• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaidah : Bai al-dayn bi ad-dayn batil (Menjual hutang dengan hutang adalah batal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kaidah : Bai al-dayn bi ad-dayn batil (Menjual hutang dengan hutang adalah batal)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Individu

Kaidah : “Bai’ al-dayn bi ad-dayn batil

(Menjual hutang dengan hutang adalah batal)”

Diajukan sebagai Tugas Akhir

Kaidah Fiqih untuk Manajemen dan Bisnis (KFMB)

Dosen : DR. Erwandi Tarmizi, MA

Disusun oleh :

Fajar Adi

(NPM : P.056132123-14EK)

Magister Manajemen Syariah

Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis

Institut Pertanian Bogor

(2)

1

Kaidah : “Bai’ al-dayn bi ad-dayn batil (Menjual hutang dengan hutang adalah batal)”

I. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Terutama dalam hal muamalah, seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa hingga urusan utang piutang. Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga, dan sebaliknya juga menjerumuskan seseorang ke dalam neraka.

Utang piutang sering kali tidak dapat dihindari karena sangat kental dengan kehidupan manusia. Demikianlah keadaan manusia sebagaimana Allah SWT tetapkan, ada yang dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ada pula yang dipersempit rezekinya, tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya sehingga mendorongnya dengan terpaksa untuk berhutang. Sehingga diperlukan pengetahuan bagaimana kaidah utang piutang menurut syariat. Salah satu kaidah yang harus diketahui adalah kaidah : “menjual hutang dengan hutang adalah batal”.

II. Makna Kaidah

 Bai’ al-dayn bi ad-dayn maknanya adalah Pertukaran utang dengan utang (dilarang berdasarkan tradisi dan dengan suara bulat oleh para ahli hukum berdasarkan ijma) (Islamitijara.com, 2014)

 Batil maknanya adalah tidak sah, batal demi hukum, lawannya sahih (Islamitijara.com, 2014)

 Bai’ al-dayn bi ad-dayn batil maknanya adalah Pertukaran utang dengan utang batal. Sehingga secara umum maknanya tukar menukar dua nilai barang yang ditunda serah terimanya adalah haram (Mansoori, 2010).

(3)

2

III. Dasar Hukum Kaidah

 Hadits Rasulullah SAW :

َّيِبَّىنا ُتْيَتَأَف َمٌِا َرَّدنا ُذُخآ ََ ِزيِواَوَّدناِب ُعيِبَأَف ِعيِقَبْناِب َمِبِ ْلْا ُعيِبَأ ُتْىُك َلاَق َزَمُع ِهْبا ْهَع

يِّوِإ َكَنَأْسَأ ْنَأ ُدي ِرُأ يِّوِإ ِ َّللَّا َلُُس َر اَي ُتْهُقَف َةَصْفَح ِتْيَب يِف َمَّهَس ََ ًِْيَهَع ُ َّللَّا ىَّهَص

اٍَِم َُْي ِزْعِسِب اٌََذُخْأَت ْنَأ َسْأَب َلَ َلاَق َمٌِا َرَّدنا ُذُخآ ََ ِزيِواَوَّدناِب ُعيِبَأَف ِعيِقَبْناِب َمِبِ ْلْا ُعيِبَأ

ٌءْيَش اَمُكَىْيَب ََ اَق ِزَتْفَت ْمَن اَم

(

مكاحناَ دمحأَ دَاد ُبأَ يئاسىنا ياَر

)

Artinya : “Dari Ibnu Umar, dia berkata; "Saya pernah menjual unta di Baqi' saya menjualnya dengan beberapa dinar, dan kuambil beberapa dirham, kemudian saya datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumah Hafshah, saya berkata; "Wahai Rasulullah, saya ingin bertanya. Sesungguhnya saya menjual unta di Baqi', saya menjualnya dengan dinar dan mengambil dirham." Beliau bersabda: "Tidak mengapa engkau mengambilnya dengan harga pada hari itu, selama kalian berdua belum berpisah sementara (ketika itu) di antara kalian ada sesuatu." (HR. Nasa’i, Abu Daud, Ahmad dan Al-Hakim).

Maksud kata-kata Ibnu Umar. "Saya jual dengan nilai dinar" adalah penjualan secara hutang karena dia tidak menerima nilai tersebut ketika itu dan kemudian nilai ini diubah pula ke nilai dirham yang diterimanya secara tunai. Jadi jual beli ini adalah penjualan utang yang dibayar dengan dirham oleh debitur sendiri. Sedangkan

Baqi' merupakan areal pemakaman penduduk Madinah. Sebelum itu tempat tersebut

adalah area pasar.

 Hadits Rasulullah SAW :

ىعِ عِا عَ بْا عِاىعِ عِا عَ بْا ىعِ بْ عَنَاىبْ عَ ى عَ عَنَ ىعَ نَّ عَ عَ ىعِ بْ عَ عَ ىعُ ى نَّ عَ ىنَّعِ نَّلا ىنَّ عَ ىعُ بْلعَ ىعُ ىعَ عِ عَ ىعَ عَ عُ ىعِ بْا ىعِ عَ

ى(

نيطق دا ى ك لح ىىبر ا ىفيى ئ سلا ىه

)

Artinya : “Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Nabi SAW melarang jual beli hutang dengan hutang.” (HR. An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra, Daruquthni dan Al-Hakim).

Hanya saja Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Bulughul Maram mengomentari bahwa hadits ini dha’if (1/316, lihat Al-Maktabah As-Syamilah). Menurut Mansoori (2010), walaupun hadits “al-kali bil kali” dipandang sebagai hadits lemah oleh kalangan ulama terkemuka dan para ahli hadits, akan tetapi hadits ini memiliki kewenangan

(4)

3

sebagaimana ijma’, atau kesepakatan ulama. Jual-beli hutang dengan hutang sebenarnya berlaku pada situasi dimana dua benda yang ditukar ditunda serah-terimanya, misalnya seseorang menjual satu komoditas untuk diserahkan pada masa mendatang dengan harga yang akan dibayar di masa mendatang.

IV. Bentuk Kaidah

Menjual piutang dengan hutang, bisa terjadi dalam dua bentuk (Maulan, 2014) : a. Menjual piutang kepada orang yang berhutang tersebut. ( نيدملل نيدلا عيب )

Yaitu seperti seseorang yang berkata kapeada orang lain:

o “Saya beli dari kamu satu mud gandum dengan harga satu dinar dengan serah terima dilakukan setelah satu bulan.”

o Atau seseorang membeli barang yang akan diserahkan pada waktu tertentu lalu ketika jatuh tempo, penjual tidak mendapatkan barang untuk menutupi utangnya, lantas berkata kepada pembeli, “Juallah barang ini kepadaku dengan tambahan waktu lagi dengan imbalan tambahan barang”. Lalu pembeli menyetujui permintaan penjual dan kedua belah pihak tidak saling sarah terima barang.

Cara seperti ini merupakan riba yang diharamkan, dengan kaidah “berikan tambahan waktu dan saya akan berikan tambahan jumlah barang.”

( ردقلا يف كديزأو لجلأا يف يندز )

b. Menjual piutang kepada orang lain yang bukan orang yang berhutang. ( نيدملا ريغل نيدلا عيب )

Hal ini seperti seseorang berkata kepada orang lain, “Saya jual kepadamu 20 mud gandum milikku yang dipinjam oleh fulan dengan harga sekian dan kamu bisa membayarnya kepadaku setelah satu bulan”. Maka transaksi jual beli seperti ini juga termasuk transaksi yang tidak diperbolehkan.

(5)

4

V. Aplikasi Kaidah pada Muamalat Kontemporer 1. Futures Contract

Menurut Mansoori (2010), larangan menjual hutang juga berlaku dalam futures

contract, dimana dua barang yang akan ditukar ditangguhkan serah-terimanya pada masa

yang akan datang. Dalam futures contract, kedua belah pihak hanya menukar janji-janji atau kewajiban-kewajiban, jual beli yang sebenarnya hanya terjadi ketika kewajiban-kewajiban itu dipenuhi.

Lebih lanjut Mansoori (2010), menyatakan bahwa pengecualian umum bagi aturan pelarangan di atas adalah akad hawalah atau pendelegasian hutang, yang membolehkan memindahkan sebuah hutang selama kewajiban hutang itu dapat dilaksanakan dan tidak berubah karena pemindahan itu, serta tidak adanya biaya tambahan. Perbedaan antara “jual beli hutang” yang haram dan hawalah yang halal adalah bahwa dalam hawalah ada ganti rugi bagi pemilik hutang asli apabila pemilik pengganti tidak membayar hutangnya dengan alasan tertentu. Dalam jual beli hutang, si pembeli instrumen hutang tidak disediakan ganti rugi oleh si penjual hutang. Oleh karena adanya keterlibatan gharar dan riba, maka jual beli hutang dilarang.

2. Forward Contract (Kontrak Berjangka)

Futures contract dengan forward contract pada dasarnya memiliki tujuan yang sama,

yaitu memungkinkan pelaku kontrak untuk mengunci satu harga di masa mendatang. Sedangkan perbedaan utama Futures contract dengan forward contract adalah pada cara implementasinya, yaitu:

 Future Contract adalah standarisasi kontrak yang diperjual belikan pada future markets yang teroganisir untuk pengiriman tertentu saja (diperdagangkan di pasar modal)  Forward contract adalah kesepakatan pribadi antara 2 individual yang dapat

menandatangani jenis kontrak apapun yang mereka setujui (diperdagangkan di over the

counter/OTC).

 Keuntungan dan kerugian dari future contract akan dibayarkan setiap hari pada akhir

trading, hal ini disebut dengan marking to market. Sedangkan Keuntungan dan kerugian

(6)

5

Menurut Tarmizi (2012), forward contract adalah penjualan-pembelian jumlah tertentu dari barang, surat berharga pemerintah, mata uang asing atau instrumen keuangan lainnya, dengan harga yang ditetapkan saat ini dan penyerahan serta penyelesaiannya pada tanggal tertentu pada masa datang. Transaksi ini umumnya dilakukan pedagang spekulan beli yang memperkirakan harga sebuah sekuritas atau komoditas akan naik, ia membelinya dengan harga hari ini. Bila ternyata benar, harga sekuritas yang dibelinya naik pada saat tanggal penyelesaian, maka barang yang telah ia beli, ia jual lagi. Dengan demikian, ia mendapatkan keuntungan selisih harga jual dan harga beli.

Lebih lanjut Tarmizi (2012) menyatakan bahwa, hukum transaksi ini mengandung hal-hal yang dilarang Islam yang hukumnya haram, berdasarkan kaidah bai’ dayn biddayn (jual beli utang dengan utang). Dalam transaksi forward contract harga dan akad tunai pada saat itu juga, tapi barang dan uang nanti akan diserah-terimakan pada waktu yang akan dating paling cepat setelah dua hari, sehingga dapat dikatakan transaksi jual-beli ini disepakati haram.

Transaksi berjangka ini tidak dapat disamakan dengan akad salam (yang diperbolehkan dalam Islam), karena terdapat perbedaan diantara keduanya yaitu :

a. Di pasar modal (bursa) dalam transaksi berjangka uang tidak diserahkan pada saat transaksi dilakukan akan tetapi diserahkan nanti pada saat penyelesaian, sedangkan dalam akad salam uang wajib diserahkan pada saat transaksi dibuat. b. Di pasar modal (bursa) barang yang telah dibeli (belum diserah-terimakan) yang

masih dalam tanggungan penjual pertama, lalu dijual kembali oleh pembeli pertama sebelum diterimanya dan begitu seterusnya. Karena tujuan transaksi ini hanyalah memperoleh keuntungan dari selisih dua harga tanpa adanya serah-terima fisik barang. Ini adalah spekulasi yang termasuk judi. Sedangkan dalam akad salam barang yang telah dipesan tidak boleh dijual oleh pemesan sebelum barang ia terima (Tarmizi, 2012).

(7)

6

Daftar Pustaka

Islamitijara.com. 2014. Islamic Finance Terminologies. Diakses pada tanggal 25 Januari 2014. Mansoori, M. Tahir. 2010. Kaidah-kaidah Fiqih Keuangan dan Transaksi Bisnis. Ulil Albaab

Institute. Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor. Bogor.

Maulan, Rizka. 2014. Hukum Bai’ Ad-Dayn (Jual-Beli Piutang).

http://rikzamaulan.blogspot.com/2013/04/hukum-bai-ad-dayn-jual-beli-piutang.html. Diakses pada tanggal 25 Januari 2014.

Referensi

Dokumen terkait