DINAMIKA RELASI AKTOR DALAM PEMBEBASAN HAK ATAS TANAH (Studi Kasus Pembebasan Lahan Proyek Pembangunan Jalan MERR II-C Gunung
Anyar Surabaya)
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Filsafat Politik Islam
Oleh :
ATIKA VANIA NIM E04213010
PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
vi
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian lapangan yang bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika pembebasan tanah dalam proyek pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar dan membahas mengenai relasi antar aktor yang terlibat dalam pembebasan tanah di wilayah Gunung Anyar tersebut.
Penelitian ini menggunakan teori elite dan teori tindakan sosial Weber. Dalam skripsi ini Teori elite digunakan sebagai alat analisis dalam mengklasifikasikan aktor serta pola relasi nya. Sedangkan, teori tindakan sosial Weber digunakan sebagai pijakan dalam menganalisis faktor-faktor penghambat pembebasan serta dinamikanya. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun informan dalam penelitian ini adalah Dinas PU Bimanarga dan Pematusan Kota Surabaya, warga yang terdampak proyek serta kelompok-kelompok penekan yang muncul pada warga di tengah proses pembebasan tanah di Gunung Anyar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) dinamika pembebasan tanah di kelurahan Gunung Anyar menggambarkan pola hubungan yang menarik. Beberapa kendala yang muncul sangat beragam, namun yang paling kuat megenai faktor ganti kerugian. Aktor yang terlibat dibagi menjadi 2 kelompok yakni aktor pemerintahan dan masyrakat yang terdampak. (2) Relasi antar aktor berdasarkan kesepakatan dan juga ketidaksepahaman yang berbasis rasionalitas dan nilai. Dan stabilitas relasi nya
(unstable) atau Kurang menjalin koordinasi secara langsung antara pihak pemkot
dengan warga yang terdampak. Pola relasinya adalah Disosiatif, yakni interaksi yang memungkinkan kompetisi diantara keduanya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
BAB II : LANDASAN TEORI ... 23
A. Teori Elite ... 23
B. Teori Tindakan Sosial Weber ... 27
C. Konsep Aktor... 32
D. Relasi Aktor... 35
E. Pembebasan Hak Atas Tanah... 37
BAB III : SETTING PENELITIAN ... 43
A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 42
1. Kondisi Geografis ... 42
2. Kondisi Demografis ... 43
B. Proyek Pembangunan Jalan MERR II-C... 49
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ...... 55
A. Dinamika Pembebasan Hak Atas Tanah Proyek Pembangunan MERR II-C Gunung Anyar... ... 55
1. Identifikasi Aktor ... 57
2. Faktor Penghambat Pembebasan... 65
3. Mekanisme dan Sosialisasi... 71
B. Relasi Aktor Dalam Pembebasan Hak Atas Tanah Proyek Pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar... 74
BAB V : PENUTUP ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Surabaya merupakan salah satu kota dengan mobilitas penduduk dan
kepadatan penduduk yang tinggi. Surabaya sebagai gerbang pintu masuk
Indonesia bagian timur dituntut untuk memiliki sarana dan prasarana serta
infrastuktur yang memadai demi menunjang laju perekonomian yang ada.
Prasarana transportasi menempati peranan penting dan khusus dalam
menunjang pengembangan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan.
Salah satu prasarana transportasi berupa jalan, yang mana dapat
mempengaruhi perkembangan kota Surabaya kedepannya. Apalagi masalah
kemacetan adalah hal yang tidak bisa lepas dari kota ini. Kemacetan akan
menghambat laju mobiliasasi dan perekonomian yang ada di Surabaya.
Seiring dengan bertambahnya volume kendaraan namun tidak
sebanding dengan ruas jalan yang tersedia maka Kementerian Pekerjaan
Umum melalui Direktorat Jenderal Bina Marga melaksanakan program
dengan membangun jaringan jalan yang dapat menghubungkan daerah
pinggiran kota atau daerah luar kota menuju ke pusat kota. Jaringan jalan ini
bertujuan untuk memudahkan warga kota untuk bermobilitas serta dapat
2
kendaraan bermotor. Untuk menjawab permasalahan yang ada, dibangunlah
jalan lingkar / ring road untuk solusi kemacetan agar tidak bertambah parah.
MERR (Middle East Ring Road) atau dalam Bahasa Indonesia jalan
lingkar timur merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya
perbaikan infrastruktur dan ekonomi. Pembangunan ini dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang (UU) No.38 Tahun 2004 tentang Jalan. Tujuan
nya adalah untuk menyelesaikan Ruas Jalan Lingkar Timur Kota Surabaya
sepanjang 10,925 Km. Jalan tersebut menghubungkan akses ruas Tol Waru –
Bandara Juanda menuju ke utara sampai ke Jalan Kenjeran menuju akses
Jembatan Suramadu. Memperlancar arus lalu lintas khususnya di wilayah
Surabaya Selatan dan Timur dimana saat ini pengembangan di wilayah
tersebut sangat pesat. Pembangunan jalan MERR II-C ini adalah kelanjutan
dari pembangunan jalan MERR II-A dan MERR II-B yang telah rampung
diselesaikan.
Proyek MERR II-A dimulai dari persimpangan jalan Kenjeran,
Kecamatan Kenjeran, Surabaya hingga persimpangan jalan Mulyorejo
(kampus C Universitas Airlangga), Kecamatan Mulyorejo, Surabaya. Proyek
MERR II-B dimulai dari persimpangan jalan Mulyorejo, Kecamatan
Mulyorejo Surabaya hingga persimpangan jalan Arif Rahman Hakim,
Kelurahan Klampis Ngasem, Kecamatan Sukolilo, Surabaya. Kedua proyek
tersebut (MERR II-A dan MERR II-B) sudah terealisasi terlebih dahulu.
3
Hakim, Kelurahan Klampis Ngasem, Kecamatan Sukolilo, Surabaya hingga
persimpangan Pondok Candra, Kelurahan Tambak Sumur, Kecamatan Waru,
Kabupaten Sidoarjo. Proyek jaringan jalan MERR II-C ini sepanjang 7,56
km. Target dari proyek tersebut untuk mempersingkat jarak tempuh dari
Sidoarjo menuju ke Surabaya Timur. 1
Pembangunan terutama untuk fasilitas umum, pastinya memerlukan
tanah sebagai sarananya. Tanah yang luas akan mempermudah dalam
pembangunan fasilitas umum. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam
yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Namun persoalannya tanah
merupakan sumber daya alam yang terbatas dan saat ini semakin terus
berkurang. Tanah sudah banyak yang menjadi hak milik seseorang (swasta)
dan tanah milik negara pun saat ini sudah sangat terbatas.Masalah tanah erat
sekali hubungannya dengan manusia sebagai pemenuhan kebutuhannya demi
kelangsungan hidupnya. Bagi masyarakat Indonesia hak atas tanah dan benda-
benda yang ada diatasnya merupakan hukum yang penting, namun apabila
benar-benar diperlukan dapat dilakukan pencabutan dan pembebasan hak
tersebut untuk kepentingan pembangunan.
Pengadaan tanah dapat dikatakan merupakan salah satu kebijakan
pemerintah guna mendukung keberlangsungan pembangunan. Kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah dikeluarkan dalam bentuk peraturan yang telah
memiliki dasar hukum yang jelas dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
4
yang telah digariskan dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang
muncul di masyarakat. Pembangunan untuk memenuhi kepentingan umum
dalam diwujudkan dalam bentuk pembangunan infrastruktur, yang dalam
pelaksanaannya menuntut tersedianya lahan/tanah yang memadai. Sehingga
pembangunan dapat dilakukan dengan baik dan lancar, dan karena bertujuan
untuk kepentingan umum, maka hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemerintah ini tetap harus berorientasi pada hakikat ideal dari
pembangunan, yaitu mampu merealisasikan potensi manusia, sehingga
infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah di atas tanah milik rakyat ini
harus mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan adanya
akses masyarakat akan pemanfaatan program-program pembangunan, tidak
hanya kepada kepentingan dan manfaat sebagian kelompok atau kepentingan
pemerintah saja.
Dalam praktek pelaksanaan pembangunan jalan untuk kepentingan
umum selalu menimbulkan masalah pada aspek pembebasan maupun
pemberian ganti kerugian. Anggapan seperti ini bisa jadi muncul karena
beberapa faktor yakni kurangnya peraturan yang mengatur, kebijakan yang
hanya menguntungkan sebagian pihak, ketidaksiapan aparat yang berwenang
atau juga karena tindakan aparat yang melampaui batas kewenangannya.
Proyek pembangunan jalan MERR IIC telah menuai konflik dalam hal
pembebasan tanah yang mengakibatkan terseretnya satgas dari Dinas
5
No Tanggal PERISTIWA
1 2008 Dimulai proyek MERR II C
2 2009-2010 Pembebasan Tanah MERR IIC Arief Rahman Hakim sampai
Semolowaru
3 2011 Pengerjaan Jalan MERR IIC Arief Rahman Hakim sampai
Semolowaru
4 2011 Negosiasi harga 2.680.000 yang ditawarkan oleh P2T
5 2012 Harga turun menjadi 1.750.000 Oleh P2T
6 Oktober
2013
Pembebasan Tanah Di Gunung Anyar sudah 50% dengan harga 2.5 juta per meter
7 21 Mei 2014 Terbongkarnya Kasus Mark Up dana MERR IIC dan
penetapan tersangka Djoko Waluyo dan Olli Faisol
8 26 Agustus
2014
Pembebasan tanah di Gunung Anyar berhenti karena DPUBMP trauma dengan kasus Mark Up
9 30 Maret
2015
Penjatuhan Vonis Majelis hakim terhadap Terdakwa
10 27 Mei 2015 Kontrak pembangunan MERR IIC oleh kontraktor PT Tectonia
Grandis
11 Agustus
2015
Dari sekitar 1,6 Km lahan di Gunung Anyar, yang belum dibebaskan ada 750 Meter.
12 April 2016 Pemkot berniat menyelesaikan pembebasan tanah di Gunung
Anyar
13 September
2016
Warga Gunung Anyar meminta harga 18 Juta Per M2
keputusan. Djoko Walujo, Olli Faisol dan Euis Darliana. Serta menyeret
beberapa warga yang membantu petugas dalam hal mark-up harga bangunan
dalam pembebasan lahan.
Untuk lebih jelasnya, penulis menyajikan tabel kronologis
pembebasan tanah pada pembangunan MERR II-C:
Tabel 1.1
Kronologis Pembebasan Tanah MERR II-C
6
Setelah munculnya kasus tersebut, pembebasan tanah sempat terhenti
untuk beberapa waktu dikarenakan penyelesaian perkara hukum. Hal itu juga
menjadi sebuah trauma tersendiri bagi Dinas Pekerjaan Umum Binamarga dan
Pematusan. Kepala DPUBMP Kota Surabaya Erna Purnawati mengakui
belum ada yang berani mengerjakan proyek tersebut pasca perkara. Namun
saat ini pihaknya sudah membentuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang
berisi orang-orang baru untuk mempersiapkan pengerjaan kembali.“Kami
sudah mempersiapkan tim Pejabat Pembuat Komitmen Baru,”2
Selain Erna, Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan DPUBMP Kota
Surabaya, Ganjar Siswo Pramono, mengatakan, pihaknya tidak mau
menargetkan kapan pembebasan lahan selesai. Karena khawatir akan terulang
kasus penyalahgunaan wewenang yang berujung hukum.
“Kami tidak target. Agak trauma, kami tunggu sampai selesai. Apalagi
pemerintah pusat tahun ini tidak menganggarkan pembangunan fisik Jalan MERR," 3
Sedangkan Walikota Surabaya Tri Rismaharini optimistis proyek
pembangunan jalan MERR IIC akan terus berlanjut. Risma menyatakan
bahwa proses pembebasan persil lahan pemukiman warga di Gunung Anyar
2Magdalena Fransilia, “Walikota Risma Akui Pembebasan Lahan Merr terkendala Kasus
Korupsi 2014”, http://surabaya.tribunnews.com/2015/06/26/wali-kota-risma-akui-
pembebasan-lahan-merr-terkendala-kasus-korupsi-2014 (diakses pada, Selasa 30 Desember 2016)
3 Sri Handi Lestari. “Pemkot Surabaya Hanya Sediakan Lahan Pengerjaan Merr IIIC Oleh
Kementrian PU”, http://surabaya.tribunnews.com/2016/04/21/pemkot-surabaya-hanya-
7
telah dilanjutkan. "Sudah berjalan lagi. Saat ini yang persil pemukiman sudah
diproses pembebasannya,"4
Namun hingga saat ini proses pembebasan lahan di daerah Gunung
Anyar belum juga rampung, sehingga proyek jalan ini masih buntung pada
persimpangan jalan di daerah Gunung Anyar. Meskipun telah ada intruksi
langsung dari walikota untuk segera menyelesaikan proyek ini, juga telah
dibentuk petugas baru untuk menyelesaikan Pembebasan tanah di daerah
Gunung Anyar. Pembebasan tanah yang sulit menjadi salah satu faktor
penyebab proyek ini terhenti. Di satu sisi warga terdampak enggan
melepaskan tanahnya karena terkendala oleh ganti kerugian yang tidak sesuai
dengan mereka inginkan. Warga ingin pemerintah memberikan ganti kerugian
dengan nilai yang tinggi kepada mereka. Di sisi lain, petugas yang berwenang
untuk melakukan pembebasan tanah terlihat memiliki tendensi untuk
kepentingan masing-masing. Hal tersebut menimbulkan sebuah ketimpangan
yang menyebabkan proyek ini sulit terselesaikan. Pihak-pihak yang terlibat
terlihat memiliki tendensi kepentingannya sehingga menimbulkan alotnya
pembebasan lahan.
4 Arif Fajar.”Risma Sebut Pembebasan Lahan Proyek Merr C Berlanjut Lagi”
8
Dalam proses pembebasan tanah terjadi interaksi antara masyarakat
dengan petugas pengadaan tanah yang diberikan wewenang untuk
menyelesaikan masalah pembebasan. Hal ini menjadi salah satu faktor
penunjang bekerhasilan dalam penyelesaian masalah pembebasan.
Kesejahteraan warga yang terdampak juga terkait dengan interaksi antar aktor
yang tercipta. Yang paling krusial dalam hal permasalahan pembebasan tanah
guna kepentingan umum, adalah produk sinergi interaksional dari beragam
aktor yang terlibat juga institusi yang berwenang atas penyelesaian
pembebasan tanah pada proyek pembangunan jalan MERR II-C ini.
Permasalahan ini berbeda dengan kasus sengketa tanah yang banyak
muncul. Bukan permasalahan sengketa tanah atau ketidak jelasan pemilik
yang dibahas melainkan berfokus pada aktor-aktor yang bermain dalam
pembebasan tanah. Aktor-aktor tersebut terlihat memiliki kepentingan
masing-masing. Atas permasalahan yang muncul tersebut, peneliti tertarik
untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul “DINAMIKA RELASI
AKTOR DALAM PEMBEBASAN HAK ATAS TANAH (Studi Kasus
Pembebasan Lahan Pada Proyek Pembangunan Jalan MERR II-C Gunung
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas. Maka, untuk lebih
memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini. Peneliti, menyajikan
rumusan masalah dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana dinamika dalam pembebasan hak atas tanah pada proyek
pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar?
2. Bagaimana relasi aktor dalam pembebasan ha katas tanah pada proyek
pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas. Maka, peneliti mempunyai tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menganalisis dinamika pada pembebasan hak atas tanah pada
proyek pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar.
2. Untuk menganalisis relasi aktor dalam pembebasan hak atas tanah
pada proyek pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar.
D. Manfaat Penelitian
Berhubungan dengan tujuan penelitian diatas. Maka, dapat peneliti
10
1. Manfaat Teoritis
a) Memperkaya literatur serta bahan kajian ilmu politik dalam upaya
perngembangan keilmuan.
b) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan
pembelajaran di penelitian-penelitian berikutnya,
2. Manfaat Praktis
a) Sebagai salah satu prasyarat untuk memenuhi tugas akhir dalam
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu.
b) Sebagai sarana pengembangan ilmu bagi penulis secara pribadi.
c) Diharapkan penelitian ini bisa membantu masyarakat mengetahui
permasalahan yang berkaitan dengan interaksi aktor dalam politik
pertanahan
E. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan topic
permasalahan tentang pembebasan tanah guna kepentingan umum ini perlu
dipaparkan untuk memberikan tambahan wacana ilmiah mengenai bagaimana
upaya yang perlu diambil oleh pembuat keputusan. Diantaranya adalah
sebagai berikut.
Rini Mulyanti (2013) dari Universitas Indonesia, menulis tesisnya
yang berjudul “ Analisis Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi
Kasus Pembangunan Jalan tol JORR WEST 2). Tesis ini membahas
11
perusahaan pengembang perumahan di wilayah Jakarta Barat. Dengan
menganalisa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah
memenangkan perusahaan pengembang perumahan sampai ke tingkat kasasi.
Hingga dikeluarkannya surat Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
nomor 2349/1.7711.52 tanggal 2 november 2008.
Hasil penelitian yang diperoleh gambaran bahwa hasil putusan
Gubernur tidak memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga kasus tersebut
dimenangkan oleh perusahaan pengembang perumahan. Secara teoritis
pelepasan hak dalam pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah,
sedangkan kenyataan proyek ini adalah proyek swasta namun pengadaan
tanahnya mengatasnamakan kepentingan umum.
Kevin Babtista Rewos (2012) dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Melakukan penelitian dengan judul “Pelaksanaan pembebasan Tanah Untuk
Pembangunan Pasar Inpres di Kota Ruteng Manggarai Nusa Tenggara
Timur”. Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum hak milik dari
pemegang tanah dalam pembebasan lahan untuk pembangunan pasar dalam
Instruksi Kota Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Masalah utama
adalah bagaimana fase tanah akuisisi untuk Pasar Inpres di Desa Pitak, Kota
Ruteng, Manggarai dan mengapa di gedung di Pasar Inpres Desa Pitak itu,
Kota Ruteng, Manggarai ada mantan pemegang hak atas tanah untuk ganti
rugi. Tujuan dari tesis ini adalah untuk mengetahui hukum, menganalisis dan
12
empiris yang dilakukan secara langsung kepada responden sebagai data
utama. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data diperoleh melalui wawancara langsung dari
responden tentang objek yang diteliti dan kemudian dianalisis secara
kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah implementasi dari
pembebasan lahan untuk pasar konstruksi di kota Ruteng instruksi,Manggarai,
Nusa Tenggara Timur tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Nomor 15 tahun 1975. Bentuk belum pelaksanaan perlindungan
hukum masih ada empat responden yang tidak memperoleh ganti rugi.
Dian Ayu Novianti (2014) dari Universitas Negeri Yogyakarta
menulis skripsi dengan judul Implementasi kebijakan pengadaan tanah dalam
pembangunan Tol Semarang-Solo (Ruas Jalan Bawean-Salatiga). Hasil dari
skripsi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah
berjalan lancar, pemegang hak tanah bersedia mengikuti prosedur yang ada.
Di balik kelancaran implementasi pengadaan tanah ini juga muncul kendala
pada proses musyawarah yang susah mencapai mufakat. Persoalan tersebut
menyebabkan proses pelaksanaa pembebasan lahan menjadi tertunda.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “DINAMIKA RELASI
AKTOR DALAM PEMBEBASAN HAK ATAS TANAH (Studi
13
C Gunung Anyar Surabaya)”. Adapun metode yang digunakan adalah
metode deskriptif kualitatif, dimana pendekatan kualitatif yang secara
sederhana dapat di jelaskan bahwa metode ini menggunakan
keterangan dari informan sebagai subjek dan selama penulisan data
yang penulis paparkan berasal langsung dari lapangan.
Penelitian kualitatif deskriptif merupakan prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode ini
menggunakan analisis proses dan makna lebih diperdalam dalam
penelitian kualitatif, penelitian ini juga harus fokus kepada fakta-fakta
yang terjadi di lapangan. Penelitian ini bersifat holistic (utuh) dan
sistematis terkait dengan suatu keseluruhan, tidak bertumpu pada
pengukuran sebab penjelasan mengenai suatu gejala diperoleh melalui
pelaku yang dalam hal ini adalah sasaran penelitian.5
Metode penelitian kualitatif merupakan proses atau prosedur
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan,
menganalisis data deskriptif yang berupa tulisan, ungkapan dan
perilaku manusia yang diamati.6 Lebih lanjut didefinisikan bahwa
penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
5 Nur Syam. Metode Penelitian dakwah . (Solo: Ramadhan 1991) 11.
6 M.Irfan Islami. Policy Analisis : Seri Monografi Kebijakan Public. (Malang: UNBRAW
14
pengamatan manusia dalam lingkungannya yang berhubungan dengan
orang-orang dengan bahasa dan istilah mereka sendiri.
2. Jenis Penelitian
Dalam hal ini penelitian yang dilaksanakan adalah berupa
penelitian yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisis studi
kasus. Metode deskriptif analisis yaitu metode dimana penulis
mengumpulkan data-data penelitian yang diperoleh dari objek
penelitian dan literatur-literatur lainnya. Kemudian menguraikan secara
rinci untuk mengetahui permasalahan penelitian dan mencari
penyelesaiannya.7
Sedangkan, metode deskriptif kualitatif yang berbasis studi
kasus yaitu penelitian yang dimaksud untuk memahami tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, presepsi,
motivasi dan tindakan dan dengan cara deskripsi melalui kata-kata dan
bahasa pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai macam metode alamiah.8
3. Pemilihan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Gunung Anyar Surabaya
dan beberapa lokasi lain di Kota Surabaya Seperti, Dinas Pekerjaan
7 Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD (Bandung: Alfabeta 2010) 218-
219.
15
Umum Bina Marga dan Pematusan, Badan Perencanaan dan
Pembangunan Kota. Karena mengingat pembahasan yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah dinamika aktor yang terlibat dalam
pembebasan tanah pada proyek pembangunan jalan MERR II-C
Gunung Anyar. Alasan memilih Gunung Anyar sebagai lokasi utama
penelitian ini dikarenakan pembebasan tanah di Gunung Anyar
terbilang alot yang mengakibatkan proyek jalan ini buntung di
persimpangan jalan di Gunung Anyar.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 2
yakni sebagai berikut :
a) Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber yang secara langsung
memberikan informasi dan data kepada peneliti.9 Sumber primer
penulis dapatkan dari data dan informasi yang berasal dari wawancara
dan observasi yang penulis dapatkan langsung dari narasumber yang
berhubungan langsung dengan proses pembebasan hak atas tanah di
Gunung Anyar.
b) Sumber Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang secara tidak
langsung memberikan informasi kepada pengumpul data. Data ini
16
digunakan sebagai pendukung data primer yang didapatkan langsung
dari proses wawancara maupun observasi langsung di lapangan.
Sumber data sekunder ini diharapkan mampu memberikan keterangan
pelengkap sebagai pembanding dari data yang berasal dari sumber
primer.10
Dalam penelitian ini sumber data sekunder penulis dapatkan
dari literatur dan dokumentasi. Sumber literatur yang penulis gunakan
adalah sebagai referensi teoritik yang berhubungan langsung dengan
kajian pustaka yang penulis teliti. Referensi ini baik berasal dari
sumber buku maupun sumber online (jurnal dan berita online).
Sedangkan untuk dokumentasi penulis dapatkan sebagai tambahan,
dalam hal ini adalah dokumen-dokumen yang ada pada kelurahan dan
dinas-dinas terkait pembebasan hak atas tanah dalam proyek
pembangunan jalan MERR II-C Gunung Anyar.
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk mencari realitas kebenaran maka dibutuhkan
metode di bawah ini dalam penelitian yang dilakukan:
a). Metode Observasi
10 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif.
17
Metode ini merupakan pengamatan yang dilakukan secara
sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala
psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Metode ini penulis
gunakan untuk memperoleh data tentang lokasi, sarana letak geografis
objek penelitian pada proyek pembangunan jalan MERR IIC Gunung
Anyar Surabaya.
b). Metode Wawancara
Metode ini adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si
penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara). Metode ini penulis
gunakan untuk mendapatkan informasi dari aktor-aktor yang terlibat
langsung dalam pembebasan tanah di Gunung Anyar Surabaya.
Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah indepth
interview atau wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah
suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap
muka secara langsung agar mendapatkan informasi yang akurat dan
mendalam.
18
11 Ibid, 135.
Menurut Suharsimi dokumentasi ialah mencari data mengenai
suatu hal yang berasal dari pihak lain yang berupa catatan, buku, surat
kabar.11 Dalam hal ini penulis mengumpulkan dokumentasi untuk
melengkapi data-data yang penulis peroleh langsung dari lapangan.
Data-data dan dokumentasi tersebut penulis pilih yang berkaitan
langsung dengan proses pembebasan tanah pada proyek MERR II-C
Gunung Anyar.
6. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini peneliti menentukan informan dengan
teknik purposive sampling, artinya dengan memilih narasumber yang
benar-benar mengetahui kondisi internal dan eksternal Lokasi
penelitian yang bertempat di Kelurahan Gunung Anyar Surabaya.
sehingga mereka akan dapat memberikan informasi secara tepat
tentang bagaimana proses pembebasan tanah pada proyek
pembangunan jalan MERR IIC. Informan yang dipilih dalam
penelitian ini berikut:
a) Unsur pemerintah, yakni :
1) Dinas PU Bina Marga dan Pematusan
2) BAPPEKO
19
12 Ibid, 135.
4) RW
b) Masyarakat yang terdampak proyek, dan
c) Masyarakat sekitar yang mengetahui langsung dinamika
pembebasan hak atas tanah di Kelurahan Gunung Anyar.
7. Teknik Analisis Data
Moelong mendefinisikan analisis data sebagai proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan
satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja sebagaimana yang disarankan oleh data.12
Penelitian ini menggunakan model analisis data yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga hal
utama/alur kegiatan yang akan dilaksanakan dari awal hingga selesai,
yaitu : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Proses-proses analisis kualitatif tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a) Reduksi Data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerdehanaan abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh
20
b) Penyajian Data, yaitu deskripsi pengumpulan informasi yang tersusun
yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
c) Penarikan Kesimpulan dan verifikasi, dari awal pengumpulan data
periset kualitatif mencari makna dari setiap data yang diperolehnya
dilapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan
konfigurasi yang mungkin ada alur kausalitas, dan proporsisi. Periset
yang kompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu secara
longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan telah disediakan.
Selama penelitian masih berlangsung, setiap kesimpulan yang
ditetapkan akan terus menerus diverifikasi agar benar-benar valid dan
kokoh.
8. Pengujian Keabsahan Data
Dalam pengujian keabsahan data, penulis menggunakan
triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas data ini diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara,
dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
triangulasi teknik pengumpulan data dan waktu. Yang dijelaskan
sebagai berikut:
a) Triangulasi Sumber
21
dilakukan dengan cara mengecek data yang yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber. Seperti halnya dalam penelitian ini akan
dilakukan triangulasi kredibilitas mengenai data yang peneliti
peroleh dari masyarakat Gunung Anyar dan Pemerintah Kota
Surabaya.
b) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda. Misalnya dalam penelitian ini yang
peneliti peroleh dari kabar berita, lalu akan dicek dengan observasi,
dokumentasi. Jika kedua teknik tersebut menghasilkan data yang
berbeda-beda maka peneliti akan melakukan diskusi lebih lanjut
kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data
mana yang dianggap benar.
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan yang akan di bahas dalam laporan
skripsi ini diantaranya sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan. Memuat Latar belakang, rumusan masalah,tujuan
penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, tinjuan pustaka, metode
22
BAB II : Landasan Teori. Memuat Teori Elite, Teori Tindakan Sosial, Konsep
menegani Aktor, dan Konsep Pembebasan Hak Atas tanah,
BAB III : Setting Penelitian, yang memuat tentang Deskripsi umum lokasi
penelitian yang terdiri dari kondisi geografis maupun kondisi demografis
kelurahan Gunung Anyar.
BAB IV : Penyajian data dan analisis data. Pada bab ini akan dipaparkan
mengenai data yang diperoleh di lapangan serta analisis mengenai relasi aktor
yang terlibat dalam pembebasan tanah pada proyek pembangunan jalan
MERR IIC Gunung Anyar.
` BAB V : Berisi tentang Penutup yakni kesimpulan dan saran sebagai jawaban
atas pertanyaan pada bab pertama yang dianalisis melalui bab ke dua dan
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Elite
Elite merupakan orang-orang yang berhasil, dan mampu menduduki
jabatan tinggi dan dalam lapisan masyarakat.1 Filfredo Pareto mengatakan
bahwa yang disebut Elite adalah sekelompok kecil individu yang memiliki
kualitas-kualitas terbaik yang dapat menjangkau pusat kekuasaan politik.2
Para elite merupakan sekelompok kecil orang yang ada di tengah-tengah
masyarakat yang plural, dimana mereka memiliki kualitas-kualitas yang
diperlukan di dalam masyarakat, sehingga dengan kualitas tersebut
masyarakat memilih mereka sebagai orang yang dihormati perilaku dan
tindakannya.3
Dari beberapa definisi mengenai elite tersebut dapat disimpulkan
bahwa elite adalah orang yang berhasil mendapatkan kekuasaan atau pengaruh
terhadap orang lain. Baik itu kekuasaan secara sah maupun tidak sah, yang
diperhitungkan disini adalah dia telah memberikan pengaruh atas kekuasaan
yang dimilikinya dan memberikan sebuah jalan keluar atas permasalahan
orang di bawah kekuasaannya.
1
Sp.Varma, teori politik modern, (Jakarta: Raja Grafindo 2010) 200
2 Elly M. Setiadi dkk, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Media 2013) 40
24
Selanjutnya, teori elite menegaskan bahwa ia bersandar pada
kenyataan bahwa setiap masyarakat terbagi dalam 2 kategori yang luas
yang mencakup:
1. Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya
menduduki posisi untuk memerintah.
2. Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.4
Konsep dasar teori yang lahir di eropa ini mengemukakan bahwa di
dalam kelompok penguasa (the ruling class) selain ada elite yang berkuasa
(the ruling elite) juga ada elite tandingan, yang mampu meraih kekuasaan
melalui massa jika elite yang berkuasa kehilangan kemampuannya untuk
memerintah. Dalam hal ini, massa memegang sejenis control jarak jauh atas
elite yang berkuasa, tetapi karena mereka tak begitu acuh dengan permainan
kekuasaan, maka tak bisa diharapkan mereka akan menggunakan
pengaruhnya.5
Konsep elite merupakan konsep yang paling sentral dalam politik.
Karena elite inilah yang melahirkan kebijakan-kebijakan atau mengurus
kepentingan rakyat yang menyangkut kepentingan orang banyak. Perilaku
politik seorang individu ditentukan oleh elite politik yang sedang berkuasa,
sehingga baik buruknya politik sangat tergantung pada perilaku elitenya. Para
4 Elly M. Setiadi dkk, Pengantar Sosiologi Politik,
(Jakarta: Prenada Media 2013) 197
25
pemimpin agama juga dapat dikategorikan kedalam elite, karena mampu
memberikan pengaruhnya terhadap para pengikutnya. Mereka yang masuk
dalam kategori elite ini memiliki sejumlah peranan dalam masyarakat yang
mana peranan tersebut adalah merupakan jalan keluar bagi persoalan
masyarakat.6
Filfredo Pareto (1848-1923) percaya bahwa setiap masyarakat
diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas
yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan social dan politik
yang penuh. Mereka yang bias menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu
merupakan yang terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai elite. Pareto juga
percaya bahwa elite yang ada pada pekerjaan dan lapisan masyarakat yang
berbeda itu umumnya datang dari kelas yang sama; yaitu orang- orang yang
kaya dan juga pandai, karena itu menurut pareto masyarakat terdiri dari 2
kelas:
1. Lapisan atas, yaitu elite, yang terbagi ke dalam elite yang
memerintah (governing elite) dan elite yang tidak memerintah
(non governing elite).
2. Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elite. Pareto sendiri lebih
memusatkan perhatiannya pada elite yang memerintah, yang
26
menurut dia, berkuasa karena bias menggabungkan kekuasaan dan
kelicikan, yang dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.7
Tak jauh berbeda dengan Pareto, Gaetano Mosca (1858 -
1941) memberikan gagasan tentang elite bahwa dalam semua
masyarakat selalu muncul dua kelas, yaitu kelas yang berkuasa dan
kelas yang dikuasai. Kelas yang menguasai jumlahnya lebih sedikit,
melaksanakan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan
menikmati keistimewahan. Sedangkan kelas yang dikuasai
jumlahnya lebih banyak, diperintah, dan dikendalikan oleh kelas
yang memerintah dengan cara yang masa kini kurang lebih legal
diktatorial dan kejam.8
Sedangkan mosca juga menilai komposisi elite melalui peran
kekuatan sosial yang dimiliki. Dan mengenalkan konsep sub elite.
Menurut Mosca yang tergolong dalam sub elite adalah mereka kelas
menengah yang terdiri dari para pegawai negeri sipil, para manager
industri, ilmuwan dan mahasiswa. Kelas menengah ini dianggap sebagai
elemen vital dalam kehidupan bermasyarakat yang mengatur stabilitas
politik.9
Pada kesimpulannya, baik Pareto, maupun Mosca, keduanya
7 Ibid, 201
8 TB. Bottomore, Elite dan Masyarakat. (Jakarta: Akbar Tandjung Institute Press 2006) 30.
27
memusatkan kajiannya pada elite dalam artian kelompok orang yang
secara langsung menggunakan atau berada dalam posisi memberikan
pengaruh yang sangat kuat terhadap penggunaan kekuatan politik.
B. Teori Tindakan Sosial Weber
Max Weber mengatakan, individu manusia dalam masyarakat
merupakan aktor yang kreatif dan realitas sosial bukan merupakan alat yang
statis dari pada paksaan fakta sosial. Artinya tindakan manusia tidak
sepenuhnya ditentukan oleh norma, kebiasaan, nilai, dan sebagainya yang
tercakup di dalam konsep fakta sosial. Walaupun pada akhirnya Weber
mengakui bahwa dalam masyarakat terdapat struktur sosial dan pranata sosial.
Dikatakan bahwa struktur sosial dan pranata sosial merupakan dua konsep
yang saling berkaitan dalam membentuk tindakan sosial.10
Max Weber dalam memperkenalkan konsep pendekatan verstehen
untuk memahami makna tindakan seseorang, berasumsi bahwa seseorang
dalam bertindak tidak haya sekedar melaksanakannya tetapi juga
menempatkan diri dalam lingkungan berfikir dan perilaku orang lain. Konsep
pendekatan ini lebih mengarah pada suatu tindakan bermotif pada tujuan yang
hendak dicapai atau in order to motive.11 Interaksi sosial merupakan perilaku
yang bisa dikategorikan sebagai tindakan sosial. Dimana tindakan sosial
10 Prof. DR. I.B Wirawan. Teori-Teori Sosial dalam tiga paradigma. (Jakarta: Kencana
Prenada Media 2012) 79.
28
merupakan proses aktor terlibat dalam pengambilan-pengambilan keputusan
subjektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
dipilih, tindakan tersebut mengenai semua jenis perilaku manusia, yang di
tujukan kepada perilaku orang lain, yang telah lewat, yang sekarang dan yang
diharapkan diwaktu yang akan datang. tindakan sosial (social action) adalah
tindakan yang memiliki makna subjektif (subjective meaning) bagi dan dari
aktor pelakunya. Tindakan sosial seluruh perilaku manusia yang memiliki arti
subjektif dari yang melakukannya. Baik yang terbuka maupun yang tertutup,
yang diutarakan secara lahir maupun diam-diam, yang oleh pelakunya
diarahkan pada tujuannya. Sehingga tindakan sosial itu bukanlah perilaku
yang kebetulan tetapi yang memiliki pola dan struktur tertentudan makna
tertentu.12
Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam
klasifikasinya sampai mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan rasional
menurut weber berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan
bahwa tindakan itu nyata.13 Atau dengan kata lain rasional adalah segala
sesuatu yang dapat di nalar dan masuk akal. Sedangkan Weber memberikan
contohnya pada seseorang yang membeli baju dengan harga yang murah
ketimbang harga yang mahal adalah hal yang dianggap rasional. Bagi weber,
konsep rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai
12 Ibid, 83
13 Doyle P Johnson, Teori sosiologi klasik dan modern (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
29
14 Ibid, 219
arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-
jenis tindakan sosial yang berbeda. Pendekatan obyektif hanya berhubungan
dengan gejala yang dapat diamati seperti benda fisik atau perilaku nyata,
sedangkan pendekatan subyektif berusaha untuk memperhatikan juga
gejala-gejala yang sulit ditangkap dan tidak dapat diamati seperti perasaan
individu, pikirannya, dan motif-motifnya.
Perbedaan juga dapat dilihat dalam hubungannya dengan hal dimana
pengalaman subyektif pribadi seseorang dimiliki bersama oleh suatu
kelompok sosial, pengalaman subyektif dapat dimengerti karena dialami
bersama secara meluas, dapat dilihat sebagai obyektif sedangkan
pengalaman subyektif yang tidak dapat dikomunikasikan atau dimengerti,
tetapi tidak dapat ditangkap sebagai suatu pengalaman pribadi yang benar-
benar subyektif, meskipun sangat ril bagi orang yang bersangkutan.14
Max Weber dalam mengklasifikasikan empat jenis tindakan sosial
yang mempengaruhi system dan struktur sosial masyarakat yaitu:
1. Rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
Jenis Tindakan sosial Rasional instrumental ini merupakan
tindakan yang memiliki rasionalitas paling tinggi, yang meliputi pilihan yang
sadar (masuk akal) yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat
30
16 Ibid, 220
macam-macam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu
kriteria menentukan satu pilihan di antara tujuan-tujuan yang saling
bersaingan, lalu individu menilai alat yang mungkin dapat
dipergunakan untuk mencapai tujuan.15
Rasional instrumental merupakan Tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang
dipergunakan untuk mencapainya.16
Dalam tindakan ini manusia melakukan suatu tindakan sosial
setelah mereka melalui pertimbangan matang mengenai tujuan dan cara yang
akan ditempuh untuk meraih tujuan itu. maksudnya tindakan atau perilaku
yang dilakukan memang jelas untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan sosial
itu sudah dipertimbangkan masak-masak tujuan dan cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan tertentu. Manusia dalam melakukan tindakan
atau perilaku itu sadar akan apa yang dilakukannya dan sadar akan tujuan
tindakannya. Jika dihubungkan dengan peneliteian ini jenis tindakan rational
instrumental ini merupakan salah satu jenis tindakan sosial yang cocok untuk
menganalisis peneliteian tentang proses pemberian ganti kerugian pada
pembebasan tanah pada proyek pembangunan MERR II-C Gunung Anyar.
2. Rasionalitas yang berorientasi nilai (Werk Rational)
Tindakan rasionalitas yang berorientasi nilai merupakan tindakan
15 Doyle Paul Jochnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern.(Gramedia Pustaka: Jakarta,
31
17 Ibid, 221.
sosial yang hampir sama dengan tindakan rasional instrumental, yaitu
tindakan yang dilakukan telah melalui pertimbangan yang matang dan
mempunyai tujuan yang jelas, yang membedakannya terletak pada nilai- nilai
yang menjadi dasar dalam tindakan ini.
Yaitu alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolute atau merupakan nilai akhir baginya. Individu merupakan alat untuk mencapai nilai-nilai seperti itu.17
Tindakan sosial ini memperhitungkan manfaat, sedangkan tujuan yang
dinginkan tidak terlalu dipertimbangkan. Kriteria baik dan benar merupakan
menurut penilaian dari masyarakat Bagi tindakan sosial ini yang penting
adalah kesesuaian tindakan dengan nilai-nilai dasar yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai budaya dan
agama bisa juga juga nilai-nilai lain yang menjadi keyakinan disetiap individu
masyarakat. Setiap individu atau kelompok masyarakat mempunyai
keyakinan terhadap nilai-nilai yang berbeda jadi tindakan yang dilakukan
oleh setiap individu menurut jenis tindakan ini mempunyai makna yang
berbeda-beda.
3. Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi (Affectual Action)
Tindakan ini berbeda dengan tindakan rasional instrumental dan
tindakan rasionalitas berorientasi nilai, karena tindakan afektif tidak
32
18 Ibid, 221.
karena pengaruh emosi dan perasaan seseorang.
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif, tindakan ini benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan logis, ideology, atau criteria rasional lainnya.18
Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan
ekspresi emosional dari individu.
4. Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional action)
Tindakan sosial ini dilakukan oleh seseorang karena mengikuti
tradisi atau kebiasaan yang sudah diajarkan secara turun temurun dan telah
baku dan tidak dapat diubah. Jadi tindakan ini tidak melalui perencanaan yang
sadar terlebih dahulu, baik dari caranya maupun tujuannya. Karena
mengulangnya dari kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun temurun
Seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh
dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif bersifat spontan, tidak
rasional dan merupakan refleksi emosional dari individu. Apabila dalam
kelompok masyarakat ada yang di dominasi oleh orientasi tindakan sosial ini
maka kebiasaan dan pemahaman mereka akan di dukung oleh kebiasaan
atau tradisi yang sudah lama ada di daerah tersebut sebagai kerangka
33
C. Konsep Aktor
Secara sederhana, aktor politik adalah mereka yang terlibat dalam
proses politik. Menurut McNair, yang termasuk aktor politik adalah orang
atau individu dalam sebuah organisasi politik, partai politik, organisasi publik,
kelompok penekan, dan bahkan teroris. Dan Nimmo menyebut kriteria aktor
politik adalah orang yang berbicara tentang politik atau dalam setting politik,
seperti politikus, profesional, dan aktivis.19
Aktor mempunyai posisi yang amat strategis bersama-sama
dengan faktor kelembagaan (institusi) kebijakan itu sendiri. Interaksi
Aktor dan kelembagaan inilah yang kemudian menentukan proses perjalanan
dan strategi yang dilakukan oleh komunitas kebijakan dalam makna yang
lebih luas. Pada prinsipnya aktor kebijakan adalah mereka yang selalu dan
harus terlibat dalam setiap proses analisis kebijakan publik, baik
berfungsi sebagai perumus maupun kelompok penekan yang senantiasa
aktif dan proaktif di dalam melakukan interaksi dan interelasi di dalam
konteks analisis kebijakan publik.20
Sedangkan aktor dalam kebijakan meliputi aktor internal birokrasi dan
aktor eksternal yang selalu mempunyai konsern terhadap kebijakan. Mereka
dapat terdiri dari aktor individu maupun kelompok yang turut serta dalam
19Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Terjemahan),
Bandung: Rosdakarya, 2004, hlm. 30.
20 Muhlis Madani, Dimensi Interaksi Aktor Dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik
34
setiap perbincangan dan perdebatan tentang kebijakan publik. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa makna aktor dalam kaitannya dengan
kebijakan publik selalu terkait dengan pelaku dan penentu terhadap suatu
kebijakan yang berinteraksi dan melakukan interelasi di dalam setiap tahapan
proses kebijakan publik. Merekalah pada dasarnya yang menentukan pola dan
distribusi kebijakan yang akan dilakukan oleh birokrasi yang di dalam proses
interaksi dan interelasinya cenderung bersifat konfliktif. dibandingkan dengan
sifatnya yang harmoni dalam proses itu sendiri.21
Dengan memperhatikan berbagai ragam dan pendekatan dalam
memahami berbagai Aktor maka konsep dan konteks aktor adalah sangat
terkait dengan macam dan tipologi suatu kebijakan yang diberikan oleh
pemerintah. Aktor dapat dipilah menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok
dalam organisasi birokrasi (the official policy makers) dan yang lain adalah
kelompok di luar birokrasi (un-official policy makers). Aktor dapat
digolongkan kedalam kelompok formal dan kelompok non formal seperti
badn-badan administrasi pemerintah yang meliputi eksekutif, legislatif
maupun yudikatif, sementara itu kelompok non formal dapat terdiri dari:22
1. Kelompok kepentingan (interest groups), kelompok kepentingan
merupakan kelompok yang berusaha mempengaruhi kebijakan
pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik.
35
Kelompok ini tidak berusaha mempengaruhi pengelolaan
pemerintah secara langsung. Kelompok kepentingan juga berbeda-
beda antara lain dalam struktur gaya dan basis dukungannya.
Perbedaan-perbedaan tersebut sangat mempengaruhi kehidupan
politik, ekonomi pada suatu bangsa.23
2. Kelompok penekan. Kelompok penekan merupakan kelompok
yang dapat mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan
pemerintah melalui cara-cara persuasi, propaganda atau cara lain
yang lebih efektif.24
3. Warga negara individual
Berikut merupakan beberapa fungsi aktor politik:25
1. Menentukan manajemen publik. Di sini keputusan politik harus
dilakukan oleh aktor politik pada saat yang tepat. Di sini pun aktor
politik harus bisa memprioritaskan program, sehingga bisa memilih
mana yang bisa disetujui dan mana yang tidak.
2. Menjaga keseimbangan sosial. Di sini aktor politik dituntut menjadi
peredam gejolak, baik itu dari pihak internalnya sendiri, maupun
23 Elly M. Setiadi dkk, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Media 2013) 43.
24 Ibid, 45
25 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Terjemahan),
36
dari rakyat secara umum, karena aktor politik harus bisa menjaga
kondisi politik tetap kondusif untuk diurus (governable).
3. Mengajukan pemikiran pemerintahan yang mendukung rasionalitas
sosial. Di sini aktor politik harus bisa memprioritaskan produk-
produk kebijakan yang membawa pada kemaslahatan masyarakat.
Dari fungsi-fungsi di atas, nyatalah bahwa aktor politik adalah individu
atau kelompok yang mencari sebuah penghargaaan demi mewujudkan
kepentingan mereka dengan jalan konflik ataupun kerjasama dalam konteks
kebijakan publik. Nampak bahwa mereka yang mendominasi suatu
pemerintahan lebih dianggap sebagai aktor politik utama.
D. Relasi Aktor
Relasi ada pola hubungan antara satu aktor dengan aktor lainnya.
Relasi ini didasari atas proses Interaksi yang terjalin diantara keduanya.
Interaksi yang terjadi umumnya berbentuk kerjasama (cooperation) dan
bahkan pertikaian atau pertentangan (competition). Gillin dalam Soekanto
menyatakan penggolongan proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya
interaksi sosial yaitu:
1. Asosiatif, interaksi ini adalah pola interaksi dengan menajaga
hubungan baik diantara kedua aktor. Seperti, Kerjasama,
37
2. Disosiatif, pola interaksi ini memungkinkan kompetisi diantara
keduanya. Seperti kontraversi, pertentangan dan pertikaian26
Kemudian Stone menjelaskan 4 tipologi dalam penggunanan
kekuasaan antar institusi :
1. Decisional, interaksi terbentuk karena penggunaan kekuasaan atau
wewenang yang dimiliki oleh masing-masing kelompok yang
terlibat untuk memperjuangkan kepentingannya atau dalam
konteks kebijakan adalah untuk menetapkan pilihan pilihan akhir
kebijakan.
2. Anticipated reaction, interaksi yang bersifat langsung namun yang
terbentuk karena struktur kekuasaan dan penguasaan atas sumber
daya pada situasi tertentu
3. Nondecision making, interaksi yang diidentifikasi adanya
kelompok yang kuat atau mayoritas berupaya mempengaruhi
kebijakan. Interaksi tipe ini juga dapat melibatkan pihak ke tiga
atau eksternal untuk mendukung salah satu aktor kebijakan.
Pengaruh eksternal ini menjadi bagian dari kekuasaan dan
kepentingan elite.
4. Systemic, interaksi yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh
system seperti sistem politik, ekonomi, sosial. Hal ini
26 Muhlis Madani, Dimensi Interaksi Aktor Dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik
38
diidentifikasikan melalui perilaku elite/ pejabat yang berpihak
kepada kelompok kepentingan tertentu. Dalam tipe interaksi ini
penggunaan kekuasaan dilakukan oleh tiga kelompok atau aktor
yang menempatkan pejabat public pada posisi tengah27
E. Pembebasan Hak Atas Tanah
1. Pengertian Pembebasan Tanah
Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan yang semula di antara
pemegang hak penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.
Bahwa setiap hak atas tanah dapat di serahkan secara sukarela kepada Negara
penyerahan sukarela inilah yang di sebut melepaskan hak. Dalam praktek
kebanyakan sukarela itu tidak murni lagi sebab sudah ada unsur paksaan, atau
penyerahan sukarela adalah akibat tindakan penggusuran oleh suatu pihak
yang membutuhkan tanah di lepaskan itu
Instansi yang memerlukan tanah harus mengajukan permohonan
pembebasan hak atas tanah kepada gubernur atau kepala daerah, dengan
mengemukakan maksud dan tujuan penggunaan tanahnya. Setelah menerima
permohonan, gubernur meneruskan permohonan itu kepada panitia
pembebasan tanah. Panitia pembebasan tanah lalu mengadakan penilitian
terhadap data dan keterangan yang bersangkut paut. Jika di anggap perlu
39
panitia dapat memanggil pihak-pihak yang bersangkutan untuk di mintai
keterangan dan menetapkan besarnya ganti rugi
Pihak yang minta pembebasan tanah membayar ganti rugi yang telah
di tetapkan oleh panitia, langsung di bayarkan kepada pemegang hak atas
tanah. Bersamaan dengan pembayaran ganti tugi itu di buat akta pelepasan ha
katas tanah. Setelah selesai pembayaran ganti rugi dan di buat akta pelepasan
hak , maka instanssi yang membebaskan tanah itu mengajukan permohonan
kepada instansi yang berwenang agar kepadanya di berikan sesuatu ha katas
tanah. Penyelesaian permohonan itu di lakukan menurut PMDN No 5 tahun
1973.
2. Hak Atas Tanah
Hak atas tanah dalam sistem UUPA (undang-undang pokok agraria)
terdapat dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA, meliputi hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka hutan, hak
memunggut hasil hutan, dan hak lain-lain yang tidak termasuk ke dalam hak-
hak tersebut diatas, yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta Hak-
Hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.
Yang dimaksud dengan hak-hak yang sifatnya sementara adalah hak-hak yang
masih diatur oleh hukum adat, dan hak-hak ini nantinya akan hapus.28
28 Bachsan Mustafa, Hukum Agraria Dalam Perspektif, (Bandung: Remadja Karya, 1988),
40
Semua hak atas tanah itu mempunyai sifat-sifat kebendaan (zakelijk
character), yaitu: dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dapat
dijadikan jaminan suatu hutang, dan dapat dibebani hak tanggungan.29
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 ayat 53 UUPA,
yang dikelompokkkan menjadi 3 bidang, yaitu:
a. Hak atas tanah yang bersifat tetap. Hak-hak atas tanah ini akan tetap
ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-
undang yang baru. Contoh: HM, HGU, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa untuk
Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan. Hak atas tanah yang akan
ditetapkan dengan undang-undang Hak atas tanah yang akan lahir
kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
b. Hak atas tanah yang bersifat sementara. Hak atas tanah ini sifatnya
sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapus dikarenakan
mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan bertentangan dengan jiwa
UUPA. Contoh: Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan
Hak Sewa Tanah Pertanian.
c. Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimahsud dalam
pasal 4 ayat 3 ialah:
1. Hak guna air
2. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan
3. Hak guna-ruang-angkasa30
41
3. Ganti Kerugian Tanah
Pada ketentuannya, Ganti Kerugian diberikan kepada pemegang Hak
atas Tanah. Untuk hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas
tanah yang bukan miliknya, Ganti Kerugian diberikan kepada pemegang
hak guna bangunan atau hak pakai atas bangunan, tanaman, atau benda lain
yang berkaitan dengan tanah yang dimiliki atau dipunyainya, sedangkan
Ganti Kerugian atas tanahnya diberikan kepada pemegang hak milik atau hak
pengelolaan.31
Pemberian Ganti Kerugian pada prinsipnya harus diserahkan
langsung kepada Pihak yang Berhak atas Ganti Kerugian. Apabila
berhalangan, Pihak yang Berhak karena hukum dapat memberikan kuasa
kepada pihak lain atau ahli waris. Penerima kuasa hanya dapat menerima
kuasa dari satu orang yang berhak atas Ganti Kerugian.
Yang berhak antara lain:
a) pemegang hak atas tanah
b) pemegang hak pengelolaan;
c) nadzir, untuk tanah wakaf;
d) pemilik tanah bekas milik adat;
e) masyarakat hukum adat;
30 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: PT Djambatan, 1989), 10.
42
f) pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik;
g) pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
h) pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan
42
BAB III
SETTING PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Kondisi Geografis Kelurahan Gunung Anyar Surabaya
Kelurahan Gunung Anyar adalah salah satu kelurahan yang berada
di Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya. Kelurahan Gunung Anyar
terletak pada ketinggian 3 meter diatas permukaan laut, suhu udara 30
derajat Celcius dan dengan intensitas curah hujan 2000-3000 mm per
tahun. Kelurahan Gunung Anyar Surabaya ini memiliki luas wilayah
sebesar 294.218 Ha. Berikut adalah batas-batas wilayah Kelurahan
Gunung Anyar Kota Surabaya dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini :
Tabel 3.1
Batas Wilayah Kelurahan Gunung Anyar
Batas Keterangan
Sebelah Utara Kelurahan Rungkut Kidul
Sebelah Timur Kelurahan Gunung Anyar Tambak
Sebelah Selatan Kabupaten Sidoarjo
Sebelah Barat Kelurahan rungkut tengah dan Rungkut Menanggal
Sumber: Buku Besar Kelurahan Gunung Anyar dalam angka 2016
Dengan luas wilayah sebesar 294.218 Ha, digunakan sebagai
43
Perkantoran sebesar 4.51M2, fasilitas umum sebesar 27 Ha dan lain-lain
sebesar 68.336 Ha. Secara administratif Kelurahan Gunung Anyar ini
mempunyai 8 Rukun Warga (RW) dan mempunyai 59 Rukun Tetangga
(RT).
Sedangkan untuk jarak orbitrasi (Jarak pusat pemerintah
Kelurahan) Gunung Anyar adalah sebagai berikut:
Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : ±0Km
Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota : ±18Km
Jarak dari Pusat Pemerintahan Propinsi : ±25Km
Jarak dari Ibukota Negara : ±900Km
2. Kondisi Demografis Kelurahan Gunung Anyar Surabaya
Kondisi demografis meliputi ukuran, struktur, dan distribusi
penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibar
kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.
a) Penduduk
Dari data yang diperoleh, jumlah penduduk akhir tahun menurut
jenis kelamin berdasarkan yang tercatat dan teresgistrasi di kelurahan
44
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Keluarahan Gunung Anyar
Jumlah Laki-laki 10.444 Jiwa
Jumlah Perempuan 10.350 Jiwa
Jumlah Total 20.794 Jiwa
Jumlah Kepala Keluarga 5180 KK
Sumber: Buku Besar Kelurahan Gunung Anyar dalam angka 2016
Dari tabel jumlah penduduk di atas, dapat diketahui bahwa
jumlah penduduk di Kelurahan Gunung Anyar Kota Surabaya terbilang
banyak. Tabel diatas menjelaskan bahwa Jumlah penduduk di Kelurahan
Gunung Anyar sebesar 20.794 Jiwa, dengan keterangan penduduk yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10.444 Jiwa dan penduduk yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 10.350 Jiwa dan total jumlah
keluarga ada 5.180 KK.
b) Status Pertanahan
Dari data yang penulis dapatkan di lapangan, untuk status
pertanahan yang ada di Kelurahan gunung Anyar akan dipaparkan dalam
45
Tabel 3.3
Status Pertanahan Kelurahan Gunung Anyar
Keterangan Luas
Sertifikat Hak Milik 771 Bidang
Sertifikat Hak Guna Usaha 15 Bidang
Sertifika Hak Guna Bangunan 4727 Bidang
Sumber: Buku Besar Kelurahan Gunung Anyar dalam angka 2016
c) Keadaan Sosial Budaya
Mengenai keadaan sosial dan budaya di kelurahan Gunung
Anyar terbilang masih melestarikan tradisi-tradisi yang diwarisi oleh
nenek moyang. Beberapa tradisi yang masih dipertahankan oleh
masyarakat Kelurahan Gunung Anyar adalah sebagai berikut:
1) Tingkepan adalah sebuah upacara keagamaan untuk seorang ibu
yang sedang hamil. Acara ini biasanya dilakukan saat usia
kehamilan menginjak bulan ke 7. Tingkepan selalu dilakukan oleh
masyarakat Gunung Anyar yang sedang hamil guna mendoakan
agar jabang bayi yang lahir kelak dapat menjadi anak yang
berbakti dan berguna bagi nusa bangsa dan agama. Dalam acara
46
mengumpulkan sanak saudara maupun tetangga untuk berdoa
bersama-bersama yang ditujukan kepada si jabang bayi.
2) Megengan, yakni sebuah tradisi untuk mendoakan arwah keluarga
yang telah meninggal dunia, dan juga untuk menyambut datangnya
bulan suci ramadhan. Acara ini dilakukan sebelum menginjak
bulan puasa atau ramadhan. Masyarakat Gunung Anyar tak pernah
lupa melakukan tradisi keagamaan seperti ini. Biasanya megengan
ini dilaksanakan di masjid-masjid sekitar, setiap orang membawa
berkatan masing-masing untuk disedekahkan kepada orang lain
yang menghadiri acara. Pada saat megengan juga sangat identik
dengan kue apem sebagai salah satu jajanan yang wajib ada.
3) Dalam tradisi perkawinan, masyarakat di Kelurahan Gunung
Anyar juga sama dengan sistem perkawinan dengan umumnya.
Orang yang melamar pertama kali adalah dari pihak laki-laki lalu
dilanjutkan oleh pihak perempuan untuk melanjutkan tanggal
pernikahannya.
4) Berziarah ke makam-makam para wali atau makam keluarga,
sesepuh, dan juga para tokoh agama yang sudah meninggal.
Berziarah kubur adalah suatu tradisi yang turun temurun dilakukan
oleh masyarakat Kelurahan Gunung Anyar, selain itu mereka juga
melakukan slametan selama 7 hari 7 malam untuk orang yang