• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KECAMATAN PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO : STUDI KASUS DALAM BUKU KUTIPAN AKTA NIKAH NOMOR 72/18/II/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KECAMATAN PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO : STUDI KASUS DALAM BUKU KUTIPAN AKTA NIKAH NOMOR 72/18/II/2016."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENCATATAN

PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KECAMATAN PRAJURIT

KULON

KOTA MOJOKERTO

(Studi Kasus dalam Buku Kutipan Akta Nikah Nomor 72/18/II/2016)

SKRIPSI

Oleh :

Siti Asiyah

NIM: C51212128

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Al Syakhsiyyah) Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bersifat lapangan (field research) yang membahas tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pencatatan Perkawinan Anak Adopsi di KUA Kecamatan Prajuritkulon Kota Mojokerto (Studi Kasus dalam Buku

Kutipan Akta Nikah Nomor 72/18/II/2016)”. rumusan masalah pertama,

Bagaimana pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto. Kedua, Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

Mengenai pencatatan perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974. Kemudian dalam pengadopsian anak sudah ada sejak zaman sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW dan pernah dicontohkan Rasulullah dengan baik ketika mengadopsi Zaid Bin Haritsah.

Untuk melengkapi permasalahan diatas, penulis melakukan penelitian dan mengumpulkan data menggunakan teknik dokumenter dan wawncara dengan pegawai KUA Kec Prajurit Kulon Kota Mojokerto, kedua pasangan suami isteri dan orang tua dari pihak pasangan pengantin. Setelah data terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan kesimpulannya menggunakan pola pikir deduktif.

Hasil analisis penulis menyimpulkan bahwa terdapat kesalahan dalam buku kutipan akta nikah Nomor 72/18/II/2016 atas nama saudari Enggar Whyu Bathari dan Dri Agustya Putranto dicatatkan bapak angkat sebagai wali nikah atas saudari Enggar yang berstatus anak adopsi. Hal ini tidak sesuai dengan fakta riil dan keadaannya. Dalam hal ini berakibat pada kependudukan anak tersebut kepada keluarga yang mengadopsinya.

Kemudian hasil penelitian menyimpulkan bahwa kesalahan pencatatan perkawinan dalam buku kutipan akta nikah Nomor 72/18/II/2016 disebabkan oleh pihak pengadopsian anak secara adat yang dilakukan oleh suatu keluarga sehingga anak tersebut dianggap menjadi anak kandung oleh keluarga yang mengadopsinya. Pernikahan ini dapat terlaksana dengan kebijakan dari KUA kec. Prajurit Kulon dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang matang setelah melihat faktor-faktor pendukung sehingga diizinkannya pernikahan tersebut.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK... ... v

KATA PENGANTAR... ... vi

PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan... ... 17

(8)

1. Pengertian Perkawinan Dalam Islam ... 19

2. Pencatatan Perkawinan ... 21

B. Adopsi Anak ... 29

1. Pengertian Pengadopsian anak ... 29

2. Pengadopsian Anak dalam Islam ... 31

3. Perwalian Nikah Bagi Anak Adopsi ... 34

BAB III PELAKSANAAN PERK AWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KECAMATAN PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO A. Gambaran Umum KUA Kecamatan Prajurit Kulon 1. Gambaran Umum KUA Kec. Prajurit Kulon ... 38

2. Letak Geografis ... 38

3. Pembagian Wilayah Kelurahan ... 39

4. Keadaan Demografi ... 41

B. Pelaksanaan Pernikahan di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto 1. Pemberitahuan Kehendak Nikah ... 42

2. Pemeriksaan Nikah ... 43

3. Pengumuman Kehendak Nikah ... 43

4. Akad Nikah dan Pencatatannya ... 44

C. Pelaksanaan Perkawinan Anak Adopsi di KUA Kec. Prajurit Kulon ... 45

(9)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENCATATAN

PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KECAMATAN PRAJURIT

KULON KOTA MOJOKERTO

A. Analisis Pencatatan Perkawinan Anak Adopsi di KUA Kec.

Prajurit Kulon ... 53

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pencatatan Perkawinan Anak

adopsi di KUA kec. Prajurit Kulon ... 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran.. ... 63

DAFTAR PUSTAKA

(10)

xiii

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia

fath}ah a

Kasrah i

9

d}ammah u

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berh}arakat sukun atau didahului oleh huruf yang berha}rakat sukun.

(11)

xiv 2. Vokal Rangkap (diftong)

Tanda dan Huruf Aarab Nama Indonesia Keterangan

ْ يـــ fath}ah dan ya’ ay a dan y

ْ وـــ fath}ah dan wawu aw a dan w

Contoh : al-zaujat (

ةجوزلا(

: bayna (

) 3. Vokal Panjang (maddah)

Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia Keterangan

اــــ fath}ah dan alif a@

a dan garis di atas

يــــ kasrah dan ya’ i@

i dan garis di atas

وــــ d}ammah dan

wawu

u@

u dan garis di atas Contoh : asba@b ( بسأ)

: takhyi@r (رييخت) : al-nuzul (لوزنلا)

C. Ta@’ Marbu@t}ah

Transliterasi untuk ta@’ marbu@t}ah ada dua:

1. Jika hidup (menjadi mud}a@f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

(12)

xv D. Penulisan Huruf Kapital

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan, perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.1

Salah satu hikmah perkawinan adalah jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.2 Perkawinan dilakukan selain pemenuhan naluriah kemanusiaan dan sebagai pelaksanaan ibadah, juga untuk mendapatkan keturunan sebagai wujud kasih sayang dan penerus hidup dan kehidupan setiap manusia. Anak sebagai amanah Allah mempunyai kedudukan penting dalam suatu keluarga dan rumah tangga.3

Dalam ikatan perkawinan salah satu faktor keharmonisan suatu keluarga adalah hadirnya seorang anak, oleh karena itu banyak yang beranggapan hadirnya anak adalah tolak ukur keharmonisan keluarga yang

1

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 7, (Bandung : PT Alma’arif, 1980), 7.

2

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 6, (Bandung: PT Alma’arif, 1980), 19.

3

(14)

2

paling besar. Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl Ayat 72 dijelaskan tentang pasangan, anak serta Rizki yang baik ;

Artinya : Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"4

Dalam ayat Al-Qur’an diatas, dijelaskan tentang keutamaan memiliki anak. Sebagaimana Undang-Undang Dasar yang menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara jelas dalam pasal 28B ayat (1), yang menentukan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dengan adanya perkawinan maka terbentuklah sebuah keluarga yang terdiri dari orang tua (ayah, ibu) dan anak. Negara juga menjamin adanya perlindungan terhadap anak, yang diatur dalam pasal 28B ayat (2), yang menentukan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan diskriminasi.5 Namun dalam kenyataanya banyak orang tua yang menantikan hadirnya anak setelah terjadinya pernikahan, akan tetapi tidak semua pasangan suami-isteri yang telah menikah dikaruniai anak. Demi mencapai keluarga yang bahagia dengan hadirnya seorang anak, maka tidak sedikit dari pasangan suami-isteri yang

4

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: sigma, 2007), 274

5

(15)

3

melakukan upaya-upaya demi memiliki keturunan dan sebagai penerus dalam suatu keluarga, salah satunya adalah dengan mengadopsi anak.

Secara historis, pengangkatan anak sudah dikenal dan berkembang sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Rasulullah sendiri pernah mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi anak angkatnya, bahkan tidak lagi memanggil Zaid berdasarkan nama ayahnya (Haritsah) tetapi ditukar oleh Rasulullah SAW dengan nama Zaid Bin Muhammad. Pengangkatan Zaid sebagai anaknya ini diumumkan oleh Rasulullah di depan kaum Quraisy. Nabi Muhammad SAW juga menyatakan bahwa dirinya dan Zaid saling mewarisi. Zaid kemudian dikawinkan dengan Zainab Binti Jahsy, putri Aminah Binti Abdul Muthalib, bibi Nabi Muhammad SAW. Oleh karena Nabi SAW telah menganggapnya sebagai anak, maka para sahabatpun kemudian memanggilnya dengan Zaid Bin Muhammad.6

(16)

4

Artinya : Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).

Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.7

Dari ayat diatas dapat dipahami, bahwa mengangkat anak dengan mengalihkan nasab yang berakibat terjadinya hubungan kekerabatan dan kewarisan hukumnya haram. Hal ini disebabkan, disamping karena Alah SWT melarang dan Rasulullah SAW mematuhi larangan tersebut, juga didasarkan atas pertimbangan : untuk menghindari terganggunya hubungan keluarga berikut hak-haknya, untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman antara yang halal dan yang haram (dalam hal mahram atau aurat), untuk menghindari kemungkinan terjadinya permusuhan antara kekerabatan nasab dengan anak angkat(dalam hal warisan).8

Secara istilah At-Tabanni menurut Wahbah al-Zuhaili adalah pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasab-nya, kemudian anak itu di-nasab-kan kepada dirinya.9

7

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: sigma, 2007), 418.

8

Ahmad Zahro, Fiqh Kontenporer; menjawab 111 masalah +30 solusi Islami, (Bandung : Sinar Mulya, 2006), 135

9

(17)

5

Surjono Sukanto memberi rumusan tentang pengangkatan anak atau yang biasa disebut dengan adopsi sebagai suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri, atau mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah.10

Selanjutnya yang dimaksud pengangkatan anak telah ada dalam dalam pasal 1 Angka 9 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak merumuskan “yang dimaksud anak angkat adalah anak

yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan ”.11

Dijelaskan pula dalam penjelasan pasal 47 Ayat 1 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, dengan rumusan “yang dimaksud pengangkatan anak adalah perbuatan hukum untuk

mengalihkan hak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”. Namun faktanya,

praktik pengangkatan anak dalam masyarakat Indonesia sangat bermacam-macam.

10

Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), 34.

11

(18)

6

Negara Indonesia merupakan Negara hukum, oleh karena itu kedudukan hukum pada setiap peristiwanya harus jelas dan pasti.12 Begitupun juga dalam hal perkawinan dan pengadopsian anak yang menjadi salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia yang kemudian yang kemudian akan dibuktikan dalam suatu akta. Maka perkawinan pun juga harus dicatatkan. Salah satu tujuan penctatan perkawinan itu menjadi jelas dan berkekuatan hukum, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi masyarakat lain, sehingga dapat dibuktikan dengan buku akta nikah yang sah dan memiliki kekuatan hukum.

Perkawinan yang dicatatkan dalam bentuk akta nikah sangat diperlukan dizaman modern seperti sekarang ini, seseorang yang pernikahannya tidak dicatatkan melalui PPN dan tidak mempunyai akta nikah, maka pernikahannya tidak sah menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan mekanisme tatacara perkawinan serta pencatatannya. Hal ini diatur dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang

berlaku”.

Dalam KHI pasal 5 disebutkan :

(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

12

(19)

7

(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-undangNo. 32 Tahun 1954

Selanjutnya dalam pasal 6 dijelaskan :

(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

(2) Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.

Di era yang semakin berkembang ini pencatatan perkawinan anak Adopsi masih menjadi salah satu masalah pencatatan perkawinan yang sangat rumit. Dengan keadaan masyarakat yang semakin modern dan beraneka ragam maka dapat ditemui praktik pengadopsian anak oleh suatu keluarga yang anak tersebut dirawat dan dialih tanggung jawabkan pada keluarga lain atas dasar sukarela dan sepakat antar dua keluarga yang bersangkutan. Hal tersebut yang memunculkan masalah baru yaitu berakibat kepada pencatatan data kependudukan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, termasuk salah satunya adalah akta kelahiran dan semua urusan keperdataan yang dilakukan atas nama keluarga yang merawat dan mengadopsi anak tersebut. Adanya ketidaksesuaian antara pencatatan dalam buku kutipamn akta nikah dan fakta inilah yang dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Sedangkan akta nikah merupakan bukti autentik yang berkekuatan hukumdan sebagai bukti legalitas atas suatu peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia yang dalam hal ini adalah pernikahan.

(20)

8

maka sepatutnya pencatatan perkawinan anak adopsi tersebut juga berdasarkan wali yang sah, yakni ayah kandung dari anak adopsi tersebut. Pada kenyataannya terdapat perkawinan anak adopsi yang dicatatkan berdasarkan akta kelahiran (akta autentik) yang beratas namakan ayah angkat di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto. Hal tersebut menjadi sangat menarik untuk dikaji oleh peneliti untuk melakukan penelitian Praktik Perkawinan Anak Adopsi dan Pencatatan Perkawinan Anak adopsi di KUA

Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto ” (Studi Kasus Praktik

Perkawinan Anak Adopsi dan Pencatatan Perkawinan Anak Adopsi Dalam Buku Kutipan Akta Nikah)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, beberapa masalah dalam masalah ini dapat diidentifikasikan dalam unsur-unsur sebagai berikut :

a. Pengertian adopsi anak

b. Praktik Perkawinan anak adopsi

c. Pencatatan perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Islam

(21)

9

2. Batasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini, maka peneliti akan membatasi masalah dalam penelitian ini dengan permasalahan tentang praktik perkawinan dan pencatatan perkawinan anak adopsi dalam buku kutipan akta nikah di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis sebelumnya, maka dapat diuraikan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto?

D. Kajian Pustaka

Penelitian tentang pencatatan perkawinan anak adopsi dalam buku kutipan akta nikah ini merupakan masalah yang pernah dilakukan penelitian sebelumnya, namun ada banyak perbedaan perbedaan dalam mengkaji kasus diatas dan ada pula beberapa karya ilmiah yang sangat bersangkutan dengan judul diatas, yakni :

(22)

10

Kecamatan Sawahan Kota Surabaya”13

Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan mengenai pencatatan perkawinan anak angkat dengan analisis yuridis. Penulis menyatakan bahwa pencatatan perkawinana anak angkat yang terjadi di KUA Kecamatan Sawahan Kota Surabaya tersebut telah sesuai dengan pasal 2 PP No. 9 Tahun 1975. Penulis menjelaskan bahwa secara yuridis pencatatan perkawinan bagi masyarakat Islam di daerah Kecamatan Sawahan Kota Surabaya haruslah tercatatkan sesuai dengan fakta Riil dan akta autentik yang mempunyai kekuatan Hukum.

2. Jurnal yang ditulis oleh Iis Inayatal Afiyah dengan judul “Pencatatan nikah Perspektif Maslahah ; Analisis RUU Hukum Materiil di peradilan Agama tentang perkawinan”14

Dalam jurnal ini penulis membahas tentang pencatatan nikah dalam kaidah ushul fiqh, yaitu maslahah. Penulis mencoba mengkaji RUU hukum Materiil di peradilan agama tentang perkawinan dan memposisikan pencatatan nikah berdasarkan maslahah dalam bermasyarakat sebagai sesuatu yang sangat penting karena menyangkut konsep maslahah atau kebaikan bersama.

13Ajeng Irna. “Analisis Yuridis Tentang Pencatatan perkawinan a

nak angkat di KUA Kecamatan

sawahan kota Surabaya”, (skripsi-- iAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).

14 Inayatal Afiyah, “Pencatatan Nikah Perspektif Maslahah; analisis RUU hukum Materiil

(23)

11

3. Skripsi yang ditulis oleh Nur Chamsjah dengan judul “Hubungan Hukum Antara Anak Angkat dengan Orang Tua Angkat Menurut Perspektif Islam”.15

Dalam skripsi ini, penulis menganalisis hubungan hukum yang terjalin antara anak angkat dengan orang tua angkat dalam perspektif hukum Islam. Penulis menyatakan bahwa kedudukan orang tua angkat terhadap anak angkat adalah sebatas hubungan saudara seagama. Dalam hal wali nikah yang menjadi wali nikah anak angkat tersebut adalah bapak kandung, kemudian penulis memaparkan status perkawinan dengan wali ayah angkat.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

2. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap praktik perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat guna :

1. Teoritis (keilmuan), hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan memperkaya ilmu pengetahuan tentang pencatatan perkawinan bagi anak adopsi yang telah dikaji dengan analisis Hukum Islam.

15 Nur hamsjah, “Hubungan Hukum Antara Anak Angkat dengan Orang Tua Angkat Menurut

(24)

12

2. Praktis (terapan), yakni dapat digunakan sebagai acuan bagi pembuat Undang-undang, tokoh agama atau pihak-pihak yang terlibat dalam lingkungan hukum praktis dalam pemberian bimbingan atau saran-saran yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan bagi anak yang di adopsi di Indonesia.

G. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, definisi operasional ditujukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam judul penelitian ini, maka penulis perlu menjelaskan beberapa maksud dari sub judul sebagai berikut :

1. Hukum Islam disini adalah Hukum Islam di Indonesia yang dalam hal ini adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI), UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 serta turunannya, kitab fiqh, ijtihad para ulama’.

2. Praktik Perkawinan yang dimaksud disini adalah tahapan-tahapan dan tata laksana perkawinan anak adopsi.

Pencatatan perkawinan disini adalah pencatatan perkawinan yang dibuktikan degan buku kutipan akta nikah sebagai bukti autentik dan memiliki kekuatan hukum atas suatu perkawinan, yang mana jika terjadi kesalahan antara buku kutipan akta nikah dengan fakta riilnya maka akan berakibat kepada beberapa hukum lainnya.

(25)

13

H. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti berada di wilayah KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

2. Data yang dikumpulkan

Terkait dengan penelitian yang didalamnya membahas tinjauan yuridis terhadap pencatatan perkawinan anak adopsi, maka data yang dikumpulkan berupa :

a. Data tentang proses perkawinan anak adopsi di kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

b. Data tentang pelaksanaan pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

3. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah dari mana data dapat diperoleh.16 Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka penelitian ini memiliki sumber data sebagai berikut :

16

(26)

14

a. Sumber Primer

Adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama melalui penelitian.17 Sumber primer penelitian diantaranya adalah

1) Pembantu PPN terhadap pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA kecamatan Prajurit Kulon

2) Lurah di kelurahan Prajurit Kulon Kota Mojokerto atau pembantu pegawai kecamatan.

3) Pasangan suami-isteri

4) Kepala KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto beserta pegawainya

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber data pendukung yang melengkapi sumber primer. Yang menjadi sumber sekunder adalah : 1) UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan 2) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983

3) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Administrasi Kependudukan

4) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)

17

(27)

15

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dilakukan wawancara dan dokumenter, karena merupakan penelitian kualitatif. a. Wawancara (interview) yang akan dilakukan dengan dialog tanya

jawab secara langsung antara peneliti dengan kepala KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

b. Dokumentasi (reading text) yang dimaksud dokumentasi adalah data yang diperoleh untuk menjawab masalah penelitian yang dicari dalam dokumen atau bahan pustaka.18 Yang maksudnya adalah data dari penelitian ini akan didapat dari dokumen yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan bagi anak qangkat.

Teknik ini penting dilakukan bagi peneliti, karena bagi peneliti kualitatif, suatu kasus bisa dimengrti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara dan dokumentasi untuk melengkapi data yang diperoleh.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, teknik pengolahan yang akan penuis lakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap data-data yang diperoleh, selanjutnya kegiatan yang akan dilakukan penulis adalah memeriksa kembali kelengkapan dan kejelasan data yang diperoleh, dalam hal ini

18

(28)

16

adalah data tentang praktik perkawinan dan pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon.

b. Organizing, yaitu kegiatan mengatur dan menyusun bagian-bagian sehingga seluruhnya menjadi satu kesatuan yang teratur. Kegiatan ini dilakukan untuk menyusun data dengan sistematis untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang praktik perkawinan dan pencatatan perkawinan anak adopsi di KUA Kecamatan Prajurit Kulon.

c. Analyzing, yaitu peneliti akan menganalisis data-data yang akan terkumpul dengan menggunakan analisis Hukum Islam.

6. Teknik Analisis Data

(29)

17

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan sangat penting untuk lebih memudahkan dalam pemahaman dalam penelitian ini, maka dari itu penulis akan memaparkan sistematika pembahasan penelitian yang terdiri dari lima bab, dari kelima bab tersebut akan memuat sub-sub babsebagai penguat pembahasannya, sistematika pembahasan tersebut sebagai berikut :

Bab Pertama ; merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua ; merupakan landasan teori. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang landasan teori tentang praktik perkawinan dan pencatatan perkawinan anak adopsi yang memuat : praktik perkawinan pada masyarakat Islam, praktik tata laksana perkawinan anak adopsi, dasar dan tujuan pencatatan perkawinan dan peraturan pencatatan perkawinan, baik dalam perundang-undangan maupun dalam sudut pandang Hukum Islam

(30)

18

Bab Keempat ; berisi tinjauan Hukum Islam tentang Praktik perkawinan dan pencatatan Perkawinan anak adopsi yang terjadi di wilayah KUA Kec. Prajurit Kulon Kota Mojokerto.

(31)

BAB II

PERKAWINAN, PENCATATAN PERKAWINAN DAN ADOPSI ANAK

A. Perkawinan dan Pencatatan Perkawinan dalam Islam

1. Perkawinan dalam Islam

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-qur’an dan hadits. Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Allah, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan.

Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.

Firman Allah surah Al-Hujaraat Ayat 13 :

 seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.13

13

(32)

20

Firman-Nya Surat An-Nisa Ayat 1:



Artinya :Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasikamu.14

Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki, dan tidak ada satu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia. Allah akan hukum sesuai dengan martabatnya. sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan aling meridhai, dengan ucapan ijab qabul sebagai lambang dari adanya rasa ridha-meridhai, dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan tersebut telah terikat.

Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri, memelihara keturunan dengn baik dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak

14

(33)

21

seenaknya. Pergaulan suami-istri diletakkan dibawah naungan naluri keibuan dan kebapaan, sehingga nantinya akan menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan yang baik dan membuahkan buah yang bagus. Peraturan perkawinan inilah yang diridhai Allahdan diabadikan Islam untuk selamanya, sedangkan yang lainnya dibatalkan.

2. Pencatatan Perkawinan

a. Pencatatan Perkawinan Menurut Peraturan Menteri

Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2007 lahir pada tanggal 21 Juli 2007, peraturan yang mengatur tentang Pencatatan Nikah ini menghapus peraturan sebelumnya KMA No. 447 Tahun 2004 tentang perihal yang sama.

Lahirnya KMA 447/2004 merupakan upaya realisasi dari sebuah gagasan besar yang berwawasan jauh kedepan. KMA ini mengemban amanat untuk mewujudkan sebuah konsep yang sudah sangat lama direncanakan guna mencapai cita-cita yang begitu luhur dan strategis, yaitu terberdayanya KUA dalam berbagai aspek tugas pokok dan fungsinya. 15Dalam perumusan PMA No.11 Tahun 2007 terdapat pertimbangan dan rencana lain yang lebih cerdas dan progresif tentunya demi kebaikan dan kemajuan KUA sebagai partner Kementrian Agama dalam melaksanakan tugasnyadalam pelayanan masyarakat.

15Eko Mardiono, “penetapan Hukum PMA 11/2007”, http:/

(34)

22

Seperti telah dijelaskan dalam PMA No.11 tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) bahwa : “Kantor Urusan Agama RI yang selanjutnya disebut

KUA adalah instansi Departemen Agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas kantor Departemen Agama kab/kota di bidang urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan”.

PMA 11/2007 ini juga menetapkan beberapa ketentuan hukum perkawinan yang spesifik. Seperti yang diketahui bahwa PMA 11/2007 terlahir dengan tema Pencatatan Nikah maka isi dari PMA 11/2007 ini pun banyak mengatur tentang pencatatan pernikahan di KUA, juga cara dan syarat pencatatan yang dibahas dalam PMA 11/2007 ini.

Secara teknis, proses pencatatan perkawinan anak angkat adalah sama seperti proses pencatatan nikah masyarakat Islam lainnya yang meliputi pemberitahuan kehendak nikah, pemeriksaan nikah, pengumuman kehendak nikah, akad nikah dan penandatanganan akta nikah serta pembuatan kutipan akata nikah.16

Pemberitahuan kehendak nikah ini telah diatur dalam pedoman Pegawai Pencatat Nikah (PPN), yang mengatakan bahwa pemberitahuan kehendak nikah dapat dilakukan oleh kedua mempelai atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang dibutuhkan, yaitu : 1) Surat persetujuan kedua calon mempelai

2) Akte kelahiran

16

(35)

23

3) Surat keterangan mengenai orang tua

4) Surat keterangan untuk kawin dari kepala desa/lurah

5) Surat izin kawin bagi calon mempelai anggota TNI yang kepadanya ditentukann untuk izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang memberikan izin.

6) Surat kutipan buku pendaftaran talak/cerai jika calon mempelai seorang janda/duda.

7)Surat keterangan kematian suami/istri jika calon mempelai janda/duda karena kematian suami/isteri.

8) Surat izin atau dispensasi, bagi calon mempelai yang belum mencapai umur.

9) Surat dispensasi camat bagi pernikahan yang akan dilangsungkan kurang dari 10 hari kerja sejak pemberitahuan.

10)Surat keterangan tidak mampu dari kepala desa bagi mereka yang tidak mampu.

Dalam hal seseorang melakukan kehendak nikah maka pasangan tersebut akan mengisi formulir pencatatan. Sebagian besar pengisian formulir pelengkap tersebut dilakukan oleh kepala desa/ lurah. Bentuk formlir tersebut diatur dalam pasal-pasal Peraturan Menteri Agama No.2 Tahun 1990, yang terdiri dari :17

(a) Model N1 : berisi surat keterangan untuk kawin (b) Model N2 : surat keterangan asal-usul

17

(36)

24

(c) Model N3 : berisi surat persetujuan mempelai (d) Model N4 : berisi surat keterangan tentang orang tua (e) Model N5 : berisi surat izin orang tua

(f) Model N6 : berisi surat kematian suami/istri (g) Model N7 :berisi surat pemberitahuan kehendak

melangsungkan pernikahan

(h) Model N8 : berisi surat pemberitahuan kekurangan persyaratan nikah

(i)Model N9 : berisi surat penolakan melangsungkan pernikahan b. Pencatatan Nikah dalam Hukum Islam

Pembahasan mengenai pencatatan nikah dalam kitab-kitab fikih konvensional tidak ditemukan, hanya ada pembahasan tentang fungsi saksi dalam perkawinan.18 Didalam kitab-kitab fikih klasik biasanya diterangkan bahwa secara filosofis keberadaan saksi bertujuan untuk memelihara kehormatan wanita dengan penuh kehati-hatian dalam masalah farji serta menjaga pernikahan dari tindakan yang tidak bertanggung jawab sebab adanya tindakan curang yang dilakukan oleh salah satu pihak serta menjaga status nasab.19

Kebanyakan ulama menyatakan bahwa pernikahan tidak sah tanpa adanya bayyinah (bukti) yaitu dua orang saksi ketika akad.

18

Khoirudin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2009), 77

19Abdul basyir, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Status Nikah Siri di Indonesia” (Skripsi –

(37)

25

Pendapat ulama’ klasik sebagai berikut :

1) Imam Malik menekankan fungsi saksi, yakni pengumuman. Imam Malik membedakan antara pernikahan sirri dengan pernikahan tanpa bukti dan pengumuman. Nikah sirri adalah nikah yang secara sengaja dirahasiakan oleh para pihak yang terlibat dalam pernikahanm hukum pernikahan seperti ini adalah tidak sah. Sebaliknya hukum pernikahan yang tidak ada bukti (dicatatkan) tetapi diumumkan kepada halayak ramai (nasyarakat) adalah sah.

2) Imam Syafi’i mengharuskan saksi dalam pernikahan, saksi harus dua orang pria yang adil.

Khoirudin nasution menulis dalam bukunya bahwa pada prinsipnya semua ulama tersebut mewajibkan adanya saksi dalam akad nikahm dikatakan bahwa pencatatan nikah berkedudukan penting sebagaimana halnya kedudukan dan fungsi saksi dalam akad pernikahan, yaitu sebagai bukti telah dilangsungkan akad pernikahan dengan sah.

c. Pencatatan perkawinan menurut Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Al-Qur’an dan hadits tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan. Namun bila dilihat pada Surat Al-Baqarah ayat 282 mengisyaratkan bahwa adanya buktu autentik sangat diperlukan untuk menjaga kepastian Hukum. Bahkan secara redaksional menunjukkan bahwa catatan didahulukan daripada kesaksian, yang dalam perkawinan, persaksian menjadi salah satu rukun yang harus dilaksanakan.20

20

(38)
(39)

27

perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Mengenai sahnya perkawinan ditentukan dalam pasal 4 KHI bahwa “perkawinan sah apabila dilakukan menurut Hukum Isam sesuai dengan

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan”. Perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama adalah

suatu peristiwa hukum yang tidak dapat dianulir oleh Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang menentukan tentang pencatatan perkawinan.21

Kemudian mengenai pencatatan perkawinan diatur pada pasal 5 KHI, yang berbunyi :

(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam perkawinan harus dicatat.

(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam UU nomor 22 Tahun 1946 Jo Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954

Pasal 5 KHI yang memuat tujuan pencatatan perkawinan adalah agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam. Oleh karena itu perkawinan harus dicatat, merupakan ketentuan lanjutan dari pasal 2

21

(40)

28

ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 Bab II tentang pencatatan perkawinan.22

Kemudian dalam pasal 6 KHI menyebutkan bahwa :23

(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

(2) Perkawinan yang diakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.

d. Tujuan Pencatatan Pernikahan di Indonesia

Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan Hukum Islam maupun perkawinan yang dilaksanakan tidak berdasarkan Hukum Islam.

Pada dasarnya, fungsi pencatatan perkawinan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah satu bukti dianggap sah sebagai bukti sar’iy adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh

Negara.

Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia gunakan sebagai alat bukti dihadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa

22

Ibid, 221

23

(41)

29

yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat perniakahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan sebagainya. Selain itu, disebutkan dalam UU No.2 Tahun 1946 bahwa tujuan dicatatkan perkawinan adalah agar mendapatkan kepastian hukum dan ketertiban. Dalam penjelasan pasal 1 ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa : “maksud pasal ini adalah agar nikah, talak dan rujuk menurut Agama Islam dicatat agar mendapat kepastian Hukum.”

Dalam Negara yang teratur, segala hal-hal yang bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, sebagai kelahiran, pernikahan, kematian dan sebagainya.24

Selanjutnya tersebut pula dalam kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa tujuan pencatatan yang dilakukan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah adalah untuk terjaminnya ketertiban perkawinan. Dan ditegaskan perkawinan yang dilakukan diluar Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum, dan perkawinan hanya dibuktikan dengan adanya akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.25

B. Adopsi Anak

1. Pengertian Pengadopsian Anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

24

Khoirudin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2009), 336

25

(42)

30

seutuhnya. Anak juga perlu untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun social, dan berakhlak mulia. Karena selain sebagai generasi penerus dari orang tuanya, anak juga sebagai generasi penerus bangsa dan Negara. Anak sebagai generasi penerus tentu saja sangat diharapkan keberadaanya dalam suatu keluarga, sehingga perlu dijaga, dibina dan dilindungi, agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.26

Menurut R. Soepomo, system hukum adat yang berlaku di Indonesia dalam hal adopsi mempunyai corak sebagai berikut : (a) memiliki sifat kebersamaan atau komunal yang kuat,

artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, rasanya kebersamaan ini meliputi seluruh lapangngan hukum adat; (b) mempunyai corak religious-magisyang berhubugan dengan

pandangan hidup alam Indonesia;

(c) Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan yang konkrit;

(d) Hukum adat yang memiliki sifat visual, artinya perhubungngan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengsn suatu ikatan yang dapat dilihat.27

26Ajeng Irma, “AnalisisYuridis Tentang Pencatatan Perkawinan Anak Angkat di KUA Kecamatan

Sawahan Kota Surabaya” (Skripsi – IAIN Sunan Amel Surabaya, 2004), 31

27

(43)

31

Selanjutnya yang dimaksud pengangkatan anak telah ada dalam dalam pasal 1 Angka 9 Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang merumuskan :

yang dimaksud anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan ”.28

2. Pengadopsian Anak dalam Islam

Pengangkatan anak sudah dikenal dan berkembang sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Rasulullah sendiri pernah mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi anak angkatnya, bahkan tidak lagi memanggil Zaid berdasarkannnama ayahnya (Haritsah) tetapi ditukar oleh Rasulullah SAW dengan nama Zaid Bin Muhammad. Pengangkatan Zaid sebagai anaknya ini diumumkan oleh Rasulullah di depan kaum Quraisy. Nabi Muhammad SAW juga menyatakan bahwa dirinya dan Zaid saling mewarisi. Zaid kemudian dikawinkan dengan Zainab Binti Jahsy, putri Aminah Binti Abdul Muthalib, bibi Nabi Muhammad SAW. Oleh karena Nabi SAW telah menganggapnya sebagai anak, maka para sahabatpun kemudian memanggilnya dengan Zaid Bin Muhammad.29

28

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 angka 9

29

(44)

32

Pengadopsian anak tidak boleh memutus hubungan hukum/nasab antara anak dengan orang tua kandungnya.

Sebab adanya peristiwa tersebut turunlah surah Al-Ahzab ayat 4-5 yang berbunyi :

Artinya : (4) Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar). (5) Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.30

Dari ayat diatas dapat dipahami, bahwa mengangkat anak dengan mengalihkan nasab yang berakibat terjadinya hubungan kekerabatan dan kewarisan hukumnya haram. Hal ini disebabkan,

30

(45)

33

disamping karena Alah SWT melarang dan Rasulullah SAW mematuhi larangan tersebut, juga didasarkan atas pertimbangan : untuk menghindari terganggunya hubungan keluarga berikut hak-haknya, untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman antara yang halal dan yang haram (dalam hal mahram atau aurat), untuk menghindari kemungkinan terjadinya permusuhan antara kekerabatan nasab dengan anak angkat(dalam hal warisan).

Pengadopsian anak (at-tabanniy, adoption) Secara istilah At-Tabanni menurut Wahbah al-Zuhaili adalah pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasab-nya, kemudian anak itu di-nasab-kan kepada dirinya.31

Allah memerintahkan anak-anak adopsi untuk dinasabkan ke bapak mereka (kandung) bila diketahui, tetapi jika tidak diketahui siapa bapak kandungnya maka mereka sebagai saudara seagama dan loyalitas mereka sebagai pengadopsi juga orang lain. Allah mengharamkan anak adopsi dinasabkan kepadaayah adpsi (ayah angkat) secara hakiki, bahkan anak-anak juga dilarang bernasab kepada selain bapak mereka yang asli, kecuali sudah terlanjur salah dalam pengucapan. Allah mengungkapkan hukum tersebut sebagai bentuk keadilan yang mengandung kejujuran

31

(46)

34

dalam perkataan, serta menjaga nasab dari keharmonisan, juga menjaga hak harta bagi orag yang berhak menerimanya.32

Surjono Sukanto memberi rumusan tentang pengangkatan anak atau yang biasa disebut dengan adopsi sebagai suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri, atau mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah.33

3. Perwalian Nikah Bagi Anak Adopsi

Wali merupakan syarat sah dalam pernikahan, tanpa adanya wali maka pernikahan dianggap tidak sah. Karena pernikahan yang sah adalah pernikahan yang memenuhi syarat-syarat dan rukun yang berlaku baik yang diatur dalam Hukum Islam maupun dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 14 disebutkan beberapa syarat dan rukun dalam pernikahan bahwa pernikahan dapat dikatakan sah apabila telah terpenuhi syarat-syarat dan rukunnya. Apabila syarat tidak lengkap maka pernikahan tersebut tidak dapat dilangsungkan dan apabila salah satu dari rukunnya tidak ada maka pernikahan tersebut menjadi tidak sah atau batal.

32

http://andrywal.blogspot.com/2016/04//Anak-Angkat-dan-Statusnya Dalam Islam - Anak Angkat.html diakses pada tanggal 21 April 2016

33

(47)

35

Mengenai wali nikah tersebut telah termuat dalam KHI Pasal 19 yang berbunyi, “wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang

harus dipenuhi bahi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya.”34

Dasar hukum ditetapkannya wali sebagai syarat sah dan rukun pernikahan adalah berdasarkan ayat al-Qur’an Surat Al Baqarah (ayat 232) yang berbunyi :

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.35

Bagi perempuan yang hendak meaksanakan pernikahan, kehadiran seorang wali mutlak adanya, karena wali termasuk dalam salah satu syarat sahnya pernikahan baik dalam Hukum Islam maupun Undang0undang. Persyaratan adanya wali bukan tanpa alasan. Melainkan itu semua merupakan penghormatan Agama Islam terhadap wanita. Memuliakan dan menjaga masa depa mereka. Maka dari sekian banyak syarat dan rukun tersebut, persyaratan adanya wali dalam pernikahan menjadi hal yang

34

Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (1993), 25

35

(48)

36

sangat penting dan menentukan, hal ini dapat dilihat pula dari pendapat Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali, bahkan dapat dikatakan pernikahan

tersebut tidak sah.

Perwalian dalam nikah menurut jumhur ulama seperti imam syafi’i, Imam MAiki dan Imam Hambali merupakan salah satu syarat sahnya nikah, baik bagi gadis maupun janda. Sedangkan Imam Hanafi menyatakan bahwa wali bukan merupakan syarat sahnya pernikahan, namun baik it perempuan atau laki-laki yang akan menikah hendaknya mendapat izin dari orang tua masing-masing36

Kedudukan wali dalam pernikahan mempunyai urutan yang harus dipatuhi oleh semua pihak dan tidak boleh dilanggar tanpa ada persetujuan dari wali sebelumnya yang lebih berhak. Berdasarkan pada Pasal 21 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi :

(1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.

Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan sseterusnya.

Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.

Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.

Keempat, saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

(2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kerabatnya dengan calon mempelai wanita.

(3) Apabila dalam satau kelompok derajat sama derajat kekerabatan maka yang paling berhak adalah kerabat kandung dari kerabat seayah.

36

(49)

37

(4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat ayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.37

Kemudian dalam Kifayatul Akhyar karangan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini menyebut urutan wali sebagai berikut : Ayah kandung, kakek atau ayah dari ayah, saudara se-ayah dan se-ibu, saudara se-ayah saja, anak laki-laki dari saudara se-ayah se-ibu, anak laki-laki dari saudara se-ayah saja, saudara laki-laki ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah.38

Sesuai pula dalam penjelasan Kompilasi Hukum Islam pada pasal 19 yang menyatakan bahwa :

yang dapat menjadi wali terdiri dari wali nasab dan wali hakim, wali

anak angkat dilakukan oleh ayah kandung

Maka yang berhak menjadi wali nikah bagi anak angkat adalah ayah kandung.

37

Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, 26

38

Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini, Kifayatul Akhyar fii Alli Ghayatil Ikhtisar, terj oleh

(50)

BAB III

PELAKSANAAN PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KECAMATAN PRAJURIT KULON KOTA

MOJOKERTO

A. Gambaran Umum KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto

1. Gambaran Umum KUA Kecamatan Prajurit Kulon

KUA Kecamatan Prajurit Kulon adalah institusi pemerintah di bawah Kemenrian Agama Kota Mojokerto yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pemerintah di bidang pembangunan Agama di kecamatan, khusunya di bidang agama. KUA kecamatan Prajurit kulon dituntun untuk melayani masyarakat dengan pelayanan yang sebaik mungkin, KUA kecamatan praurit kulon dalam melayani masyarakat dipimpin oleh seorang kepala sekaligus sebagai seorang pegwai Pencatat Nikah (PPN) dan penghulu, dua oang penghulu, dua orang penyuluh Agama, dan dua orang pegawai administrasi.39

2. Letak Geografis

Wilayah Mojokerto berada diantara 7º 28’ lintang selatan dan 112º

26’ Bujur Timur. Kota Mojokerto terdiri dari 2 Kecamatan, yaitu

kecamatan Magersari dan Kecamatan Prajuritkulon.

Secara Topografis terletak pada ketinggian ±22 Meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 0% - 3%. Dengan demikian

39

(51)

39

dapat diperharikan bahwa kota Mojokerto mempunyai permukaan tanah yang relatif datar, sehingga aliran sungai / saluran menjadi relatif lambat, dan hal ini mempercepat terjadinya pendangkalan yang pada akhirnya akan menimbulkan kecenderungan adanya genangan pada berbagai bagian kota apabila terjadi hujan,

Sedangkan untuk batas wilayah kecamatan prajuritkulon adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara : Sungai Brantas b. Sebelah timur : Kecamatan Magersari c. Sebelah Selatan : Kecamatan Suko d. Sebelah Barat : Kecamatan Suko

Luas wilayah seluruhnya adalah 774,82 hektar yang terdiri atas : a. Tanah Sawah : 229,95 hektar

b. Tanah Kering : 127,17 hektar c. Bangunan : 378,42 hektar d. Lainnya : 39,82 hektar.

3. Pembagian Wilayah Kelurahan

Untuk mengefektifkan pelayanan di tingkat kecamatan, kecamatan prajuritkulon membagi wilayah kerjanya dalam bentuk kelurahan, yang berjumlah 8 kelurahan, yaitu :

(52)

40

d. Kelurahan Blooto e. Kelurahan Kauman f. Kelurahan Mentikan g. Kelurahan Miji h. Kelurahan Kranggan

Adapun visi dan misi Kantor Urusan Agama Prajurit Kulon adalah sebagai berikut :

Visi : terwujudnya masyarakat Prajuritkulon Taat beragama, Rukun, Cerdas, Mandiri, dan sejahtera lahir dan batin

Misi :

a. Meningkatkan dan mewujudkan pelayanan Nikah Rujuk. b. Meningkatkan Pelayanan dan peran BP 4 dan keluarga sakinah.

c. Pengembangan manajemen dan pendayagunaan Masjid, Zakat, Wakaf dan ibadah Sosial.

d. Meningkatkan pelayanan haji.

e. Peningkatan pelayanan dan Pembinaan produk pangan halal dan hisab rukyat

f. Meningkatkan kualitas dan kerukunan umat beragama.

g. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan beragama.40

40

(53)

41

4. Keadaan Demografi

Kecamatan Prajuritkulon pada tahun 2010 mempunyai jumlah penduduk sebanyak 53.777 orang yang tersebar dalam 8 kelurahan.

Komposisi penduduk Kecamatan Prajuritkulon mulai Tahun 2008-2012 meningkat, berdasarkan jenis kelamin :

a. Laki-laki : 30.463 b. Perempuan : 30.821

Dimana jumlah perempuan lebih banyak sedikit dibandingkan laki-laki (1,16%)

B. Pelaksanaan Pernikahan di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota

Mojokerto

Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang mensyaratkan rakyatnya mencatatkan setiap peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia demi mendapatkan perlindungn hukum terhadapnya, seperti : kelahiran, pernikahan dan kematian yang harus segera diaporkan kepada pejabat yang berwenang.

Dalam PMA 11 tahun 2007 dijelaskan bahwa pejabat yang berwenang mengurus pernikahan bagi umat Islam adalah KUA dan catatan sipil bagi non Muslim.

(54)

42

satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Islam dalam wilayahnya.41

Adapun tata cara yang perlu dilakukan oleh masing-masing calon pengantin yang ingin mendaftarkan pernikahannya di KUA kecamatan Prajurit Kulon melalui beberapa tahap, antara lain :

1. Pemberitahuan Kehendak Nikah

Pemberitahuan kehendak nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai atau orang tua atau wakinya dengan membawa surat-surat yang diperlukan. Seperti yang tercantum dalam pasal 5 PMA 11 tahun 2007, bahwa :

(1) Pemberitahuan kehendak nikah disampaikan kepada PPN di wilayah kecamatan calon istri.

(2) Pemberitahuan kehendak nikah dilakukan secara tertulis dengan mengisi formulir pemberitahuan dan dilengkapi persyaratan sebagai berikut :

a. Surat keterangan untuk nikah dari kepala desa atau lurah

b. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir , atau surat keterangan asal usul calon mempelai dan dari kepala desa atau lurah

c. Persetujuan kedua calon mempelai

d. Surat keterangan tentang orang tua dari kepala desa atau pejabat setempat.

e. Izin tertulis orang tua atau wali bagi calon mempelai yang belum mencapai usia 21 tahun

f. Izin dari pengadilan, dalam hal kedua orang tua atau wainya sebagaimana dimaksud huruf e diatas tidak ada

g. Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon istri yang belum mencapai umur 16 Tahun

h. Surat izin dari atasannya/kesatuannya jika calon mempelai anggota TNI atau POLRI

i. Putusan pengadilan berupa izin bagi suami yang hendak beristri dari seorang

41

(55)

43

j. Kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

k. Akta kematian atau surat keterangan kematian suami/isteri dibuat oleh kepala desa/lurah atau pejabat setingkat bagi janda atau duda

l. Izin untuk menikah dari kedutaan atau kantor perwakilan Negara bagi warga Negara asing

(3) Dalam hal kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j rusak, tidak terbaca atau hilang, maka harus diganti dengan duplikat yang dikeluarkan oleh kepala KUA yang bersangkutan

Setelah semua persiapan telah dilakukan oleh calon pengantin secara matang maka kedua calon mempelai memberitahukan kehendak kepada PPN/ pembantu PPN yang mewilayahi tempat yang akan dilangsungkan akad nikah. Sekurang-kurangnya sepuluh hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan.42

2. Pemeriksaan Nikah

Tahapan selanjutnya setelah calon mempelai memberitahukan kehendaknya pada PPN , dilaksanakan pemeriksaan oleh Pegawai pencatat nikah terhadap calon suami, calon istri dan wali nikah yang bisa dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama.

Pemeriksaan tersebut dilakukan guna mengetahui adanya halangan atau larangan nikah yang memungkinkan pernikahan mereka untuk dibatalkan.

42

(56)

44

3. Pengumuman kehendak nikah

PPN atau Pembantu PPN mengumumkan kehendak nikah pada papan pengumuman, dengan persyaratan yang telah dipenuhi:

a. Oleh PPN di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan di KUA kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai

b. Oleh pembantu PPN di luar jawa ditempat-tempat yang mudah diketahui umum

PPN/ Pembantu PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau sepuluh hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat (3) PP no. 9 tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting, misalnya salah-satu seorang yang akan segera bertugas ke luar Negeri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon dispensasi kepada camat atas nama kepala desa atau lurah memberikan dispensasi.

Dalam jedah waktu sepuluh hari ini calon mempelai mendapatkan nasihat perkawinan BP4 setempat.

4. Akad Nikah dan Pencatatannya

(57)

45

Akad nikah boleh dilangsungkan di KUA atau boleh dilakukan diluar KUA. Penyerahan buku akta nikah dilakukan setelah acara akad nikah tersebut dengan sebelmnya ditandatangani oleh calon suami, calon istri, wali nikah, saksi-saksi, dan PPN atau wakil PPN.43

C. Pelaksanaan Perkawinan dan Pencatatan Perkawinan Anak Adopsi di

KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto

Proses pendaftaran pernikahan ini dilakukan sesuai prosedur pendaftaran pernikahan di KUA kecamatan prajuritkulon Kota Mojokerto. Dimulai dengan calon mempelai memberitahukan kehendak nikah kepada pembantu PPN yang kemudian oleh pembantu PPN dicatat dan bersama-sama menghadap kepada PPN yang bersangkutan dengan membawa kelengkapan syarat-syarat perlengkapan administrasi.

Selanjutnya tahap pemeriksaan kehendak nikah (rafa’), sebelum rafa’ dilaksanakan, kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Prajuritkulon dengan alasan calon mempelai pria yang bernama DRI AGUSTYA PUTRANTO baru berumur 18 Tahun 5 bulan dengan dikeluarkannya surat penolakan Nomor : Kk. 15.38.02/Pw.01/771/2015 tertanggal 30 Desember 2015 muncullah syarat dispensasi nikah terlebih dahulu.

Majelis Hakim menemukan fakta hukum yang salah satunya adalah calon istri adalah anak adopsi, yang berbunyi bahwa :

43

(58)

46

(1) Anak pemohon bernama DWI AGUSTYA PUTRANTO bin HARIYONO baru berumur 18 tahun 5 bulan

(2) Calon istri anak pemohon bernama ENGGAR WAHYU BATHARI binti PAIMAN, berumur 18 tahun

(3) Ayah kandung calon isteri anak pemohon sebenarnya bernama PAIMAN bin PANGAT, sedangkan YUDO PRIYANTO adalah ayah angkat calon isteri anak pemohon

Setelah adanya putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Kota Mojokerto yang mengabulkan permohonan dispensasi nikah maka tahap selanjutnya adalah pemeriksaan kehendaknikah atau rafa’ lebih lanjut, pada

tahap ini diketahui bahwa saudari Enggar Wahyu Bathari ini adalah anak adopsi dari keluarga bapak Yudho Priyanto, telah disebutkan pula ketika didepan meja pengadilan saat dilangsungkannya permohonan dispensasi nikah pada Pengadilan Agama Mojokerto.

Kemudian wali nikah yang disebutkan dan digunakan oleh saudari ENGGAR WAHYU BATHARI dengan saudara DRI AGUSTYA PUTRANTO yang akan melangsungkan akad nikah pada 20 Februari 2016 adalah wali nasab dari saudari Enggar Wahyu Bathari yakni bapak Paiman selaku bapak kandung dari saudari Enggar. Namun kemudian yang tertulis dalam buku akta nikah adalah bapak angkat sebagai wali nikah yang sah.

(59)

47

dan yang berhak menjadi wali nikah bagi anak adopsi adalah bapak kandungnya. Namun pada keluarga angkat masih saja menginginkan tidak ada perubahan data dalam kependuukan si anak dalam keluarga tersebut.

Karena keberadaan keluarga angkat Enggar Wahyu Bathari yang menginginkan bahwa penulisan dalam akta nikah atas anak adopsinya yaitu saudari Enggar ini tetap berdasarkan nama bapak Yudo Priyanto sebagaimana tertera dalam N-5 (Surat izin orang tua) dan semua data kependudukan, maka sangat tidak memungkinkan jika merubah data kependudukan yang sesuai dengan fakta riil.

Dengan berbagai pertimbangan, maka pegawai pencatat nikah di KUA Kecamatan prajuritkulon Kota Mojokerto memperbolehkan pihak Enggar Wahyu Bathari dengan Dri Agustiya Putranto memproses kehendak nikah dengan syarat bahwa yang menjadi wali pernikahan tersebut adalah ayah nasab dari saudari Wahyu Enggar Bathari, juga meminta permohonan dispensasi nikah terlebih dahulu kepeda Pengadian Agama Mojokerto, sehingga dapat didaftarkan untuk selanjutnya diproses ke tahap lanjutan.

(60)

48

wanita, yaitu di Kranggan gang 5 nomor 01 Kota Mojokerto dengan mas kawin cincin emas seberat 2 garam tunai.44

Pembuktian asal-usul anak yang harus berdasarkan akta kelahiran dan bukti autentik lainnya yang dibuat oleh pejabat yang berwenang seperti yang tercantum dalam pasal 103 KHI dan pencatatan perkawinan yang seharsnya benar-benar dicatatkan berdasarkan fakta riil dan materiil layaknya butuh proses pelaksanaan sebelum semuanya bisa diterima oleh masyarakat luas. Yaitu pemahaman tentang pengadopsian anak dan sosialisasi peraturan terkait pengadopsian serta pencatatan perkawinan anak adopsi. Dan untuk peraturan terkait juga butuh waktu agar peraturan tersebut dapat diterima oleh masyarakat luas mengingat bahwa peraturan ini tergolong kontrovelsial. Pengadopsian anak juga tidak memutuskan hubungan darah antara anak kandung dengan ayah kandungnya.

Perkawinan anak adopsi serta pencatatan perkawinan anak adopsi ini terjadi beberapa kali di KUA Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto, salah satunya adalah pada perkawinan saudara Dri Aguustiya Putranto dengan saudari Enggar Wayu Bathari.

D. Alasan KUA Kecamatan Prajuritkulon Kota Mojokerto Mencatatkan

Perkawinan Anak Adopsi Berdasarkan Bapak Angkat

Ketentuan tentang pencatatan perkawinan menurut syariat Islam mengikat kepada setiap muslim, dan setiap muslim harusnya menyadari

44Sya’roni, Penghulu Muda KUA Kec. Prajurritk

(61)

49

bahwa didalam perkawinan terdapat nilai-nilai ubudiyah, maka memperhatikan keabsahannya adalah merupakan sesuatu yang sangat diharuskan.

Pernikahan yang disyariatkan oleh Islam mempunyai tujuan yang mulia, baik untuk kehidupan umat muslim didunia maupun di akhirat nanti, dan demi terwujudnya cita-cita mulia yang diharapkan dapat diraih umat muslim melalui pernikahan tidaklah luput dari aspek-aspek pemenuhan syarat dan rukun yang berdampak pada keabsahan pernikahan tersebut.

Demikian juga dengan pernikahan antara saudara DRI AGUSTIYA PUTRANTO dengan saudari ENGGAR WAHYU BATHARI pada tanggal 20 Februari 2016 dengan wali nasab bapak kandung dari saudari Enggar yang bernama Paiman dan dicatatkan berdasarkan nama ayah angkat di KUA Kecamatan Prajuritkulon Kota Mojokerto.

Pegawai pencatat Nikah di KUA Kecamatan Prajuritkulon Kota Mojokerto mencatatkan pernikahan tersebut walaupun wali yang digunakan bebeda dengan bukti riil yakni akta-akta autentik yang mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum atas pencatatannya. Hal ini berseberangan dengan KHI pasal 103, namun pencatatannya bukan tanpa alasan yang mendasarinya, antara lain :

Referensi

Dokumen terkait