• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengetahuan Dasar Tentang Elevator

Elevator Sering disebut lift adalah kereta alat angkutan transportasi vertical yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang dalam bangunan yang tinggi. Lift Umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi, biasanya lebih dari lima atau sepuluh lantai karena kemampuan orang untuk naik turun dalam menjalankan tugas atau keperluannya dalam bangunan tersebut hanya mampu dilakukan sampai dengan lima lantai.

Pemilihan kapasitas-kapasitas lift akan menentukan jumlah lift yang mempengaruhi pula kualitas pelayanan gedung, terutama proyek-proyek komersil.

(2)

Instalasi lift yang ideal adalah yang menghasilkan waktu menunggu disetiap lantai yang minimal, percepatan yang komportabel, angkutan vertical yang cepat, pemuatan dan penurunan yang cepat disetiap lantai.

Lift dapat dibagi menurut fungsinya yaitu :

1. Lift Penumpang (Passenger Elevator) digunakan untuk mengangkut manusia. 2. Lift Barang (Fright Elevator) digunakan untuk mengangkut barang.

3. Lift Uang/Makanan (Dumb Waiters)

4. Lift Pemadam Kebakaran, biasanya lift ini berfungsi sebagai lift barang.

Untuk menentukan kriteria perancangan lift penumpang, perlu diperhatikan tipe dan fungsi dari bangunan, banyaknya lantai, luas tiap lantai, dan intervalnya. Selain itu perlu dibedakan dari kapasitas (car/kg), jumlah muatan, dan kecepatan. Seperti contoh yaitu kapasitas (Car/kg) 1150, jumlah muatan 17 orang dengan kecepatan 120 m/menit, kapasitas 1000 jumlah muatan 15 orang dengan kecepatan 90m/menit.

Makin tinggi bangunannya maka makin tinggi pula kecepatannya. Perlu diperhatikan bahwa kapasitas, jumlah muatan, dan kecepatan untuk masing-masing lift tidak sama tergantung dari pabriuk pembuatannya.

2.2. Sistem Penggerak Elevator

Dari masa ke masa jenis penggerak pesawat lift telah berkembang dan perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi yang mendampinginnya atau dipergunakannya. Namun demikian pada umumnya jenis penggerak lift dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :

(3)

1. 1.Lift dengan sistem penggerak hidrolik (Hydrolic elevator)

2. lift dengan sistem penggerak dengan motor listrik (Traction elevator)

Meskipun kedua sistem tersebut masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pemasangan dilapangan yang dihadapinya. Akan tetapi ada perbedaan pokok dari kedua jenis lift tersebut yang perlu diperhatikan yaitu :

No Hal yang perlu diperhatikan Lift Hidrolik Lift Motor Traksi

1. Jarak Pelayanan Terbatas 20 Meter Tidak Terbatas

2. Frekuensi Pemakaian Terbatas 80 start/stop

perjam

Lebih dari 80 start/stop perjam. Pada umumnya 180 start/stop Per-jam

3. Kecepatan Terbatas (maksimal)

90m/menit)

Tidak terbatas (1000m/menit)

2.3. Bagian Utama Penyusun Elevator 2.3.1. Ruang Mesin (Machine Room)

a. Panel-panel Control :

1. Panel Distribusi (Distribution Panel) adalah panel penerima daya listrik dari panel sumber listrik utama dalam bangunan dan diteruskan panel lift. 2. Panel Kontrol adalah terdiri dari satu atau beberapa panel yang berisi PCB

(4)

3. Interphone biasanya terletak pada panel kontrol lift atau pada lokasi yang mudah dicapai, yang berfungsi untuk mengadakan komunikasi (dalam keadaan tertentu) antara Machine Room, lift dan ruang kontrol.

b. Motor Traksi (Traction Motor) :

1. Motor Traksi merupakan motor yang menggerakan lift kearah naik

maupun turun. Ada yang dihubungkan langsung dengan roda gigi ataupun tanpa roda gigi. Untuk lift dengan roda gigi biasanya disatukan dengan as yang dapat dipergunakan untuk penyelamatan penumpang dalam keadaan darurat.

Gambar 2.1. Motor Traksi (foto)

2. Rem merupakan tabung rem (Break Drum) biasanya terletak antara motor traksi dan kotak roda gigi (gear box) berfungsi untuk mengerem lift secara mekanikal, pada keadaan normal pengereman pertama biasanya dilakukan secara elektris pada motor.

(5)

Gambar 2.2. drum brake (http://image.made-in-china.com)

3. Pulli Tarik (Draving Sheave) terletak pada kotak roda gigi atau pada

motor langsung, melalui gesekan tali baja (wire rope) merupakan

penggerak langsung kereta lift.

(6)

c. Govemor dan Selector :

1. Governor merupakan alat pengamana kecepatan lebih (over speed) yang berhubungan langsung dengan alat pengaman pada kereta dengan kawat baja (wire rope) yang berfungsi pada arah gerak sangkar kebawah.

Gambar 2.4. Governor (elevator-china.en.made-in-china.com) 2. Pita pemilih lantai (Floor Selector) biasanya untuk lift lama peralatan ini

biasanya berdiri sendiri akan tetapi untuk lift jenis baru biasanya digunakan encoder yang disatukan dengan governor atau langsung ke as motor traksi. Fungsinya untuk mendeteksi posisi kereta dalam ruang luncur (shaft).

d. Perlengkapan lainnya :

1. Lampu penerangan.

2. Ventilasi terdiri dari satu atau lebih exhaust fan dan grill.

3. Peralatan pengaman ditempat perkakas khusus untuk pembukaan rem

(7)

Untuk lift dengan sistem control computer biasanya disarankan dilengkapi dengan alat pengatur udara (air conditioning).

2.3.2. Ruang Luncur (Hoistway)

Ruang luncur adalah lubang lintasan dimana kereta tersebut bergerak naik dan turun. Lubang harus merupakan lubang tertutup dan tidak ada hubungan langsung ke ruang diluarnya (kecuali untuk lubang 2 (dua) buah lift yang berdampingan).

a. Ruang luncur (Shaft, Hoistway) merupakan lubang lintasan kereta lift yang bebas hambatan antara pit sampai pada bagian lantai bawah ruang mesin lift.

Gambar 2.5. hoistway dan rel (foto)

b. Rel (Guide Rail) adalah profil baja khusus pemandu jalannya kereta (car) dan bobot pengimbang (counter weight), ukuran rel untuk kereta biasanya

(8)

lebih besar dari pada rel untuk bandul pengimbang. Terpasang tegal lurus dari bawah sampai keatas. Adapun fungsi rel ada empat yaitu :

1. Sebagai pemandu jalannya kereta dan bobot imbang (counter weight) lurus vertical.

2. Sebagai penahan agar kereta tidak miring saat pemuatan dan akibat beban tidak merata.

3. Sebagai sarana tempat memasang saklar, pengungkit (cam) dan puli penegang.

4. Sebagai penahan saat kereta dihentikan oleh pesawat pengaman (safety device/gear).

c. Sakelar batas lintas (Limit Switch), ada dua jenis sakelar batas lintas untuk pembalik arah (direction switch) dan final switch, biasanya terpasang pada rel kereta, dipasang dibagian atas dan bagian bawah rel berfungsi untuk menjaga agar kereta tidak menabrak pit atau lantai kamar mesin.

d. Pelat Bendera (Floor vane) dipasang pada rel kereta yang fungsinya untuk mengatur pemberhentian kereta pada lantai yang yang dikehendaki dan mengatur pembukaan pintu pendaratan (landing door). Untuk jenis tertentu landing vane ini ditiadakan dan diganti dengan pulsa detector (encoder) di kamar mesin.

e. Pintu pendaratan (Hall Door) terdiri dari beberapa bagian, antara lain : door hanger, door sill dan door panel. Berfungsi untuk menutup ruang luncur dari

(9)

luar. Pada hall ini dipasang alat pengaman secara sehingga apabila salah satu pintu terbuka lift tidak dapat dijalankan.

2.3.3. Kereta (Car)

Kereta adalah kotak dimana penumpang naik dan dibawa naik atau turun. Kereta ini dihubungkan langsung dengan bobot imbang (Counter Weight) dengan tali baja lewat puli penggerak diruang mesin.

Gambar 2.6. Sangkar Lift (elevatorescalator.wordpress.com) a. Rangka kereta terdiri dari :

(10)

1. Cross head channel atau disebut “car sling”, yaitu rangka sebagai tempat tali baja tarik diikat dengan pegas dan baul soket dan didudukan sepatu luncur (sliding guides) atau roda pemandu (roller guides).

2. Bottom channel, rangka bawah tempat benturan buffer (safety plank). 3. Dua buah tiang tegak kiri dan kanan (up-right channels atau stiels).

Keempat bagian tersebut membentuk segi empat kokoh dengan plat baja penguat pada sudut-sudutnya.

b. Pintu Kereta (Car Door) terdiri dari beberapa bagian, antara lain : door hanger, door sill, door panel dan mechanism yang mengatur buka tutup pintu. Berfungsi untuk menutup kereta dari luar. Pada pintu kereta (Car door) ini dipasang alat pengaman secara seri sehingga apabila pintu terbuka lift tidak dapat dijalankan.

c. COP (Car Operating Panel – Operating Panel Board), ada satu atau lebih COP. Biasanya terletak pada sisi depan kereta (pada front return panel) pada panel tersebut terdapat tombol-tombol lantai dan tombol pengatur buka tutup pintu.

d. Interphone biasanya terletak pada COP (atau pada lokasi yang mudah

dicapai)yang berfungsi untuk mengadakan komunikasi (dalam keadaan tertentu) antara kereta, kamar mesin (Machine Room) dan ruang kontrol gedung.

e. Alarm Buzzer terletak pada COP (OPB). Berfungi untuk member tanda bila lift berbeban penuh atau tanda-tanda lain.

(11)

f. Switching Box (biasanya menjadi satu dengan COP) biasanya terletak dibawah COP secara tertutup (yang dapat dibuka hanya dengan kunci khusus) didalamnya terletak tombol-tombol pengatur.

g. Floor Indicator adalah nomor petunjuk lantai dan arah jalannya kereta. Biasanya terletak di sisi atas pintu kereta (transom) atau pada COP.

h. Lampu Darurat (Emergency lighting) biasanya terletak diatas atap kereta, fungsinya untuk menerangi kereta dalam keadaan darurat (listrik mati) dengan sumber dari baterai.

i. Sakelar pintu darurat (Emergency exit switch) terletak pada pintu darurat diatas kereta. Fungsinya untuk memastikan agar kereta tidak berjalan apabila pintu darurat dibuka untuk proses penyelamatan.

j. Sakelar tali baja (Rope switch) terletak diatas kereta pada bagian pengikat tali baja. Fungsinya untuk mematikan lift apabila ada salah satu rope yang kendor atau putus.

k. Safety Link adalah mekanisme penggerak alat pengaman (safety device) diatas kereta yang dihubungkan dengan governor dikamar mesin. Berfungi untuk menahan kereta over speed kebawah (dalam keadaan darurat).

l. Selektor switch (untuk lift jenis lama) adalah mekanisme penggerak alat pengaman (safety device) diatas kereta yang dihubungkan dengan selector lift. Berfungsi untuk memberhentikan kereta apabila selector tape mengalami kerusakan (dalam keadaan darurat).

(12)

2.3.4. Lekuk Dasar (Pit)

Ruangan dibagian bawah dari ruang luncur yang fungsinya memberikan kesempatan kereta untuk menghabiskan tenaga kinetic yang direndam oleh buffer pada saat lift mengalami jatuh ke pit.

Gambar 2.7. Pit (thailiftparts.com)

a. Peredam (Buffer) terletak di dua tempat, satu set untuk kereta dan satu set untuk beban penimbang. Berfungsi untuk meredam tenaga kinetik kereta dan bobot imbang pada saat jatuh.

b. Governor Tensioner merupakan puli berbandul sebagai penegang rope

(13)

c. Stop kontak terletak didinding pit bagian depan sebagai sumber daya listrik sebagai penerangan pit pada saat mereka melakukan perawatan atau perbaikan.

d. Sakelar Lekuk (Pit Switch) terletak didinding pit bagian depan sebagai merupakan sakelar pengaman bagi pekerja yang berada di pit.

2.3.5. Lobi Lift (Lift Hall)

a. Lobi lift (Lift Hall) adalah ruangan bebas yang terletak didepan pintu hall lift.

b. Tombol Lantai (Hall button) adalah Tombol pemanggil kereta di hall.

c. Sakelar Parkir (Parking switch) biasanya terletak di lobby utama didekat tombol lantai (hall button), berfungsi mematikan dan menjalankan lift. d. Sakelar Kebakaran (Fireman Switch) biasa nya terletak dilobby utama disisi

atas hall button, berfungsi untuk mengaktifkan fungsi fireman control atau fireman operation.

e. Petunjuk Posisi Kereta (Hall Indikator) biasanya terletak di transom masing-masing lift. Berfungsi untuk mengetahui posisi masing-masing kereta.

(14)

2.4. Sistem Kerja Lift

Konstruksi lift atau elevator yang berupa sangkar atau kereta yang di naik turunkan oleh mesin traksi dengan menggunakan tali baja atau wire rupe, melalui ruang luncur didalam bangunan yang dibuat khusus untuk lift (hoistway). Agar kereta tidak bergoyang digunakan rel pemandu setinggi ruang luncur yang di ikat dengan tembok ruang luncur lift. Untuk mengimbangi berat kereta maka digunakan bandul penyeimbang (counterweight),beratnya sama dengan berat kereta ditambah dengan setengah berat beban maksimum yang diizinkan. Hal ini untuk meringankan kerja mesin, karena paada saat kereta di penuhi dengan beban maksimum, mesin hanya berupaya mengangkat setengah dari beban maksimum. Sebaliknya pada saat kereta kosong,mesin hanya perlu mengangkat setengah dari beban maksimum yang berlebih dari counterweight.

Kereta lift tergantung pada ruang luncur oleh beberapa steel hoist ropes, biasanya menggunakan dua puli katrol, dan sebuah bobot pengimbang. Bobot kereta dan counterweight menghasilkan traksi yang memadai antara puli catrol dan hoist ropes ssehingga puli katrol dapat menggenggam hoist ropes dan bergerak serta menahan kereta tanpa selip yang berlebihan, kereta dan counterweight bergerak sepanjang rel yang vertical agar tidak berayun-ayun yang berlebihan.

(15)

2.5 Jenis Mesin Yang Akan Di Pakai

Ada beberapa hal penting yang harus di ketahui sebelum melakukan perencanaan lift penumpang ini. Hal-hal tersebut adalah tinggi total dari lantai satu ke lantai berikutnya, kapasitas beban yang akan di angkat, frekuensi kerja yang terjadi pada lift setiap harinya, ukuran lubang (hoist way) yang tersedia.

Ada dua pilihan jenis mesin penggerak yang dapat di pilih sebagai pengangkat kereta/bok lift. Pertama dapat di gunakan jenis mesin pengangkat lift yang menggunakan motor traksi, biasanya mesin jenis ini di gunakan pada lift penumpang dan dapat juga di gunakan pada lift barang.

Pemilihan mesin tersebut tentunya terkait dengan lingkup kerja yang akan di lakukan oleh lift penumpang ini. Hal tersebut meliputi kapasitas beban yang akan di angkat, tinggi angkat maksimum dan frekuensi kerja lift naik turun setiap harinya dalam hitungan jam maka dalam tugas akhir ini penulis melilih mesin penggerak menggunakan motor traksi (Traction machine).

(16)

2.6 Bobot Pengeimbang (Counter Weight)

Pengertian keseimbangan ada 2 macam yaitu : Static balance dan dynamic balance. a. Static balance adalah keseimbangan badan kereta duduk pada rangka dan landas,

yang ditumpu oleh karet isolasi peredam getaran. Bagian ujung atas badabn kereta ditumpu dengan rol-rol karet pada sisi kiri-kanan dan “bersandar” pada rangka kereta (stiles).

b. Dynamic balance adalah keseimbangan antara berat kereta kosong plus sejumlah

beban muatan tertentu (overbalance) terhadap berat bobot imbang

(counterweight). Dengan demikian bobot imbang lebih berat dari pada kereta kosong. Kelebihan bobot imbang tersebut terhadap kereta disebut overbalance. Besaran faktor keseimbangan (overbalance atau OB) biasanya sebagai berikut :

• Lift berkapasitas Q = 1200 kg keatas, OB = 0,40 Q sampai 0,425 Q • Lift berkapasitas Q = 600 kg s/d 1150 kg, OB = 0,45 Q

• Lift berkapasitas Q = 300 kg s/d 580 kg, OB = 0,50 sampai 0,55 Q Ada kalanya OB dinyatakan dalam % dari kapasitas, yaitu yang paling popular 42,5%, 45%, 50%.

(17)

Gambar 2.9 Counter weight (Bobot pengimbang) 2.6.1. Manfaat Bobot Imbang

Angka-angka keseimbangan tersebut diatas diperoleh dari rata-rata beban didalam kereta yang diangkat naik maupun turun sepanjang hari, dengan demikian lift diharapkan lebih banyak bekerja dalam keadaan seimbang dengan pengehematan tenaga listrik yang terpakai. Pada saat lift bekerja naik maupun turun dalam keadaan sempurna seimbang, maka besaran arus (Ampere) listrik yang terpakai paling rendah dan nilainya sama saat naik maupun turun.

Tenaga listrik yang minim tersebut hanya dipaaki untuk mengatasi hambatan dan gesekan (friction) yang mungkin timbul antara sepatu luncur dengan rel pemandu dan hambatan pada bantalan-bantalan roda puli, roda kereta, roda pemandu, juga akibat tekukan-tekukan tali dan heat loss dalam motor.

Kinerja mesin lift tergantung dari perbedaan antara berat pada sisi kereta dan berat pada sisi bobot imbang. Jika pada pagi hari digedung apartement, lift mengangkut dari lift bawah dengan muatan penuh, maka beban yang diangkat hanya (1-0,45) x kapasitas, yaitu jika besaran overbalance dipilih 45%. Selanjutnya kereta akan turun langsung kelantai bawah dalam keadaan kosong dengan menarik beban sebesar 0,45 x kapasitas yaitu selisih berat bobot imbang terhadap berat karet kosong.

Jika kereta lift dengan muatan penuh dalam keadaan arah turun, maka sebenarnya motor diputar oleh gerakan kereta lift yang turun, dengan gaya sebesar (1-0,45) x kapasitas. Motor berubah menjadi generator, yang

(18)

menghasilkan tenaga listrik untuk lift sebelahnya atau peralatan laindalam bangunan (regenerating system dalam close loop circuit). Konsumsi tenaga listrik yang di serap oleh seluruh unit lift dalam bangunan hanya kurang lebih 5%, dibandingkan dengan tata udara (AC) yang sebesar 60% dari kebutuhan seluruh bangunan.

2.7. Tarikan dan gesekan (traction and slip) 2.7.1. Gaya gesek

Kemampuan traksi (traction ability) dari mesin hanya mengandalkan gaya gesek antara wire rope dengan puli (traction sheave). Biasanya gaya gesek adalah selisih antara tegangan pada tali tegang dikurangi oleh tegangan pada tali kendur atau G = T, -T, (dalam keadaan statis). Faktor yang menentukan kekuatan gaya gesek ialah :

a. Dua jenis bahan yang bergesek. Dalam hal ini adalah antara baja dengan besi tuang. Koefisien gesek f = 0,11 jika kering, dan 0.9 jika berminyak, tarikan akan lebih baik jika tali baja tidak berlebih minyaknya.

b. Sudut kontak (arc of contact) tali melekuk kepuli, tarikan akan lebih baik jika sudut kontak a = 180º (3,14 radian) dibanding sudut kontak 165º (2.88

radian), yaitu jika mesin menggunakan roda penyimpang (deflector

sheave), lihat gambar 2.10.

c. Bentuk alur (groove) dudukan tali pada permukaan keliling roda puli, yaitu ada 3 macam :

(19)

1. Alur bentuk V atau disebut flat seating. 2. Alur bentuk U atau disebut round seating.

3. Alur bentuk U dengan undercut dibagian dasar alur. Lihat gambar Gambar 2.11.

Tali baja cenderung akan tergelincir (slip) dari permukaan keliling roda puli tarik, jika gaya gesek Glebih kecil dari selisih T1-T2, atau cenderung akan terjadi geser (creep) oleh karena gaya gesek G dengan T1-T2. Pergeseran tersebut akan berulang-ulang terjadi tiap tiap saat lift mau berhenti dan mau start, menyebabkan perubahan bentuk alur.

        

Gambar 2.10 deflector sheave

       

(20)

2.7.2. Hubungan Traksi

Rumus hubungan traksi (traction relation) batas mulai slip (creep) dalam keadaan statis ialah sebagai berikut :

TR = T1 / T2 = ℮µα

Sumber, Kusasi, Kaidah teknik perancangan pesawat lift jilid 1 dan 2,PU,Jakarta, 2000

Dan rumusan besaran gaya gesek adalah ; Dimana :

G = T1 – T2 = T2 (℮µα -1)

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

TR = T1/T2 disebut hubungan traksi (traction relation) dalam keadaan statis

T1 = adalah gaya pada sisi tali tegang T2 = Adalah gaya pada sisi tali kendor

e = adalah angka dasar logaritma, yaitu 2.718

f = adalah koefisien gesekan antara dua macam bahan, besi tuang dengan baja 09 sampai dengan 1,10 tergantung kering atau berminyak.

α = adalah sudut kontak (are of contact) dalam radian, yaitu 180o = 31,4 radian

(21)

k = adalah koefisien bentuk alur atau keadaan permukaan benda yang bergesek

µ = adalah koefisien friksi antara dua benda yang bergesek, µ = fk lihat data dibawah ini besaran k sesuai rumus matematik. Besaran k secara empiris adalah sebagai berikut :

+ 1.0 untuk round seating (U-groove)

+ 1.1 untuk bentuk alur U dengan undercut 30o

+ 1.2 untuk bentuk alur U dengan undercut 45o

+ 1.3 untuk bentuk alur U dengan undercut 90o dan

+ 1.4 untuk bentuk alur U dengan undercut 105o

Agar tidak terjadi slip TR = T1 / T2 harus lebih kecil dari ℮fkα, dimana ℮ fkα disebut traction availability dari (Ta) roda puli

Ta = ℮fkα

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Catatan : statis adalah benda berhenti (diam) atau bergerak

konstan tanpa aselerasi ataupun deselerasi.

Rumus matematik untuk menetapkan besaran faktor k dari alur adalah sebagai berikut :

a. Bentuk alur U dengan undercut βo

(22)

k = 4 x (1 – sin 45º) / (π - π/2 – sin 90º)

= 4 x (1 – 0.707) / 1.57 – 1 = 4 x 0.29 / 0.57 = 2.04

Besaran k tersebut akan menurun sampai 1.3 setelah terjadi abrasi. b. Bentuk alur V dengan sudut γº

k = 1 / (sinγ/2) jika sudut alur V = 60º, maka k = 1 / sin 30 = 1 / 0,5 = 2,0

2.7.3. Batas Slip dinamis

a. Jika T1 / T2 lebih besar dari ℮ fkα, maka akan terjadi geser (slip) antara roda tarik yang berputar dengan tali baja, berarti kareta dengan beban nominal penuh muatan tidak dapat diangkat atau bobot imbang tidak mau turun walaupun roda puli tetap berputar. Usahakan T1 / T2 lebih kecil 20% dari batas slip statis (℮ fkα).

b. Dalam perencanaan T1 / T2 harus paling sedikit sama dengan 0,8 kali ℮ fkα (atau 80%) karena adanya gaya dinamis saat perlambatan dan percepatan. Dengan demikain, maka saat terjadi percepataan (lift berangkat) dan perlambatan (lift mau berhenti) tidak terjadi slip. Jika besaran percepatan/perlambatan a = 1,10 m/s2, maka besaran hubungan traksi (traction relation) TR berubah menjadi sebagai berikut :

TRD = Cd x TR

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

(23)

TRD adalah hubungan traksi dinamis

Cd adalah faktor dinamis (dynamic constant) lihat table III-3 = (1 + a/g) / (1 – a/g) = 1,225 untuk a = 1,10 m/s2

a adalah percepataan

g adalah percepatan gaya tarik bumi = 9,80 m/s2

Sehingga (1 + a/g) = 1,113 dan (1 – a/g) = 0,887, dan Cd = 1,2113 / 0,887 = 1,225, maka hubungan traksi statis berubah menjadi traksi dinamis TRD = 1,225 TR

Agar tidak terjadi slip (geser) saat lift dengan beban nominal mengalami percepataan dan perlambatan makan Cd x (T1/ T2) harus lebih kecil dari atau sama dengan ℮ fk

TRd = Cd . TR ≤ T

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Dimana Ta = ℮ fkαdisebut sebagai batas maksimal traksi yang dapat diperoleh dari roda puli.

No. Percepatan, a(m/s2) Cd = (1+a/g)/(1-a/g) 1/Cd

1 0,8 1,180 0,85

2 0,9 1,203 0,83

(24)

4 1,1 1,225 0,80

5 1,15 1,268 0,79

6 1,2 1,281 0,78

7 1,25 1,290 0,77

Tabel 2.7.3 Faktor Dinamis, Cd (berdasarkan g = 9,80 m/s2)

2.7.4. Perbandingan Berat Kereta Terhadap Kapasitas

Berat kereta kosong harus memenuhi syarat tertentu agar tali tetap tegang, sehingga tidak terjadi slip. Dalam praktek biasanya berat kereta kosong P = 1,8 kali atau bahkan sampai 2,2 kali kapasitas angkat untuk lift berkapasitas diatas 1300 kg. Lift kecil dengan kapasitas dibawah 600 kg berat kereta kosong 1,0 sampai 1,5 kali kapasitas.

Berat kereta terhadap kapasitasnya sangat mempengaruhi tegangan tali, hubungan traksi, dan mencegah terjadinya slip saat aselerasi dan deselerasi. Lift – lift kecil untuk perumahan, mempunyai kekhususan dimana berat kereta kosong kira-kira sama dengan kapasitas angkat. Maka untuk menghindari slip, pada roda tarik puli di buatkan alur tali bentuk V-groove atau flat seating, dengan sudut 32º sampai dengan 60º dimana nilai ℮ fkα= dapat mencapai 1,85.

2.8. Penentuan Jumlah Lembar Tali Baja Tarik Lift

Keselamatan penumpang lift sangat tergantung dari tali baja tarik. Oleh karena itu faktor keamanan untuk tali baja tarik cukup besar, yaitu 12 untuk lift

(25)

berkecepatan 420 m/m, dan menurun sampai 8 untuk lift berkecepatan 45 m/m. dalam perhitungan menentukan jumlah lembar tali gaya-gaya dinamis diabaikan. Hanya gaya statis yang dipertimbangkan, dengan faktor keamanan yang mencakup kemungkinan timbulnya tambahan tegangan saat aselerasi dan deselerasi, tekukan tali dan juga efisiensi cara pengikatan ujung tali dengan soket tirus pada sling rangka kereta dan bobot imbang. Perhitungan dengan asumsi kereta berada dilantai dasar dengan beban penuh, sehingga berat sendiri tali baja ikut diperhitungkan.

 

Gambar 2.12 Kontruksi Tali Baja

Perhitungan jumlah lebar tali juga harus didasarkan pada batas patah tali yang tercantum dalam sertifikat uji yang dikeluarkan oleh pabrikan atau badan penguji resmi.

Jumlah lembara tali dihitung dengan rumus :

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

(26)

Dimana :

n : jumlah lembar tali (dibulatkan keatas) adalah faktor keamanan fk : faktor keamanan, lihat daftar di lampiran

P : berat kereta kosong (kg)

Q : kapasitas nominal atau muatan penuh

Tb : berat sendiri dari tali baja (kg) Bp : batas patah tali baja (kgf atau N) i : faktor sistem penelitian atau roping

2.9. Kemuluran Tali

Tali baja akan mengalami kemuluran yang nyata selama tahun pertama operasi lift, kemudian tali akan tetap stabil atau mungkin mengalami kemuluran yang sangat kecil, sampai suatu ketika diatas 5 tahun terjadi kembali kemuluran nyata oleh sebab beberapa elemen kawat telah patah dan diikuti susutnya diameter tali. Kemuluran awal adalah akibat konstruksi tali. Pintalan dari beberapa kawat, dan lilitan yang dipuntir mengelilingi inti serat berusaha akan “duduk” secara alami setelah dikenali beban tarik. Biasanya maksimal kemuluran tahap awal ialah 0,6% dari panjang tali. Umpan lift dengan lintas 50 m, mengalami kemuluran sepanjang 0,006 x 50.000 mm = 300 mm. kemuluran elastisitas dapat dihitung dengan rumus Hooke, sebagai berikut :

(27)

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Dimana :

τ : tegangan tarik dalam N/mm2 = (P + Q ) g/Aτdan

At : luas metalik tali baja

E : Modulus elastisitas dari tali baja bernilai dari (0,7 – 1,0) x 105

ε

: kemuluran relative tali atau regangan = δ / Io dimana

Io : adalah panjang tali awal

δ : adalah kemuluran tali absolute (elastic rope elongation), dalam mm. 2.9.1 Umur Tali

Tali baja mempunyai umur kegunaan (useful life). Panjang umur menghasilkan kerja yang memuaskan tergantung hal-hal berikut ini :

a. Cara penelitian (roping) atau jumlah tekukan selama dioperasikan, sistem penatalian (roping) 1 : 1 lebih awet disbanding 2 : 1, lebih-lebih jika mesin dipasang dibawah, umur lebih pendek oleh sebab arah tekukan yang berawalan.

b. Tekanan / tegangan (dalam kgf per tali) pada keliling roda puli dan

(28)

Tali dengan diameter

12,7 ÷ 13 mm

Konstruksi 8 x 19 FC

Batas wajar T

t kgf

/ tali

U-Groove 90o U/C U-Groove 105o U/C

CAR SPEED (m/m) 2:1 roping ROPE SPEED (m/m) MAXIMUM SERVICE AVERAGE SERVICE MAXIMUM SERVICE AVERAGE SERVICE 30 60 650 820 468 585 45 90 610 760 428 535 60 120 560 700 390 487 90 180 500 625 346 432 120 240 450 565 320 401 150 300 432 540 306 383 180 360 415 519 295 368 210 420 403 503 286 357 240 480 393 491 279 348 300 600

Tabel 2.9.1. tekanan tali baja batas wajar mesin geared gearless

c. Diameter roda puli (traction sheave) dan diameter roda lain yang dilalui tali, (umpama car sheave dan cwt sheave pada 2 : 1 roping) dan bentuk alur.

d. Diameter roda puli minimal 40 kali diameter tali walaupun dalam praktek 50 – 60 kali.

e. Keseragaman ketegangan tali, (penyetelan tegangan dilakukan dua kali

(29)

f.Jenis konstruksi tali dianjurkan dengan jumlah minimal lilitan (strands) ialah 8 agar cukup lemas. Material elemen kawat luar yang langsungkontak dengan alur roda dari “baja lunak”, dimana luas kontak 8 pilinan lebih baik. g. Jumlah star stop / hour (SPH), dan perjalanan lift naik turun mempengaruhi jumlah frekuensi tekukan tali, untuk bangunan kantor batas yang dapat di terima ialah 180 SPH, untuk perumahan atau ruko ialah 80 SPH.

h. Besaran hubungan traksi terhadap batas slipdan besaran ascierasi. i.Lingkungan (corrosive environment) dan pemeliharaan.

j.Cara penanganan (handling), cara penyimpanan dan pelumasan anti karat. Dalam perencanaan, maka tali minimal harus dapat berguna selama 5 tahun, sedangkan roda puli dapat berumur lebih dari 10 tahun. Dalam kenyataan banyak roda puli berumur sampai 20 tahun, dan banyak tali baja berumur kurang dari 5 tahun. Umur kegunaan tali (useful life) sangat bergantung pada jam operasionalnya.

2.10. Tekanan dan Tegangan

Salah satu penentu umur tali adalah besarnya tekanan atau tegangan per lembar tali pada roda puli, maka perlu adanya pembatasan besarnya tekanan tersebut, agar puli menjadi awet.

Rumus tekanan tali adalah sebagai berikut :

T

t

T

l

/ n

(30)

Satuan dalam N/m pertali.

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Tt adalah batas wajar tekanan, yang disediakan oleh produsen (tabel 3.2) Tl adalah tegangan total tali pada sisi kereta dengan kereta bermuatan nominal.

n adalah jkumlah lembar tali.

Tekanan atau tegangan tali dalam BS 5655 (EN 81,1) disebut “specific

pressure”, p, satuan dalam N/mm2. Besaran specific pressure dari tali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

1. Untuk alur bentu U dengan undercut β radian, adalah :

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Dimana :

Ti : P + Q + Tb adalah gaya statis pada tali tegang dalam (N)

n : jumlah lembar tali

d : diameter tali (mm)

D : roda puli (mm)

β : sudut undercut (radian)

Tb : berat tali baja

(31)

N/mm2

Smber, Kusasi, Kaidah Teknik Perencanaan Pesawat Lift Jilid 1 dan2 , PU, Jakarta, 2000

Dimana :

V adalah kecepatan tali balam m/s

Catatan : dalam hal pentalian 2 : 1, kecepatan tali 2 kali kecepatan kereta

2.11. Efisiensi Dan Daya

Pengertian efisiensi (hasil guna) adalah angka perbandingan antara kerja yang dihasilkan dengan energy yang diumpan. Selisih dari keduanya adalah energy yang hilang menjadi panas akibaat gesekan (friction) dibantalan, sepatu atau roda luncur pada rel pemandu, tekukan tali gesekan roda gigi dan heat loss motor listrik. Hasil kerja nyata (usaha mekanis) berupa energy potensial yaitu beban yang diangkat, kali jarak (lintas). Daya P (power) adalah kelanjutan energy berkaitan dengan satuan waktu. Jika energy meningkat dengan waktu (lift naik beban penuh), maka daya maksimal adalah hasil pembagian energi persatuan waktu (satuannya adalah Newton meter permenit (N m/m) atau horse power (hp) atau kilo Watt (kW)

Efisiensi sangat bergantung dari sistem pesawat lift yang dipilih. Biasanya sistem yang baik atau efisien, menuntut harga jual barang yang lebih mahal pada awal investasi, tetapi setelah sekian tahun akan menjadi lebih hemat (ekonomis)

(32)

Efisiesi sistem lift terdiri beberapa unsure efisiensi subsistem : • Efisiensi tarikan η1 = ± 0.90

• Efisiensi mesin η2 = ± 0,95 mesin tanpa gigi reduksi (gearless machine) η2 = ± 0,55 s/d 0.80 menggunakan transmisi gigi reduksi (gearedmachine, yaitu worn gear atau helical gear).

• Efisiensi motor η3 = ± 0,97 (3% hilang sebagai heat loss)

• Efisiensi tranmisi gigi reduksi (reduction-gear) adalah sebagai beriku :

a. Roda gigi ulir / cacing (worn gear) efisiensinya tergantung jumlah gigi ulir 1. Dengan satu gigi ulir η2 = ± 0,55

2. Dengan dua gigi ulir η2 = ± 0,60 3. Dengan tiga gigi ulir η2 = ± 0,75 b. Roda gigi helical (helical gear) η2 = 0,8

Cara menghitung efisiensi total system lift :

ητ = η1 . η2 . η3 dimana

ητ = efisiensi total system

Daya atau power output dari system instalasi dapat dirumuskan sebagai berikut: =

Smber, Kusasi, Kaidah Teknik Perencanaan Pesawat Lift Jilid 1 dan 2, PU, Jakarta, 2000

(33)

Dimana : P output (kW)

Q = Kapasitas nominal lift (kg) OB = Kecepatan nominal lift (m/menit)

ητ = efisiensi total system = ητ = η1 . η2 . η3 6120 = angka konversi kg m/menit ke kW

kW = 6120 kg m/men

1 hp = 4562 kg m/menit, atau = 0.746 kW

2.12. Rel Pemandu

Dalam BS5655 (EN 81.1) dan juga SN103.2190 revisi 1999, ada 3 macam rumus praktis menentukan ukuran rel, masing-masing untuk 3 macam jenis pesawat pengaman yang bekerja oleh sebab over speed, yaitu :

1. Pesawat pengaman mendadak (instantaneous), saat mana terjadi perlambatan

kurang lebih 40 m/s2, terjadi tegangan tekuk Γ Γmax = 25 (P + Q)

ω /

A

r

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

2. Pesawat pengaman agak luwes (captive roller), saat mana terjadi perlambatan kurang lebih 20 m/s2 terjadi tegangan tekukan Γ

(34)

Γmax = 15 (P + Q)

ω /

A

r

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

3. Pesawat pengaman berangsur (gradual clamp), saat mana terjadi perlambatan 10 m/s2 (kira-kira sama dengan gravitasi), maka terjadi tegangan tekukan Γ

Γmax = 10 (P + Q)

ω /

A

r

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Γizin : Tegangan tekuk diizinkan maksimal 140 N/mm2 untuk rel baja liat (ductile), mutu Fe370 atau Γizin = 170 N/m2 untuk baja mutu Fe430. P + Q : Bobot berat kereta ditambah beban kapasitas nominal, dalam kg

ω

:Faktor tekuk (buckling factor), korelasinya dengan λ (L/r), yaitu

koefisien kelangsingan (ratio of slenderness) dimana :

L : Jarak rentang braket

r : Radius girasi penumpang rel

(35)

Gambar 2.13 rel kereta luncur

Penggunaan rel kereta untuk beban-beban muatan tertentu. Sedangkan besaran dan ukuran rel untuk bobot imbang lebih kecil daripada rel untuk kereta dan jarak rentang braketnya sebaiknya sama untuk rel kereta maupun untuk rel bobot imbang. Jika di maksudkan untuk ketahanan akibat getaran gempa bumi, maka jarak braket maksimal 2,5 m. jika bobot imbang dilengkapi juga dengan pesawat pengaman, maka ukuran relnya dan jarak rentang braketnya sama dan sesuai dengan rel pemandu kereta.

Salah satu ujung rel “dimatikan” (diikat) dengan struktur bangunan. Biasanya unjung rel paling bawah yang dimatikan di dasar pit (supported rails). Sebaliknya untuk lift kecil dan kecepatan rendah, ujung atas rel yang dimatikan, atau ikut di cor beton lantai kamar mesin (suspended rails) dan ujung bawah berjarak kira-kira 10 cm dari dasar pit. Keduanya ujung jalur rel tidak boleh dimatikan sekaligus pada struktur

(36)

bangunan, agar rel tidak bengkok atau berubah bentuk jika trejadi pergeseran relative posisi bangunan (building compression) terhadap rel. Cara mematikan ujung rel pada struktur dapat dengan fixed clip pada rel dengan braket. Ujung lain dari jalur rel bebas tidak menyentuh bagian bawah lantai kamar mesin, yaitu pada sistem supported rails. Atau tidak menyentuh dasar (pit) pada sistem suspended rail. Biasanya berjarak kira-kira 10 cm dari dasar pit.

Catatan :

a. Jarak rentang braket boleh lebih pendek (lebih dekat) dari pada ketentuan dalam layout drawing dari pabrikan. Tetapi tidak boleh lebih renggang.

b. Ujung-ujung pada masing-masing rel sebelah kiri dan kanan harus beda, jika kiri berbentuk male maka kanan berbentuk female menghadap ke atas (lihat gambar3.5)

c. Rel-rel yang tidak lurus dan atau terpuntir jangan sekali-kali digunakan. Haus dikirim dulu ke bengkel untuk diperbaiki jika tidak mungkin diperbaiki dan diluruskan, maka rel sebaiknya diapkir saja.

2.13. Penentuan Ukuran Rel

Penetuan ukuran rel dan jarak rentang braket menggunakan rumus besaran tegangan tekuk (EN80.1), sebagai berikut:

a. Rumus  = 15 (P + Q) ω /Ar . Ar Dalam satuan N/mm² dengan pesawat

pengaman type lebih luwes (captive roller)

b. Rumus jika pesawat pengaman type berangsur dimana, harus lebih kecil atau sama dengan Γizin yang diizinkan (Γη x ≤ Γizin).

(37)

Dimana :

P : berat kereta plus peralatan (kg)

Q : beban nominal atau contract capacity (kg) Ar : Luas penampang atau irisan rel (mm2)

ω : Faktor tekuk (buckling factor), korelasi ω dan λ (lamda) λ : Koefisien kelangsingan (ratio of slenderness)

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Dimana :

L : Jarak rentang antara dua braket yang berjejer (mm)

r : Radius putaran (radii of gyration) dari penumpang profil rel

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Ix : momen inersia terkecil dari rel, (mm4)

2.14. Penyangga Atau Peredam Lift

Pimbang yang terjatuh menimpa dan membentur penyangga, jika peawat pengaman terlamabat bekerja, atau bekerja pada saat kereta telah menjelang lantai terbawah.

(38)

Panjang langkah penyangga, jika penyangga tertekan penuh oleh kereta bermuatan penuh atau oleh bobot imbang, dihitung minimal atas dasar gaya tarik bumi.

a. Untuk kecepatan lift s/d 60 m/menit, ditetapkan langkah minimal sama dengan jarak perhentian akibat gaya tarik bumi, yaitu ½ V0² /g dan digunakan penyangga pegas (pengumpul energy tumbukan). Jika Vo = 1.15 V, maka panjang langkah, L = 2 x ½ (1,15 x V)² /g dimana g = 9,81 m/s²

b. Untuk kecepatan diatas 60 m/menit, ditetapkan minimal sama dengan jarak

perhentian gaya berat bumi = ½ V0²/g, dan digunakan penyangga hidrolis atau disebut peredam karena bersifat penyerap energy tambukan, jika

Vo = 1.15 V, maka panjang langkah, L = ½ (1,15 . V)², atau

Dimana :

L : Panjang langkah penyangga (m)

V : Kcepatan lift (m/menit atau m/s)

2.15. Gaya Reaksi Penyangga L = 0,0675 . V²

(39)

Gaya reaksi Ro atas gaya tumbuk (impact force) pada penyangga oleh kereta atau bobot imbang yang “jatuh bebas” dan membentur penyangga besarnya ditetapkan oleh BSI5655 (EN 81.1) tidak boleh lebih dari 40 (P + Q) Newton.

Rumus gaya reaksi : N

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Inilah jumlah gaya reaksi yang harus dapat ditahan oleh lantai beton dasar pit.

Gaya reaksi awal penyangga Ro, besarnya hanya bergantung dengan

kecepatan lift saat membentur torak atau piston yaitu Vo sebesar 115% kecepatan nominal (V),

Atau

Secara sederhana gaya reaksi tersebut mengikuti turunan rumus dari Newton. N

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Dimana

m : P + Q (kg)

P : berat kosong kereta (kg)\

Q : muatan maksimal (kg)

g : gravitasi bumi (9,8 m/s2) Ro ≤ 40 (P + Q)

Vo = 1,15 . V 

(40)

ao : percepatan awal (m/s2) saat terjadi benturan Sehingga

Menurut ANSI A17.1 demi kenyamanan penumpang lift, kejutan yang terjadi saat kereta menimpa atau membentur peredam, benturan harus dibatasi aselerasinya a0 = 2,5 . g = 2,4 m/s2.Besarnya a0 = 24,5 m/s2 boleh terjadi asalkan dalam selang waktu tidak boleh lebih singkat dari 0.04 detik oleh karena itu peredam hidrolik harus direncanakan khusus untuk berbagi besaran kecepatan jatuh (sebesar 1.15 V). peredam hidrolik untuk lift berkecepatan 300 m/menit atau lebih tinggi, dilengkapi dengan pegas dibawah torak sehingga torak akan menekan pegas sebelum menekan minyak hodrolis. Atau ada pula psiton yang dilengkapi dengan tabung gas nitrogen, sehingga piston akan menekan gas nitrogen sebelum akhirnya menekan minyak hidrolis. Ataupun piston dilengkapi dengan kombinasi pegas dan tabung gas nitrogen tersebut. Setelah selesai peristiwa benturan piston akan terus ditekan turun menekan minyak dengan perlambatan tidak lebih dari g.

Gambar 2.14 Buffer Ro = (P+Q) (g+ao)

(41)

Jumlah dan besarnya lubang pelarian minyak (porting) harus direncanakan untuk itu. Jarak awal piston turun dapat dihitung dengan rumus.

(g + a0) = (1.15 V)2 / 2s, atau

(m)

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Kemudian setelah terjadi benturan, langkah piston selanjutnya mengalami perlambatan sebesar 9.8 m/s2, sampai terhenti. Jika kecepatan lift tersebut telah diredam menjadi V maka langkah piston selanjutnya ialah piston selanjutnya ialah : (m)

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Sehingga jumlah langkah peredam (Lt) = L + S Catatan :

a. Langkah peredam tercantum dalam daftar untuk lift berkecepatan 3.0 m/s ialah minimal 0.63 m (SNI. 03-2190-1999). Peredam harus diuji dipabrik Negara asal pembuatan atau dilaboratorium resmi pengujian teknis atas beberapa jenis model untuk kecepatan nominal tertentu. Pengujian dilakukan tiga kali dan jika lulus, maka dikleuarkan sertifikat tanda lulus uji atas gambar rancangan teknis peredam hidrolis tersebut. Kontraktor, perusahaan jasa instalasi lift harus memegang salinan sertifikat tanda lulus uji peredam hidrolis, sehingga dilapangan tidak

=  

(42)

perlu dilakukan pengujian peredam saat selesai pemasangan, untuk memperoleh izin penggunaan lift.

b. Panjang langkah peredam (buffer stroke) kereta dan bobot imbang sama, tidak dibeda-bedakan, walaupun massa kereta yang jatuh menimpa peredam sebesar (P+Q) kg dan yang menimpa peredam bobot imbang lebih kecil, yaitu Z = (P + 0.45 Q) kg. langkah peredam hanya bergantung dari kecepatan saat kereta atau bobot imbang menimpanya.

c. Kedalaman pit sangat tergantung dari langkah peredam dan tinggi silinder serta tinggi penguat atau pendukung silinder (buffer stand). Kadang-kadang buffer stand sengaja dibuat tinggi untuk memperoleh ruang aman minimal 0,6 m yang dipersyaratkan oleh peraturan dan SNI.

d. Ruang aman (refuge space) ada dua, yaitu didasar pit dan dibagian teratas ruang luncur, dibawah lantai kamar mesin. Jika bobot imbang jatuh bebas membentur peredam, maka kereta akan melonjak keatas tetapi masih tersisa 0.6 m bagi teknisi jongkok dengan aman diatas atap kereta. Tinggi overhead bagian teratas ruang luncur dihitung dari permukaan lantai teratas ialah jumlah tinggi rangka kereta dengan peralatan diatasnya, ditambah runby, ditambah langkah peredam, ditambah lonjakan kereta (1/2 langkah) dan terakhir ditambah ruang aman (refuge space)

(43)

2.16.1. Toleransi Lari

Toleransi lari atau luang lari atau runby ialah jarak antara permukaan atas penyangga dengan “plat bentur” kereta atau bobot imbang. Luang lari diperlukan saat terjadi overtravel, kereta diberi kesempatan merosot dalam batas toleransi sebelum membentur penyangga, atau mungkin kereta meluncur keatas melampaui batas lintas, bersamaan dengan itu bobot imbang merosot kebawah dalam batas toleransi, sebelum membentur penyangga. Jarak toleransi lari yang dianjurkan sebagai pedoman adalah sebagai berikut :

a. Pada peerdam hidrolis toleransi lari bobot imbang 23 cm. toleransi minimal 5 cm dengan syarat peredam dapat ditekan oleh bobot imbang sampai sedalam 25% dari langkah. Panjang tali baja yang mulur menyebabkan toleransi lari berkurang secara berangsur menjadi 5 cm. Hal ini terjadi biasanya setelah lift beroperasi satu tahun. Tali harus diperpendek agar toleransi lari bobot imbang kembali menjadi 23 cm. jika suatu saat toleransi lari kedapatan telah berkurang mencapai 5 cm, maka kondisi ini kemungkinan besar akan menjadi sumber kerusakan dan kecelakaan.

Keterangan :

Jika terjadi overtravel dimana bobot imbang telah lebih dulu membentur penyangga, padahal kereta belum sampai menyentuh saklar henti batas lintas atas (directional limit switch), maka motor akan bekerja terus menerus, oleh sebab saklar tersebut belum terputus oleh tuas kereta. Roda puli

(44)

tarik akan berputar terus, sementara kereta dan tali tetap diam, sehingga terjadi slip dan keduannya menjadi rusak.

Pada penyangga pegas toleransi lari (runby) adalah sebagai berikut :

• Kecepatan lift 75 m/menit = 11 cm

• Kecepatan lift 15 m/menit = 15 cm

• Kecepatan lift 30 m/menit = 22 cm

• Kecepatan lift 60 m/menit = 30 cm, maksimal 60 cm.

Jika tinggi overhead memungkinkan. Toleransi lari minimal ialah 7 cm akibat kemuluran tali, dengan catatan overtravel kereta maksimal 5 cm diatas lantai terminal atas, dimana pada saat itu directional limit switch terputus (lepas) oleh sentuhan tuas.

2.16.2. Saklar Batas Lintas

Setiap lift harus dilengkapi dengan saklar-saklar mekanis pengaman batas lintas (travel limit switches) yang dilengkapi dengan roller karet dan akan memutuskan arus listrik jika kereta bergerak melewati lantai-lantai terakhir (terminal landing floors) diujung paling atas dan paling bawah, serta tuas kereta menyentuh roler tersebut.

Masing-masing pada ujung atas bawah terdapat atau terpasang dua saklar. Saklar yang mula-mula tersentuh oleh tuas kereta ialah normal atau directional limit switch pada saat kereta secara tidak normal melewati permukaan lantai sejauh 5 cm. kemudian saklar berikutnya yaitu final limit

(45)

switch tersentuh tuas yang sama jika kereta masih berlanjut melewati lantai sejauh tambahan 15 atau sampai dengan 20 cm dari permukaan lantai dan memutus arus dan motor berhenti bekerja.

Jika bobot imbang merosot dan membentur penyangga maka luas kereta pada lantai teratas telah lebih dulu menutus arus dengan cara menyentuh saklar batas (limit switch), karena posisi saklar tersebut maksimal hanya 5 cm, yaitu jarak lebih pendek dari pada toleransi lari minimal bobot imbang sepanjang 7 cm. Oleh karena itu jika toleransi lari bandul atai bobot imbang telah mencapai 5 cm akibat dari kemuluran tali baja tarik, maka tali tersebut harus diperpendek.

Disamping dua saklar yang berjejer diatas, suatau cara pengamanan tambahan perlu dipasang, yaitu saklar pelamban laju kereta (slow down switch) pada kedua ujung terminal atas dan bawah. Saat kereta memperlambat lajunya, tuas membentur saklar tersebut dan terjadi perlambatan sesuai dengan percepatannya.

2.16.3. Kemerosotan Kereta

Keselamatan penampung selama pesawat pengaman bekerja harus terhindar dari kejutan atau benturan. Oleh karena itu kereta akan berhenti akibat dari pesawat pengaman harus secara berangsur-angsur, terutama untuk lift-lift berkecepatan 90 m/menit keatas.

(46)

2.16.4. Saklar Henti Pengaman

Seluruh saklar henti pengaman yaitu pemutus arus tenaga arus tenaga ke motor, harus dipasang secara seri, sehingga satu saja dari saklar-saklar tersebut yang putus atau terbuka akan menyebabkan motor berhenti bekerja. Saklar tersebut dari jenis mekanis ataupun tombol dan secara normal menutup atau menyambung satu sama lain secara seri.

Pada umumnya urutan-urutan saklar dimulai dan terminal dipusat kendali ialah sebagai berikut :

• Saklar batas lintas normal (atas dan bawah) • Saklar batas lintas akhir (atas dan bawah)

• Saklar darurat di pit bagi teknis (tombola tau tungkai) • Saklar kecepatan lebih governor (OS)

• Saklar alat pengaman (SOS)

• Saklar thermal pada motor, bekerja jika motor menjadi panas • Saklar darurat dikereta (berbentuk tombola tau tungkai)

• Saklar pintu-pintu akses darurat, bekerja jika pintu akses dibuka • Saklar kontak pintu-pintu lantai (door contact)

• Saklar kontak pintu kereta (gate contact) • Saklar pita putus (broken tape switch) • Saklar pemutus akibat tali baja mulur • Saklar puli penegang tali kompensasi di pit

(47)

• Saklar peredam hidrolik di pit

Saklar darurat berupa tombol tungkit atau tungkai (toggle), bekerja secara normal dan berwarna merah. Ruang luncur ekspress harus dilengkapi dengan pintu-pintu akses darurat pada jarak-jarak maksimal 11 m dan pintu tersebut harus pula dilengkapi dengan saklar henti pengaman.

Contoh jarak tempuh perhentian atau kemerosotan kereta (d) saat pesawat pengaman bekerja atau saat governor terhentak atau jatuh (tripped) atas dasar rumus dimana perlambatan kira-kira berkisar mulai dari 0,2g sampai maksimal 1,0g dengan nilai g = 9,81 m/s2, maka nilai perlambatan dibatasi mulai dari 1,95 m/s2 sampai dengan 9,81 m/s2. Jarak kemerosotan kereta dihitung dengan rumus :

(m)

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

dimana V : besaran kecepatan lebih (overspeed) saat governor jatuh (tripped) dan pesawat pengaman bekerja.

2.17. Kecepatan dan Frekuensi Pada Lift

Pada Instalansi lift yang menggunakan kendali kecepatan VVVF (variable Voltage Variable Frequency) dapat bebas direncanakan diameter puli dari minimal 40 sampai 60 kali diameter tali baja, akan tetapi hal ini cenderumg memperpendek umur tali. Oleh karena itu perencanaan diameter puli diarahkan 55 sampai 60 diameter tali

(48)

dengan cara memilih besaran frekuensi dan jumlah pole. Jika diameter tali baja (d) 13 mm, maka diameter puli tarik minimal sama dengan 40 x 13 = 520 mm. Lihat daftar hubungan kecepatan dengan frequency dalam lampiran 5.

Perhitungan Frekuensi pada gearless dan Geered machine dengan rumus sebagai berikut :

(rpm)

Atau (Hz)

Smber, Kusasi, Tranportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknik Pesawat Lift, PU, Jakarta, 2000

Dimana :

ω : kecepatan putar (radial speed) dari puli atau as motor (dalam rpm) D : diameter puli (m)

π : 3,14

ƒ : Frekuensi (Hz) dari motor AC

s : slip (3%)

P : Jumlah pasangan pole  

Gambar

Gambar 2.1. Motor Traksi (foto)
Gambar 2.2. drum brake (http://image.made-in-china.com)
Gambar 2.4. Governor (elevator-china.en.made-in-china.com)  2.  Pita pemilih lantai (Floor Selector) biasanya untuk lift lama peralatan ini
Gambar 2.5. hoistway dan rel (foto)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mempelajari kegiatan belajar 2, Bapak/Ibu diharapkan dapat membuat proposal, melaksanakan, dan membuat laporan hasil PTS dengan baik, yang pada akhirnya dapat

Setelah penilaian elemen pada level 5, 4 atau 3, Nilai Kondisi untuk elemen pada level yang lebih tinggi dalam hierarki ditentukan dengan cara mengevaluasi sejauh mana kerusakan

Berdasarkan hasil evaluasi, klarifikasi serta penilaian terhadap isian kualifikasi dan pembuktian kualifikasi calon pemenang lelang tersebut di atas, maka dapat

Masyarakat yang menerima layanan kemudian menilai pelayanan dan kinerja yang diberikan si pemberi layanan, kemudian mereka mengambil kesimpulan terhadap layanan yang mereka

Negara merupakan subjek utama utama dari hukum internasional, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Lebih lanjut, negara dalam sejarah perkembangan hukum

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam