• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase Saliva Dengan Metode Wohlgemut's

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase Saliva Dengan Metode Wohlgemut's"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PRINSIP DAN METODE PRAKTIKUM A. Prinsip

Amilase saliva adalah enzim yang terdapat dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan dekstrin (atau juga Glikogen ) dan mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil antara amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan aktrodekstrin.

B. Alat dan bahan

Alat Bahan

1. Plat Tetes 1. Saliva

2. Pipet Tetes 2. Amilum

3. Beaker Glass 3. Iodium

4. Gelas ukur 4. Aquadest

5. Labu Erlenmeyer 6. Stopwatch

Cara Praktikum Pengumpulan Saliva

Probandus berkumur dengan menggunakan aquadest, setelah itu keluarkan saliva dan tempatkan pada gelas beker. Ambil saliva yang telah terkumpul sebanyak 1 ml dan encerkan dengan aquadest dalam labu ukur 25 ml.

Pengukuran aktivitas amilase saliva

Siapkan 3 buah Erlenmeyer dan beri tanda (a) untuk suhu 270C (b) untuk suhu 370C dan (c) untuk suhu 1000C. Kemudian masukkan 5 ml larutan kanji ke dalam masing-masing erlenmeyer, lalu tambahkan 2 ml buffer fosfst Ph 7. Lalu diamkan selama 2 menit. Setelah itu, tambahkan 1 ml saliva yang telah diencerkan dan

(2)

nyalakan stopwatch. Ambil 2 tetes larutan dan tempatkan pada plat tetes. Tambahkan 1 tetes larutan iod. Jika larutan berwarna biru, ulangi lagi percobaan tersebut. Caranya dengan mengambil kembali 2 tetes larutan kemudian menempatkannya pada plat tetes dan ditambahkan 1 tetes larutan iod. lLlanjutnya, masukkan gelas beker tersebut ke dalam waterbath suhu 38º C Ulangi cara tersebut setiap menit, sampai warna biru hilang. Jika warna biru hilang, matikan stopwatch dan catat waktu yang dipergunakan. Ulangi cara kerja di atas untuk menentukan waktu (dalam detik) hingga warna biru tersebut hilang. Contoh : andaikan waktu yang diperoleh pada percobaan adalah 6 menit, maka sesungguhnya waktu yang dipergunakan oleh enzim amilase untuk mengkatalisis terletak pada menit 5 sampai 6. Dengan demikian, pada saat menit ke 5, pengambilan larutan dilakukan setiap 10 detik sekali. Jadi waktu yang digunakan adalah 5 menit y detik.

Perhitungan

380 = ml larutan kanji 30 menit d X

30’ ml saliva t (dalam menit) Keterangan :

Satu unit aktivitas amilase adalah banyaknya milligram amilum yang dipecah oleh 1 ml cairan (saliva) selama 30 menit pada suhu 38 derajat.

(3)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A.HASIL PRAKTIKUM

Identitas Probandus

Nama : Anes Fikri Haikal

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 19 Tahun

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Hasil Praktikum

Hasil praktikum biokimia berjudul: Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Suhu (C) Menit ke Warna Unit Aktivitas

27 0 Kuning ~ 37 1 Kuning ~ 100 Biru ~ Perhitungan (a) suhu 270 380C 5 30 menit d = ml X unit = ~ unit 30’ 1 0 menit (b) suhu 370 380C 5 30 menit d = ml X unit = 150 unit 30’ 1 1 menit (c) suhu 1000 380C = 5 30 menit d ml X unit = ~ unit 30’ 1 ~ menit B. Pembahasan 14

(4)

Praktikum kali ini adalah mengenai pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase saliva dengan metode Wohlgemut’s. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase saliva dengan metode Wohlgemut’s. Sesuai judul dan tujuan praktikum kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai suhu yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan proses enzimatik. Enzim yang digunakan adalah enzim amilase.

Enzim merupakan polimer biologik yang mengkatalis lebih dari satuproses dinamik yang memungkinkkan kehidupan seperti yang kita kenal seperti sekarang ini. Sebagai determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan peranan sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok energi serta unsur-unsur kimia pembangun tubuh (building blocks); perakitan building blocks tersebut menjadi protein, membran sel, serta DNA yang mengkodekan informasi genetik; dan akhirnya penggunaan energi untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat [3].

Semua enzim diidentifikasi dengan penambahan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease menghidrolisis protein.[1] Semua enzim yang telah dikenal adalah protein. Suatu enzim dalam bentuk aktif tersusun dari bagian protein (apoenzim) dan bagian lain yang terdiri dari ion atau molekul-molekul dari jenis lain (kofaktor). Asam-asam amino penyusun enzim hamper selalu yang berbentuk L, dan urutannya menentukan bentuk primer dari protein. Data kinetik dan termodinamik dari reaksi enzim pada umumnya menunjukkan adanya : (1) pembentukan kompleks antara enzim (tempat aktif) dan reagen (substrat dan kofaktor); (2) terjadinya reaksi dan kemudian pembentukan kompleks enzim-produk; (3) disosiasi dari kompleks produk-enzim, dan regenerasi tempat aktif menjadi bentuk yang sesuai untuk menerima reagen kembali. Empat faktor terpenting yang dapat

(5)

mempengaruhi kecepatan dari proses enzimatik adalah : (1) suhu, (2) pH, (3) adanya aktifator dan (4) adanya inhibitor [1].

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi enzimatik, yaitu : 1. Suhu

Kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan kenaikan suhu disebabkan oleh peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul yang bereaksi. Akan tetapi, pada akhirnya energi kinetik enzim akan mengalami/melampaui batas rintangan energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, yang mempertahankan struktur sekunder dan tersiernya. Pada suhu ini terutama terjadi denaturasi disertai dengan hilangnya aktivitas katalitik [1].. 2. pH

Kegiatan suatu enzim juga dinisbahkan ke keadaan ion dari molekul protein enzim tersebut, karena rantai polipeptida yang membentuk protein enzim tersebut mengandung berbagai gugus yang dapat terionisasi, tergantung pH lingkungan [1].

Kebanyakan enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada pH sekitar 7, yaitu pH cairan tubuh pada umumnya. pH pada saat terjadi aktivitas maksimum disebut pH optimum enzim tersebut [1].

3. Konsentrasi enzim

Kecepatan awal suatu reaksi merupakan kecepatan yang diukur sebelum produk terbentuk dalam jumlah yang cukup untuk memungkinkan terjadinya reaksi balik. Kecepatan awal reaksi yang dikatalisis enzim selalu sebanding dengan konsentrasi enzim [1].

4. Konsentrasi substrat

Kecepatan dan percepatan reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat hingga mencapai suatu keadaan enzim jenuh terhadap substrat, karena substrat terdapat dalam jumlah molar yang berlebih sehingga melampaui jumlah molar enzim [1].

5. Inhibitor

Inhibitor merupakan senyawa yang memiliki struktur yang mirip dengan substrat sehingga dapat berikatan pada sisi aktif enzim [1].

(6)

Amilase saliva adalah enzim terdapat di dalam air ludah. Enzim ini bekerja pada pati dan dexztrin (atau juga glikogen) dan mengubahnya menjadi maltosa, dengan hasil antara yang larut yaitu amilo dekstrin, eritrodekstrin, dan akrodekstrin.[4] Karbohidrat adalah zat makanan yang mengandung satu sumber kaya dari zat hara mikro, kanji, butiri, buah, dan sayuran.[5]

Peninggian suhu reaksi akan meninggatkan jumlah molekul yang dapat bereaksi, baik dengan meningkatkan energi kinetiknya maupun dengan peningkatan frekuensi benturannya. Setiap kenaikan suhu meningkatkan gerakan molekul dan dengan demikian menaikkan frekuensi benturan. Kenyataan ini hanya berlaku pada isaran suhu yang sangat terbatas. Kecepatan reaksi mula-mula meningkat seiring meningkatnya suhu akibat peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul yang bereaksi.[1]

Saliva membantu ke arah melindungi sel reseptor rasa dari mekanika, agresi yang berkenaan dengan panas, karena virus dan hasil bakteri, serta pengangkutan-pengangkutan molekul-molekul yang peka rangsangan. Di dalam hal-hal manusia, pengeluaran yang fundamental saliva melembagakan suatu lingkungan acuan untuk mana sel reseptor rasa diadaptasikan. Dengan demikian, konsentrasi-konsentrasi stimulus harus melebihi konsentrasi air liur untuk menimbulkan suatu tanggapan.[6]

Pada akhirnya energi kinetik enzim akan melampaui rintangan energi untuk memutuskan ikatan hydrogen dan hidrofobik yang lemah, yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya. Pada suhu ini terutama terjadi denaturasi, disertai hilangnya aktivitas katalitik secara cepat. Kisaran suhu yang suatu enzim akan mempertahankan konfirmasi yang stabil serta memiliki kemampuan katalisis umumnya akan bergantung pada suhu sel tempat enzim itu terdapat dan sedikit melebihi suhu sel tersebut. Enzim dari manusia, yang mempertahankan suhu tubuh pada 370, umumnya memperlihatkan stabilitas hingga suhu setinggi 45-550C.[1] Sebagai tambahan, hasil laporan memperlihatkan bahwa terdapat sebuah lebar variagelatinisation berjalan (VG2D) yang ditemukan secara negatif tion di dalam distribusi ukuran butir halus dari golongan pati. Ini berhubungan dengan taraf penambahan dari jumlah amylase.[7]

(7)

Pada suhu 1000C kerja enzim bersifat inaktif dan irreversibel karena pada

suhu ini enzim telah terdenaturasi. Dalam hal ini pengaruh suhu dapat dijelaskan sebagai berikut : kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan kenaikan suhu dan peningkatan kecepatan reaksi ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul yang bereaksi (tiap naik 10’ celcius, kecepatan reaksi naik 2x; P2 = 2,0 ). Akan tetapi pada akhirnya energi kinetik enzim akan melampaui

rintangan energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, yang merusak struktur sekunder dan tersiernya. Pada suhu ini terjadi denaturasi dengan disertai hilangnya aktivitas katalitik enzim, dengan demikian enzim menunjukkan suhu optimal. Semakin lama enzim dipertahankan pada suhu di mana strukturnya tidak begitu stabil, semakin besar kemungkinan enzim denaturasi. Suhu kritis enzim umumnya antara 55-60 0 celcius.

Dari hasil praktikum memperlihatkan hasil yang sangat berlawanan dengan teori yang ada. Pada suhu 1000C justru kecepatan laju reaksi sangat cepat, enzim amilase tidak terdenaturasi oleh suhu yang tinggi, dan aktivitas katalitik tetap ada. Hal ini mungkin dikarenakan beberapa faktor, antara lain setiap kecepatan hidrolisis amilum oleh enzim amilase yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, praktikan yang kurang teliti dalam mengamati setiap perubahan yang terjadi maupun dalam melakukan percobaan.

Saliva merupakan cairan esensial untuk kesehatan jaringan mulut. Saliva terdiri atas komponen spesifik dan karakteristik cairan. Karakteristik cairannya berfungsi untuk membersihkan rongga mulut, membentuk bolus, membersihkan bakteri dan sisa-sisa makanan. Sedangkan komponen saliva berperan dalam sistem penyangga mulut dan mencegah aksi mikroorganisme [1].

Berikut adalah beberapa enzim yang berada di sistem pencernaan manusia:  Enzim Ptialin

Enzim pencernaan manusia ini berada di dalam rongga mulut, tepatnya di kelenjar ludah. Enzim ptialin dihasilkan oleh glandula parotis yang juga

(8)

beradadi sekitar kelenjar ludah. Enzim ptialin memiliki fungsi mengubah amilum atau zat tepung menjadi glukosa sebagai bahan dasar energi manusia.  Enzim Pepsin

Enzim pepsin berada di dalam lambung (ventrikulus) manusia. Enzim pepsin memiliki fungsi merubah protein yang diserap tubuh menjadi pepton.

 Enzim Renin

Sama seperti enzim peptin, enzim renin juga berada di dalam lambung. Enzim renin memiliki fungsi untuk mengendapkan kasein yang ada di dalam susu.  Enzim Lipase

Enzim lipase juga dihasilkan melalui dinding lambung yang bersifat sangat asam. Enzim ini dikeluarkan bersama dengan pepsin dan renin. Enzim pencernaan manusia ini berfungsi dalam proses katabolisme, yaitu memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

 Enzim Amilase

Enzim ini dihasilkan oleh getah pankreas, bersama dengan enzim lipase dan tripsin. Enzim amilase memiliki kemampuan untuk mempercepat reaksi perubahan amilum menjadi maltosa.

 Enzim Tripsin

Enzim tripsin dapat mengubah pepton menjadi senyawa dipeptida, yang lebih mudah diserap tubuh dan dicerna.

(9)

 Enzim Sakrase

Berperan dalam mengubah atau menguraikan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim sakrase dikeluarkan melalui getah usus halus manusia.

 Enzim Maltase

Memasuki usus halus, yang kondisinya sangat berbeda dengan lambung membuat sifat enzim yang berada di dalamnya juga tidak sama. Enzim maltase mempunyai kemampuan mengubah maltosa menjadi glukosa, sehingga lebih mudah direaksikan secara kimiawi oleh tubuh untuk diserap sebagai sumber energy.

 Enzim Isomaltase

Selain maltase, adapula enzim isomaltase, yang juga dihasilkan melalui getah usus. Enzim isomaltase mempunyai kelebihan khusus, yaitu mengubah zat maltosa menjadi komaltosa yang susunannya lebih sederhana.

 Enzim Laktase

Enzim mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Kedua zat yang dihasilkan tersebut, struktur kimianya lebih simpel dan lebih mudah diterima sebagai nutrisi tubuh manusia.

 Enzim Peptidase

Dikeluarkan bersama getah usus halus (intestinum), peptidase mampu menguraikan ikatan peptida yang cukup kokoh menjadi asam amino (protein).  Enzim Ribonuklease

(10)

Berperan dalam proses replikasi DNA. Enzim ribonuklease dapat menghidrolisis RNA. Enzim ribonukease juga dapat memisahkan ikatan fosfat yang saling menghubungkan nukleotida.

Hidrolisis amilum oleh enzim amilase akan menghasilkan maltosa. Hidrolisis amilum oleh pengaruh enzim amilase menjadi molekul-molekul maltosa yang tidak berjalan spontan tetapi bertahap dengan hasil-antara berupa dekstrin. Tiga buah dekstrin yang penting sebagai hasil-antara hidrolisis amilum adalah amilodekstrin yang dengan iodium akan menghasilkan warna ungu, eritrodekstrin dengan iodium menghasilkan warna merah, dan akrodekstrinyang dengan iodium tidak menghasilkan warna. Tidak seluruh amilum dapat di ubah menjadi maltosa oleh pengaruh enzim amilase.

Amilum

Maltosa Amilodekstrin

(dengan I2 warna ungu)

Maltosa Eritrodekstrin

(dengan I2 warna merah)

Maltosa Akrodekstrin

(dengan I2 tidak berwarna)

Maltosa Dekstrin-dekstrin sederhana

Maltosa

maltase Glukosa

Air liur (saliva) disekresi oleh tiga pasang kelenjar besar yaitu parotis, submaksilaris dan sublingualis. Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa dan mengandung enzim amilase. Sifat dan susunan saliva ditentukan dengan berbagai macam uji untuk karbohidrat (uji Yodium dan uji Benedict), uji bobot jenis, uji garam anorganik (uji Klorida, uji Sulfat, dan uji Fosfat), uji protein ( uji Biuret, uji Molisch, dan uji Milon), dan uji pH (uji FF dan uji MO). Penentuan suhu optimum dan pH optimum enzim amilase

(11)

juga ditentukan melalui pengujian serangkaian suhu dan pH yang berbeda-beda. Kecepatan hidrolisis pati mentah dan pati matang ditentukan dengan metode titik akhromatik. Bobot jenis saliva adalah 1.008 g/mL. Saliva bersifat agak sedikit asam. Saliva

menunjukkan hasil positif terhadap uji protein, uji karbohidrat, dan uji garam anorganik. Suhu optimum saliva adalah 37oC dan pH

optimum sebesar 5 padahal seharusnya 7. Kecepatan hidrolisis pati matang lebih cepat daripada kecepatan hidrolisis pati mentah/ hal tersebut dapat dilitinjau dari titik akhromatik pati matang pada menit ke-24 (diukur tiap 5 menit sekali) sedangkan titik

akhromatik pati mentah pada menit ke-5 (diukur tiap 0.5 menit sekali).

Kenaikan suhu akan menyebabkan kecepatan suatu reaksi kimia pada umumnya menjadi bertambah besar, ditambahkan karena energy kinetic dari molekul-molekul yang bereaksi menjadi semakin besar, di lain pihak, enzim adalah suatu protein. Suhu yang tinggi menyebabkan berubahnya struktur molekul protein. Karena itu suatu reaksi yang menyangkut suatu enzim akan dipengaruhi oleh kedua efek yang bertentangan dari suhu tersebut [4].

Enzim Kinetik

Semua faktor mayor yang mempengaruhi kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim (konsentrasi enzim,kosentrasi substrat,suhu ,pH dan keberadaaan inhibitor) mempunyai makna klinis yang penting.kecepatan beberapa reaksi yang

dikatalisis oleh enzim merupakan respona terhadap pergeseran-pergeseran halus dalam pH intrasel yang mencirikan asidosisatau alkalosis metabolic. Karena kecepatan katalisis enzimatik mengalami kenaikan dan penurunan yang bersesuaian sebagai respons terhadap fluktuasi suhu, keadaa febris dan hipotermia akan mengganggu homeostatis dengan mengubah kecepatan banyak reaksi yang dikatalisis enzim [2,5].

Di kelenjar saliva (liur), granula sekretorik (zimogen) yang mengandung enzim-enzim saliva dikeluarkan dari sel-sel asinar ke dalam duktus. Sekitar

(12)

1500 air liur disekresi per hari. pH saliva saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0, tetapi selama sekresi aktif, pHnya mencapai 8,0. Air liur mengandung dua enzim pencernaan: lipase lingual, yang disekresi oleh kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva, yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Saliva juga mengandung musin, yaitu glikoprotein yang melumasi makanan, mengikat bakteri, dan melindungi mukosa mulut. Saliva juga mengandung immunoglobulin sekretorik IgA; lisozim, yang menyerang dinding kuman; laktoferin, yang mengikat besi dan bersifat bakteriostatik; dan protein kaya-plorin yang melindung email gigi dan mengikat tannin yang toksik.

Ludah manusia mengandung komponen yang dapat digunakan sebagai penanda diagnostik untuk penyakit manusia [6].

Ludah kelenjar punya darah tinggi alir, dan kimia dan metabolisme mereka dibagikan di air liur oleh beberapa mekanisme, meliputi difusi pasif, pengangkut aktif, dan ultrafiltration. Pembahasan sebelumnya pada penggunaan dari air liur untuk biosmonitoring telah fokuskan pada herbisida, obat pembasmi serangga, pimpinan, cadmium, phthalate, dan pukau konsentrasi di model manusia atau binatang. konsentrasi dari zat-pencemar kimia di yang air liur punya telah diperlihatkan untuk mencerminkan konsentrasi mereka di plasma [7]..

Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Kinetik kimia menggunakan dua konsep penting:

1. Hanya molekul yang saling membentur, yaitu yang berada dalam jarak pembentukan ikatan antara satu sama lain, yang dapat bereaksi.

2. Untuk setiap reaksi kimia terdapat rintangan energi yang harus diatasi agar reaksi terjadi.

Pada percobaan kali ini, hasil dari praktikum tidak sesui dengan teori, yaitu apabila semakin tinggi suhu seharusnya semakin cepat reaksi berlangsung, tapi praktikkan mendapatkan hasil sebaliknya yaitu semakin tinggi suhu semakin lambat reaksi. Ini disebabkan oleh beberapa faktor :

(13)

1. Kesalahan dalam praktikum, baik dalam mereaksikan bahan atau bahan yang digunakan terkontanimasi denan lingkungan dan menggunakan alat-alat praktikkum.

2. Adanya kemungkinan terjadinya gangguan atau adanya penyakit pada probandus yang mempengaruhi saliva yang digunakan.

Selain itu hasil percobaan ini dipengaruhi oleh sterilitas alat-alat yang digunakan saat praktikum, keadaan probandus (probandus yang tidak makan, ini mempengaruhi kerja enzim dalam bereaksi). Kelalaian praktikan dalam melakukan percobaan, seperti kurang teliti dalam waktu penetesan larutan, praktikan yang bekerja sambil bercanda.

PENUTUP A. Simpulan

Dari praktikum ini dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Semakin banyak amilum yang digunakan maka laju reaksi akan semakin cepat.

2. Iodium mengabsorpsi amilum sehingga menyebabkan warna larutan menjadi biru

3. Enzim merupakan polimer biologik yang mengkatalisis lebih dari proses dinamik yang memungkinkan kehidupan. Enzim memainkan peranan sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit.

(14)

4. Suhu merupakan faktoryang mempengaruhi kecepatan reaksi enzim (amilase saliva) dengan kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan kenaikan suhu, kemudian pada akhirnya energi kinetik enzim akan mengalami/melampaui batas rintang energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, sehingga terjadi denaturasi disertai dengan hilangnya aktivitas katalitik.

B. Saran

Praktikan harus teliti dalam mengamati perubahan warna dan waktu, agar hasil yang didapat lebih akurat. Praktikan harus memahami cara kerja percobaan agar praktikum menjadi lebih efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

2. Koensoemardiyah. Biosintesis Produk Alami. 1992. Semarang : IKIP Semarang Press.

3. Murray, Robert K, dkk. 2003. Biokimia Harper Edisi 24. EGC, Jakarta. 4. Bagian Biokimia FK UNLAM. 2010. Petunjuk Praktikum Biokimia

Keperawatan. Banjarbaru: FK UNLAM Banjarbaru.

5. Griel, Amy E, et al. The Changing Roles of Dietary Carbohydrates: From Simple to Complex. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2006;26:1958-1965.

(15)

6. O.Lugaz, A.M.Pillias, N.Boireau-Ducept, et al. Time-Intensity Evaluation of Acid Taste in Subjects with Saliva High Flowand Low Flow Rates for Acids of Various Chemical Properties. Chem. Senses. 2005; 30 : 89-103.

7. Declan L. Goode , Helge M. Ulmer , Elke K. Arendt. Model Studies to Understand the Effects of Amylase Additions and pH Adjustment on the Rheological Behaviour of Simulated Brewery Mashes. J. Inst. Brew. 2005; 111(2): 153–164.

1. Murray, Robert K, dkk. 2003.Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta: EGC.

2. Koensoemardiyah. Biosintesis Produk Alami. 1992. Semarang : IKIP Semarang Press.

3. Murray, Robert K, dkk. 2003. Biokimia Harper Edisi 24. EGC, Jakarta. 4. Bagian Biokimia FK UNLAM. 2010. Petunjuk Praktikum Biokimia

Keperawatan. Banjarbaru: FK UNLAM Banjarbaru.

5. Griel, Amy E, et al. The Changing Roles of Dietary Carbohydrates: From Simple to Complex. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2006;26:1958-1965.

6. O.Lugaz, A.M.Pillias, N.Boireau-Ducept, et al. Time-Intensity Evaluation of Acid Taste in Subjects with Saliva High Flowand Low Flow Rates for Acids of Various Chemical Properties. Chem. Senses. 2005; 30 : 89-103.

7. Declan L. Goode , Helge M. Ulmer , Elke K. Arendt. Model Studies to Understand the Effects of Amylase Additions and pH Adjustment on the Rheological Behaviour of Simulated Brewery Mashes. J. Inst. Brew. 2005; 111(2): 153–164.

(16)

Banjarbaru, 24 Februari 2010

Ketua Kelompok Dosen Praktikum

Muhammad Sujana Drs. H. Eko Suhartono, M.Si NIM. I1B109012 NIP. 19680907 199303 1 004

Referensi

Dokumen terkait

Jika perubahan konsentrasi salah satu pereaksi tidak mempengaruhi laju reaksi maka orde reaksi terhadap pereaksi tersebut adalah.... Kenaikan suhu akan mempercepat kecepatan

Dapat pula disimpulkan bahwa kandungan total fenol yang ada dalam teh hijau memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan daya inhibisi enzim alfa- amilase dan

Difraktogram hasil kalsinasi hidroksiapatit dengan kecepatan pengadukan 300 rpm pada suhu reaksi 90 o C yang ditunjukkan Gambar 3.5 (c), teramati puncak- puncak yang

Pengaruh lama pemaparan medan magnet terhadap aktivitas enzim α -amilase pada kotiledon kecambah kedelai putih menunjukkan bahwa aktivitas enzim α-amilase yang paling

Pemaparan medan magnet terhadap aktivitas enzim α-amilase yang diukur berdasarkan tinggi hipokotil kecambah kacang buncis hitam menunjukkan bahwa aktivitas

Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa aktivitas enzim α-amilase baik yang sebelum maupun yang setelah diamobil makin meningkat seiring dengan bertambahnya suhu karena aktifitas enzim

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui tujuh isolat bakteri termofilik yang mampu menghasilkan enzim amilase, (2) karakter fenotipik dan genus isolat