• Tidak ada hasil yang ditemukan

GIC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GIC"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)Glass Ionomer Cement. Disusun Oleh:. Hendriek Tansil 021610101050. BAGIAN KONSERVASI GIGI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2010.

(2) GLASS. IONOMER CEMENTS. Glass Ionomer Cements dikembangkan oleh Wilson dan McLean di Laboratorium Kimia Pemerintah Inggris pada tahun 1965. Masih merupakan satu golongan di dalam semen kedokteran gigi berbasis air, seperti silicate cement, zinc phosphate cement, dan zinc polycarboxylate cement1.. Komposisi 1. GIC Powder. Bubuknya merupakan sebuah acid-soluble calcium Fluoroaluminosilicate glass yang hampir sama dengan bubuk semen silikat, namun memiliki kandungan alumina-silicate yang lebih banyak sehingga mempercepat reaksinya terhadap asam. Fluor-nya berperan sebagai ”ceramic flux”. Penambahan Lanthanum, Strontium, Barium atau Zinc Oxide dilakukan untuk memberi sifat radioopak. Bahan-bahan dasarnya disatukan dengan cara dipanaskan dengan suhu 1.100 – 1.500 ºC untuk membentuk suatu glass yang homogen. Glass kemudian dihancurkan sehingga menjadi bubuk dengan ukuran 15 – 50 µm. rasio bahan dasarnya adalah: a. Silica 41,9% b. Alumina 28,6% c. Aluminium Fluor 1,6% d. Calcium Fluor 15,7% e. Sodium Fluor 9,3% f. Aluminium Phosphate 3,8%. 2. GIC Liquid. Merupakan suatu larutan asam poliakrilat dengan konsentrasi 40 – 50%. Cairan ini bersifat sangat kental dan cenderung membuat bentukan gel. Pada sebagian semen akhir-akhir ini, larutan asamnya berbentuk kopolimer dengan itaconic, maleic, atau tricarboxylic acids. Asam digunakan untuk meningkatkan reaktivitas cairan, mengurangi kekentalan dan kecenderungan untuk membentuk gel. Tartaric.

(3) acid juga terdapat di dalam cairan yang berfungsi untuk memperpanjang working time, akan tetapi memperpendek setting time. Bagaimanapun juga, perubahan kekentalan dapat terjadi bila semen telah kadaluarsa2. Reaksi Pengerasan3 Reaksi pengerasan GIC terjadi pada saat pencampuran bubuk dan cairan dan terdiri dari 3 fase: 1. Fase I (Dissolution): Pada saat bubuk dan cairan dicampur, ion-ion hidrogen terbentuk dari ionisasi asam poliakrilat dalam air. Ion hidrogen tersebut bereaksi dengan tepian partikel-partikel glass yang menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium, aluminium, dan Fluor dan membentuk sebuah gel (Silica-based hydrogel) di sekitar partikel-partikel glass.. 2. Fase II (Gelation/Hardening): Ion-ion Ca+2 dan Al+3 dari silica hydrogel terikat dengan polianion pada gugus polikarboksilat semen yang mulai terbentuk pada saat pH meningkat. Gugus polikarboksilat berikatan silang secara ionik dengan rantai polianion yang menyebabkan semen mulai mengeras. Kalsium polikarboksilat mulai terbentuk pada 5 menit pertama sedangkan aluminium karboksilat yang memiliki ikatan lebih stabil dan lebih kuat mulai terbentuk setelah 24 jam. Hal ini menebabkan semen tersebut cenderung rapuh pada awal pengerasan dan sifat. fisiknya. akan. mulai. meningkat. pembentukan aluminium polikarboksilat.. bersamaan. dengan. terjadinya.

(4) 3. Fase III (Hydration of Salts): Terjadi. hidrasi. pada. gel. (Silica-based. hydrogel). dan. gugus. poloikarboksilat yang menyebabkan peningkatan sifat-sifat fisik semen. Fase ini dapat terus berlanjut selama beberapa bulan.. Sifat-sifat GIC3 1. Biokompatibilitas. a. Potensi biologis.  Bersifat melepas Fluor.  Adanya pertukaran ion yang memungkinkan terjadinya remineralisasi. b. Resistensi terhadap plak.  Melepas Fluor sehingga mencegah pertumbuhan bakteri..

(5) c. Pelepasan Fluor.  Pelepasan Fluor meningkat beberapa hari setelah aplikasi tumpatan kemudian menurun pada minggu pertama setelah aplikasi, dan mulai stabil pada 2 – 3 bulan setelah aplikasi.  Pelepasan Fluor dipengaruhi oleh jumlah fluor yang tersedia pada lingkungan rongga mulut, sehingga pada kondisi fluor lingkungan yang tinggi fluor akan ditarik kembali ke dalam semen (Fluor reservoir). d. Kelarutan (Solubility).  Tingkat kelarutan GIC lebih rendah daripada Zinc Phosphate, Zinc Polycarboxylate, semen silikat tetapi lebih tinggi daripada semen berbahan resin.  Resin Glass Ionomer yang telah dimodifikasi lebih tahan terhadap kelarutan dibandingkan dengan autocure Glass Ionomer. e. Resistensi terhadap fraktur.  Lebih rentran terhadap fraktur bila dibandingkan dengan komposit dan amalgam.  Resin Glass Ionomer yang telah dimodifikasi lebih resisten terhadap fraktur dan hampir sama dengan resin komposit mikrofil. f. Resistensi terhadap abrasi.  Daya tahan GIC terhadap abrasi lebih rendah daripada komposit.  Saat terjadi abrasi, sebagian matriks hilang/terkikis sehingga terjadi internal porosity oleh karena tereksposnya partikel glass. g. Warna dan translusensi.  Pada jenis restorasi estetis, warna dan translusensinya baik.  Apabila warna dan translusensi dinilai kurang dapat dilapisi dengan resin komposit (sandwich). h. Radioopasitas.  Lebih radiopak dari dentin dan email..

(6) Klasifikasi Klasifikasi umum berdasarkan penggunaannya adalah2: 1. Tipe I – luting semen. GIC sangat baik digunakan untuk merekatkan mahkota, jembatan, veneer, dan facing lainnya. GIC juga dapat digunakan sebagai liner di bawah komposit. GIC berikatan secara kimia dengan enamel dan dentin, logam mulia, serta restorasi porselen. GIC memiliki translusensi yang baik, warna kekuningan serupa gigi dengan kekuatan kompresif yang tinggi, melepaskan ion Fluor, dan mengurangi sensitivitas gigi karena dapat menjadi dasar restorasi komposit dan melindungi pulpa. GIC berikatan secara mekanis dengan komposit dan mengurangi insiden terjadinya kebocoran mikro. Manipulasi mudah dan memiliki flow yang baik. Contoh GIC sebagai luting: 1. GC Fuji I / GC Gold Label I (Glass Ionomer Luting Cement). 2. GC Fuji PLUS (Radiopaque Reinforce Glass Ionomer Luting Cement).

(7) 3. GC FujiCEM. Paste Pack Dispenser. Keunggulan :  Dapat diterima jaringan pulpa dan gusi.  Menghilangkan risiko sensitivitas paska perawatan.  Menghilangkan sensitivitas terhadap kelembaban secara menyeluruh.  Adhesi yang sempurna.  Penutupan tepi yang tahan lama.  Waktu kerja panjang, pengadukan mudah, dan penanganan yang nyaman.  Partikel kecil mempermudah pengaturan letak restorasi (crown).  Proses pengerasan cepat.  Radiopasitas sangat baik.  Memudahkan diagnosa paska perawatan.  Melepaskan fluor secara kontinu dalam jangka panjang.  Sifat mekanikal sama dengan resin semen.  Melekat pada struktur gigi.  Melekat dengan baik pada metal, resin, dan silanated-porcelain.  Film thickness minimal.  Pemasangan mudah dan lebih tepat.  Kelarutan sangat rendah.  Hasil klinis optimal..

(8) Contoh aplikasi GIC sebagai luting: Gigi 46 yang telah dipreparasi membentuk inti yang dipersiapkan untuk menerima perawatan mahkota.. GIC tipe luting diaplikasikan di bagian dalam mahkota porcelain fused to metal sebagai restorasi gigi 46.. Penempatan mahkota porcelain fused to metal pada gigi 46, kemudian pasien diinstruksikan untuk mengigit kapas/tampon selama + 2,5 menit memberi waktu GIC untuk mengeras.. Setelah GIC mengeras, dilakukan proses light curing pada kelebihan GIC.. Setelah proses light curing, pembuangan kelebihan GIC dilakukan dengan instrumen tangan.. Restorasi mahkota porcelain fused to metal pada gigi 46 telah selesai dilakukan dengan menggunakan GIC sebagai luting..

(9) 2. Tipe II – restorasi. a. Intermediate restoration. Karena sifat adhesi dan estetik yang baik, GIC juga digunakan secara luas sebagai bahan restorasi gigi, baik mahkota maupun akar. Contoh GIC sebagai bahan restorasi: 1. GC Fuji II / GC Gold Label II (Glass Ionomer Restorative Cement). 2. Light Cured Glas Ionomer Cement GC Fuji II LC. 3. GC Fuji IX GP / GC Gold Label IX GP.

(10) 4. GC Fuji IX GP tipe FAST. Keunggulan :  Tahan terhadap kelembaban.  Stabil dan tahan lama di dalam mulut.  Penutupan tepi sempurna.  Radiopasitas baik – memudahkan diagnosa paska perawatan.  Melekat secara kimiawi pada dentin dan email.  Tidak perlu etsa dan bonding.  Hidrofilik.  Tidak memerlukan rubber dam dalam pengerjaannya.  Partikel lebih halus.  Filler lebih banyak.  Sangat estetis dan hasil poles sangat bagus sehingga menghasilkan ketahanan terhadap abrasi.  Teknik preparasi minimal, memelihara jaringan sehat sebanyak mungkin.  Pembentukan pada kavitas mudah.  Tidak perlu penempatan berlapis dalam penempatan bahan dalam kavitas.  Waktu setting lebih pendek.  Finishing akhir dapat dilakukan setelah 3 menit dari mulai pengadukan.  Konsistensi lebih kental.  Untuk mempermudah pemadatan..

(11) Contoh aplikasi GIC sebagai bahan restorasi: Gigi 27 dengan karies pada bagian disto oklual.. Kavitas yang terbentuk setelah proses pembuangan jaringan karies selesai dilakukan.. Restorasi selesai dilakukan.. b. ART (Atraumatic Restorative Treatment). Diperkenalkan oleh WHO dan merupakan metode perawatan karies yang awalnya dikembangkan pada negara-negara ketiga yang memiliki SDM dan fasilitas yang kurang namun kebutuhan akan perawatan yang tinggi. Teknik ini menggunakan instrument tangan untuk membuang jaringan karies dan setelah itu baru dilakukan penumpatan menggunakan GIC yang telah dimodifikasi untuk dapat meningkatkan kekuatannya agar mampu menahan beban kunyah. Contoh GIC sebagai bahan ART: GC Fuji IX ART (High Strength Glass Ionomer Restorative).

(12) Keunggulan :  Spesial dibuat untuk teknik ART, teknik perawatan gigi atraumatik dengan biaya rendah.  Cukup menggunakan peralatan instrumen ART yang mudah dibawa dalam perjalanan, bahkan untuk melakukan perawatan di daerah pedalaman.  Viskositas yang sangat bagus.  Compressive. strength. yang. tinggi. meningkatkan. daya. tahan. dan. memungkinkan utuk digunakan pada gigi posterior.  Berikatan secara kimiawi pada struktur gigi.  Melepaskan ion Fluor sehingga mencegah terjadinya karies.  Tidak ada pengkerutan karena koefisien thermal expansion sama dengan gigi. Contoh aplikasi GIC sebagai ART :. GIC sebagai bahan restorasi ART pada kasus karies klas V.. c. Restorasi pada gigi sulung. Karena sifatnya yang mampu melepas Fluor dan membutuhkan preparasi kavitas yang minimal, GIC dipilih sebagai bahan restorasi gigi sulung. Restorasi gigi sulung berbeda dengan gigi permanen oleh karena keterbatasan usia restorasi pada gigi sulung dan tekanan kunyah yang lebih kecil. Contoh GIC sebagai bahan restorasi:.

(13) Keunggulan :  Partikel lebih halus.  Filler lebih banyak.  Radiopasitas baik.  Melekat pada struktur gigi.  Sangat estetis dan hasil poles sangat bagus sehingga menghasilkan ketahanan terhadap abrasi.  Memudahkan diagnosa paska perawatan.  Tidak perlu etsa dan maupun bonding.. GIC sebagai bahan restorasi anterior gigi sulung pada kasus Nursing Bottle Caries.. 3. Tipe III – Liner dan basis. GIC. memiliki. beberapa. kelebihan. sebagai. liner. oleh. karena. kemampuannya berikatan dengan dentin dan enamel serta melepas Fluor yang tidak hanya mencegah karies dan meminimalisir terbentuknya karies sekunder, tetapi juga merangsang pembentukan dentin sekunder. GIC dapat digunakan sebagai liner di bawah resin komposit dan amalgam. Contoh bahan GIC:.

(14) Keunggulan :  Partikel lebih halus.  Filler lebih banyak.  Radiopasitas baik.  Melekat pada struktur gigi.  Sangat estetis dan hasil poles sangat bagus sehingga menghasilkan ketahanan terhadap abrasi.  Memudahkan diagnosa paska perawatan.  Tidak perlu etsa dan maupun bonding.. Kavitas klas II MOD (kiri), aplikasi GIC sebagai basis (tengah), pasca restorasi (kanan).. 4. Tipe IV – Fissure Sealants. GIC dicampur membentuk konsistensi yang cenderung cair sehingga mampu mengalir ke dalam pit dan fissure gigi posterior. GIC mampu mengalir ke dalam fissure yang memiliki lebar kurang dari 100µm. Contoh GIC sebagai Fissure Sealants: GC Fuji VII (Command Set-Radioplaque Glass Ionomer Protection Material).

(15) Keunggulan :  Dapat diaplikasikan meskipun pada kondisi lembab.  Untuk melindungi permukaan gigi yang sedang erupsi/sebagian masih tertutup gusi, yang rawan karies.  Tidak mengandung resin.  Melekat secara kimiawi pada permukaan gigi.  Tanpa etsa, tanpa bonding.  Pengerasan bisa dipilih, auto cure atau light cure.  Warna pink, mudah terlihat untuk control.  Viskositas rendah, mudah diaplikasikan.  Melepaskan Fluor dalam kadar yang sangat tinggi.. Molar dengan fissure yang rentan terhadap karies (kiri). Setelah perawatan fissure sealant menggunakan GIC (kanan).. 5. Tipe V – Orthodontic cements. GIC memiliki beberapa kelebihan, yaitu GIC berikatan secara langsung dengan jaringan gigi karena interaksi ion poliakrilat terhadap kristal-kristal hidroksiapatit sehingga tahapan etsa asam dapat dihindari. GIC juga mempunyai efek antikaries karena mampu melepaskan Fluor. Akan tetapi penggunaannya dalam melekatkan bracket terbatas diakibatkan kekuatan perlekatannya yang relatif lebih lemah..

(16) Contoh GIC sebagai Orthodontic cements: GC Fuji ORTHO™ LC (Light-Cured Resin Reinforced Orthodontic Cement). Keunggulan :  Tersedia dalam kemasan kapsul.  Dapat diaplikasikan meskipun pada kondisi lembab.  Light Cure selama 10 detik.  Melepaskan Fluor secara kontinu.. 6. Tipe VI – Core build up. Beberapa dokter gigi memilih GIC oleh karena mudah dalam manipulasi dan penempatan, perlekatan, pelepasan Fluor. Beberapa GIC yang mengandung perak (the cermet, Ketac Silver), atau GIC “the miracle mix”, dan unreacted amalgam alloy telah semakin digemari oleh karena kandungan Silver-nya yang mampu meningkatkan sifat fisik dan mekanisnya. Contoh bahan GIC: 1. GC Fuji IX GP / GC Gold Label IX GP.

(17) 2. GC Fuji IX GP tipe FAST. Keunggulan :  Tahan abrasi.  Tidak memerlukan rubber dam dalam pengerjaannya.  Melekat secara kimiawi pada dentin dan email.  Tidak memerlukan etsa dan bonding.  Teknik preparasi minimal, memelihara jaringan sehat sebanyak mungkin.  Pembentukan pada kavitas mudah.  Tidak perlu penempatan berlapis dalam penempatan bahan dalam kavitas.  Radiopasitas baik – membantu diagnosa paska perawatan.  Daya tahan lebih lama..

(18) Contoh aplikasi GIC pada kasus pembuatan inti restorasi: Kavitas yang terbentuk setelah proses pembuangan jaringan karies selesai dilakukan pada gigi 34. Preparasi juga dilakukan pada sekeliling gigi yang dipersiapkan untuk restorasi mahkota.. GIC diletakkan di dalam kavitas.. Dilakukan proses light curing.. Inti Gigi 34 telah selesai dibentuk dan siap untuk dilakukan perawatan mahkota.. Generasi GIC dari tahun ke tahun4: 1. GIC generasi pertama GIC dikembangkan oleh karena adanya ketidakpuasan dari penampilan klinis semen silikat. Wilson dkk. meneliti semen silikat dan menyatakan bahwa semen silikat sudah tidak bisa dikembangkan lagi. Mereka kemudian mencoba melakukan pencampuran bubuk dari semen silikat dengan berbagai cairan asam, termasuk asam poliakrilat. Pasta semen yang dihasilkan ternyata hampir tidak dapat dikerjakan, mengeras terlalu lama, dan mudah rusak oleh karena hidrolisis. Kekurangan bahan ini adalah reaktivitas glass terhadap polimer yang rendah. Penelitian dilakukan terhadap berbagai variasi glass dan menunjukkan bahwa reaktivitasnya tergantung pada jumlah kandungan aluminium dan silikat..

(19) Perbandingan jumlah bubuk dan cairan asam menentukan bentuk glass dan oleh karena reaksi antara bubuk dan cairan merupakan reaksi berbasis asam, maka peningkatan jumlah bubuk pada campuran juga dapat meningkatkan laju reaksi pengerasannya.. 2. GIC generasi kedua (water hardening GIC). Konvensional GIC diperkenalkan dalam bentuk bubuk dan cairan asam (Polyacid). Kelemahannya adalah ketika Polyacid dalam bentuk larutan, peningkatan berat molekul atau konsentrasi juga akan meningkatkan kekentalan cairan sehingga semen menjadi semakin susah dimanipulasi. Hal ini diatasi dengan menambahkan asam poliakrilat padat yang dicampur merata pada bubuk GIC sehingga cairan semen GIC diganti menjadi air atau asam tartar yang dilarutkan ke dalam air. Semen ini disebut sebagai water mixed atau water hardened cements. Kelebihan bahan ini adalah rendahnya kekentalan pada saat awal pencampurannya, memperpanjang waktu kadaluarsa cairan karena tidak ada kemungkinan terjadinya gelasi, dan peningkatan kekuatan karena berat molekul dan konsentrasi asam dapat ditingkatkan.. 3. Reinforced GIC. Konvensional GIC telah sukses sebagai bahan restorasi estetik pada kavitas dengan tekanan rendah, misalnya pada restorasi klas V oleh karena erosi, klas III, dan sebagai pit dan fissure sealants. Tetapi kekuatan tensile yang rendah oleh karena formulasi dasarnya (7 – 15 MPa) membuat semen tidak sesuai untuk digunakan pada kavitas dengan tekanan yang besar seperti restorasi klas II. Semen harus ditingkatkan kekuatannya untuk dapat diaplikasikan pada keadaan yang lebih bervariasi. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kekuatannya dengan cara memodifikasi komposisi kimianya: a. Disperse – phase glasses. Wilson dkk. meneliti bahwa kekuatan bentukan glass jernih lebih lemah daripada glass yang mengandung butiran yang tersebar di dalamnya. Prosser dkk. (1986) melakukan pembuatan glass dengan penyebaran sejumlah kristalit di.

(20) dalamnya untuk meningkatkan kekuatannya. Bahan yang ditambahkan antara lain adalah: Corundum (Al203), Rutile (TiO2), Baddeleyite (ZrO2), dan Tielite (Al2TiO5). b. Fibre reinforced glasses. Penambahan campuran serat alumina dengan serat-serat lainnya, seperti glass, silica, carbon, pada bubuk glass yang telah ada dengan perbandingan yang disesuaikan bertujuan untuk menambah flexural strength bahan. c. Metal reinforced glass ionomer cement. Penambahan bubuk metal atau serat dapat meningkatkan kekuatan bahan. Sced dan Wilson menemukan bahwa serat logam sangat baik digunakan untuk meningkatkan flexural strength bahan. Simmon menambahkan pencampuran bubuk alloy amalgam ke delam semen sehingga menjadi suatu bahan baru dengan sebutan “miracle mix”. Penggunaannya untuk pembuatan inti restorasi dan untuk perawatan pada rongga mulut dengan insiden karies yang tinggi, tetapi sifat estetis bahan ini kurang baik.. d. Cermet – ionomer cements. Solusi terhadap peningkatan daya tahan abrasi bahan ditemukan oleh McLean dan Gasser dengan cara meleburkan logam dan bubuk glass secara bersamaan sehingga didapatkan suatu ikatan yang kuat, bahan ini dinamakan Cermet. Setelah beberapa percobaan didapatkan bahwa emas dan perak.

(21) merupakan bahan yang paling sesuai. Cermet – ionomer cements memiliki daya tahan terhadap abrasi yang sangat tinggi dan flexural strength yang lebih besar daripada GIC.. Ketac™ Cem Maxicap™. 4. Resin modified glass ionomers cement. Di samping semua perbaikan yang dilakukan, dua masalah utama GIC masih tetap timbul, yaitu sensitif terhadap kelembaban dan kurang sempurnanya proses curing. Beberapa upaya dilakukan dengan cara mencampurkan GIC dengan resin komposit untuk mengatasi masalah tersebut. Pada akhir tahun 1980an dan awal tahun 1990-an sebuah light cured GIC mulai diperkenalkan ke pasaran. Pada bahan baru ini, reaksi pengerasan berbasis asam disempurnakan dengan proses curing tambahan dengan penyinaran atau kimia. Bahan ini disebut sebagai dual-cure bila polimerisasi hanya terjadi pada satu tahap, tetapi bila polimerisasi terjadi dalam dua tahap, maka disebut sebagai tri-cure cements. Bahan ini dinamakan sebagai resin modified glass ionomer cements atau hybrid ionomers. Bahan ini merupakan GIC dengan penambahan resin hydroxyethyl methacrylate (HEMA) atau Bis – GMA pada cairannya. Kelebihan bahan ini adalah waktu kerja yang lebih lama, pengerasan yang sempurna karena adanya teknik light curing, adaptasi dan adhesi yang bagus, pelepasan ion Fluor, estetik yang bagus menyerupai komposit, dan kekuatan bahan yang baik. Tetapi beberapa kelemahan seperti kontraksi selama pengerasan dan keterbatasan penetrasi cahaya pada light curing terutama karena opasitasnya masih ada..

(22) GC Fuji Filling LC. 5. Highly viscous conventional glass ionomer cement. GIC ini sangatlah baik sebagai bahan ART (Atraumatic Restorative Treatment) oleh karena sifat adhesif dan pelepasan Fluor-nya. Dengan teknik ini, GIC diaplikasikan dengan penekanan ke dalam pit dan fissure serta karies yang telah diekskavasi. Lain halnya dengan pada sealant berbahan dasar resin yang dapat memiliki sifat alir yang tinggi. Untuk memungkinkan aplikasi bahan pada keadaan dimana restorasi amalgam diindikasikan, maka dikembangkan highly viscous conventional glass ionomer cement. Contohnya adalah Fuji IX dan Ketac Molar. Bahan ini berpolimerisasi dengan reaksi kimia konvensional tetapi memiliki sifat yang bahkan melebihi resin modified GIC. Sesaat setelah GIC sebagai bahan restorasi gigi posterior (ART) populer di masyarakat, GIC dikembangkan sebagai bahan restorasi gigi anterior. Contoh GIC: 1. GC Fuji IX GP / GC Gold Label IX GP.

(23) 2.. GC Fuji IX GP tipe FAST. Manipulasi5 1. Peralatan. Peralatan yang dibutuhkan terdiri dari: 1.. polymer paper pad, atau. 2.. sebuah glass mixing slab,. 3.. sebuah spatula, dan. 4.. 1 set bubuk dan cairan GIC.. 4. 2. 3 1. 2. Bubuk dan Cairan. Perbandingan normalnya adalah satu sendok bubuk terhadap dua tetes cairan. Untuk basis, rasio bubuk ditambah untuk mendapatkan konsistensi yang lebih kental. Untuk pembagian yang akurat, kocok botol bubuk GIC untuk meratakan bubuknya dan ambil satu sendok dan geser pada bibir botol untuk membuang kelebihan bubuk sehingga pas pada sendoknya tanpa dilakukan.

(24) pemampatan. Pastikan untuk memegang botol cairan secara vertikal ketika meneteskan cairan sehingga didapatkan hasil yang tepat dan homogen.. 3. Pencampuran Seluruh bubuk dicampur ke arah cairan dalam 2 atau 3 bagian besar. Setiap bagian bubuk harus dicampur ke dalam cairan sekaligus. Untuk memperpanjang working time, dapat dilakukan pencampuran di atas glass slab yang dingin dan kering. Pada suhu ruangan, pencampuran harus selesai dalam 60 detik. 4. Karakteristik hasil campuran yang sempura. Konsistensi yng tepat didapatkan bila bahan dapat diangkat dengan spatula dan terputus pada jarak 3,5 cm.. Restorasi Sandwich Restorasi sandwich dengan menggunakan bahan konvensional GIC mulai diperkenalkan pada awal tahun 1990-an. Tujuannya adalah untuk mengurangi efek kontraksi pada komposit. Teknik ini direkomendasikan secara khusus pada pasien dengan resiko karies yang tinggi oleh karena kemampuan GIC untuk melepaskan Fluor secara berkala. Tetapi teknik tersebut menunjukkan rata-rata kegagalan klinis yang tinggi pada awalnya, sekitar 13 – 35% setelah 2 tahun dan 75% setelah 6 tahun. Penyebab utama kegagalan adalah larutnya sebagian atau seluruh GIC dan patahnya resin komposit. Oleh karena itu, teknik restorasi sandwich menggunakan resin-modified glass ionomer cement, polyacid-modified resin composite, atau flowable resin composite sangat dianjurkan. Bahan-bahan.

(25) tersebut dapat berfungsi sebagai stress-absorbing barrier oleh karena modulus elastisitasnya yang rendah serta dapat mengurangi patahnya restorasi dengan sedikit kelarutan semen7. Dikenal 2 macam teknik restorasi sandwich, yaitu open-sandwich dan close-sandwich. Restorasi open-sandwich merupakan indikasi pada kavitas klas II dan klas V dengan batas dinding gingiva melewati cemento-enamel junction (CEJ). Glas ionomer diaplikasikan pada dasar restorasi bagian proksimal dan resin komposit diaplikasikan di atasnya, membentuk retorasi klas II. Pada teknik ini, glass ionomer pada bagian proksimal tidak terlindungi oleh resin komposit dan berhubungan langsung dengan lingkungan rongga mulut.. Open-sandwich. Sedangkan pada close-sandwich, glass ionomer dibuat sebagai basis pengganti dentin pada kavitas yang cukup dalam. Glass ionomer terlindungi oleh komposit di atasnya dan oleh dinding-dinding kavitas.. Close-sandwich.

(26) Indikasi restorasi sandwich Keadaan klinis yang memungkinkan untuk dibuatkan restorasi direk dengan bahan resin komposit merupakan indikasi pembuatan restorasi sandwich. Contohnya pada kavitas klas II dan klas V yang dinding gingivanya terletak di bawah dentino-enamel junction (DEJ). Pertimbangan ekonomis juga menjadi alasan pemilihan teknik restorasi laminasi. Kendala ekonomis untuk pembutan restorasi indirek menjadi pertimbangan untuk pembuatan restorasi laminasi. Teknik ini juga memungkinkan pengurangan pemakaian resin komposit, sehingga biaya dapat ditekan.. Kontra Indikasi restorasi sandwich Pasien dengan insiden karies yang tinggi dan kebersihan mulut/oral hygiene (OH) yang kurang baik merupakan kontra indikasi perawatan bagi restorasi sandwich8. Contoh kasus penumpatan dengan teknik Sandwich (open)9: Gambaran lesi preoperatif pada proksimal gigi 15 dan 16. Pasien menginginkan restorasi yang sewarna gigi dengan teknik direct.. Pandangan intraoperatif setelah dilakukan pembuangan jaringan karies. Lesi premolar telah mencapai CEJ.. Wedge dari kayu diletakkan di proksimal antara gigi 15 dan 16.. Pemasangan matriks stainless steel melingkari gigi 15 dilakukan setelah pemasangan wedge..

(27) Aplikasi 10% asam poliakrilat untuk menghilangkan smear layer sebelum aplikasi GIC.. Aplikasi Fuji II LC Improved ke dalam kavitas dengan menghindari penempatan pada occlusal cavosurface margins.. Setelah GIC seting, dilakukan etsa pada kavitas menggunakan asam fosfat 37% selama 15 – 30 detik untuk persiapan penumpatan menggunakan resin komposit. Setelah itu dilakukan irigasi dan pengeringan pada kavitas. Pengulasan bonding pada kavitas yang telah dietsa kemudian dilakukan penyinaran selama 20 detik.. Aplikasi resin komposit selapis demi selapis pada kavitas dan lakukan penyinaran selama 40 – 60 detik pada setiap inkremen untuk mendapatkan polimerisasi yang sempurna. Matriks dan wedge diangkat, kelebihan komposit dibuang dengan menggunakan finishing disks.. Dilakukan polishing pada untuk menyempurnakan bentukan mahkota dan oklusal.. Restorasi sandwich telah selesai dilakukan pada gigi 15..

(28) Tahapan pekerjaan yang sama juga dilakukan pada gigi 16, mulai dari penempatan wedge dan matriks, aplikasi asam polikarilat, GIC, etsa, bonding, resin komposit, pembuangan bahan berlebih menggunakan finishing disks dan polishing. Restorasi sandwich telah selesai dilakukan pada gigi 16.. Gambaran post-operatif 26 bulan setelah dilakukan penumpatan dengan teknik sandwich pada gigi 15 dan 16..

(29) Daftar Bacaan. 1. John, Martin. 2006. Clinical Evaluation of Glass-Ionomer Cement Restorations. J Appl Oral Sci. 2006;14(sp.issue):10-3. 2. Anonim.. 2010.. Glass. Ionomer. Cement.. http://en.wikipedia.org/wiki/.. Wikimedia Foundation, Inc. Taken at Januari 13th, 2010, 15.46 WIB. 3. Charlton,. David. G.. 2000.. Glass. Ionomer. Cements.. th. http://airforcemedicine.afms.mil. Taken at Januari 22 , 2010, 01.20 WIB 4. Upadhya, Nagaraja P. dan Kishore G. 2005. Glass Ionomer Cement – The Different Generations. Trends Biomater. Artif. Organs, Vol 18 (2), January 2005. http://www.sbaoi.org/. Taken at Januari 14th, 2010, 09.17 WIB. 5. Anonim. 2007. Preparation and Usage of Glass Ionomer Cement. Parts Hangar, Inc. http://www.tpub.com/. Taken at Januari 28th, 2010, 22.42 WIB. 6. Anonim. 2003. Produk Catalogue GC. Cobra Denta. 7. Lindberg, Anders. 2005. Resin Composites: Sandwich Restorations and Curing Techniques. Department of Dental Hygienist Education, Faculty of Medicine. Umeå University, Sweden. 8. Dharsono, Hendra Dian Adhita. 2003. Restorasi Resin Komposit dengan Teknik Laminasi. http://www.akademik.unsri.ac.id/.. Taken at Januari 17th,. 2010, 11.51 WIB. 9. Liebenberg, William. 2005. Return to the Resin-Modified Glass–Ionomer Cement Sandwich Technique. JCDA November 2005, Vol. 71, No. 10. http://www.cda-adc.ca/jcda/. Taken at Februari 2nd, 2010, 05.42 WIB..

(30)

Referensi

Dokumen terkait