• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPILASI DIKLAT BK TK MENENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOMPILASI DIKLAT BK TK MENENGAH"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPILASI

DIKLAT TINGKAT MENENGAH BIMBINGAN DAN KONSELING

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

(2)

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN SAMPUL ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

DAFTAR ISI ...iii

BAGIAN I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Deskripsi Singkat ... 1

C. Tujuan Pembelajaran... 2

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok... 2

E. Petunjuk Penggunaan Modul... 3

BAGIAN II PELAYANAN BK MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSELING.... A. Indikator Keberhasilan... 4

B. Uraian Materi... 4

1. Pengertian Jurnal Penelitian ... 4

2. Karakteristik Jurnal Penelitian ... 5

3. Tujuan Penulisan Jurnal Penelitian ... 5

C. Latihan... 6

D. Rangkuman... 7

E. Evaluasi... 7

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 8

BAB III IMPLEEMNTASI PENDEKATAN KONSELING ... 9

A. Indikator Keberhasilan... 9

B. Uraian Materi... 9

C. Latihan ... 19

D. Rangkuman ... 19

E. Evaluasi ... 20

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 22

BAB IV PENULISN JURNAL PENELITIAN ...,... 23

A. Indikator Keberhasilan ... 23

(3)

1. Penulisan Jurnal Penelitian ... 23

a. Judul ... 23

b. Nama Penulis ... 23

c. Abstrak ... 23

d. Pendahuluan ... 23

e. Kajian Pustaka ... 24.

f. Metodologi Penelitian ... 24

g. Hasil dan Pembahasan ... 24

h. Kesimpulan ... 24

i. Daftar Pustaka ... 24

2. Bahasa dalam Penulisan Jurnal Ilmiah ... 27

C. Latihan ... 29

D. Rangkuman ... 29

E. Evaluasi ... 30

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut... 31

BAB IV PENUTUP... 32

A. Evaluasi Kegiatan Belajar ... 32

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ... 32

KUNCI JAWABAN ... 33

(4)

i

BAGIAN I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengikuti Pendidikan dan Latihan (Diklat) bagi guru bimbingan dan konseling (BK) merupakan kegiatan professional untuk melakukan pengembangan diri dalam rangka meningkatkan profesionalitas diri melaksanakan kegiatan layanan BK di sekolah. Pemerintah melalui Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling (PPPPTK Penjas dan BK) mempunyai kewajiban membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru BK melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (Diklat).

Diklat yang dilakukan terhadap peningkatan profesionalisme guru bk sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan dan sistematis agar pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional guru bk dapat di ukur keberhasilannya dan dianalisis hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dalam implementasi hasil diklat. Salah satu bentuk Diklat yang dirancang oleh PPPPTK Penjas dan BK adalah Diklat tingkat menengah.

B. Deskripsi Singkat

Modul ini membahas tentang: (1) pelayanan BK menggunakan pendekatan konseling Psikoanalisis, Behavioral, Humanistik, Gestalt, RET, Trait Faktor dan Realitas yang melingkupi pandangan tentang manusia, prosedur pelaksanaan, serta kelebihan dan keterbatasan masing-masing pendekatan. (2) Implementasi pendekatan konseling secara individual maupun kelompok. (3) Penulisan jurnal penelitian (PTBK).

C. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, peserta pelatihan dapat menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling khususnya:

1. Teori pendekatan dan teknik konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavioral Rasional Emotif, Trait and Factor, dan Konseling Realitas.

(5)

ii

Rasional Emotif, Trait and Factor, dan konseling realitas.

3. Menyusun jurnal penelitian bimbingan dan konseling.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

Materi pokok dan sub materi pokok yang dipelajari dalam modul ini adalah : 1. Pelayanan BK dengan Menggunakan Pendekatan Konseling

a. Pendekatan dan teknik konseling Psikoanalisis. b. Pendekatan dan teknik konseling Humanistik. c. Pendekatan dan teknik konseling Gestalt. d. Pendekatan dan teknik konseling Behavioral. e. Pendekatan dan teknik konseling Rasional Emotif. f. Pendekatan dan teknik konseling Trait and Factor. g. Pendekatan dan teknik konseling Realitas.

2. Implementasi Pendekatan Konseling a. Konseling Individual

b. Konseling Kelompok 3. Penulisan Jurnal Ilmiah

a. Konsep Dasar Jurnal Ilmiah

b. Prosedur dan Sistematika Jurnal Ilmiah c. Penulisan Jurnal Ilmiah

E. Petunjuk Penggunaan Modul

(6)

iii

BAGIAN II

MATERI PELATIHAN 1

(7)

iv

MATERI PELATIHAN 1

PELAYANAN BK DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSELING BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konseling profesional merupakan layanan terhadap klien yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan dasar keilmuan dan teknologinya. Penyelenggaraan konseling profesional bertitik tolak dari pendekatan-pendekatan yang dijadikan sebagai dasar acuannya. Secara umum, pendekatan-pendekatan konseling hakikatnya merupakan sistem konseling yang dirancang dan didesain berdasarkan teori-teori dan terapan-terapannya sehingga muwujudkan suatu struktur performansi konseling. Bagi konselor, penggunaan pendekatan konseling merupakan pertanggung jawaban ilmiah dan teknologis dalam menyelenggaraan konseling.

Persoalannya adalah, dalam kondisi riil, kebanyakan praktik konseling, baik dalam setting sekolah maupun di berbagai lembaga/instansi yang ada di masyarakat, belum dilaksanaan secara profesional, dalam arti belum bertitik tolak dari pendekatan-pendekatan yang secara ilmiah dan teknologis dapat dipertanggungjawabkan. Prayitno (2005 :1) menyatakan bahwa dalam praktiknya di masyarakat, tampak ada lima tingkatan keprofesionalan konseling, yaitu tingkat pragmatik, dogmatik, sinkretik, eklektik, dan mempribadi.

(8)

benar-v

benar ilmiah, tepat guna, produktif, dan unik.

B. Cakupan Materi

Modul mata diklat Pendekatan dan Teknik Konseling membahas teori konseling yang meliputi: pendekatan konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavioral, Rasional Emotif, Trait and Factor, dan Realitas

C. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi

Setelah mempelajari modul ini, peserta pelatihan dapat menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling, khususnya mengaplikasikan teori dan pendekatan serta teknik konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavioral Rasional Emotif, Trait and Factor, dan Konseling Realitas dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Indikator Keberhasilan

Untuk mencapai kompetensi dasar peserta diklat diharapkan dapat mencapai indikator-indikator sebagai berikut:

a. Menganalisis Konsep dasar, Asumsi tingkahlaku bermasalah konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavioral Rasional Emotif, Trait and Factor, dan Konseling Realitas

b. Merumuskan tujuan konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavioral Rasional Emotif, Trait and Factor, dan Konseling Realitas

c. Menguasai proses konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavioral Rasional Emotif, Trait and Factor, dan Konseling Realitas

d. Terampil menggunakan teknik konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavioral Rasional Emotif, Trait and Factor, dan Konseling Realitas.

3. Peta Kompetensi

(9)

vi

4. Materi Pokok

Materi pokok dari mata diklat ini adalah tentang Pengembangan Pelayanan BK dengan Menggunakan Pendekatan Konseling.

5. Sub Materi Pokok

Sub materi pokok dari mata diklat ini meliputi pelaksanaan layanan konseling individual dengan pendekatan konseling Psikoanalisis, Humanistik, Gestalt, Behavior, Rasional Emotif, dan Trait and Factor.

6. Petunjuk Penggunaan Modul

Agar Anda berhasil menguasai mata kuliah ini dengan baik, beberapa petunjuk berikut perlu Anda perhatikan:

a. Pelajarilah setiap modul dengan membacanya secara cermat sehingga Anda dapat mencapai tingkat penguasaan paling rendah 80%.

b. Diskusikan kesulitan-kesulitan yang Anda jumpai setelah membaca modul dengan teman sejawat atau kelompok dalam kegiatan diklat ini.

c. Ikuti penjelasan mata diklat ini yang disampaikan oleh para nara sumber dan diskusikan secara cermat. Dengan mengikuti penjelasan dan mendiskusikannya tentang pelayanan konseling dengan pendekatan Behavior, Gestalt, dan Rasional emotif.

7. Kegiatan Belajar

a. Bacalah modul ini dengan cermat dari awal sampai akhir dan catatlah hal-hal yang dianggap penting untuk didiskusikan dengan teman-teman!

(10)

vii

b. Diskusikan dengan teman dalam kelompok untuk setiap bab atau kelompok

materi pokok!

c. Buatlah laporan hasil diskusi kelompok dan sajikan dalam kelas untuk mendapatkan umpan balik dari teman-teman dalam kelas.

(11)

viii

BAB II

PENDEKATAN KONSELING PSIKOANALISIS

A. Uraian Materi

Sigmund Freud, pencetus psikoanalisis. Psikoanalisis adalah teori paling terkenal yang hasil karyanya dideskripsikan dalam berbagai buku. Freud hidup dalam zaman konflik, sehingga hal itu menjadi tema utama dalam berbagai hasil karyanya. Salah satu bidang konflik tersebut adalah kesenjangan antara moralitas publik “Victorian” Austrian pada akhir abad kesembilan belas dengan seluk-beluk yang berbau seksualitas. Sampai tingkat yang cukup jauh, pengakuan yang berbau seksualitas kepada publik dipandang negatif sehingga ketidaktahuan tentang fungsi seksual yang sehat meluas di masyarakat. Konflik lainnya adalah tentang agresi manusia.

1. Pandangan tentang Manusia

Freud memandang sifat manusia sebagai sesuatu yang dinamis dengan transformasi dan pertukaran energi di dalam kepribadiannya (Hall, 1954). Manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionalistik. Menurut Freud manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Manusia mempunyai pikiran sadar (berhubungan dengan kesadaran terhadap dunia luar), pikiran pra-sadar (yang berisi kenang-kenangan akan pengalaman yang tersembunyi atau terlupakan yang masih dapat diingat), dan pikiran bawah sadar (berisi naluri, kekuatan yang terpendam).

Manusia dipandang sebagai sistem-sistem energi. Dinamika kepribadian terdiri dari cara-cara energi psikis dibagikan kepada id, ego, dan super ego. Menurut Freud kepribadian manusia terdiri atas tiga bagian:

a. Id (terdiri atas naluri dasar amoral, dan yang bekerja sesuai prinsip kesenangan), b. Ego (“pusat pikiran”, yang membuat keputusan secara sadar sesuai dengan prinsip

kenyataan). mengorbankan dua sistem lainnya. Tingkah laku dideterminasi oleh energi psikis ini.

Freud juga menekankan peran naluri-naluri. Segenap naluri bersifat bawaan dan biologis. Freud menekankan naluri-naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Freud melihat tingkah laku sebagai determinasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan. Manusia memiliki naluri-naluri kehidupan maupun naluri-naluri kematian. Menurut Freud, tujuan segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan tidak lain adalah jalan melingkar ke arah kematian.

(12)

ix

Menurut Freud struktur kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem, yaitu id, ego, dan superego. Kesejahteraan psikologis bergantung pada apakah ketiga sistem ini saling berhubungan secara efektif. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.

Id

Id adalah yang tertua di antara sistem-sistem kepribadian dan berisi semua hal yang mewarisi dan bersifat tetap dalam jasmani. Id adalah sistem kepribadian yang orisinil; kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Insting yang berpangkal dalam organisasi somatik menemukan ekspresi mental mereka dalam id. Id yang diisi dengan energi dari insting-insting, berusaha untuk mewujudkan terpuaskannya kebutuhan-kebutuhan yang bersifat insting berdasarkan prinsip kesenangan. Jadi aktivitas id diarahkan pada mengamankan pelepasan bebas kuantitas-kuantitas rangsangan. Proses fisik id dikenal sebagai proses-proses primer karena mereka ada dalam piranti mental id yang dihasilkan oleh berlalunya waktu. Freud melihat id sebagai kekacauan, kawah dipenuhi oleh emosi-emosi yang bergejolak, yang tidak mengenal judgment mengenai nilai-nilai: tidak ada baik dan buruk, tidak ada moralitas. Id terdiri atas impuls-impuls yang penuh keinginan. Id tidak diperintahkan oleh logika, dan hal ini terutama berlaku pada hukum kontradiksi, karena id berisi impuls-impuls berlawanan yang saling berdampingan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir, dan hanya menginginkan atau bertindak, dan bersifat tak sadar. Pendek kata, id adalah realitas subyektif primer individu di tingkat ketidaksadaran.

Ego

Ego adalah posisi id yang telah menjalani perkembangan khusus atau modifikasi melalui pengaruh dunia luar. Ego memiliki kontak dengan dunia luar dari kenyataan. Corey (2009) Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Sebagai “polisi lalu lintas” bagi id, superego, dan dunia eksternal. Tugas utama ego adalah bertindak sebagai perantara antara id dan idealnya merepresentasikan alasan dan akal sehat, sementara id berisi nafsu-nafsu yang bersifat insting dan akan merusak dirinya tanpa campur tangan ego. Ego berusaha membawa prinsip realitas untuk mempengaruhi id sebagai pengganti untuk prinsip kesenangan. Bagaimana hubungan antara ego dan id? Ego adalah tempat bersemayam inteligensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari id. Sementara id hanya mengenal kenyataan subyektif, ego membedakan bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat di dunia eksternal.

Proses-proses ego, yang mencakup persepsi, problem solving, dan represi adalah perkembangan lebih lanjut atau prosdes-proses sekunder, yang berlawanan dengan proses-proses asli atau sekunder id. Bagaimanapun, ego mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan, yang berbeda dengan id hanya dalam hal sarana untuk mencapai tujuan yang sama.

(13)

x

dan logis, dan akan sanggup meredam hasrat-hasrat irasional id.

Superego

Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah sutau tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego mempresentasikan hal yang ideal, dan mendorong bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan. Gibson & Mitchell (2008) Superego merepresentasikan suara hati, beroperasi berdasarkan prinsip realisme moral. Ia mempresentasikan kode moral pribadi, yang didasarkan kepada persepsi seseorang mengenai moralitas dan nilai masyarakat. Superego dianggap bertanggungjawab menyediakan penghargaan seperti rasa bersalah atau rendah diri bagi pemiliknya. Fungsi superego yang terlibat dalam observasi-diri, adalah memuaskan tuntutan id melalui pengaruh moral terhadap ego. Salah satu karakteristik superego adalah ego-ideal, yang didasarkan pada kekaguman yang dirasakan oleh anak akan kesempurnaan yang dilihatnya pada diri orang tuanya dan yang ingin ditirunya. Ego-ideal terdiri atas pedoman—“Anda seharusnya seperti ini”—maupun larangan—“Anda seharusnya tidak seperti itu”. Pedoman dan larangan itu sebagian didasarkan pada identifikasi-identifikasi dan represi-represi yang merupakan hasil resolusi Oedipus complex kira-kira pada usia 5 hingga 6 tahun. Superego bertindak sebagai mediator antara individu dengan lingkungan, dan sebagai suara hati nurani kepribadian manusia yang berhubungan dengan nilai-nilai moral dan sosial. Melalui superego, nilai-nilai masyarakat tertanam kuat dalam diri individu.

3. Mekanisme Pertahanan

Mengapa disebut mekanisme pertahanan? Disebut mekanis karena sifatnya otomatis, sebuah reaksi atau sikap yang terlontar begitu saja menanggapi sesuatu, berjalan tanpa disadari, dan spontan. Peredaan tegangan biasanya dilakukan dengan beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan situasi lewat penyangkalan atau pembiasan terhadap hal-hal yang dapat menciptakan tingkatan tinggi stres atau kecemasan. Berikut ini adalah beberapa bentuk mekanisme pertahanan.

a. Represi, yaitu upaya untuk menyembunyikan dan memendam semua memori,perasaan dan pikiran sedalam mungkin ke dalam diri karena kemunculannya hanya menimbulkan rasa sakit dan takut. Proses represi ada dua macam: (i) materi yang ada di tingkat pra-sadar, yang diterima oleh kesadaran kemudian ditekan kembali ke dalam ketidaksadaran; dan (ii) materi yang ada di tingkat ketidaksadaran mungkin dilarang oleh penyengsaraan untuk memasuki pra-sadar dan oleh sebab itu harus tetap dalam ketidakpra-sadaran.

b. Regresi adalah tindakan melangkah mundur secara tidak sadar ke fase perkembangan yang terdahulu di mana tuntutan tugas perkembangannya tidak terlalu besar.

c. Formasi Reaksi, adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat alam bawah sadar untuk menyangkal perasaan perasaan yang mendatangkan kecemasan. Individu mengadopsi pikiran,perasaan dan perilaku yang berlawanan dengan pikiran dan perasaan yang sebenarnya.

(14)

xi

terlihat masuk akal, logis dan bisa diterima secara sosial.

e. Displacement, adalah, yaitu gerak menjauh dari suatu obyek untuk mendekati obyek lain yang kurang begitu terasa mengancam atau menghasilkan kecemasan. Mekanisme displacement atau pemindahan ini memiliki beberapa jenis, tetapi yang paling umum dan yang dianggap sehat adalah sublimasi, yaitu mengubah arah energi yang terarah kepada perilaku yang tidak bisa diterima menuju perilaku yang bisa diterima. Contohnya mengalihkan energi seksual terhadap seseorang yang tidak diperbolehkan secara sosial menjadi energi non-seksual seperti bekerja keras, aktif berolah raga, dan sebagainya.

f. Kompensasi, adalah tingkah laku menutupi kelemahan dengan jalan memauskan atau menunjukan sifat tertentu secara berlebihan karena frustasi di bidang lain. Misal anak yang tidak mendapat perhatian dalam keluarga,suka berbuat masalah di sekolah agar mendapat perhatian dari guru dan teman-temannya.

g. Fiksasi, adalah tindakan tetap bertahan “terpaku” pada tahap perkembangan yang pernah dijalani karena takut melangkah ke tahap perkembangan berikutnya. Misalnya seorang anak yang tidak ingin ditinggalkan orang tuanya saat berada di sekolah.

h. Proyeksi, adalah ego mengatasi ancaman impuls-impuls yang bersifat insting yang tidak dapat diterima dengan mengeksternalisasikan. Jadi, individu alih-alih mengakui impuls libido dan agresivitasnya sendiri, mungkin menjadi sangat menyadari karakteristik itu pada diri orang lain dan menyandangnya secara keliru.

i. dentifikasi, yaitu upaya meniru seseorang yang populer karena memberinya kepuasan, meningkatkan harga diri, atau kompensasi tertentu. Di kasus tertentu identifikasi memampukan klien memperoleh perilaku baru dan berguna.

4. Kecemasan

Freud mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah keadaan ketidaksenangan tertentu disertai dengan lecutan motorik di sepanjang jalur yang pasti (Nelson-Jones,2006). Freud melihat kecemasan sebagai reaksi universal terhadap situasi bahaya dan ego sebagai satu-satunya kecemasan. Kelak sumber kecemasan terjadi di luar kemauan ketika situasi berbahaya muncul. Sumber kecemasan lainnya dihasilkan oleh ego ketika bahaya itu hanya berupa ancaman dan ego merasa lemah dalam kaitannya dengan hal itu.

Ada tiga macam kecemasan, yaitu (i) kecemasan realistik, (ii) kecemasan moral, dan (iii) kecemasan neurotik. Kecemasan realistik atau kecemasan obyektif sebagai reaksi terhadap bahaya dari dunia luar (eksternal), terhadap seuatu cedera yang telah diramalkan atau diketahui sebelumnya. Ketakutan riil terkait dengan reflek gerakan, dan dianggap sebagi suatu wujud dari insting perlindungan diri. Kemunculan-kemunculannya (yaitu obyek-obyek dan situasi-situasi di mana kecemasan dirasakan) akan sangat tergantung pada seberapa besar pengetahuan dan rasa berkuasa seseorang berkaitan dengan dunia luar. Kecemasan obyektif bersifat rasional dan bermanfaat, bagaimanapun juga, dalam pemikiran yang lebih dalam akan diakui membutuhkan revisi lebih jauh.

(15)

xii

Konselor yang mempraktikan pendekatan psikoanalis klasik berfungsi sebagai seorang ahli. Konselor mendorong klien untuk membicarakan apapun yang muncul dalam benaknya, khususnya pengalaman di masa kanak-kanak. Untuk menciptakan atmosfir yang membuat klien merasa bebas mengekspresikan pikiran yang menyusahkannya, konselor, setelah melewati beberapa sesi tatap muka, seringkali meminta kliennya untuk berbaring di sofa sementara konselor tetap di luar bidang pandang klien (biasanya duduk di belakang kepala klien). Peranan konselor adalah memberikan klien mendapatkan pencerahan dengan menghidupkan kembali dan menangani pengalaman masa lalu yang tak terpecahkan yang muncul sebagai fokus sesi konseling berlangsung. Perkembangan transference diutamakan untuk membantu klien menghadapi masalah bawah sadar secara realistis. Psikoanalisis membantu konselor menginterpretasikan permasalahan bagi klien.

Teori psikoanalisis biasanya melihat klien sebagai individu yang lemah dan penuh ketidakpastian, sehingga memerlukan bantuan besar untuk mengkonstruksi kepribadian yang normal. Konselor berperan sebagai ahli yang akan menfasilitasi atau mengarahkan penstrukturan ulang tersebut. Klien di dorong untuk berbicara bebas, mengutarakan ketidaknyamanan, membicarakan kesulitan dan menceritakan pikiran-pikiran yang dirasa memalukan. Konselor menginterpretasi setepat mungkin dan berusaha meningkatkan pemahaman klien mengenai apa yang terjadi pada dirinya. Diharapkan prosedur ini akan dapat mengungkap alam bawah sadarnya dan membantu klien mencapai kemampuan mengatasi secara realistik keinginannya sesuai aturan sosial di dunia klien. Di dalam prosesnya, dari teknik-teknik yang disediakan psikoanalisis, konselor dapat menggunakan tes proyektif, terapi bermain, analisis mimpi dan asosiasi. Namun konselor yang ingin menggunakan prosedur khusus ini harus menjalani pelatihan khusus yang setara jenjang doktoral.

6. Tujuan Konseling

Tujuan psikoanalisis bervariasi bergantung pada klien,tetapi fokus utamanya pada penyesuaian pribadi, biasanya memicu reorganisasi kekuatan internal di dalam diri seseorang. Tujuan utama konseling dalam konteks psikoanalisis adalah menurunkan tegangan. Karena konflik kepribadian selalu dialami oleh semua orang,maka hampir setiap pribadi berpotensi menjadi klien sekaligus berhak mendapatkan keuntungan dari layanan konseling profesional. Karena pendekatan psikoanalisis mensyaratkan pemahaman hanya bisa diperoleh melalui pembukaan diri seperti ini maka konselor yang berorientasi multi-budaya mungkin menemukan kalau beberapa komunitas masyarakat Asia, Afrika dan belahan dunia lain melihat justru prosedur ini kekanak-kanakan.

7. Teknik Konseling

Dalam melakukan intervensi terapeutik, teknik psikoanalisis yang paling sering digunakan adalah asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis transference, analisis resistensi, dan interpretasi.

(16)

xiii

– konselor meminta kepada klien agar membersihkan pikirannya dari pemikiran-pemikiran dan renungan sehari-hari dan sebisa mungkin, mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, betapapun menyakitkan, tidak logis, dan tidak relevan kedengarannya. Klien larut bersama segala perasaan dan pikirannya. Klien diminta berbaring di atas balai sementara konselor duduk di belakngnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.

– Konselor menafsirkan makna-makna utama dari asosiasi bebas, mengenali bahan yang direpres dan dikurung dalam ketaksadaran.

– Konselor membimbing klien memahami hubungan-hubungan yang dibuat klien di antara peristiwa-oeristiwa yang dialaminya.

– Konselor menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien memahami dinamika-dinamika yang tidak disadari klien.

Analisis Mimpi.

Di dalam analisis mimpi, klien didorong untuk mengingat mimpi-mimpinya. Konselor harus benar-benar peka terhadap dua aspek mimpi, yaitu (i) isi manifestasi (makna yang jelas) dan (ii) isi laten (tersembunyi tetapi makna yang sebenarnya (Jones,1979). konselor membantu menginterpretasikan kedua aspek tersebut kepada klien.

Dalam analisis mimpi melibatkan pemahaman terhadap pikiran-pikiran tersembunyi yang disamarkan oleh proses pekerjaan mimpi. Elemen-elemen pekerjaan mimpi melibatkan pemadatan pikiran-pikiran mimpi tersamar menjadi konten mimpi yang jauh lebih kecil, yang menggantikan intensitas fisik diantara elemen-elemen, dan menggunakan simbolis. Seringkali, simbol-simbol dalam mimpi itu merepresentasikan materi seksual.

Analisis Transference.

Dalam Transference konselor mendorong klien dan menginterpretasikan perasaan negatif dan positif yang diekspresikan. Pengungkapan ekspresi ini bersifat terapi dan meringankan beban. Akan tetapi nilai sebenarnya dari pengalaman ini terletak pada peningkatan pengetahuan klien akan diri sendiri, yang datang melalui analisis transference konselor. Klien yang mengalami transference dan memahami apa yang terjadi, selanjutnya akan merasa lepas untuk maju ke tahap perkembangan berikutnya. Transferensi merepresentasikan perkembangan neurosis asli menjadi neurosis transferensi dalam hubunganya dengan analis.

(17)

xiv

dalam “mendidik” klien pada masa lalu. Meskipun demikian, konselor masih tetap perlu memenuhi independensi kliennya; (iii) Dalam tranferensi klien mereproduksi, dan bukan sekadar mengingat, bagian-bagian penting dalam sejarah hidupnya. Di hadapan konselor, klien menunjukkan sikap mental dan reaksi defensif yang berhubungan dengan neurosisnya.

Contoh kasus

Klien seorang perempuan, 26 tahun dengan gangguan skizofrenia paranoid dan diterapi menggunakan pendekatan psikoanalisis dan teknik yang digunakan adalah teknik asosiasi bebas.

Pada sesi I ini konselor dan klien membangun komunikasi yang nyaman dan membangun kepercayaan. Setelah terbentuknya rasa kepercayaan dan dukungan yang lebih besar, terapis mulai mendorong klien untuk mengkaji berbagai hubungan Interpersonalnya. Kemudian klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat itu tanpa ada hal-hal yang disensor (moment catarsis). Dan terapis membantu klien untuk menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan. Setelah itu terapis membantu dan membimbing klien untuk bisa insigth. Setelah itu terus menerus menginterpretasikan dan mengidentifikasikan masalah klien. Kemudian berusaha mengajak klien merealisasikan hal-hal yang didapat dari insigth.

Pada sesi II yaitu teknik asosiasi bebas. Pada sesi ini Klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat ini tanpa ada hal yang disensor (katarsis). Terapi membantu klien menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan, kemudian konselor membimbing klien untuk insight, dengan terus-menerus menginterpretasi dan mengidentifikasi masalah klien dan mkemudian mengajak klien merealisasikan hal yang didapatkan dari insight.

Analisis Resistensi.

Pada saat menjalani psikoanalisis, klien pada awalnya mengalami kemajuan dan kemudian melambat atau berhenti. Resistensi klien terhadap proses konseling ini dapat bermacam-macam, seperti tidak memenuhi janji temu, datang terlambat, tetap berada dalam transferensi, memblokir pemikiran yang selama asosiasi bebas,atau menolak untuk mengingat mimpi atau kenangan. Analisis konselor terhadap resistensi dapat membantu klien untuk mendapatkan pencerahan tentang hal ini dan juga tingkah laku lainnya. Jika resistensi tidak dihadapi, proses terapi atau konseling kemungkinan akan mandek.

Jika tingkat resistensi diatasi, resistensi akan menemukan cara-cara ekspresi yang tidak terlalu terang-terangan. Ego klien takut pada potensi ketidaksenangan yang disebabkan karena mengeksplorasi materi yang telah direpresinya dalam ketidaksadaran. Ego melindungi dirinya dari id yang direpresi melalui antikateksis (anti pencurahan energi perasaan). Semakin mengancam materi yang direpresi, semakin teguh pula ego berpegang erat pada antikateksisnya, dan semakin jauh pila asosiasi klien dari materi tidak sadar yang ingin ditemukan oleh analis atau konselor.

(18)

xv

dapat difokuskan pada apa yang telah terjadi pada klien dan telah dilupakannya dan mengenai apa yang sekarang terjadi pada klien, yang tidak dipahaminya. Interpretasi adalah sarana yang digunakan untuk mentransformasikan materi yang direpresi dan tidak disadari menjadi materi pra-sadar kemudian disadari. Ketika memberika interpretasi konselor membantu klien memahami makna peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau dan masa kini dengan cara mengajari klien makna tingkah laku melalui asosiasi bebas, dan melalui hubungan konseling itu sendiri. Interpretasi memberikan penjelasan dan menganalisis pemikiran, perasaan, dan tindakan klien. Konselor menggunakan interpretasi bukan hanya untuk memahami impulsw-impuls id, tetapi juga untuk membantu klien agar mendapatkan pemahaman tentang mekanisme dan resistensi yang digunakannya dalam menghadapi materi yang direpresi dan untuk merintangi upaya analitik. Konselor menginterpretasikan impuls-impuls yang direpresi dalam obyek-obyek kelekatannya dengan tujuan membaqntu klien mengganti represi-represi itu dengan tindakan judgments (evaluasi kritis terhadaal, kejadian, atau individu) yang sesuai dengan situasi masa kini daripada situasi masa kanak-kanaknya. Konselor menangani ego klien, mendorongnya untuk mengatasi resistensi dan mengambil alih kontrol energi libido yang direpresi sampai sekarang. Impuls-impuls tidak sadar dikritik dengan cara dilacak balik ke asal mulanya.

Konselor harus menggunakan interpretasi pada saat yang tepat. Ketepatan penentuan waktu interpretasi sangatlah penting, karena jika diupayakan pada waktu yang salah akan menemui resistensi. Jika dilakukan terlalu cepat,dapat membuat klien menjauh. Namun jika tidak digunakan sama sekali atau jarang digunakan, klien akan gagal mendapatkan pencerahan. Oleh karena itu, klien perlu didekatkan pada kondisi insight sebelum konselor membuat interpretasi. Semakin dekat interpretasi itu ke detail-detail yang telah dilupakan, semakin mudah klien untuk menerimanya. Tahap-tahap psikoanalisis selanjutnya melibatkan penelaahan melalui interpretasi berulang-ulang,dan tahap ini seringkali menjadi bagian analisis yang paling sulit dan tidak lengkap.

8. Proses Konseling

Psikoanalisis adalah sebuah proses reedukasi ego. Klien harus bersedia melibatkan diri ke dalam proses konseling yang intensif dan berjangka panjang. Freud melihat praktik psikoanalisis memiliki tiga bagian utama:

a. Menyokong ego klien yang melemah untuk berpartisipasi dalam pekerjaan intelektual, yaitu interpretasi, untuk mengisi kesenjangan sumber-sumber mentalnya dan mentransfer otoritas superegonya kepada konselor;

b. Menstimulasi ego untuk berjuang melawan setiap tuntutan id dan mengalahkan resistensi yang timbul dalam kaitannya dengan tuntutan-tuntutan id itu; dan

c. Memulihkan ego klien “dengan mendeteksi materi dan impuls-impuls yang telah memaksanya masuk ketidaksadaran” (Freud,1949:77). Materi tersebut dilacak balik ke asal muasalnya dan dikritik. Metode-metode yang digunakan konselor untuk membantu ego yang melemah untuk mengangkat represi mereka, mendapatkan insight, dan membuat keputusan-keputusan realistis.

(19)

xvi

Kekuatan dan Konstribusi

Psikoanalisis klasik mempunyai beberapa penekanan yang unik:

a. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya seksualitas dan alam tidak sadar dalam tingkah laku manusia. Sebelum dibuatnya teori ini, seksualitas (khususnya seksualitas pada masa kanak-kanak) disangkal dan kekuatan alam tidak sadar kurang mendapat perhatian.

b. Pendekatan ini memberikan sumbangan pada penelitian-peneltian empiris; bersifat heuristik. Proposal Freud telah menghasilkan begitu banyak penelitian.

c. Pendekatan ini menyediakan dasar teoretis yang mendukung sejumlah intrumen diagnostik. Beberapa tes psikolgis, seperti Tes Apresiasi Tematik atau Noda Tinta Rorschach, berakar pada teori Psikoanalisis.

d. Psikoanalisis terus berevolusi dan kahir-akhir ini menekankan pada proses adaptif dan hubungan sosial.

e. Psikoanalisis terus berevolusi dan akhir-akhir in menekankan pada proses adaptif dan hubungan sosial.

f. Pendekatan ini tampaknya efektif bagi mereka yang menderita berbagai macam gangguan, termasuk histeria, narsisisme, reaksi obsesif kompulsif, gangguan karakter,ansietas fobia dan gangguan seksualitas (Luborsky,O’Reilly-Landry,& Arlow,2008).

Keterbatasan

a. Pendekatan inji menghabiskan waktu dan biaya yang banyak. Seseorang yang menjalani psikoanalisis biasanya adatang tiga sampai lima kali semingggu,dalam kurun waktu bertahun-tahun (Bankart, 1977;Nye, 2000).

b. Pendekatan ini tidak terlalu berguna bagi klien lansia atau bahkan sekelompok klien yang bervariasi.”Pasien yang mendapatkan keuntungan paling banyak dari analisis ini” terutama adalah “pria paruh baya dan wanita yang tertekan karena merasa hidupnya sia-sia serta mencari arti di dalam kehidupan” (Bradley & Cox,2001:35). c. Di luar harapan Freud, pendekatan ini telah di klaim secara eksklusif oleh para

psikiater (Vandenbos, Cummings & Deleon,1992). Konselor dan psikolog yang tidak mempunyai pendidikan medis mengalami kesulitan untuk mendapatkan pelatihan ekstensif di bidang psikoanalisis.

d. Pendekatan ini berdasarkan pada banyak konsep yang tidak mudah dipahami atau dikomunikasikan—id,ego, dan superego, contohnya. Terminologi psikoanalitikal tampaknya terlalu rumit.

e. Pendekatan ini menuntut ketekunan. Contohnya, Freud mengaitkan batasan tertentu pada wanita dengan hasil dari gender, yaitu menjadi perempuan.

f. Pendekatan ini tidak begitu cocok dengan kebutuhan kebanyakan individu yang mencari konseling profesional. Model psikoanalitik dikaitkan dengan orang yang mempunyai masalah penyesuaian diri atau yang ingin atau butuh mengeksplorasi alam tidak sadarnya.

B. Rangkuman

(20)

xvii

mengakui bahwa hingga tingkat tertentu, teorinya merupakan produk dari budaya, tempat, dan waktu tertentu.

Asumsi kunci yang dibuat oleh Freud adalah : (i) masalah emosional berakar pada pengalaman masa kanak-kanak; (ii) biasanya orang tidak sadar akan sifat alamiah dari pengalaman-pengalaman ini; (iii) materi bawah sadar secara tidak langsung muncul dalam konseling melalui reaksi transference terhadap konselor dan dalam mimpi serta fantasi.

Konselor yang mempraktikan psikoanalisis berfungsi sebagai seorang ahli. Peran konselor adalah mengintepretasikan kandungan mental bahwa sadar untuk memungkinkan klien mendapatkan pemahaman yang mendalam. Konselor mendorong klien untuk membicarakan apa pun yang muncul dalam benaknya,khususnya pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Untuk menciptakan atmosfir yang membuat klien merasa bebas mengekspresikan pikiran yang menyusahkannya, ahli psikoanalisis, setelah melewati beberapa sesi tatap muka, sering kali meminta kliennya untuk berbaring di sofa sementara ahli analis tetap berada di luar bidang pandang klien. Peranan konselor membiarkan klien mendapatkan pencerahan dengan menghidupkan kembali dan menangani pengalaman masa lalu yang takterpecahkan yang muncul sebagai fokus selama sesi berlangsung.

Tujuan psikoanalisis bervariasi,tergantung pada klien, tetapi fokus utamanya pada penyesuaian pribadi, biasanya memicu reorganisasi kekuatan internal di dalam diri seseorang. Pada kebanyakan kasus,tujuan utamanya adalah membantu klien agar lebih menyadari aspek-aspek yang tidak sadar dalam kepribadiannya dan untuk menghadapi reaksi-reaksi kini yang mungkin disfungsional.

Teknik psikoanalisis meliputi teknik asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis transference, analisis resistensi, dan interpretasi.

C. Latihan

1. Diskusikan dengan teman dalam kelompok tentang pandangan manusia menurut pendekatan psikoanalisis!

2. Diskusikan dengan teman dalam kelompok peranan konselor dalam pendekatan konseling psikoanalisis!

3. Diskusikan dengan teman dalam kelompok tujuan konseling psikoanalisis!

4. Diskusikan dengan teman dalam kelompok teknik-teknik yang digunakan dalam pendekatan psikoanalisis!

5. Diskusikan dengan teman dalam kelompok kekuatan dan keterbatasan pendekatan psikoanalisis!

(21)

xvii

i

D. Tes Formatif

Tugas Anda menjawab pertanyaan dibawah ini dengan cara memilih salah satu jawaban yang benar dari empat alternatif jawaban yang disediakan.

1. Penemu/pengembang pendekatan psikoanalisis adalah: A. Sigmund Freud

B. Carl Rogers C. William Glasser D. Albert Ellis

2. Pendekatan psikoanalisis memandang manusia sebagai sesuatu yang: A. Pasif

A. Naluri dasar amoral

B. Hati pikiran sesuai prinsip moral

C. Pusat pikiran yang membuat keputusan dengan prinsip kenyataan D. Dorongan seksualitas

4. Konselor dalam mempraktikan psikoanalisis berfungsi sebagai A. Seorang ahli

B. Pendengar C. Mitra D. Model

5. Pendekatan psikoanalisis menekankan pada pentingnya: A. Penghargaan terhadap tingkah laku manusia

B. Seksualitas dan alam tidak sadar dalam tingkah laku manusia C. Aktualisasi diri pada diri manusia

D. Proses belajar dalam pengubahan perilaku

6. Mekanisme pertahanan yang melibatkan pemberian alasan intelektual untuk membenarkan suatu tindakan,disebut:

A. Proyeksi B. Represi C. Rasionalisasi D. Regresi.

7. Teknik psikoanalisis yang memberikan penjelasan dan menganalisis pemikiran,perasaan, dan tindakan klien, disebut teknik:

(22)

xix

C. Analisis transference

D. Interpretasi;

8. Kecemasan yang terjadi akibat konflik dengan superego disebut : A. Kecemasan realistis

B. Kecemasan moral C. Kecemasan neurotik D. Kecemasan psikotik.

9. Salah satu karakteristik superego adalah: A. Ego-ideal

B. Ego-orang tua C. Ego- dewasa D. Ego- anak

10. Pendekatan konseling psikoanalisis tepat digunakan bagi mereka yang mengalami: A. Gangguan karakter

B. Kesulitan belajar C. Kesulitan bergaul

(23)

xx

BAB III

PENDEKATAN KONSELING BERPUSAT PADA KLIEN (HUMANISTIK)

A. Uraian Materi

Pendekatan konseling ini terfokus pada potensi individu untuk memilih secara aktif dan menentukan secara sengaja, hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungan. Profesional yang menganut pendekatan konseling humanistik membantu orang untuk meningkatkan pemahaman diri dengan merasakan perasaannya. Istilah tersebut sangat luas pengertiannya dan mencakup teori konseling, yang berfokus pada orang sebagai pengambil keputusan dan inisiator dari pertumbuhan dan perkembangannya sendiri.

CARL ROGERS (1902-1987) adalah tokoh yang terkenal dalam bidang konseling dan psikoterapi. Carl Rogers adalah pencipta pendekatan konseling berpusat pada orang (Person-Centered Counseling), yang dimaksudkan untuk membantu klien memenuhi potensi unik mereka dan menjadi pribadinya sendiri. Pendekatannya sebagian adalah upaya untuk melepaskan diri dari konseling psikodinamik interpretatif yang dediskripsikan sebelumnya. Rogers mencoba mengemansipasi orang dari pengaruh orangtua pada zamanya yang menguasai pikiran,perasaan, dan tindakan anak-anaknya. CARL ROGERS (1902-1987) adalah orang yang pertama kali memformulasikan teori konseling berpusat pada orang di dalam bukunya, Counseling and Psychoterapy pada tahun 1942. Teori tersebut kemudian berkembang menjadi konseling berpusat pada klien dan berpusat pada orang dengan berbagai penerapan pada kelompok,keluarga, dan komunitas serta individual. Dasar teorinya memiliki kesamaan pendangan dengan Maslow, sehingga dikategorikan ke dalam aliran atau pendekatan humanistik.

Pendekatan Rogerian menitikberatkan kemampuan dan tanggungjawab klien untuk mengenali cara pengidentifikasian dan cara menghadapi realitas secara lebih akurat. Semakin baik klien mengenali dirinya,semakin besar kemampuan mereka mengidentifikasi perilaku yang paling tepat untuk dirinya. Rogers menekankan pentingnya konselor untuk bersikap hangat, tidak berpura-pura empatik dan memberikan perhatian.

1. Pandangan tentang Manusia

a. Dilahirkan dengan pembawaan yang baik

b. Memiliki kecenderungan yang beretujuan positif, konstruktif, rasional, dan social c. Berkeinginan untuk maju

d. memiliki kapasitas untuk menilai diri dan mampu membawa dirinya untuk mengaktualisasikan diri;

e. memiliki kesadaran diri;

f. memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk memilih/memutuskan nasibnya sendiri;

g. mencari makna yang unik dalam hi-dupnya 2. Tujuan Konseling

(24)

xxi

kehidupan yang dipilihnya

b. Menghilangkan penghambat aktualisasi potensi diri c. Menemukan dan menggunakan kebebasan memilih

d. Menyajikan kondisi untuk memfasilitasi klien menyedari keberadaannya secara otentik

e. Memahami potensinya dan menyadari bahwa ia dapat bertindak sesuai dengan potensinya/ kemampuannya

3. Peran Konselor

Tugas konselor adalah lebih sebagai fasilitator daripada pengarah. menekankan aspek sikap dari pada teknik konseling, sehingga yang lebih di utamakan dalam konseling adalah sikap konselor. membangun iklim konseling yang menunjang pertumbuhan klien. menciptakan kebebasan dan keterbukaan pada diri klien untuk mengeksplorasi masalahnya.

Sebagai reflektor karena konselor mengklarifikasi dan memantulkan kembali kepada klien perasaan dan sikap yang diekspresikannya terhadap konselor sebagai representasi orang lain..

4. Pola Hubungan Konselor - Klien

a. Pertemuan personal dan otentik antara konselor-klien

b. Klien menemukan keunikan diri dalam hubungan dengan konselor c. Ditekankan pada di sini dan sekarang

Rogers menganggap kongruensi, anggapan positif tanpa syarat, dan empati sebagai “kondisi sikap yang membantu terjadinya pertumbuhan terapeutik” (Rogers & Stanford,1985:1379). Ia menekankan bahwa kondisi-kondisi itu bukanlah kondisi “all or none” kaidah “ semuanya atau tidak sama sekali”, tetapi berada dalam sebuah kontinum.

Kongruensi (congruence)

Kongruensi adalah ketulusan, tidak berpura-pura (realness), keterbukaan, transparansi, dan kesadaran (presence). Kongruensi adalah kondisi sikap yang paling mendasar. Konselor perlu memiliki hubungan dengan perasaan-perasaan yang mereka alami, membuatnya tersedia bagi kesadaran, dan “hidup dengan perasaan-perasaan itu, dalam hubungan,..dan mengkomunikasikannya bila perlu” (Rogers,1962:417). Kongruensi merupakan kondisi transparan di dalam hubungan terapi dengan menghilangkan aturan dan penghalang (Rogers,1980). Ini adalah “kesiapan konselor untuk mengesampingkan kepedulian dan kesibukan pribadi dan ada serta terbuka di dalam hubungan dengan kliennya” (Moon,2007:278). Konselor harus menemui klien dalam kontak orang-ke-orang langsung. Konselor seharusnya menghindari pendekatan intelektual yang kliennya diperlakukan sebagai obyek. Konselor yang kongruensi tidak sedang memainkan peran apapun, mencoba bersikap sopan, atau menampakkan penampilan profesional.

(25)

xxii

kongruensi sepenuhnya. Manusia yang tidak sempurna dapat membantu klien. Cukup bagi konselor, di saat-saat tertentu dalam hubungan langsung dengan orang tertentu, untuk menjadi dirinya selengkapnya dan sepenuhnya, dengan pengalaman-pengalamannya disimbolisasikan secara akurat ke dalam self-concept-nya.

Kongruensi bukan berarti bahwa konselor “mengutarakan secara impulsif setiap perasaan yang melintas” (Rogers,1962:418). Juga bukan berarti bahwa ia membiarkan sesi-sesinya menjadi counselor-centered dan bukan client-centered. Akan tetapi, hal ini dapat berarti bahwa mereka mengambil risiko berbagi perasaan atau memberikan umpan-balik yang bisa memperbaiki hubungan karena diekspresikan dengan tulus.

Perhatian Positif Tanpa Syarat (Unconditional positive regard). Istilah lain untuk mendiskripsikan kondisi ini termasuk kehangatan, perhatian, penghargaan, penerimaan, dan penghormatan nonposesif. Perhatian positif tanpa syarat,juga dikenal sebagai penerimaan, kasih sayang yang tulus dan dalam bagi klien sebagai seorang manusia, yaitu menghargai manusia sebagai seorang manusia (Rogers,1961,1980). Perhatian positive tanpa syarat berhubungan dengan keyakinan mendalam Rogers akan kapasitas kliennya untuk melakukan perubahan konstruktif jika diberi kondisi-kondisi pendukung yang tepat. Rogers menekankan pentingnya sikap konselor terhadap nilai dan signifikansi setiap orang. Perjuangan konselor untuk mencapai integrasi pribadi relevan dengan perhatian positive tanpa syarat,karena konselor hanya bisa menghormati kapasitas klien untuk mencapai pengarahan-diri yang konstruktif jika sikap hormat itu merupakan bagian integral dari kepribadiannya.

Perhatian positive tanpa syarat melibatkan kesediaan konselor menerima klien “dalam keadaan perasaan apa pun—bingung, kesal, takut, marah, berani, cinta, atau bangga” (Rogers,1986a:198). Perhatian positive tanpa syarat bukan berarti konselor perlu,berdasarkan kerangka acuannya, untuk menyetujui semua perilaku klien. Alih-alih, perhatian positive tanpa syarat adalah sebuah sikap dan orientasi filosofis, yang terefleksi dalam perilaku konselor, bahwa klien akan lebih berkemungkinan untuk bergerak maju jika ia meras dihargai sebagai manusia dan mengalami iklim emosional yang aman dan bebas di mana klien dapat memperlihatkan berbagai perasaan dan mengaitkan berbagai kejadian,tanpa kehilangan penerimaan dari konselornya.

Empati

Istilah lain untuk empati termasuk empati akurat, empati pemahaman, empati responsif, empati mencoba menjadi, empati sikap mental, dan empati sikap perilaku. Konselor perlu sensitif terhadap alur experiencing (pengalaman) dari waktu ke waktu yang terjadi pada klien maupun dirinya. Konselor membutuhkan kapasitas untuk mengambil nuansa dan makna perasaan yang jarang disadari oleh klien. Dengan kearifan, sensitivitas, dan kesadaran tentang apa yang dapat ditangani klien, konselor perlu mengkomunikasikan pemahamannya tentang dunia dan makna persoalan kliennya.

(26)

xxii

i

konselornya ingin mengetahui dan berusaha menerima komunikasi dan makna personal klien (Barrett-Lenard,1998). Sikap empatik menciptakan iklim emosional yang kliennya dapat membantu konselor untuk lebih akurat dalam memahami dirinya. Dalam situasi terapi, empati adalah kemampuan konselor untuk menyatu dengan klien dan memantulkan pemahaman ini kembali kepada mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi empati secara esensial adalah salah satu upaya untuk berpikir dengan, alih-alih untuk atau mengenai, klien dan untuk menyerap komunikasi, maksud, dan pengertian klien tersebut (Brammer dkk. 1993; Moon,2007).

5. Kekuatan dan Keterbatasan Kekuatan dan Kontribusi

a. Pendekatan ini merevolusi profesi konseling dengan cara menghubungkan konseling dengan psikoterapi dan memperjelasnya melalui pembuatan rekaman suara dari sesi aktual dan menerbitkan salinan aktual mengenai sesi konseling (Goodyear,1987;Sommers-Flanagan,2007).

b. Pendekatan ini dapat diterapkan untuk berbagai macam permasalahan manusia, termasuk perubahan institusional, hubungan manajemen-pekerja, perkembangan kepemimpinan, pembuatan keputusan karir, dan diplomasi internasional. Sebagai contohnya, Cornelius-White (2005) menemukan bahwa pendekatan ini efektif dalam meningkatkan konseling multikultural. Seperti halnya, Leimoire dan Chen (2005:146) berpendapat bahwa”pendekatan client-centered tampaknya berpotensi untuk menciptakan kondisi yang diperlukan dalam menangkal stigmasasi, memungkinkan remaja yang diasosiasikan dengan kelompok stigmasasi seksual minoritas, menangani identitas seksualnya dengan cara yang lebih konstruktif bagi dirinya”. c. Pendekatan ini telah menghasilkan penelitian yang ekstensif (Tursi &

Cochran,2006). Pada awalnya pendekatan ini menetapkan standar untuk melakukan penelitian tentang variabel konseling, khususnya yang dianggap oleh Rogers (1957) sebagai “tepat dan penting” untuk mendatangkan perubahan dalam terapi.

d. Pendekatan ini efektif untuk sejumlah keadaan. Konseling client-centered membantu memperbaiki penyesuaian psikologis,pembelajaran,toleransi frustasi,dan mengurangi sikap defensif. Pendekatan ini tepat untuk mengobati kecemasan ringan sampai menengah, gangguan penyesuaian, dan kondisi yang tidak berhubungan dengan kelainan mental, seperti kesedihan yang tidak rumit atau hubungan antarpribadi (Seligman,1977).

e. Pendekatan ini sangat membantu jika bekerja dengan klien yang mengalami tragedi, karena pendekatan ini membuat klien “berperang melawan emosi dean benar-benar semakin kurang terpengaruh seiring berjalannya waktu dengan menyadari sepenuhnya, perasaan yang berhubungan dengan tragedi tersebut” (Tursi & Cochran,2006:395).

f. Pendetakatan ini berfokus pada keterbukaan dan hubungan penerimaan yang dibangun konselor dan klien serta proses bantuan yang bersifat jangka pendek. g. Dasar pendekatan ini hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk

(27)

xxi

v

dan sering kali dikombinasikan dengan orientasi teoritis lainnya dalam konseling seperti kognitif dan tingkah laku (Prochaska & Norcross;Seligman,2006).

h. Pendekatan ini mempunyai pandangan positif perihal sifat manusia dan terus berevolusi.

Keterbatasan

a. Terlalu sederhana,optimistis, santai, dan tidak terfokus untuk klien yang dalam krisis atau klien yang membutuhkan struktur atau arah yang lebih jelas (Seligman,2006; Tursi & Cochran,2006).

b. Terlalu bergantung pada klien yang suka bekerja keras,cerdas,dan berwawasan luas untuk mendapatkan hasil terbaik. Memiliki penerapan yang terbatas, dan jarang digunakan untuk anak-anak atau penderita cacat berat (Thomson & Henderson,2007).

c. Mengabaikan diagnosis,ketidaksadaran, teori-teori perkembangan, dan dorongan agresif serta seksual yang alami. Pendekatan ini terlalu optimistis.

d. Hanya menangani permasalahan yang ada dipermukaan,dan tidak menantang klien untuk mengeksplorasi area-area yang lebih dalam. Karena konseling client-centered hanya untuk jangka pendek, tidak mempunyai dampak yang permanen pada orang tersebut.

e. Lebih berdasarkan pada sikap daripada teknik. Tidak mempunyai teknik khusus untuk mendatangkan perubahan bagi klien (Moon,2007).

B. Rangkuman

Konseling Client-centered yang kemudian dikenal dengan person-centered merupakan elemen kunci “kekuatan ketiga” gerakan psikologi humanistik pada era 1950-an yang dikembangkan oleh Carl Rogers. Pandangan tertentu tentang sifat manusia terimplisit dalam konseling berpusat pada orang, manusia pada dasarnya baik. Manusia secara karakteristik “positif”, bergerak maju, konstruktif, realistik, dan dapat diandalkan. Setiap orang sadar,terarah, dan maju ke arah aktualisasi diri sejak masa kanak-kanak.

Peran konselor sangatlah penting dalam membujat dan meningkatkan atmosfer dimana klien bebas dan didorong untuk mengeksplorasi semua aspek mengenai dirinya. Atmosfer ini difokuskan pada hubungan konselor-klien yang digambarkan oleh Rogers sebagai kualitas pribadi dengan “saya-anda” yang spesial. Konselor menaruh kepercayaan pada kliennya untuk mengembangkan agenda tentang apa yang ingin dia kerjakan. Tugas konselor lebih sebagai fasilitator daripada pengarah.

Tujuan dalam konseling berpusat pada orang berkisar pada klien sebagai manusia, bukan permasalahan yang dihadapinya. Rogers menyatakan bahwa orang perlu bantuan untuk belajar bagaimana menghadapi berbagai situasi. Salah satu cara utama untuk mencapai hal ini adalah dengan membantu klien menjadi orang yang berfungsi penuh, yang tidak perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri untuk men ghadapi pengalaman sehari-hari.

(28)

xxv

yang penting dan perlu pada konseling, yaitu empati, perhatian positif tanpa pamrih, dan kecocokan.

Pendekatan berpusat pada orang dalam konseling dapat diterapkan untuk berbagai macam permasalahan manusia,termasuk perubahan institusional, hubungan menajemen-pekerja, perkembangan kepemimpinan, membuat keputusan karir, dan diplomasi internasional. Pendekatan ini mempunyai pandangan positif tentang sifat menusia dan terus berevolusi. Keterbatasan pendekatan ini terlalu sederhana, optimistis, santai,dan tidak terfokus untuk klien yang dalam krisis atau klien yang membutuhkan struktur atau arah yang lebih jelas. Pendekatan ini lebih berdasarkan pada sikap ketimbang teknik. Pendekatan ini tidak mempunyai teknik khusus untuk mendatangkan perubahan bagi klien.

C. Latihan

1. Diskusikan dengan teman dalam kelompok tentang pandangan manusia menurut pendekatan konseling person-centered!

2. Diskusikan dengan teman dalam kelompok peranan konselor dalam pendekatan konseling person-centered!

3. Diskusikan dengan teman dalam kelompok tujuan konseling person-centered! 4. Diskusikan dengan teman dalam kelompok teknik-teknik yang digunakan dalam

pendekatan konseling person-centered!

5. Diskusikan dengan teman dalam kelompok kekuatan dan keterbatasan pendekatan konseling person-centered!

D. Tes Formatif

Tugas Anda menjawab pertanyaan dibawah ini dengan cara memilih salah satu jawaban yang benar dari empat alternatif jawaban yang disediakan.

1. Konseling person-centered masuk dalam kelompok : A. Humanistik

B. Kognitif C. Psikoanalisis D. Behavioristik

2. Pengembang konseling person-centered adalah: A. Adler

B. Sigmund Freud C. Carl Rogers D. Williamson

3. Pendekatan konseling person-centered memandang manusia pada dasarnya: A. Statis, apatis, realistis

(29)

xxv

i

4. Rogers memandang manusia dari perspektif:

A. Filosofis

B. Fenomenologis C. Humanis D. Pragmatis

5. Peran konselor dalam pendekatan konseling person-centered adalah A. Sebagai pengajar

B. Sebagai penguat C. Sebagai ahli D. Sebagai fasilitator

6. Tujuan dalam konseling person-centered adalah A. Menjadi orang berfungsi penuh

B. Menjadi orang bebas neurotik C. Menjadi orang berpikir rasional D. Menjadi orang tidak emosional

7. Pendekatan konseling person-centered mengutamakan A. Teknik

B. Kualitas hubungan C. Penggalian masa lampau D. Cara berpikir rasional

8. Tiga kondisi penting dalam pendekatan konseling person-centered,yaitu: A. Empati, kecocokan, simpati

B. Empati, simpati, perhatian positif tanpa pamrih C. Empati, ketulusan, simpati

D. Empati, kecocokan, perhatian positif tanpa pamrih.

9. Pendekatan Rogerian dalam melakukan konseling lebih menitikberatkan kepada …. A. kemampuan dan tanggungjawab klien

B. kemampuan dan tanggungjawab konselor

C. kemampuan dan tanggungjawab klien dan konselor D. kemampuan dan tanggungjawab klien dan linfkungan

10. Yang mempengaruhi individu secara keseluruhan menurut Rogers yang paling utama adalah ….

A. kondisi diri B. Aktuaisasi diri C. suasana diri

(30)
(31)

xxv

iii

BAB IV

KONSELING GESTALT

A. Indikator keberhasilan

Setelah mempelajari layanan konseling dengan pendekatan Gestalt, peserta diklat mampu mempraktikan layanan konseling perorangan dengan pendekatan Gestalt kepada para peserta didiknya yang menjadi tanggung jawab di sekolah tempat tugasnya masing-masing.

B. Uraian Materi 1. KONSEP DASAR

a. Pendekatan konseling Gestalt berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut.

b. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, pera-saan, dan tingkah lakunya

c. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah : (1) tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya, (2) merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu, (3) aktor bukan reaktor, (4) berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya, (5) dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab, (6) mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.

d. Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan ini memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.

e. Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.

f. Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai

(unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan

(32)

xxi

x

terungkapkan itu.

2. ASUMSI TINGKAH LAKU BERMASALAH

a. Individu bermasalah karena terjadi pertentangan antara kekuatan “top dog” dan keberadaan “under dog”. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi.

b. Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apa-apa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self).

c. Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis

d. Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya.

e. Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang f. Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi

g. Spektrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi: - Kepribadian kaku (rigid)

- Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung - Menolak berhubungan dengan lingkungan

- Memeliharan unfinished bussiness - Menolak kebutuhan diri sendiri

- Melihat diri sendiri dalam kontinum “hitam-putih”

3. TUJUAN KONSELING

a. Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya. b. Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya

secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. c. Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:

- Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.

- Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya.

(33)

xxx

orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself).

- Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed

bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

4. DESKRIPSI PROSES KONSELING

a. Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar klien mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.

b. Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat.

c. Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan klien.

d. Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.

e. Deskripsi fase-fase proses konseling:

Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai

situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.

Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk

mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu:

 Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.

(34)

xxx

i

kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.

Fase ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan

perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang-kadang klien diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada konselor.

Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.

Fase keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang

pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling.

Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.

Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.

Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.

5. TEKNIK KONSELING

Hubungan personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.

a. Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestal

1) Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor

bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.

2) Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam proses konseling konselor tidak

merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.

3) Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri

sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga dengan demikian klien mengintegrasikan kembali dirinya:

- klien mempergunakan kata ganti personal

(35)

xxx

ii

- Klien mengambil peran dan tanggung jawab

- klien menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah lakunya

b. Teknik-teknik Konseling Gestal 1) Permainan Dialog

 Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya:

 kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak

 kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh

 kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”

 kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung

 kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah

 Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.

2) Latihan Saya Bertanggung Jawab

 Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.

 Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “...dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.

Misalnya : “Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”

“Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab atas ketidaktahuan itu”.

“Saya malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.  Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu

meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.

3) Bermain Proyeksi  Proyeksi :

 Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya

(36)

xxx

iii

kepada orang lain

- Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.

- Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.

4) Teknik Pembalikan

 Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

 Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “ekshibisionis” bagi klien pemalu yang berlebihan.

5) Tetap dengan Perasaan

 Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

 Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

 Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

C. Latihan

Berlatihlah dengan teman pasangan diklat Bapak/ibu mempraktikan teknik-teknik:

1. Permainan dialog

2. Latihan saya bertanggung jawab 3. Bermain proyeksi

4. Teknik pembalikan 5. Tetap dengan perasaan

Referensi

Dokumen terkait