnya 5% dari Pendapatan Domestik Bruto atau 15% dari total

(4)

anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdayaguna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas. 2. Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya

diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai. Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan.

3. Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan

(5)

sehingga dapat menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan kepemerintahan yang baik, transparan,dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.

4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan

melalui penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun untuk kepentingan kesehatan.

5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan bagi daerah yang kurang mampu (Depkes RI, 2000). 2.1.5 Jenis-Jenis Sistem Pembiayaan Kesehatan

Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu:

a. Fee for Service ( Out of Pocket )

Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.

(6)

Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization (WHO) di tahun 2003 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance. WHO juga memberikan batasan standar untuk pembiayaan kesehatan suatu negara adalah 5% dari PDB masing-masing negara. Sedangkan berdasarkan hasil pertemuan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia dihasilkan suatu komitmen untuk mengalokasikan 15% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau 5% Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota untuk mendukung program dan layanan kesehatan (WHO, 2003).

b. Health Insurance

Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan sistem Diagnose Related Group.

Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu.

(7)

Adapun model pembiayaan kesehatan yang diterapkan disuatu Negara biasanya menghadapi dua masalah pokok yang sama, yaitu: (1) bagaimana mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang meningkat secara drastis, (2) mutu pelayanan kesehatan yang ternyata tidak sesuai dengan pembiayaan kesehatan (Sulastomo, 2000).

2.1.6 Masalah pembiayaan kesehatan

Masalah pembiayaan kesehatan yang dihadapi antara lain :

A. Alokasi Anggaran Kesehatan

Dalam sistem desentralisasi, alokasi anggaran kesehatan didapat antara lain:

1. Anggaran Pemerintah Daerah (APBD)

2. AnggaranPemerintah Pusat (APBN)

3. Bantuan luar negeri.

Besarnya alokasi dana untuk kesehatan tergantung beberapa kondisi :

1. Besarnya pendapatan daerah (DAU, DAK dan PAD),

2. Kemampuan Rumah Sakit dalam menyusun program dan anggaran yang realistis

3. Visi Pemda dan DPRD tentang kedudukan sektor kesehatan dalam konteks

pembangunan daerah relatif terhadap kesehatan

4. Kemampuan Rumah Sakit dalam melakukan advokasi kepada Pemda dan DPRD (Gani,2001).

Sebagaimana diketahui sebagian anggaran daerah untuk sektor kesehatan yang bersifat desentralisasi bersumber Dana Alokasi Umum (DAU). Dana ini

(8)

masih banyak dipakai untuk gaji atau rutin, bukan untuk kegiatan pengembangan. Dengan demikian apabila daerah mengandalkan DAU untuk pelayanan kesehatan, secara praktis pembangunan kesehatan tidak mempunyai yang kuat kecuali pada daerah yang kaya (Harbianto & Trisnantoro, 2004).

B. Pemanfaatan Dana yang Tidak Efisien

Di Indonesia pembiayaan kesehatan yang terbatas, dimanfaatkan secara kurang efisien, hal ini dapat dilihat dari alokasi yang timpang antar program kesehatan. Ketidakefisienan juga kelihatan dimana dana yang dicarikan melalui rangkaian birokrasi yang panjang sehingga nilai dana menurun ketika sampai pada tingkat operasional (Brotowasisto, 2000).

C. Beban Pembiayaan Kesehatan yang Semakin meningkat

Beban pembiayaan kesehatan Indonesia semakin hari semakin berat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu :

1. Meningkatnya jumlah penduduk

2. Meningkatnya jumlah penduduk usia lebih tua, sehingga jumlah penyakit

kardiovaskuler dan penyakit kronis degeneratif juga meningkat,

3. Perkembangan teknologi kesehatan yang semakin canggih (Gani, 2001).

D. Pengelolaan Dana yang Belum Baik

Untuk sumber dana yang berasal dari pemerintah, keluhan yang banyak didengar adalah tidak sesuainya perencanaan anggaran yang dibuat oleh pusat dengan kebutuhan daerah.

(9)

2.1.7 Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan

Adapun sumber –sumber biaya kesehatan dilingkungan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yaitu :

1. Pemerintah pusat; dari dana APBN sektoral atau dana dekonsentrasi. a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari hasil pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pedapatan daerah yang sah. b. Dana pertimbangan, yaitu terdiri dari:

1) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam.

2) Dana Alokasi Umum.

3) Dana Alokasi Khusus.

c. Perhitungan DAU : DAU dihitung berdasarkan bobot daerah yang ditentukan berdasarkan

1) Variabel jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi dan tingkat pendapatan masyarakat dengan memperhatikan kelompok masyarakat miskin.

2) Potensi daerah, potensi industri, potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, dan produk domestik bruto.

Pinjaman Luar Negeri: harus dibicarakan dahulu dengan DPR, persetujuan DPR atas PLN sekaligus dengan persetujuan atas APBN, untuk proyek PLN yang sedang berjalan, pengembaliannya masih tanggungan pusat

(10)

2. Pemerintah daerah provinsi; dari dana APBD provinsi yang dibantukan ke kabupaten/kota sesuai dengan kemampuan provinsi.

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Andayani, 2004).

2.1.8 Kaitan Pembiayaan Dengan Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, dimana promosi kesehatan terpadu dengan program kesehatan yang ada pada tingkatan kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional yang tercermin dalam koordinasi penyusunan anggaran. Dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan Pemerintah Daerah mengajukan Rencana Tindakan, Rencana Strategi Pelaksanaan, serta Rancangan Anggaran kepada pemerintah pusat yang selanjutnya dana tersebut digunakan untuk merealisasikan program yang telah tersusun dalam bidang kesehatan terutama upaya peningkatan kesehatan dengan promosi kesehatan.

2.2 Promosi Kesehatan

2.2.1 Definisi Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun di dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik). Promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja, tetap juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan, dalam rangka memelihara dan meningkatkan masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

Promosi Kesehatan tertera dalam Piagam Ottawa (1986) merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan

(11)

mereka. Untuk mencapai kesehatan yang paripurna secara fisik, mental, dan sosial, seseorang atau sekelompok orang harus dapat mengenali dan menyadari aspirasinya, memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan mengubah atau menghadapi lingkungannya (Hartono, 2010).

Promosi kesehatan di Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk meningkatkan kemampuan pasien dan kelompok msyarakat agar agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Hartono, 2010).

2.2.2 Sasaran Promosi Kesehatan

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier.

1. Sasaran Primer

Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma

(12)

hukum yang dapat diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal.

Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal, dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan, khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.

2. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya PHBS.

3. Sasaran Tersier

Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.

(13)

Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu

sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Memberlakukan

kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat (Hartono, 2010).

2.2.3 Strategi Promosi Kesehatan

Sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah (Departemen Kesehatan, 2004 & 2005), strategi dasa utama promosi kesehatan adalah (1) Pemberdayaan, yang didukung oleh (2) Bina Suasana, dan (3) Advokasi.

- Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah ujung tombak dari upaya promosi kesehatan, baik di puskesmas maupun dirumah sakit. Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan peendamping dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan guna membantu atau memfasilitasi pasien, sehingga pasien memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan mengatasi masalah kesehatan yang, dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

- Bina Suasana

Bina Suasana adalah menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif dimana lingkungan yang dimaksud yaitu diperhitungkan memiliki pengaruh

(14)

terhadap pasien yang sedang diberdayakan serta mendorong dilakukannya PHBS serta penciptaan panutan.

- Advokasi

Advokasi adalah upaya atau proses pendekatan yang dilakukan secara persuasif dengan cara yang komunikatif dan inovatif terhadap pihak tertentu yang mendukung pengembangan lingkungan dan perilaku sehat (Hartono, 2010). 2.2.4 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan menurut Notoadmodjo (2007), meliputi :

a. Promosi kesehatan pada tingkat promotif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan kesehatan.

b. Promosi kesehatan pada tingkat preventif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, pada perokok, para pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mencegah

kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary

prevention).

c. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif

Sasaran sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit, terutama yang menderita penyakit kronis seperti

(15)

asma, diabetes militus, tuberculosis, hipertensi, dan sebagainya. Tujuan promosi kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).

d. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif

Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary prevention) (Notoatmodjo, 2007).

2.3 District Health Account

2.3.1 Pengertian District Health Account

Health Account (HA) merupakan suatu cara pemantauan yang sistematis, koprehensif serta konsisten terkait pemanfaatan aliran dana/pembiayaan pada sistem kesehatan (health spending). Secara umum Health Account adalah proses pencatatan, analisis dan pelaporan belanja kesehatan. Health Account bisa dilakukan dalam skala nasional (NHA = National Health Account), dapat pula dilakukan di tingkat Provinsi (PHA = Provincial Health Account) dan ditingkat Kabupaten/Kota (DHA = District Health Account) (AIPHSS, 2013).

Menurut Garg (2007) NHA adalah suatu kerangka akuntansi yang menggambarkan seluruh pengeluaran untuk kesehatan (termasuk dari pemerintah /publik, swasta dan donor) di suatu negara selama satu tahun. Perhitungan NHA

(16)

menggunakan konsep yang standar dalam mendefinisikan batasan pengeluaran kesehatan dan mengikuti klasifikasi perhitungan kesehatan secara internasional (ICHA : International Classifications For Health Accounts) untuk klasifikasi transaksi dengan karakteristik yang sama.

PHA/DHA adalah suatu bentuk health account yang lebih kecil dan bersifat regional (provinsi/kabupaten/kota) dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah NHA yang telah disepakati dan ditetapkan secara nasional, baik dari segi batasan health account, klasifikasi, dan sumber daya yang diperhitungkan. Pada tingkat kabupaten/kota, pelaksanaan DHA bisa juga digunakan untuk bahan advokasi dan memperbaiki kekurangan yang ada dalam sistem pembiayaan. DHA juga akan menghasilkan gambaran mengenai besar belanja kesehatan rumah tangga, apakah digunakan untuk pembayaran pelayanan kesehatan secara langsung atau melalui sistem asuransi kesehatan (FKM UI, 2015).

Dengan DHA, Kabupaten/Kota bisa melakukan analisis kemungkinan adanya masalah dalam sistem pembiayaan kesehatan di Kabupaten/Kota bersangkutan. Dengan hasil DHA Kabupaten/Kota dapat melakukan perbaikan dan perubahan terhadap sistem pembiayaan tersebut. DHA menghasilkan data yang dapat dipergunakan untuk bahan advokasi kepada pengambil keputusan dengan tujuan memperbaiki kekurangan sistem pembiayaan, misalnya (a) meningkatkan alokasi anggaran kesehatan, (b) mengarahkan alokasi dana pada masalah prioritas, (c) mengarahkan dana pada intervensi dan kegiatan yang lebih menghemat biaya (d) mengembangkan sistem asuransi, dll.

(17)

DHA juga akan menghasilkan gambaran besar belanja kesehatan rumah tangga, apakah untuk pembayaran langsung atau melalui asuransi kesehatan. Data ini penting untuk melihat sejauh mana prospek pengembangan sistem jaminan kesehatan di kabupaten/kota bersangkutan. Akhirnya hasil DHA sangat diperlukan dalam pelaksanaan PHA dan NHA. Untuk Indonesia yang telah menerapkan sistem desentralisasi fiskal, NHA hanya dapat dilaksanakan dengan baik kalau ada data tentang belanja kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota (FKM UI, 2015).

2.3.2 Dimensi District Health Account

Dalam DHA, ada 8 (delapan) dimensi yang menggambarkan ciri suatu belanja kesehatan. Setiap data belanja/biaya kesehatan yang ditemukan, harus ditelaah dan diberikan identitas menurut 8 dimensi tersebut.

1. Sumber Biaya (FS = Financing Sources)

Adalah unit/institusi yang menyediakan biaya kesehatan. Sumber biaya tersebut bisa instansi pemerintah yang mengelola dana berasal dari pajak, dan jaminan sosial. Sumber tersebut bisa juga organisasi swasta seperti misalnya LSM, Rumah Tangga, atau suatu kesatuan organisasi lainnya (misalnya biaya dari sumber external).

2. Pengelola Anggaran (FA = Financing Agents)

Adalah institusi atau unit yang menerima dan mengelola dana dari sumber dana untuk membayar atau membeli barang dan jasa kesehatan. Ini misalnya termasuk Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan

(18)

Kabupaten/Kota, Badan Pengelola Jaminan Sosial, Perusahaan Asuransi Kesehatan Swasta, LSM, Perusahaan Dan Rumah Tangga.

3. Penyelenggara Pelayanan/Program (HP = Health Providers)

Institusi atau unit yang menerima dan menggunakan dana untuk

memproduksi barang dan jasa pelayanan atau melaksanakan program kesehatan, termasuk misalnya Dinas Kesehatan, RS milik pemerintah, RS swasta, klinik, puskesmas, praktek dokter (swasta), dll.

4. Fungsi Kesehatan (HC = Health care Function)

Dimensi fungsi dalam DHA mengadopsi dimensi fungsi dalam SHA 2011 yang merupakan semua aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempertahankan status kesehatan.

5. Program Kesehatan (PR = Program)

Dimensi program bertujuan untuk menggambarkan jenis program kesehatan yang dibiayai dengan belanja dari pengelola anggaran. Secara umum dimensi program dalam DHA yang disesuaikan dengan program kesehatan yang ada adalah sebagai berikut:

(1) Program Kesehatan Masyarakat (2) Program Kesehatan Individu

(3) Program Penguatan Sistem Kesehatan 6. Jenis Kegiatan (HA = Health Activity)

Dimensi jenis kegiatan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh provider yang secara umum dapat dibagi dua, yaitu (a) kegiatan langsung dan (b) kegiatan tidak langsung atau disebut juga kegiatan penunjang. Kegiatan temuan

(19)

kasus dan pengobatan adalah kegiatan langsung, sedangkan pelatihan staff administrasi dan administrasi umum di kantor Dinas Kesehatan adalah kegiatan tidak langsung. Penyemprotan fogging adalah kegiatan langsung. Rapat kordinasi di Dinas Kesehatan adalah kegiatan tidak langsung.

Dalam sektor kesehatan, kegiatan langsung dapat dibagi dua, yaitu (a) kegiatan pelayanan perorangan seperti pengobatan dan perawatan individu yang sakit dan (b) kegiatan kesehatan masyarakat (public health) seperti misalnya pemberantasan vektor, sanitasi, promosi kesehatan, immunisasi, dan lain sebagainya. Kegiatan tidak langsung adalah kegiatan yang dilakukan untuk menunjang dua kelompok kegiatan langsung diatas. Ini termasuk misalnya kegiatan administrasi dan manajemen, monitoring, evaluasi, dan lain sebagainya.

Dari perspektif anggaran berbasis kinerja, anggaran untuk kegiatan langsung sangat menentukan kinerja suatu program. Artinya, kalau anggaran sebagian besar terpakai untuk kegiatan-kegiatan tidak langsung, maka program tidak menghasilkan output (kinerja).

7. Mata Anggaran (HI = Health Input)

Mata anggaran adalah jenis input yang ”dibeli” oleh provider (pelaksana program/pelayanan) untuk melaksanakan jenis-jenis kesehatan diatas. Mata Anggaran mencakup hal-hal berikut:

(a) Barang modal (seperti gedung, alat kesehatan,alat non kesehatan, fellowship untuk staff,dan lain sebagainya).

(b) Biaya operasional atau biaya variabel (seperti tenaga, obat, bahan medis, bahan non-medis, makanan, listrik, telepon, air, perjalanan, dan lain sebagainya).

(20)

(c)Biaya pemeliharaan (pemeliharaan gedung, alat, pelatihan, dan lain sebagainya). Dari perspektif anggaran berbasis kinerja, anggaran operasional sangat menentukan kinerja suatu program. Artinya, kalau anggaran sebagian besar terpakaiuntuk belanjabarang modal, maka program tidak menghasilkan output (kinerja).

8. Jenjang kegiatan (HL =Health Level of Activity)

Jenjang kegiatan adalah jenjang administrative dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Untuk DHA, jenjang kegiatan tersebut bisa di (a) Propinsi, (b) Kabupaten, (c)Kecamatan dan (d) Desa atau masyarakat. Berikut contoh-contoh jenis kegiatan menurut jenjangnya.

a. Jenjang Propinsi : pelatihan staff Dinas kesehatan di ibu kota

propinsi, dan lain sebagainya.

b. Jenjang Kabupaten/kota : rawat inap di RSUD, pelatihan bidan desa diibu kotaKabupaten/Kota, dan lain sebagainya.

c. Jenjang kecamatan : pengobatan di Puskesmas (rawat jalan dan rawat inap), dan lain sebagainya.

d. Jenjang desa/masyarakat :penyuluhan masyarakat, penimbangan di Posyandu, fogging, dan lain sebagainya.

Dari perspektif anggaran berbasis kinerja, belanja untuk pelayanan di masyarakat sangat menentukan kinerja cakupan program. Kalau anggaran lebih banyak untuk kegiatan pada jenjang kabupaten dan propinsi tidak cukup untuk kegiatan/intervensi di masyarakat, maka cakupan program sulit di ditingkatkan.

(21)

9. Penerima manfaat (HB =Health Beneficiaries)

Penerima manfaat adalah kelompok penduduk yang mendapat manfaat dari barang dan jasa kesehatan yang dibiayai. Penerima manfaat ini dapat dibagi berdasarkan kategori berikut ini:

a. Ciri demografi (pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk bayi, balita, anak sekolah, remaja, usia produktif, usia).

b. Tingkat ekonomi (masyarakat miskin dan masyarakat non miskin).

c. Geografi (kota, desa, daerah terpencil, dan lain sebagainya) (FKM UI, 2015).

2.3.3 Alur pembiayaan dalam District Health Account

Alur pembiayaan dalam DHA dapat ditelusuri melalui delapan pertanyaan pokok yaitu :

1. Dari mana asal dana atau sumbernya? 2. Siapa yang mengelolanya?

3. Siapa yang dibayar oleh pengelola tersebut? 4. Fungsi apa yang dilakukan?

5. Jenis input apa yang dibeli untuk melakukan fungsi tersebut?

6. Kedalam kelompok program apa fungsi tersebut dapat digolongkan?

7. Pada jenjang apa fungsi tersebut dilaksanakan?

8. Kelompok penduduk mana yang mendapat manfaat dari biaya tersebut? (FKM UI, 2015).

(22)

2.4 Dinas Kesehatan

2.4.1 Definisi Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan sebagaian urusan pemerintah daerah dalam bidang kesehatan untuk menunjang tercapainya usaha kesejahteraan masyarakat di bidang Kesehatan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan atau yang biasa disingkat DKK Medan terletak di Jalan Rotan No. 1 Komplek Petisah Medan. Dinas ini membawahi 39 Puskesmas Induk (13 Puskesmas Rawat Inap dan 26 Puskesmas Rawat Jalan) dan 41 Puskesmas Pembantu (Pustu) yang terletak di 21 Kecamatan se Kota Medan. Disamping itu DKK Medan mempunyai Unit Pelayanan Teknis (UPT) yaitu Gudang Farmasi yang terletak di Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan, Laboraturium Kesehatan Lingkungan yang terletak di Jalan Ibus Raya dan Klinik Spesialis Bestari yang juga terletak di Jalan Ibus Raya Medan.

Dalam Dinas Kesehatan ini juga diperlukan perencanaan dan perlunya menganalisis laporan keuangan dengan mengetahui anggaran pemasukan maupun pengeluaran. Analisis adalah proses perencanaan yang terdiri beberapa bagian atau komponen yang saling berhubungan atau berkesinambungan agar mendapatkan pengertian yang berupa sumber informasi yang tepat serta memiliki pemahaman arti keseluruhan. (Subramanyam, 2005).

(23)

2.4.2 Fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan

a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang kesehatan.

b. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan, pemberantasan, pengawasan

penyakit menular dan penelitian kemungkinan terjadinya wabah penyakit.

c. Melaksanakan pelayanan umum bidang kesehatan.

d. Melaksanakan pemberian perizinan bidang kesehatan.

e. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya.

f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah. 2.4.3 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan

Secara umum, struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah organisasi garis, yaitu kekuasaan mengalir dari atas ke bawah. Pada pegawai bertanggung jawab langsung atas suatu kegiatan/pekerjaan yang telah ditetapkan dalam bidangnya masing-masing.

Berikut ini adalah struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan :

(24)

Adapun tugas dan tangggung jawab dari struktur organisasi di atas adalah:

1 Kepala Dinas Kesehatan

Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan.

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang

kesehatan.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas pokok di bidang kesehatan

d. Pelaksanaan tugas pokok lain yang diberikan Walikota sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya

2. Sekretariat

Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas lingkup kesekretariatan yaitu pengolahan administrasi umum, keuangan, dan penyusunan program.

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan kesekretariatan.

b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program Dinas.

c. Pelaksanakan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan Dinas yang meliputi pengelolaan administrasi umum, kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan Dinas.

d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan

organisasi, dan ketatalaksanaan.

(25)

g. Pelaksanaa monitoring, evaluasi pelaporan kesekretariatan.

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, yang berasa dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris.

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Umum.

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum.

c. Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan tata naskah dinas, penataan kearsipan, urusan rumah tangga, hukum, hubungan masyarakat.

d. Pengelolaan administrasi kepegawaian.

e. Penyiapan bahan pembinaan, dan pengembangan kelembagaan,

ketatalaksanaan, dan kepegawaian.

f. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

g. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanan tugas. h. Pelaksanan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

4. Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan

Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, yang berasa dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan.

(26)

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi keuangan dan perlengkapan.

c. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan meliputi kegiatan

penyusunan rencana, penyusunan bahan, pemrosesan, pengusulan, dan verifikasi.

d. Penyiapan bahan / pelaksanaan koordinasi pengelolaan administrasi

keuangan.

e. Penyusunan laporan keuangan Dinas. f. Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan.

5. Sub Bagian Penyusunan Program

Sub Bagian Penyusunan Program dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada sekretaris.

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Penyusunan

Program.

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penyusunan rencana dan program

Dinas.

c. Penyiapan bahan penyusunan rencana dan program Dinas.

6. Bidang Bina Pelayanan Kesehatan

Bidang Bina Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Bina Pelayanan

(27)

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pelayanan kesehatan dasar, kesehatan rujukan, dan kesehatan khusus.

c. Pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar.

d. Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi kesehatan rujukan /spesialistik, dan dan sistem rujukan.

7. Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan bidang pengendalian masalah kesehatan.

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pengendalian dan pemberantasan

penyakit, wabah, bencana, dan kesehatan lingkungan.

c. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanan tugas.

d. Pelaksanan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya

8. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Pengembangan dan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup perencanaan, pendayagunaan,

pendidikan, dan pelatihan, registrasi dan akreditasisumber daya manusia kesehatan.

c. Pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan strategis. d. Pelaksanan pelatihan teknis.

(28)

e. Pelaksanaan perizinan dan pelayanan lainnya lingkup tenaga medis, tenaga para medis, dan tenaga non medis/ tradisional terlatih sesuai urusan pemerintahan kota.

9. Bidang Kefarmasian Jaminan dan Sarana Kesehatan

a. Penyelenggaraan jaminan kesehatan. b. Pelayanan sarana dan peralatan kesehatan.

c. Pelaksanaan proses pelayanan perijinan dan pelayanan lainnya lingkup kefarmasian, jaminan, sarana, dan peralatan kesehatan sesuai urusan pemerintahan kota.

10. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT)

a. Pembentukan dan tugas pokok Unit Pelaksanaan Teknis akan ditentukan dan

ditetapkan dengan peraturan Walikota (Perwal Kota Medan Nomor 43, 2010).

2.4.5 Manajemen Pelayanan Dinas Kesehatan

Manajemen kesehatan adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga yang menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem yang berlangsung (Notoatmodjo, 2007). Manajemen merupakan suatu pola mengelola dan menggerakan suatu lembaga/instansi agar dicapai suatu sistem pengelolaan yang efisien untuk mencapai suatu tujuan lembaga (Suyadi, 2011).

Manajemen pelayanan kesehatan berarti penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam pelayanan kesehatan untuk sistem dan pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan prosedur, teratur,

(29)

menempatkan orang-orang yang terbaik pada bidang-bidang pekerjaannya, efisien, dan yang lebih penting lagi adalah dapat menyenangkan konsumsi atau membuat konsumen puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Pelayanan kesehatan merupakan fungsi yang paling mudah nampak dari semua sistem kesehatan, baik kepada pengguna maupun terhadap masyarakat umum. Peningkatan akses, kemampuan dan kualitas pelayanan tergantung pada ketersediaan berbagai input dana, staf, peralatan, obat-obatan, mutu dari terorganisasinya suatu sistem dan manajemen yang berlaku, dan juga besarnya insentif yang diberikan kepada para pelaku teknis (Suyadi, 2011).

(30)

2.5 Kerangka Pikir

Fokus penelitian ini betujuan untuk melihat bagaimana pembiayaan program promosi kesehatan bersumber pemerintah dengan pendekatan District Health Account di Dinas Kesehatan Kota Medan melalui indikator masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Oleh karena itu, fokus penelitian disusun sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Pikir INPUT 1. Ketersediaan proporsi alokasi biaya program promosi kesehatan. 2. 8 dimensi District Health Account untuk program promosi kesehatan. PROSES 1.Menganalisis anggaran kegiatan program promosi kesehatan. 2.Perencanaan anggaran program promosi kesehatan. OUTPUT Pemanfaatan dana program dan kegiatan promosi kesehatan

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan
Gambar 2.2 Kerangka Pikir INPUT 1.  Ketersediaan proporsi alokasi biaya program promosi kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan tingkat teknologi yang diterapkan petani (responden) dalam berusahatani terutama usahatani padi sawah adalah teknologi tradisional dimulai

Setelah dilakukan penelitian maka ditemukan hasil sebagai jawaban dari permasalahan penelitian ini yaitu lima faktor preferensi nasabah gadai emas mempunyai

1) Komunikasi. Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Faktor pertama yang mendukung

 Kesimpulan yang dapat diambil dari grafik 4.1 adalah dengan teknik Vacuum bagging pada proses pembuatan spesimen menunjukkan bahwa hasil pengujian eksperimen mempunyai

Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan pengelolaan BOS di SDN 2 Surodikraman meliputi Kepala

Dengan adanya penerapan pemasaran pendidikan, maka akan menciptakan dan meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik, sehingga proses pendidikan yang disediakan

BAB II  SUMBER PENDANAAN  2.1 Pemerintah Pusat 2.2 Pemerintah Daerah. 2.3 Kemitraan Pemerintah dan Swasta