Pengaruh Karakteristik Personal Auditor Terhadap
Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit
(Studi Empiris Pada Auditor Pemerintah yang Bekerja di BPK
Perwakilan Sumatera Bagian Selatan)
Jenis Sesi Paper:
Full paper
Gumulya Sonny Marcel Kusuma
Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya
gumulyasonny@yahoo.co.id
Burhanuddin
Universitas Sriwijaya
burhanudin_akt78@yahoo.co.id
This study examines the influence of personal auditor characteristics (external
locus of control, performance, organizational commitment, proffesional commitment, and
turnover intention) on dysfunctional audit behavior (prematur sign off, underreporting of
time, and altering replacing audit procedure).
This research uses convenience sampling technique to select the respondent . Data
were collected through a survey on 104 government auditors who work at BPK of
Southern Sumatera (Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, South Sumatera, and Lampung).
Structural Equation Model (SEM) with Partial Least Square (PLS) was applied to
analyzed the data.
The result of this research indicate positive influence of external locus of control on
dysfunctional audit behavior, positive influence of turnover intention on dysfunctional
audit behavior with external locus of control and organizational commitment as
antecedent, and negative influence of proffesional commitment on dysfunctional audit
behavior. Futhermore, it was found that there were no significant influence on
performance and organizational commitment on dysfunctional audit behavior with
external locus of control as antecedent, performance on dysfunctional audit behavior with
organizational commitment as antecedent, turnover intention on dysfunctional audit
behavior with performance as antecedent. It is possible to accommodate external factors
for future research.
1.Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Arif (2002) dalam Kartika dan Wijayanti (2007) mengungkapkan adanya indikasi kurang
berfungsinya Akuntan Pemerintah dan Penegak Hukum sehingga Indonesia masih menjadi salah satu
negara terkorup di dunia. Penyebab utama kasus-kasus korupsi adalah karena kelemahan dalam audit
pemerintahan di Indonesia. Menurut Perubahan Ketiga Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK sebagai lembaga yang
bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.
Menurut Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 tentang SPKN, sejak ditetapkannya Peraturan BPK
ini dan dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN akan mengikat BPK maupun pihak lain yang
melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Menurut Murwanto et al.
(2010), konsep SPKN menyatakan bahwa para pejabat dari entitas yang diaudit diberi tanggung jawab
untuk mengelola sumber-sumber daya publik. Auditor sektor publik memiliki peranan dan tanggung
jawab yang esensial dalam memastikan bahwa sumber-sumber daya publik tersebut digunakan dengan
efisien, ekonomis, efektif, dan sah.
Dalam konteks audit, manipulasi atau penipuan mencerminkan bentuk penyimpangan dalam
penugasan audit. Bagi auditor, perilaku semacam ini berarti memanipulasi proses audit demi tujuan
kepentingan auditor secara pribadi (Donnelly et al., 2003). Menurut Bik (2010: 38), Harini et al.
(2010), Hidayat (2012), Nadirsyah dan Zuhra (2009), Warno (2010) dan Donnelly et al. (2003),
penghentian prosedur audit secara dini (premature sign off), underreporting of time, dan penggantian
prosedur audit yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (altering/replacing of audit
procedure) merupakan perilaku-perilaku yang dapat berefek negatif terhadap hasil audit yang
dilakukan auditor sehingga kualitas audit akan menurun.
Penelitian mengenai perilaku disfungsional audit dilakukan oleh Alkautsar (2014), Irawati
dan Mukhlasin (2005), Kartika dan Wijayanti (2007), Harini et al. (2010), Wilopo (2006), Donnelly et
al. (2003), Amroabadi et al. (2014), Wahyudin et al. (2011), Paino et al. (2011), Julianingtyas (2012),
Lautania (2011), Rustiarini (2013), Hartati (2012), Silaban (2009), Nisa dan Raharja (2013), Aisyah,
Penelitian-penelitian tersebut menggunakan beberapa variabel atau faktor yang mempengaruhi perilaku
disfungsional audit antara lain lokus kendali eksternal, kinerja, keinginan untuk berhenti, komitmen
organisasi, dan komitmen profesional.
Peneliti menganggap penelitian disektor publik belum banyak dilakukan, maka peneliti
tertarik untuk meneliti perilaku disfungsional audit pada instansi pemerintah dengan menggabungkan
variabel-variabel karakteristik personal penelitian terdahulu. Responden penelitian ini adalah auditor
pemerintah yang bekerja di BPK Perwakilan yang berada di Provinsi Jambi, Bengkulu, Bangka
Belitung, Sumatera Selatan, dan Lampung.
1.2 Tujuan
Kontribusi penelitian ini adalah untuk menambah bukti empiris tentang pengaruh karakteritik personal
audit dengan perilaku disfungsional audit.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu, terutama dalam
bidang audit mengenai karakteristik personal auditor yang menjelaskan perilaku disfungsional audit
dan juga diharapkan dapat dipakai sebagai acuan untuk riset-riset mendatang.
2.Landasan Teori
2.1 Teori Motivasi
Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang. Dalam teori motivasi,
terdapat Teori X dan Y yang dikembangkan McGregor (1960) atas dasar karakteristik manusia yang
merupakan anggota organisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Manusia tipe X dideskripsikan
sebagai manusia yang malas belajar, mau bekerja jika diperintah, diancam, atau dipaksa, senang
menghindari tangung jawab, tidak berambisi, dan tidak mempunyai kemampuan untuk mandiri.
Manusia tipe Y adalah manusia yang rajin, bekerja atas kesadaran sendiri, kreatif, bertanggung jawab,
2.2 Teori Atribusi
Teori atribusi mengemukakan bahwa ketika mengamati perilaku seseorang, harus ditentukan
apakah penyebab perilaku itu internal atau eksternal. Perilaku eksternal dihasilkan dari faktor-faktor
luar artinya orang berperilaku seperti itu karena pengaruh situasi dan perilaku internal berasal dari
faktor pribadi (Tunggal, 2014). Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab
perilaku orang lain atau diri sendiri yang ditentukan dari internal atau eksternal dan pengaruhnya
terhadap perilaku individu. Dispositional attributions mengacu pada sesuatu yang ada dalam diri
seseorang seperti kepribadian, persepsi diri, kemampuan, usaha, dan motivasi. Sementara situasional
attributions mengacu pada lingkungan yang mempengaruhi perilaku seperti kondisi sosial, nilai-nilai
sosial, nasib (keberuntungan) dan pandangan masyarakat (Tunggal ,2014). Faktor penyebab perilaku
dari internal adalah faktor-faktor yang melekat pada diri seseorang seperti karakteristik personal orang
tersebut (Rahman, 2014)
2.3 Hubungan Lokus Kendali Eksternal dengan Perilaku Disfungsional Audit
Menurut Gable dan Dangello (1994) perilaku disfungsional audit terjadi dalam situasi di mana
individu memandang diri mereka kurang mampu mencapai hasil atau outcome yang diharapkan dari
usaha sendiri. Dalam konteks audit, manipulasi atau ketidak jujuran pada akhirnya akan menimbulkan
perilaku disfungsional audit. Hasil dari perilaku ini adalah penurunan kualitas audit yang dapat dilihat
sebagai hal yang perlu dikorbankan oleh individu untuk bertahan dalam lingkungan kerja audit. Hal
ini menghasilkan dugaan bahwa makin tinggi lokus kendali eksternal individu, semakin mungkin
mereka menerima perilaku disfungsional audit (Irawati dan Mukhlasin, 2005)
H1: Lokus kendali eksternal berpengaruh positif terhadap perilaku disfungsional audit
2.4 Hubungan Kinerja dengan Perilaku Disfungsional Audit
Seorang auditor akan memiliki persepsi yang lebih rendah terhadap kinerjanya sendiri dan
kinerja yang bernilai rendah dipengaruhi oleh lokus kendali eksternal yang dimiliki auditor, sehingga
seorang auditor yang memiliki lokus kendali eksternal akan mempunyai kinerja pribadi yang rendah
Kinerja juga dipengaruhi oleh komitmen organisasi dalam mempengaruhi perilaku
disfungsional audit. Komitmen organisasi yang dimiliki oleh auditor berpengaruh terhadap kinerja
yang dihasilkan, hal ini dapat terjadi karena seorang auditor yang memiliki komitmen organisasi yang
tinggi akan menimbulkan timbul rasa memiliki terhadap organisasinya tersebut, sehingga kinerja yang
dihasilkan dapat meningkat (Julianingtyas, 2012). Menurut Mowday et al. (1974) dalam Donnelly et
al. (2003) dan Wijayanti (2009), tenaga kerja berkomitmen akan bekerja lebih baik.
Menurut Triono (2012), komitmen organisasi menciptakan kekuatan untuk menyeimbangkan
kecenderungan disfungsional. Seiring dengan peningkatan komitmen, organisasi tidak dipandang
sebagai musuh dan manipulasi tidak diperlukan untuk mendapatkan yang diinginkan. Seseorang yang
memiliki keyakinan kuat terhadap organisasi dan bersedia untuk bekerja keras untuk mencapai tujuan
organisasi, akan kurang menerima perilaku disfungsional untuk mencapai tujuan pribadi.
H2: Lokus kendali eksternal berpengaruh negatif terhadap kinerja sehingga menyebabkan
pengaruh negatif terhadap perilaku disfungsional audit
H3: Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja sehingga menyebabkan terjadinya
pengaruh negatif terhadap perilaku disfungsional audit
2.5 Hubungan Keinginan untuk Berhenti dengan Perilaku Disfungsional Audit
Keinginan untuk berhenti dipengaruhi oleh lokus kendali eksternal dalam mempengaruhi
perilaku disfungsional audit. Seorang auditor yang memiliki lokus kendali eksternal percaya bahwa
hasil merupakan akibat dari kekuatan luar seperti peluang dan kemujuran, bukan dari usaha mereka
sendiri, sehingga mereka tidak mempunyai keyakinan yang tinggi dan mudah merasa tidak berdaya
dalam memecahkan permasalahan yang terjadi sehingga keinginan berpindah kerja yang ada dalam
dirinya meningkat (Wahyudin et al., 2011). Individu-individu yang sedang bermaksud meninggalkan
organisasi, sedikit disangkal berhubungan dengan perilaku-perilaku disfungsional yang lebih besar.
Untuk penilaian kinerja dan promosi dan individu yang bermaksud meninggalkan organisasi biasanya
memiliki lokus kendali eksternal (Wijayanti, 2009).
Selain lokus kendali eksternal, keinginan untuk berhenti juga dipengaruhi oleh kinerja dalam
melakukan sebuah kinerja dibawah ekspektasi atasannya akan cenderung terlibat untuk melakukan
perilaku disfungsional karena mereka tidak melihat dirinya sendiri dapat mencapai tujuan yang
diperlukan untuk bertahan dalam sebuah organisasi melalui usahanya sendiri.
Keinginan untuk berhenti juga dipengaruhi oleh komitmen organisasi dalam mempengaruhi
perilaku disfungsional audit. Auditor yang berkomitmen tinggi akan mempunyai usaha yang keras dan
akan mempunyai kinerja yang lebih baik daripada yang tidak berkomitmen walaupun sedang dalam
keadaan yang tertekan sekalipun, karena mereka menerima akan tujuan-tujuan ataupun nilai-nilai
yang dimilki oleh organisasi. Sehingga, seorang auditor memiliki keinginan untuk bekerja keras bagi
organisasi tempat mereka bekerja tanpa melakukan tindakan yang menyimpang. Berbeda dengan
individu yang tidak mempunyai komitmen atau berkomitmen rendah akan cenderung melakukan
tindakan menyimpang (Setyaningrum dan Murtini, 2014; Chairunnisa, 2014).
Malone dan Roberts (1996) mengemukakan auditor yang memiliki keinginan untuk
meninggalkan organisasi akan menurunkan ketakutan akan kemungkinan jatuhnya sangsi jika
terdeteksi apabila perilaku disfungsional dilakukan karena individu dapat dianggap tidak begitu peduli
dengan dampak buruk dari perilaku disfungsional terhadap penilaian kinerja dan promosi. Individu
yang bermaksud untuk meninggalkan organisasi kurang memperhatikan pengaruh balik potensial dari
perilaku disfungsional terhadap promosi dan penilaian kerja, sehingga auditor yang mempunyai
keinginan untuk berhentiyang lebih tinggi akan menerima perilaku disfungsional auditjuga (Harini et
al. , 2010)
H4: Lokus kendali eksternal berpengaruh positif terhadap keinginan untuk berhenti sehingga
menyebabkan terjadinya pengaruh positif terhadap perilaku disfungsional audit
H5: Kinerja berpengaruh negatif terhadap keinginan untuk berhenti sehingga menyebabkan
terjadinya pengaruh positif terhadap perilaku disfungsional audit
H6: Komitmen organisasi berpengaruh negatif terhadap keinginan untuk berhenti sehingga
2.6 Komitmen Organisasi dengan Perilaku Disfungsional Audit
Menurut Schermerhon (2010) dalam Alkautsar (2014), komitmen akan menciptakan loyalitas
yang merupakan proses yang berkelanjutan di mana seseorang yang merupakan bagian dari sebuah
organisasi berusaha untuk mencapai keberhasilan dan kemajuan organisasi dalam mencapai
tujuannya. Menurut Wijayanti (2009), dengan tingginya lokus kendali eksternal akan menciptakan
pilihan-pilihan lebih sedikit dan sulit untuk bertindak sesuai pilihan tersebut, sehingga auditor akan
merasa bahwa mereka tidak memiliki pilihan dalam organisasi yang sedang berjalan.
Menurut Chairunnisa (2014), komitmen yang tinggi ,kurangnya kecenderungan bagi mereka
untuk melakukan perilaku menyimpang dalam audit, sebaliknya tingkat komitmen organisasi telah
menurun maka seorang auditor tidak lagi memperhatikan promosi dan kemajuan karirnya maka
terdapat kemungkinan auditor akan melakukan pekerjaan tanpa kinerja yang memadai. Perilaku
disfungsional audit juga dapat dipengaruhi komitmen organisasi sebagai anteseden keinginan untuk
berhenti dan kinerja (Setyaningrum dan Murtini, 2014; Suwardi dan Utomo, 2011; Malone dan
Roberts, 1996; Harini et al. , 2010)
H7: Lokus kendali eksternal berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasi sehingga
menyebabkan terjadinya pengaruh negatif terhadap perilaku disfungsional audit
2.7 Hubungan Komitmen Profesional dengan Perilaku Disfungsional Audit
Komitmen profesional diwujudkan dalam kesetiaan kepada profesi seseorang (Schermerhon,
2010 dalam Alkautsar, 2014). Komitmen profesional menjadi faktor penting yang bepengaruh
terhadap perilaku auditor dalam melakukan tugas audit. Komitmen profesional didasarkan pada
premis bahwa individu membentuk suatu kesetiaan (attachment) terhadap profesi selama proses
sosialisasi ketika profesi menanamkan nilai-nilai dan norma-norma profesi (Silaban, 2009).
Menurut Amroabadi et al. (2014), tingkat komitmen profesional auditor akan memberikan
fungsi kontrol yang efektif dalam mengubah sikap auditor. Keberadaan peraturan juga akan membuat
auditor memiliki komitmen profesional dalam pekerjaan untuk mengatasi keadaan tertentu seperti
peneliti menyimpulkan komitmen tersebut akan menciptakan norma-norma yang sesuai dengan
profesinya untuk mencegah auditor melakukan perilaku disfungsional.
H8: Komitmen profesional berpengaruh negatif terhadap perilaku disfungsional audit
3.Model Penelitian
4. Metode Penelitian
4.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah karakteristik personal auditor yang dibatasi pada variabel
lokus kendali eksternal, kinerja, komitmen organisasi, komitmen profesional, dan keinginan untuk
berhenti. Perilaku disfungsional audit dibatasi pada premature sign off , underreporting of time, dan
penggantian prosedur audit yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan. Dalam
penelitian ini dibatasi hanya pada auditor yang bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Bagian Selatan yang meliputi Provinsi Jambi, Bengkulu,
Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Lampung. Pemilihan sebagai objek penelitian adalah
kesamaan wilayah antar institusi (Sumatera bagian Selatan) dan kemudahan bagi peneliti untuk
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah explanatory causal-comparative research yaitu penelitian untuk
menguji hipotesis yang menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat antara variabel endogen
dengan variabel eksogen. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer melalui
pengumpulan data kuesioner ke BPK Perwakilan di Sumatera Bagian Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 239 auditor. Peneliti menggunakan teknik
pengambilan sampel non-probability sampling dengan metode penentuan sampel convenience
sampling. Kuesioner yang kembali dan diisi dengan lengkap berjumlah 104 kuesioner
4.4 Definisi Operasional Variabel
Perilaku disfungsional audit (PAD)
Perilaku disfungsional audit adalah perilaku menerima tindakan yang dilakukan auditor dalam
pelaksanaan program audit yang dapat mereduksi atau menurunkan kualitas audit. Variabel ini diukur
dengan 12 pertanyaan yang digunakan Donnelly et al. (2003). Variabel ini diukur menggunakan
semantic scale dengan cara responden diminta untuk memberikan nilai pada setiap obyek dengan
skala rating yang terdiri atas tujuh poin dan setiap kutub dibatasi pendapat sangat tidak setuju sampai
dengan sangat setuju.
Lokus Kendali Eksternal (LKE)
Lokus kendali eksternal adalah kepribadian auditor yang mengarah kepada pemikiran bahwa
hasil kerja auditor tidak berasal dari kemampuan dirinya sendiri melainkan hal diluar kemampuan
dirinya. Variabel ini diukur dengan 16 pertanyaan yang digunakan Donnelly et al. (2003). Variabel ini
diukur menggunakan semantic scale dengan cara responden diminta untuk memberikan nilai pada
setiap obyek dengan skala rating yang terdiri atas tujuh poin dan setiap kutub dibatasi pendapat sangat
tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Namun, untuk pertanyaan 1,2,3,4,7,11,14, dan 15 memiliki
Kinerja (KI)
Kinerja adalah kemampuan yang dicapai auditor atas tugas-tugas yang dikerjakannya.
Variabel ini diukur dengan 7 pertanyaan yang digunakan Donnelly et al. (2003). Variabel ini diukur
menggunakan semantic scale dengan cara responden diminta untuk memberikan nilai pada setiap
obyek dengan skala rating yang terdiri atas tujuh poin dan setiap kutub dibatasi pendapat sangat di
bawah rata-rata sampai dengan sangat di atas rata-rata.
Komitmen Organisasi (KO)
Komitmen organisasi adalah suatu kesetiaan auditor terhadap suatu organisasi sehingga
menciptakan keinginan untuk memajukan organisasi tersebut. Variabel ini diukur dengan 9
pertanyaan yang digunakan Donnelly et al. (2003). Variabel ini diukur menggunakan semantic scale
dengan cara responden diminta untuk memberikan nilai pada setiap obyek dengan skala rating yang
terdiri atas tujuh poin dan setiap kutub dibatasi pendapat sangat tidak setuju sampai dengan sangat
setuju.
Komitmen Profesional (KP)
Komitmen profesioal adalah suatu kesetiaan auditor terhadap profesinya karena suatu
ketertarikan, kebutuhan dan merupakan kewajiban bagi auditor sehingga menciptakan keinginan
untuk menjaga nama baik profesinya. Variabel ini diukur dengan 18 pertanyaan yang digunakan
Silaban (2009). Variabel ini terdiri dari komitmen profesional afektif, continuance, dan normatif yang
diukur menggunakan semantic scale dengan cara responden diminta untuk memberikan nilai pada
setiap obyek dengan skala rating yang terdiri atas tujuh poin dan setiap kutub dibatasi pendapat sangat
Keinginan Untuk Berhenti (KUB)
Keinginan untuk berhenti adalah keinginan yang muncul dari auditor untuk meninggalkan
organisasi yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata dan pasti. Variabel ini diukur dengan 3
pertanyaan yang digunakan Donnelly et al. (2003). Variabel ini diukur menggunakan semantic scale
dengan cara responden diminta untuk memberikan nilai pada setiap obyek dengan skala rating yang
terdiri atas tujuh poin dan setiap kutub dibatasi pendapat sangat tidak setuju sampai dengan sangat
setuju.
4.5 Metode Analisis Data
Kuesioner yang telah diisi oleh responden dikuantitatifkan terlebih dahulu sehingga
menghasilkan keluaran - keluaran berupa angka yang selanjutnya dianalisis menggunakan Structural
Equation Model (SEM). Penggunaan model persamaan tersebut dengan menggunakan pendekatan
Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan software statistik.
5. Hasil Penelitian
Dari 239 orang auditor BPK yang dipilih menjadi populasi dalam penelitian ini, kuesioner yang
kembali berjumlah 117 kuesioner. Dari 117 kuesioner yang kembali, terdapat 13 kuesioner yang tidak
dapat dianalisis karena kuesioner tidak terisi lengkap sehingga tidak diperhitungkan sebagai data
penelitian. Kuesioner yang dapat dianalisis berjumlah 104 kuesioner dengan tingkat pengembalian
(respon rate) 43%.
Tabel 1
Ringkasan Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner
No Uraian Jumlah Persentase
1 Kuesioner yang dikirim 239 100%
2 Kuesioner yang tidak kembali 122 51%
3 Kuesioner yang kembali 117 49%
4 Kuesioner yang tidak dapat dianalisis 13 5%
5 Kuesioner yang dapat dianalisis 104 43%
Tabel 2 Profil Responden
No Keterangan Jumlah Persentase
1 Gender Wanita 36 34,62%
Variabel Teoritis Sesungguhnya Standar
Deviasi Kisaran Median Kisaran Mean
LKE 16 s/d 112 64 16 s/d 112 55,73 10,98
Berdasarkan tabel 3, secara umum karakteristik personal responden memiliki lokus kendali
internal dibanding eksternal. Secara umum karakteristik personal responden memiliki kinerja yang
tinggi. Secara umum karakteristik personal responden memiliki komitmen organisasi yang tinggi.
Secara umum karakteristik personal responden memiliki komitmen professional yang tinggi.
Secara umum karakteristik personal responden memiliki keinginan untuk berhenti yang rendah. Secara
umum karakteristik personal responden memiliki toleransi yang rendah terhadap perilaku
disfungsional audit.
5.1 Outer Model dengan Convergent Validity
Outer Model (Measurement Model) Lokus Kendali Eksternal
Variabel lokus kendali eksternal memiliki 16 indikator yang terdiri dari LKE1 sampai dengan
LKE3, LKE4, LKE7, LKE8, LKE11, LKE14, danLKE15 harus dikeluarkan dari model karena memiliki
outer loading kurang dari 0,5. Model akan dire-estimasi kembali dengan membuang indikator dengan
outer loading kurang dari 0,5. Setelah dilakukan re-estimasi kembali, semua indikator telah memuat
outer loading lebih dari 0,5 yang ditunjukkan pada tabel 4. Nilai outer loading terpenuhi sehingga
variable lokus kendali eksternal telah memenuhi persyaratan validitas konvergen dan reabilitas.
Tabel 4
Outer Model (Measurement Model) Kinerja
Variabel kinerja memiliki 7 indikator yang terdiri dari KI1 sampai dengan KI7. Hasil lengkap
pengolahan data menggunakan program statistik dapat dilihat melalui outer loading pada tabel 5.
Berdasarkan penilaian terhadap variabel kinerja, semua indikator telah memuat outer loading lebih
dari 0,5 sehingga variable kinerja tidak perlu di re-estimasi karena telah memenuhi persyaratan
Outer Model (Measurement Model) Komitmen Organisasi
Variabel komitmen organisasi memiliki 9 indikator yang terdiri dari KO1 sampai dengan KO9.
Hasil lengkap pengolahan data menggunakan program statistik dapat dilihat melalui outer loading
pada tabel 6. Berdasarkan penilaian terhadap variabel komitmen organisasi, semua indikator telah
memuat outer loading lebih dari 0,5 sehingga variable komitmen organisasi tidak perlu di re-estimasi
karena telah memenuhi persyaratan validitas konvergen dan reabilitas.
Tabel 6
Outer Model (Measurement Model) Komitmen Profesional
Variabel komitmen profesional memiliki 18 indikator yang terdiri dari KP1 sampai dengan
KP18. Berdasarkan penilaian outer loading variabel komitmen profesional, outer loading indikator KP4,
KP5, KP13, KP14, KP15, KP16, KP17, danKP18 harus dikeluarkan dari model karena memiliki outer loading
kurang dari 0,5.
Setelah dilakukan re-estimasi kembali, semua indikator telah memuat outer loading lebih dari
0,5 ditunjukkan pada tabel 7. Nilai outer loading terpenuhi sehingga variabel komitmen profesional
Indikator Loading Re-estimasi
Outer Model (Measurement Model) Keinginan untuk Berhenti
Variabel keinginan untuk berhenti memiliki 3 indikator yang terdiri dari KUB1 sampai dengan
KUB7. Hasil lengkap pengolahan menggunakan program statistik dapat dilihat melalui outer loading
pada tabel 8. Berdasarkan penilaian terhadap variabel keinginan untuk berhenti, semua indikator telah
memuat outer loading lebih dari 0,5 sehingga variable keinginan untuk berhenti tidak perlu di
re-estimasi karena telah memenuhi persyaratan validitas konvergen dan reabilitas.
Tabel 8
Outer Model (Measurement Model) Perilaku Disfungsional Audit
Variabel perilaku disfungsional audit memiliki 12 indikator yang terdiri dari PDA1 sampai
dengan PDA12. Berdasarkan penilaian outer loading variabel perilaku disfungsional audit, outer
loading indikator PDA2 dan PDA4 harus dikeluarkan dari model karena memiliki outer loading kurang
dari 0,5. Setelah dilakukan re-estimasi kembali, semua indikator telah memuat outer loading lebih dari
0,5 sehingga variable perilaku disfungsional telah memenuhi persyaratan validitas konvergen dan
Indikator Loading Re-estimasi
Outer Model dengan Composite Reliability
Outer model juga dilihat dari composite reliability dari blok indikator yang mengukur
konstruk atau variable dapat dilihat pada tabel 10. Setelah re-estimasi dengan mengeliminasi indikator
yang tidak valid dan reliable, semua variable memiliki nilai composite reliability diatas 0,7 sehingga
dapat disimpulkan bahwa semua indikator konstruk adalah reliable atau memenuhi uji reliabilitas.
Variable kinerja, komitmen organisasi, dan keinginan untuk berhenti tidak mengalami
perubahan karena tidak di re-estimasi, sedangkan lokus kendali eksternal, komitmen professional, dan
perilaku disfungsional audit meningkat sehingga dapat dikatakan menjadi lebih baik.
Tabel 10
sebesar 0,163; dan PDA sebesar 0,539. Semakin besar variable independen tersebut menjelaskan
variable dependen sehingga semakin kuat persamaan structural. LKE dan KP tidak memiliki nilai
R-Square karena variable eksogen ini tidak dipengaruhi variabel lain.
Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dapat dilihat nilai t-statistik setelah dilakukan
melebihi nilai t-tabel (α=0,05) sebesar 1,96 dan kesesuaian pengaruh hipotesis (negatif atau positif),
maka hipotesis akan diterima atau menolak hipotesis nol (H0). Hasil estimasi statistik dapat dilihat
pada tabel 12
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara lokus kendali eksternal terhadap perilaku
disfungsional audit menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 44,7% (yaitu berdasarkan nilai original
sample LKE→PDA dengan nilai 0,447) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 4,738
(diatas 1,96), sehingga hasil penelitian ini menerima hipotesis alternatif pertama (H1). Berdasarkan
hasil penelitian, dapat disimpulkan lokus kendali eksternal berpengaruh positif signifikan terhadap
perilaku disfungsional audit.
Hasil tersebut menunjukkan semakin tinggi lokus kendali eksternal yang dimiliki auditor,
maka auditor semakin menerima perilaku disfungsional audit. Hal ini dikarenakan auditor BPK yang
terhadap perilaku disfungsional audit. Sebaliknya auditor yang memiliki kecenderungan lokus kendali
internal memberikan toleransi yang rendah terhadap perilaku disfungsional audit. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu (Donnelly et al., 2003; Alkautsar, 2014; Irawati
dan Mukhlasin, 2005; Wilopo, 2006; Kartika dan Wijayanti, 2007; Harini et al., 2010; Hartati, 2012;
Wahyudin et al., 2011; Silaban, 2009; Wijayanti, 2009; Lautania, 2011; Rustiarini, 2013; Hartaati,
2012; Nadirsyah dan Zuhra, 2009).
6.2 Hipotesis Kedua (H2)
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara lokus kendali eksternal terhadap kinerja
menunjukkan ada pengaruh negatif sebesar 5,8% (yaitu berdasarkan nilai original sample LKE→KI
dengan nilai -0,058) tetapi tidak signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 0,428 (dibawah 1,96).
Sedangkan hasil uji terhadap koefisien parameter antara kinerja terhadap perilaku disfungsional audit
menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 4,9% (yaitu berdasarkan nilai original sample KI→PDA
dengan nilai 0,049) tetapi tidak signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 0,481 (dibawah 1,96).
Hasil penelitian ini menolak hipotesis alternatif kedua (H2). Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan lokus kendali eksternal berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja sehingga
tidak menyebabkan pengaruh signifikan terhadap perilaku disfungsional audit.
Hasil tersebut menunjukkan auditor yang memiliki lokus kendali eksternal tidak banyak
mempengaruhi kinerjanya. Hal ini dikarenakan auditor BPK banyak memiliki perbedaan
ilmu/keahlian dasar yang berasal dari pendidikan akademik dan pengalaman. Sebagian besar
responden memiliki jenjang pendidikan Stara 1 sebagai dasar, auditor BPK yang memiliki pendidikan
akademik akuntansi maupun bukan akuntansi dapat memiliki peran sebagai ketua maupun anggota tim
audit. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Wijayanti (2009), Wahyudin et al.
(2011), Harini et al. (2010), Aisyah, Sukirman dan Suryandari (2014).
Auditor yang memiliki kinerja yang di atas rata-rata ataupun di bawah rata-rata tidak banyak
mempengaruhi perilakunya. Hal ini dikarenakan tidak adanya sistem reward pada evaluasi kinerja.
Hal ini juga berkaitan dengan pola mutasi kepegawaian pada auditor BPK dimana reward yang
reward, perilaku disfungsional yang dilakukan auditor BPK dipengaruhi oleh kondisi auditee di
lapangan yang rumit. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Wijayanti (2009) dan
Hartati (2012)
6.3 Hipotesis Ketiga (H3)
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara komitmen organisasi terhadap kinerja
menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 56,8% (yaitu berdasarkan nilai original sample KO→KI
dengan nilai 0,568) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 7,850 (diatas 1,96). Sedangkan
hasil uji terhadap koefisien parameter antara kinerja terhadap perilaku disfungsional audit
menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 4,9% (yaitu berdasarkan nilai original sample KI→PDA
dengan nilai 0,049) tetapi tidak signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 0,481 (dibawah 1,96).
Hasil penelitian ini menolak hipotesis alternatif ketiga (H3). Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan komitmen organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja, namun tidak
menyebabkan pengaruh signifikan terhadap perilaku disfungsional audit.
Hasil tersebut menunjukkan auditor yang memiliki komitmen organisasi memberikan kinerja
yang baik pada organisasi. Hal ini dikarenakan auditor yang memiliki komitmen organisasi yang
tinggi menimbulkan rasa memiliki terhadap organisasinya tersebut, sehingga kinerja yang dihasilkan
dapat meningkat. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Wijayanti (2009) dan Aisyah,
Sukirman dan Suryandari (2014). Tingginya komitmen organisasi tidak banyak mempengaruhi
perilaku disfungsional audit, dikarenakan tidak adanya sistem reward dan pengaruh kondisi auditee
seperti yang dijelaskan pada hipotesis kedua
6.4 Hipotesis Keempat (H4)
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara lokus kendali eksternal terhadap keinginan untuk
berhenti menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 37,7% (yaitu berdasarkan nilai original sample
LKE→KUB dengan nilai 0,377) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 2,983 (diatas
1,96). Sedangkan hasil uji terhadap koefisien parameter antara keinginan untuk berhenti terhadap
nilai original sample KUB→PDA dengan nilai 0,335) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai
statistik 3,552 (diatas 1,96). Hasil penelitian ini menerima hipotesis alternatif keempat (H4).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan lokus kendali eksternal berpengaruh positif signifikan
terhadap keinginan untuk berhenti sehingga menyebabkan pengaruh positif signifikan terhadap
perilaku disfungsional audit.
Hasil tersebut menunjukkan auditor yang memiliki lokus kendali eksternal yang tinggi
meningkatkan keinginan untuk berhenti. Hal ini dikarenakan auditor yang memiliki lokus kendali
eksternal percaya bahwa hasil merupakan akibat dari kekuatan luar sehingga mereka tidak mempunyai
keyakinan yang tinggi dan mudah merasa tidak berdaya dalam memecahkan permasalahan yang
terjadi. Hal tersebut membuat keinginan berpindah kerja yang ada dalam diri auditor meningkat. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Wijayanti (2009) dan Donnelly et al. (2003).
Auditor yang memiliki keinginan untuk berhenti yang tinggi tidak memperhatikan
perilakunya. Hal ini dikarenakan auditor yang bermaksud untuk meninggalkan organisasi kurang
memperhatikan pengaruh balik potensial dari perilaku disfungsional. Hasil penelitian ini konsisten
dengan hasil penelitian Donnelly et al. (2003), Irawati dan Mukhlasin (2005), dan Wijayanti (2009).
6.5 Hipotesis Kelima (H5)
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara kinerja terhadap keinginan untuk berhenti
menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 21,4% (yaitu berdasarkan nilai original sample KI→KUB
dengan nilai 0,214) tetapi tidak signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 1,698 (diatas 1,96).
Sedangkan hasil uji terhadap koefisien parameter antara keinginan untuk berhenti terhadap perilaku
disfungsional audit menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 33,5% (yaitu berdasarkan nilai original
sample KUB→PDA dengan nilai 0,335) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 3,552
(diatas 1,96). Hasil penelitian ini menolak hipotesis alternatif kelima (H5). Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan kinerja berpengaruh positif tidak signifikan terhadap keinginan untuk
berhenti sehingga tidak menyebabkan pengaruh signifikan terhadap perilaku disfungsion al audit.
Hasil tersebut menunjukkan auditor yang memiliki kinerja yang baik tidak banyak
dipengaruhi pada pola mutasi yang tinggi dibandingkan dengan kinerja. Dilihat dari profil responden,
auditor telah mengalami mutasi seperti yang dijelaskan pada hipotesis kedua dan ketiga. Gender
auditor pun ikut mempengaruhi keinginan untuk berhenti dikarenakan auditor wanita cenderung sulit
menerima pola mutasi yang tinggi.
Selain pola mutasi kepegawaian, keinginan untuk berhenti ini dipengaruhi sistem jabatan
fungsional yang tidak berbanding lurus dengan peran dalam audit. Sebagian besar responden memiliki
jabatan pemeriksa pertama, namun auditor tersebut dapat memiliki peran yang sama dengan pemeriksa
muda dalam penugasannya. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Harini et al.
(2010) dan Wahyudin et al. (2011)
6.6 Hipotesis Keenam (H6)
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara komitmen organisasi terhadap keinginan untuk
berhenti menunjukkan ada pengaruh negatif sebesar 23% (yaitu berdasarkan nilai original sample
KO→KUB dengan nilai -0,23) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 2,055 (diatas 1,96).
Sedangkan hasil uji terhadap koefisien parameter antara keinginan untuk berhenti terhadap perilaku
disfungsional audit menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 33,5% (yaitu berdasarkan nilai original
sample KUB→PDA dengan nilai 0,335) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 3,552
(diatas 1,96). Hasil penelitian ini menerima hipotesis alternatif keenam (H6). Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan komitmen organisasi berpengaruh negatif signifikan terhadap keinginan
untuk berhenti sehingga menyebabkan pengaruh positif signifikan terhadap perilaku disfungsional
audit.
Hasil tersebut menunjukkan auditor yang memiliki komitmen organisasi memiliki keinginan
untuk menetap di BPK. Hal ini dikarenakan komitmen organisasi mencerminkan keyakinan pekerja
dalam misi dan tujuan organisasi, keinginan mengembangkan usaha dalam penyelesaian, dan intensi
melanjutkan bekerja di sana. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Donnelly et al.
(2003) dan Wijayanti (2009). Hal ini menyebabkan keinginan untuk berhenti berpengaruh positif
organisasi kurang memperhatikan pengaruh balik potensial dari perilaku disfungsional seperti yang
dijelaskan pada hipotesis keempat.
6.7 Hipotesis Ketujuh (H7)
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara lokus kendali eksternal terhadap komitmen
organisasi menunjukkan ada pengaruh positif sebesar 16,9% (yaitu berdasarkan nilai original sample
LKE→KO dengan nilai 0,169) tetapi tidak signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 1,441
(dibawah 1,96). Sedangkan hasil uji terhadap koefisien parameter antara komitmen organisasi
terhadap perilaku disfungsional audit menunjukkan ada pengaruh negatif sebesar 4,4% (yaitu
berdasarkan nilai original sample KO→PDA dengan nilai -0,044) tetapi tidak signifikan pada
(α=0,05) dengan nilai statistik 0,397 (dibawah 1,96). Hasil penelitian ini menolak hipotesis alternatif
ketujuh (H7). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan lokus kendali eksternal berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap komitmen organisasi sehingga tidak menyebabkan pengaruh
signifikan terhadap perilaku disfungsional audit.
Hasil tersebut menunjukkan auditor yang memiliki lokus kendali eksternal tidak banyak
mempengaruhi komitmen organisasinya. Hal ini dikarenakan komitmen organisasi pada auditor
banyak dipengaruhi faktor dari luar seperti lingkungan kerja. Pada auditor BPK, pola mutasi
kepegawaian cukup tinggi sehingga auditor BPK tidak menetap pada satu tempat secara terus
menerus dan dapat mempengaruhi lingkungan kerjanya. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian Wilopo (2009).
Komitmen organisasi auditor tidak banyak mempengaruhi perilaku disfungsional audit. Hal
ini dikarenakan perbedaan masa kerja auditor. Auditor yang masa kerjanya belum lama lebih
cenderung bekerja dengan seksama atau bekerja dengan giat dan idealis untuk menghindari perilaku
disfungsional audit. Adanya prosedur audit yang baku dalam organisasi dan adanya sanksi yang tegas
jika melanggar menyebabkan auditor cenderung bersikap menghindari hal-hal yang merugikan diri
sendiri. Hal ini juga tampak pada profil responden yang sebagian besar tidak lebih dari sepuluh tahun
Auditor BPK memiliki sanksi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan dalam prosedur
audit. Perilaku disfungsional ini dapat dibenarkan selama tidak menyalahi peraturan yang baku karena
perilaku ini dapat dibutuhkan jika auditor berhadapan dengan auditee yang tidak memungkinkan
memakai prosedur yang ditetapkan. Selain hal tersebut, auditor dihadapkan pada tekanan anggaran
waktu dalam melaksanakan tugas audit. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian
Setyaningrum dan Murtini (2014) dan Wijayanti (2009).
6.8 Hipotesis Kedelapan (H8)
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara komitmen profesional terhadap perilaku
disfungsional audit menunjukkan ada pengaruh negatif sebesar 21,8% (yaitu berdasarkan nilai original
sample KP→PDA dengan nilai 0,218) dan signifikan pada (α=0,05) dengan nilai statistik 2,417 (diatas
1,96), sehingga penelitian ini menerima hipotesis alternatif kedelapan (H8). Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan komitmen profesional berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku
disfungsional audit.
Hasil tersebut menunjukkan auditor yang memiliki komitmen profesional dapat menjaga
perilakunya. Hal ini dikarenakan komitmen profesional auditor memberikan fungsi kontrol yang
efektif dalam mengubah sikap auditor. Keberadaan peraturan juga membuat auditor memiliki
komitmen profesional dalam pekerjaan untuk mengatasi keadaan tertentu seperti kesalahan-kesalahan
dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan kerugian. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian Amroabadi et al. (2014), Nisa dan Raharja (2013) dan Silaban (2009).
7.Kesimpulan dan Saran
7.1 Kesimpulan
1. Lokus kendali eksternal berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku disfungsional audit. Dari
temuan ini dapat disimpulkan semakin tinggi lokus kendali eksternal yang dimiliki auditor, maka
auditor semakin menerima perilaku disfungsional audit. Hubungan keinginan untuk berhenti dan
perilaku disfungsional audit juga dipengaruhi oleh lokus kendali eksternal. Lokus kendali
berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku disfungsional audit. Dari temuan ini dapat
disimpulkan auditor menerima perilaku disfungsional karena munculnya keinginan untuk berhenti
yang disebabkan tingginya lokus kendali eksternal. Namun lokus kendali eksternal berpengaruh
negatif tidak signifikan terhadap kinerja dan lokus kendali eksternal berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap komitmen organisasi. Dari temuan ini dapat disimpulkan auditor yang
memiliki lokus kendali eksternal tidak banyak mempengaruhi kinerja serta komitmen
organisasinya.
2. Kinerja berpengaruh positif tidak signifikan terhadap keinginan untuk berhenti. Dari temuan ini
dapat disimpulkan auditor yang memiliki kinerja yang baik tidak banyak menimbulkan keinginan
untuk berhenti dari BPK.
3. Komitmen organisasi berpengaruh negatif signifikan terhadap keinginan untuk berhenti sehingga
menyebabkan keinginan untuk berhenti berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku
disfungsional audit. Komitmen organisasi juga berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja,
namun tidak menyebabkan kinerja berpengaruh signifikan terhadap perilaku disfungsional audit.
Kinerja berpengaruh positif tidak signifikan terhadap perilaku disfungsional audit. Dari temuan
ini dapat disimpulkan auditor yang memiliki komitmen organisasi memiliki keinginan untuk
menetap di BPK sehingga auditor menjaga perilakunya dalam menerima perilaku disfungsional
audit. Selain hal tersebut, auditor yang memiliki komitmen organisasi memberikan kinerja yang
baik pada organisasi (BPK).
4. Komitmen profesional berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku disfungsional audit. Dari
temuan ini dapat disimpulkan auditor yang memiliki komitmen profesional dapat menjadi fungsi
kontrol yang efektif untuk menjaga perilakunya
5. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tidak semua karakteristik personal memiliki pengaruh
signifikan terhadap perilaku disfungsional audit karena adanya faktor eksternal seperti lingkungan
7.2 Keterbatasan dan Saran Penelitian
Bentuk-bentuk karakteristik personal auditor yang digunakan dalam penelitian ini terbatas
hanya pada lokus kendali eksternal, kinerja, komitmen organisasi, komitmen profesional, dan
keinginan untuk berhenti. Penelitian mendatang diharapkan mengakomodasikan karakteristik personal
yang lain seperti harga diri dalam kaitannya dengan ambisi (Irawati dan Mukhlasin, 2005), emotional
spiritual quotient (Setyaningrum dan Murtini, 2014), dan Moralitas (Wilopo, 2006)
Penelitian ini hanya meneliti faktor internal auditor, yaitu karakteristik personal auditor.
Penelitian mendatang diharapkan mengakomodasikan faktor-faktor eksternal seperti tekanan waktu
(Warno, 2010; Nadirsyah dan Zuhra, 2009; Lautania, 2011, Hartati, 2012), stres kerja (Rustiarini,
2013), dan gaya kepemimpinan (Hartati, 2012; Julianingtyas, 2012).
Daftar Pustaka
Aisyah, Ramadhani Nurul, Sukirman, dan Dhini Suryandari. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Disfungsional Audit: Penerimaan Auditor BPK RI Jateng. Accounting Analysis Journal 3 (1) (2014), hal 126-134
Alkautsar, Muslim. 2014. Locus of Control, Commitment Profesional and Dysfunctional Audit Behaviour.
International Journal of Humanities and Management Sciences (IJHMS). Vol 2. Issue 1, hal 35-38
Amroabadi, Maryam Sadeghi, Jamal Barzegari Khanagha dan Mahmoud Naderibeni. 2014. Professional Commitment on Dysfunctional Audit Behaviour In audit organizations of Isfahan Public Accountancy.
Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business. Vol 5.No 9, hal 275-283
Bik, Olof P.G. 2010. The Behavior of Assurance Professionals, A Cross-Cultural Perspective. Penerbit: Eburon Delft, Amsterdam
Chairunnisa, Desi, Zulbahridar dan Rahmiati Idrus. 2014. Pengaruh Locus Of Contol, Komitmen Organisasi, Kinerja Auditor, Dan Turnover Intention Terhadap Perilaku Menyimpang Dalam Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Pekanbaru dan Padang). JOM FEKON. Vol 1. No. 2, hal 1-16
Donnelly, David P, Jeffrey J. Quirin dan Davis O’Bryan. 2003. Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior: An Explanatory Model Using Auditors’ Personal Characteristics. Behavioral Research in Accounting. Vol 15, hal 87-110
Gable, M., dan F. Dangello. 1994. Locus of Control, Machiavellianisme, and Managerial Job Performance. The Journal of Psichology 128.5, hal 599-608
Harini, Dwi, Agus Wahyudin dan Indah Anisykurlillah. 2010. Analisis Penerimaan Auditor Atas Dysfunctional Audit Behavior: Sebuah Pendekatan Karakteristik Personal Auditor. SNA XIII Purwokerto 2010, hal 1-28
Hartati, Nian Lucky. 2012. Pengaruh Karakteristik Internal Dan Eksternal Auditor Terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Atas Prosedur Audit. Accounting Analysis Journal 1 (2) (2012), hal 1-8
Julianingtyas, Bunga Nur. 2012. Pengaruh Locus Of Control, Gaya Kepemimpinan Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Auditor. Accounting Analysis Journal 1(1) 2012, hal 7-14
Kartika, Indri dan Provita Wijayanti. 2007. Locus Of Control Sebagai Anteseden Hubungan Kinerja Pegawai dan Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi pada Auditor Pemerintah yang Bekerja pada BPKP di Jawa Tengah dan DIY). Simposium Nasional Akuntansi X Makassar, hal 1-37
Lautania, Maya Febrianty. 2011. Pengaruh Time Budget Pressure, Locus Of Control danPerilaku Disfungsional Audit Terhadap Kinerja Auditor (Studi Pada Kantor Akuntan Publik Indonesia). Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol. 4. No. 1. Januari 2011, hal 92–113
Malone, Charles F dan Robin W Robert. 1996. Factors Associated with The Incidence of Reduced Audit Quality Behaviours. Journal of Practice & Theory. Vol 15. No 2, hal 49-64
Murwanto, Rahmadi, Adi Budiarso, dan Fajar Hasri Ramadhana. 2010. Audit Sektor Publik: Suatu Pengantar Bagi Pembangunan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Penerbit: LPKPAP BPPK, Jakarta
Nadirsyah dan Intan Maulida Zuhra. 2009. Locus Of Control, Time Budget Pressure dan Penyimpangan Perilaku Dalam Audit. Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi. Vol 2. No 2, hal 104-116
Nisa, Vida Fikratun dan Surya Raharja. 2013. Analisis Faktor Eksternal dan Internal yang Mempengaruhi Penghentian Prematur atas Prosedur Audit (Studi Empiris pada KAP di Semarang). Diponegoro Journal of Accounting. Vol 2. No 4. hal 1-15
Paino, Halil, Azlan Thani dan Syed Iskandar Zulkarnain Syid Idris. 2011. Organisational and Professional Commitment on Dysfunctional Audit Behaviour. British Journal of Arts and Social Sciences. Vol 1. No 2, hal 94-105
Rahman, Agus Abdul. 2014. Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik. Penerbit: PT Rajagrafindo Persada, Jakarta
Republik Indonesia. 2001. Perubahan Ketiga Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretaris Negara, Jakarta
Republik Indonesia. 2007. Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007: SPKN. BPK-RI, Jakarta
Rustiarini, Ni Wayan 2013. Sifat Kepribadian dan Locus of Control Sebagai Pemoderasi Hubungan Stres Kerja dan Perilaku Disfungsional Audit. Simposium Nasional Akuntansi XVI, hal 1346-1371
Setyaningrum, Fina dan Henny Murtini. 2014. Determinan Perilaku Disfungsional Audit (Pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). Accounting Analysis Journal 3 (1) 2014, hal 361-369
Silaban, Adanan. 2009. Perilaku Disfungsional Auditor Dalam Pelaksanaan Program Audit (Studi Empiris di Kantor Akuntan Publik). Disertasi Universitas Diponegoro Semarang
Suwardi dan Joko Utomo. 2011. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Pegawai. Analisis Manajemen. Vol 5. No 1, hal 75-86
Tunggal, Amin Widjaja. 2014. Manajemen Teori, Ilmu, dan Praktik. Penerbit: Harvarindo, Jakarta
Triono, Hermawan. 2012. Pengaruh Locus Of Control, Komitmen Organisasional, dan Posisi Terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang).
Prosiding Seminar Nasional Forum Bisnis & Keuangan I, Th. 2012, hal 152-165
Wahyudin, Agus, Indah Anisykurillah, Dwi Harini. 2011. Analisis Dysfunctional Audit Behavior: Sebuah Pendekatan Karakteristik Personal Auditor. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol 3. No 2, hal 67-76
Warno. 2010. Pengaruh Time Budget Pressure Terhadap Perilaku Disfungsional dan Kualitas Audit Pada Auditor BPK Jawa Tengah Tahun 2008. Jurnal STIE Semarang. Vol 2. No 1, hal 15-32
Wijayanti, Provita. 2009. Pengaruh Karakteristik Personal Auditor Terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi Empiris pada Auditor Pemerintah Yang bekerja di BPKP Perwakilan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). JAI. Vol 5. No 2, hal 251-271
APPENDIKS