• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Opini BPK

Sesuai dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 2 dinyatakan bahwa BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Setelah melakukan pemeriksaan, BPK memberikan pendapat/opini. Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 penjelasan pasal 16 ayat 1, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Adapun kriteria pemberian opini yakni:

1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan 2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure) 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan 4. Efektivitas sistem pengendalian intern (SPI)

Pernyataan standar pemeriksaan (PSP) tentang laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan menjelaskan bahwa:

1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP) hanya berlaku untuk entitas pemerintahan. Untuk entitas pengelola kekayaan negara/ daerah

(2)

yang dipisahkan tetap harus memenuhi kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU).

2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure) merupakan informasi yang relevan yang melengkapi suatu penyajian informasi keuangan. Informasi dikatakan cukup apabila ketiadaan informasi tersebut mengakibatkan pengguna laporan keuangan salah mengambil keputusan. Kecukupan pengungkapan tidak ditentukan dari banyaknya informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan.

3. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Semua ketidakpatuhan dan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan harus diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan. Peraturan perundang-undangan yang mempengaruhi opini pemeriksa hanyalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyajian laporan keuangan. Dengan demikian tidak semua penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi pertimbangan dalam opini pemeriksa.

4. Sistem pengendalin intern

Efektivitas sistem pengendalian intern dibuktikan dengan penyajian informasi keuangan secara wajar dan cukup dalam laporan keuangan. Keberadaan suatu sistem pengendalian intern tidak menjamin adanya penyajian laporan keuangan secara wajar dan cukup. Jika suatu sistem pengendalian intern sangat lemah, masih dimungkinkan terjadinya suatu penyajian laporan keuangan secara wajar dan cukup. Efektivitas sistem pengendalian intern

(3)

hanya bisa ditentukan apabila sistem tersebut telah berjalan. Lemahnya suatu desain sistem memang sangat mempengaruhi efektivitas sistem itu untuk menyajikan laporan keuangan secara wajar dan cukup.

Pernyataan standar pemeriksaan (PSP) menyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan memuat opini pemeriksa yang harus didasarkan pada pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN). Pemberian opini pemeriksa tidak memerlukan tanggapan pihak yang diperiksa. Opini pemeriksa merupakan simpulan pemeriksa tentang kecukupan pengungkapan dan kewajaran penyajian berupa kebenaran penyajian informasi keuangan dalam laporan keuangan. Opini pemeriksa hanya dapat diberikan atas laporan keuangan yang telah dilengkapi dengan surat representasi (representation letter) dari pimpinan entitas yang diperiksa. Tujuan pemberian opini yaitu:

1. Menilai kesesuaian laporan keuangan pemerintah dengan standar akuntansi pemerintahan yang berlaku di Indonesia.

2. Menilai apakah hal-hal yang seharusnya diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah telah diungkapkan sehingga tidak menyesatkan pengguna laporan keuangan.

3. Menilai kepatuhan laporan keuangan pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Menilai efektivitas sistem pengendalian intern yang dijalankan dalam pemerintahan. (www.slideshare.net/deadrizky/pemeriksaan-keuangan-negara-keuangan-negara).

(4)

Opini BPK-RI sejatinya dapat menjadi tolak ukur (indikator) untuk menilai akuntabilitas sebuah entitas pemerintah. Opini BPK-RI, baik dari sisi akademis dan aplikasi dilapangan, dapat menaikkan dan menurunkan tingkat kepercayaan pemangku kepentingan atas pelaporan yang disajikan oleh pihak yang diaudit (auditan/auditee) dalam hal ini entitas pemerintah. (akuntansi-pemerintah.blogspot.co.id/2012/06/opini-audit-bpk-sebagai-indikator.html).

Masyarakat menilai pemerintah yang mendapat opini WTP bebas dari korupsi, namun kenyataannya kasus korupsi bisa saja terjadi pada pemerintah yang mendapat opini WTP, oleh karena itu pemerintah mengemban tugas yang tidak mudah dalam rangka memperoleh opini WTP dan dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Pengelolaan keuangan negara tidak cukup jika sudah memperoleh laporan keuangan dengan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) namun pengelolaan keuangan negara tersebut harus ekonomis, efesien dan efektif serta memberikan kemanfaatan sesuai dengan tujuan peruntukannya. (www.bpk.go.id/news/bpk-wujudkan-kesejahteraan-rakyat-melalui-pemeriksaan-keuangan-negara).

Pemeriksaan laporan keuangan yang dilaksanakan oleh BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam peraturan BPK No. 1 Tahun 2007. Standar pemeriksaan keuangan negara memuat persyaratan professional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang professional. Tujuan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Berdasarkan Standar

(5)

Pemeriksaan Keuangan Negara, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan keuangan disajikan dalam tiga bagian yaitu laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan yang memuat opini, laporan hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI) dan laporan hasil pemeriksaan atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan bulletin teknis Standar Pemeriksaan Keuangan Negara No. 01 tentang pelaporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah, paragrap 13 tentang jenis opini disebutkan:

1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi pemerintahan (SAP).

2. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

3. Tidak Wajar (TW) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP. 4. Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat

(TMP) menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan keuangan.

(6)

Hal-hal yang menyebabkan pemerintah daerah memperoleh Opini Tidak Wajar (Adverse Opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) antara lain:

a. Sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) yang masih lemah atas pengelolaan keuangan daerah.

b. Pengelolaan atas cash flow yang tidak dikontrol dengan baik.

c. Pengelolaan atas asset daerah tidak dilengkapi dengan bukti-bukti administrasi yang lengkap.

Untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) antara lain pemerintah daerah harus memperhatikan:

1. Lingkungan Pengendalian yaitu:

a. Integritas dan nilai etika dari para pejabat yakni pemahaman para pejabat pengelola keuangan daerah dalam menjalankan TUPOKSI nya.

b. Gaya Operasi dan Filosofi dari Para Pejabat Pemerintah Daerah yaitu selalu menganalisa dan hati-hati terhadap pengelolaan keuangan daerah, penyusunan laporan keuangan daerah sebaiknya menggunakan aparatur daerah sendiri yang lebih memahami kondisi daerah tersebut, pengelolaan data keuangan telah menggunakan sistem aplikasi komputer yang handal dan akurat, adanya koordinasi dan pengendalian atas siklus keuangan antar PPKD dan SKPD, sudah ditetapkannya pejabat yang mengelola keuangan daerah sesuai dengan surat keputusan kepala daerah.

c. Struktur Organisasi Pemerintah Daerah yakni apakah badan dan dinas yang mengelola keuangan daerah telah terbentuk (sesuai dengan PP No. 41

(7)

Tahun 2007) dan bendahara umum daerah telah diangkat menggunakan surat keputusan kepala daerah.

d. Tanggungjawab dan wewenang yaitu tanggungjawab dan wewenang para pejabat pengelola keuangan telah dibuat secara tertulis dan dirinci dengan jelas.

e. Kebijakan dan Praktek SDM yaitu apakah pengangkatan pejabat pengelola keuangan dan kegiatan telah berdasarkan peraturan, kemampuan, keahlian dan kompetensi.

f. Kegiatan Pengawasan Daerah yaitu apakah program kerja pengawasan tahunan (PKPT) telah dilaksanakan serta tindak lanjut atas temuan BPK dan temuan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (Irjen, BPKP, Inspektorat Provinsi, Kabupaten, Kota) telah dilakukan.

2. Penilaian Resiko yaitu apakah telah dilakukan antisipasi atas transaksi keuangan yang memerlukan sistem dan prosedur akuntansi yang baru dan signifikan dan apakah pemantauan terhadap sistem akuntansi dan penyusunan laporan keuangan yang mengikuti setiap peraturan baru atas pengelolaan keuangan daerah telah dilaksanakan.

3. Aktivitas Pengendalian yang terdiri dari pertama pengendalian dan sistem informasi, kedua pemisahan fungsi

4. Informasi dan Komunikasi yaitu adanya peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan surat keputusan kepala daerah yang mengatur seluruh aktivitas/kegiatan di pemerintah daerah.

(http://syukriy.wordpress.com/2009/10/26/mendapatkan-opini-wajar-tanpa-pengecualian-atas-audit-laporan-keuangan-pemerintah-daerah-dari-bpk)

(8)

Opini WTP harus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat dan perbaikkan pengelolaan keuangan negara. Pemerintah daerah dalam memperjuangkan opini WTP harus dilakukan dengan serius dan dengan cara yang benar karena adanya kasus penyuapan pegawai BPK oleh oknum di pemerintah daerah, berdampak pada berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemberian opini BPK terhadap pemerintah pusat maupun daerah.

2.1.2. Sistem Pengendalian Intern (SPI)

Pengendalian internal didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Arens et al., 2008). UU No. 15 tahun 2004 pasal 12 menyatakan bahwa dalam pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah. Peraturan BPK No. 1 tahun 2007 tentang standar pemeriksaan keuangan negara menyatakan bahwa laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan.

Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 58 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, presiden selaku kepala pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh dan SPI ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan tentang sistem pengendalian intern (SPI) terdapat dalam

(9)

Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008. Dalam Bab I Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Penerapan sistem pengendalian intern di instansi pemerintah disebut dengan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP), dimana pada pasal 3 disebutkan bahwa SPIP terdiri dari lima unsur/komponen. Kelima komponen tersebut juga telah dijabarkan oleh Sudjono dan Hoesodo (2009) dalam Kawedar (2010) yang menyatakan bahwa suatu SPIP dikatakan baik jika memenuhi lima komponen, yaitu:

1. Lingkungan pengendalian dalam instansi pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern.

2. Penilaian risiko atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah.

3. Kegiatan pengendalian untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.

4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.

(10)

5. Pemantauan pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.

Pemahaman tentang temuan audit atas sistem pengendalian intern (SPI) adalah hasil audit yang menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan. Dalam melaporkan kelemahan pengendalian intern atas pelaporan keuangan, pemeriksa harus mengidentifikasi kondisi yang dapat dilaporkan secara sendiri-sendiri atau secara kumulatif merupakan kelemahan yang material. Pemeriksa harus menempatkan temuan tersebut dalam perspektif yang wajar. (Mardiasmo, 2012). Kelemahan sistem pengendalian intern merupakan kelemahan yang berakibat pada temuan berupa kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, kelemahan struktur pengendalian intern.

Sistem pengendalian intern yang telah dibangun oleh instansi pemerintah tertentu akan menjadi tidak efektif dalam mengatasi penyimpangan jika terjadi kolusi diantara pihak-pihak yang terkait dan terjadi pengabaian oleh manajemen atas sistem pengendalian intern tersebut. (http://www.bpkp.go.id/puslitbangwas /konten/2289/14.072-Hubungan-Opini-BPK-atas-Laporankeuangan-Daerah-Terjadinya -Penyimpangan-Kasus-Korupsi).

(11)

2.1.3. Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan

Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sangat penting, program pemerintah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan mengacu pada peraturan perundang-undngan yang lebih spesifik karena dalam peraturan perundang-undangan antara lain ditetapkan apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bagaimana mencapai tujuan dan lain-lain yang akan menjadi dasar dan pedoman bagi pemerintah dalam menjalankan program-program yang telah ditetapkan. Pemahaman terhadap landasan hukum yang mendasari suatu program merupakan langkah penting dalam mengidentifikasi peraturan perundang-undangan.

Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan merupakan penyimpangan/pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-Undangan. Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan merupakan kelemahan yang terjadi akibat adanya kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan/pemborosan, ketidakefesienan dan ketidakefektifan (Badan Pemeriksa Keuangan, 2011). Ketidakpatuhan terhadap regulasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang dapat mempengaruhi opini BPK. Ketidakpatuhan bertentangan dengan prinsip-prinsip penganggaran di sektor publik yaitu hemat, efektif dan efesien. Di dalam SPKN disebutkan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efesiensi dan efektivitas dari program tersebut.

(12)

Sistem akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan acuan wajib dalam menyajikan laporan keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pengguna laporan keuangan menggunakan sistem akuntansi pemerintahan (SAP) untuk dapat memahami informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Sedangkan auditor eksternal menggunakan sistem akuntansi pemerintahan (SAP) sebagai kriteria dalam melaksanakan audit, dengan demikian sistem akuntansi pemerintahan (SAP) digunakan sebagai penyatu persepsi antara pengguna dan auditor laporan keuangan. Sistem akuntansi pemerintahan (SAP) yang berlaku di Indonesia ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010. Peraturan pemerintah ini menjadi landasan bagi semua entitas pelaporan termasuk pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban kepada berbagai pihak.

Di dalam standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) disebutkan bahwa pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksa harus menilai resiko kemungkinan terjadinya penyimpangan. Resiko tersebut dapat dipengaruhi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang rumit dan masih baru. Dalam melaksanakan pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan resiko terjadinya kecurangan (fraud), yang terjadi karena adanya kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan, alasan atau sifat seseorang yang dapat menyebabkan kecurangan. Laporan atas ketidakpatuhan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata maupun penyimpangan yang

(13)

mengandung unsur tindak pidana dan ketidakpatutan yang signifikan. Jika terdapat temuan pemeriksaan, BPK memberikan rekomendasi yang merupakan tindakan untuk perbaikan guna peningkatan kinerja atas permasalahan yang terjadi. Rekomendasi dapat meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, memperbaiki pengendalian intern, menghilangkan ketidakpatutan. Kondisi yang bisa mengindikasikan resiko terjadinya kecurangan: 1. Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang

ada atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian.

2. Pemisahan tugas yang tidak jelas terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas pengendalian dan pengamanan sumber daya.

3. Transaksi – transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan.

4. Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi. 5. Dokumen-dokumen yang hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu

menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas. 6. Informasi yang salah atau membingungkan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara menggunakan standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN). Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajinban tersebut. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan

(14)

kedudukan dan kewenangannya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.

Pengertian pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara mencakup akuntabilitas yang harus diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Akuntabilitas diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan perturan perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efesiensi dan efektivitas dari suatu program tersebut.

Standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) dinyatakan dalam bentuk pernyatan standar pemeriksaan (PSP) yang terdiri dari:

1. PSP No. 01 tentang standar umum

2. PSP No. 02 tentang standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan 3. PSP No. 03 tentang standar pelaporan pemeriksaan keuangan 4. PSP No. 04 tentang standar pelaksanaan pemeriksaan kinerja 5. PSP No. 05 tentang standar pelaporan pemeriksaan kinerja

6. PSP No. 06 tentang standar pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

7. PSP No. 07 tentang standar pelaporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu Dalam PSP No. 03 tentang standar pelaporan pemeriksaan atas laporan keuangan dinyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Pemeriksaan laporan

(15)

keuangan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan, kecurangan (fraud) serta ketidakpatutan (abuse). BPK dalam melaksanakan pemeriksaan selalu berusaha mendeteksi adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan. Ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada diluar pikiran yang masuk akal atau diluar praktik-praktik sehat yang lazim. Bila ketidakpatutan terjadi mungkin saja tidak ada hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar.

Pertimbangan dalam penetapan opini, pengujian atas kepatuhan harus dimuat dalam LHP kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam hal pemeriksa menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pemeriksaan keuangan. Laporan atas kepatuhan mengungkapkan:

1. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana. 2. Ketidakpatuhan yang signifikan, sama halnya seperti LHP SPI, LHP atas

ketidakpatuhan diterbitkan jika dan hanya jika ditemukan ketidakpatuhan oleh pemeriksa selama melakukan pemeriksaan.

(http://sadhrina.wordpress.com/2011/07/19/pemeriksaan-sistem-pengendalia- intern-dan-ketidakpatuhan-dalam-pemeriksaan-laporan-keuangan-pemerintah-dan-pengaruhnya-terhadap-opini-bpk/)

(16)

2.1.4. Opini Audit Tahun Sebelumnya

Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua di dalam SPKN menyatakan bahwa pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Laporan keuangan pemerintah daerah yang tahun sebelumnya mendapatkan opini WTP kemungkinan dapat mempertahankan opini WTP pada tahun berikutnya karena perbaikan atas kelemahan laporan keuangan pemerintah daerah tersebut tidak sebanyak laporan keuangan pemerintah daerah dengan opini selain WTP. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian (Fatimah:2014) ini sejalan dengan Banimahd, Noorifard and Davoudabadi (2013), Reno, Imelda dan Elsa (2012), Malek (2011), dan Atyanta (2011) yang menemukan hubungan positif antara opini audit tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan.

2.1.5. Tindak Lanjut Temuan BPK

Peraturan BPK No. 2 tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK menyatakan bahwa BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada pejabat yang bertanggungjawab sesuai dengan kewenangannya. Pejabat yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya menyerahkan juga hasil pemeriksaan kepada pejabat yang diperiksa untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan sesuai rekomendasi. Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam hasil pemeriksaan setelah hasil pemeriksaan diterima. Tindak lanjut atas rekomendasi berupa jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindak

(17)

lanjut dimana tindak lanjut tersebut wajib disampaikan kepada BPK paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.

Salah satu tanggung jawab manajemen entitas yang diperiksa di dalam SPKN adalah menindaklanjuti rekomendasi BPK, serta menciptakan dan memelihara suatu proses untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi dimaksud. Jika manajemen tidak memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, manajemen dapat memperoleh sanksi bila tidak melakukan tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa sebelumnya.

Pengertian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) BPK tahun 2004 adalah kegiatan dan/atau keputusan yang dilakukan oleh pejabat yang diperiksa dan/atau pihak lain yang kompeten untuk melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Apabila sebahagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditentukan, maka pejabat yang diperiksa wajib memberikan alasan yang sah. Rekomendasi BPK diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah/perusahaan pada entitas yang bersangkutan.

Undang-undang No. 15 tahun 2004 pasal 20 menyatakan BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut rekomensasi hasil pemeriksaan. Pemantuan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis oleh BPK untuk menentukan bahwa pejabat telah melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan dalam tenggang waktu yang telah

(18)

ditentukan. Dalam rangka pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan, BPK menatausahakan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan menginventarisasi temuan, rekomendasi dan status tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP). Secara umum rekomendasi BPK dapat ditindaklanjuti dengan cara penyelamatan uang/aset ke negara/daerah/perusahaan dan/atau tindakan administratif. Penyelamatan uang/aset ke negara/daerah/perusahaan dilakukan dengan cara menyetorkan sejumlah uang ke kas negara/daerah/perusahaan dan/atau mengembalikan/menyerahkan sejumlah aset ke negara/daerah/perusahaan atau dengan cara melengkapi pekerjaan/barang. Adapun tindakan administratif biasanya berupa pemberian peringatan, teguran dan/atau sanksi kepada para penanggung jawab dan/atau pelaksanaan kegiatan, juga dapat berupa tindakan koreksi atas penatausahaan keuangan negara/daerah/perusahaan, melengkapi bukti pertanggung jawaban dan perbaikan atas sebahagian atau seluruh pertanggungjawaban. (www.bpk.go.id/assets/files/ihps/2014/I/ihps_i_2004_1414644399.pdf)

Tindak lanjut yang disampaikan ke BPK akan ditelaah dan hasil penelaahan tersebut akan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi 2. Tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi 3. Rekomendasi belum ditindaklanjuti atau

4. Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti

Rekapitulasi pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dimuat sebagai bagian dari ikhtisar hasil pemeriksaan semester yang akan disampaikan oleh BPK kepada DPR, DPD dan DPRD. Tindak lanjut temuan BPK yang dilakukan oleh

(19)

entitas yang diperiksa telah diteliti oleh beberapa peneliti yaitu Agusti (2014) yang menemukan bahwa tindak lanjut hasil pemeriksaan tidak berpengaruh terhadap opini. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Winanti (2014) dan Setyaningrum (2015), dimana winarti dan setyaningrum menemukan bahwa tindak lanjut hasil pemeriksaan berpengaruh positif terhadap opini audit.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang menjadi perbandingan dalam penelitian ini Desi Fatima, dkk (2014), Nalurita Nuhoni (2015), Silky Raditya Siregar (2012), dan lain-lain secara umum berkesimpulan bahwa sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh terhadap opini audit, adapun data revieu penelitian terdahulu dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Yang

Digunakan Kesimpulan 1. Desi Fatima, Ria Nelly Sari & M. Rusli (2014) Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan, Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Umur Pemerintah Daerah Terhadap Penerimaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Seluruh Indonesia Variabel dependen: Opini WTP Variable independen: - Sistem Pengendalian Intern - Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan - Opini Audit tahun

Sebelumnya - Umur Pemerintah Daerah Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan, Umur Pemerintah Daerah tidak berpengaruh terhadap Penerimaan Opini WTP namun Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Opini Tahun Sebelumnya Berpengaruh Terhadap Penerimaan Opini WTP 2. Nuhoni Nalurita (2015) Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan terhadap perundang-undangan dan Karakteristik Daerah terhadap Kredibilitas Laporan Variabel dependen: Opini BPK Variabel independen: - Kelemahan Sistem pengendalian intern - Ketidakpatuhan terhadap peraturan Seluruh variable berpengaruh signifikan

(20)

di Indonesia - Ketergantungan Pemda - Opini tahun sebelumnya 3. Silky Raditya Siregar (2012) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertimbangan Opini Auditor atas laporan Keuangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Variabel dependen: Opini BPK Variabel independen: - Independensi - Keahlian Audit - Lingkup Audit - Audit Judgement

Seluruh variable secara simultan berpengaruh terhadap pertimbangan pemberian opini audit

4. Lasena

(2012)

Analisa Faktor Pada Opini Disclaimer BPK atas Laporan Keuangan Pemda Kab. Bolaang Mongondow Utara TA. 2011 Variabel dependen: Opini disclaimer Variabel independen: - Sistem Pengendalian Intern (SPI) - Perencanaan Anggaran - Standard Akuntansi Pemerintah (SAP) - Pelaksanaan Anggaran - Tindak Lanjut Temuan - Regulasi - Manajemen Aset Seluruh variabel berpengaruh signifikan terhadap opini Disclaimer BPK atas Laporan Keuangan

Pemda Kab. Bolaang Mongondow Utara TA. 2011 5. Aryanto Pengaruh Pemeriksaan Interim, Lingkungan Audit dan Independensi terhadap Pertimbangan Opini Auditor (Studi Kasus

pada BPK-RI Perwakilan Provinsi Bali) Variabel dependen: Opini BPK Variabel independen: - Pemeriksaan Interim - Lingkungan Audit - Independensi Semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap pertimbangan opini auditor(studi

kasus pada BK-RI

perwakilan provinsi Bali) 6. Ayu (2008) Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit terhadap Opini Laporan Keuangan Pemkab/Pemko Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2007 Variabel dependen: Opini BPK Variabel independen: - Ruang lingkup auditor - Laporan keuangan, prinsipakuntansi - Posisi keuangan - Komitmen pemda menindaklanjuti rekomendasi BPK Semua variable berpengaruh terhadap opini laporan keuangan pemkab/pemko provinsi sumatera barat tahun 2006-2007 7. Ni Luh Ketut Shanti Antik Safitri (2014) Pengaruh Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan terhadap Opini Audit pada Pemerintah Daerah Variabel dependen: Opini audit Variabel independen: - Sistem pengendalian intern - Ketidakpatuhan pada Peraturan perundang-undangan - Realisasi anggaran - Opini tahun Sistem pengendalian intern dan realisasi

anggaran tidak

berpengaruh

signifikan,ketidakpatuh an pada peraturan perundang-undangan berpengaruh negatif dan opini tahun sebelumnya berpengaruh signifikan

(21)

8. Defera,cris (2013) Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan terhadap penentuan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2008 – 2011 Variabel dependen: Opini BPK Variabel independen: - Kelemahan Sistem Pengendalian akuntansi dan pelaporan - Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja - Kelemahan struktur pengendalian intern - Kelemahan Sistem Pengendalian akuntansi dan pelaporan dan Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja berpengaruh pada penentuan opini namun Kelemahan struktur pengendalian intern tidak berpengaruh pada penentuan opini 9. Hottua Sipahutar dan Siti Khairani Analisis Perubahan Opini Laporan Hasil Pemeriksaan BPK

atas Laporan

Keuangan

Pemerintah Daerah Kab. Empat Lawang

Variabel dependen: Opini Variabel independen: - Sistem pengendalian intern - Ketidakpatuhan pada peraturan perundang-undangan - Kesesuaian penyajian standar akuntansi pemerintahan seluruh variable berpengaruh positif 10 P. David Dnnelly, Jeffrey J. Quirin, and David O'Bryan (2003) Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior: An Explanatory Model Using Auditors' Personal Characteristics Independen: - Locus of control eksternal Dependen: - Kinerja Auditor Ekternal

Auditor yang lebih berprilaku

disfungsional

cenderung memiliki

locus of control

eksternal, melaporkan tingkat yang kinerja lebih rendah, dan menunjukkan keinginan berpindah tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa karakteristik individu auditor berperan dalam mengidentifikasi

orang-orang yang lebih

menerima berprilaku disfungsional.

Referensi

Dokumen terkait

Para Pihak sepakat bahwa ruang lingkup pekerjaan pemeriksaan, perawatan, penggantian suku cadang/ sparepart dan/atau perbaikan lainnya atas Kendaraan WASKITA yang akan

- Peminat yang belum pernah mendengar nama Belinyu akan memilih untuk memiliki buku tentang daerah lain yang lebih familiar dan yang lebih akrab di telinganya. -

Berdasarkan perbedaan tersebut, maka dapat dilihat bahwa perbedaan strain N, b, dan tx hanya pada 1 sifat saja (satu sifat beda) sehingga diperoleh persilangan

Prosedur dan Rancangan Penelitian, prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam tiga siklus kegiatan, yaitu siklus ke I, siklus II, dan siklus

1) Jasa atestasi, termasuk didalamnya adalah audit umum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi

Bagaimana hubungan antara guru dengan guru setelah regrouping dua sekolah dasar menjadi satu sekolah dasar?. Bagaimana hubungan siswa dengan siswa setelah regrouping dua

2, April 2015 ISSN 2302-8491 Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa sel surya yang menggunakan solar tracker menghasilkan tegangan keluaran yang lebih besar