• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPOGLIKEMIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIPOGLIKEMIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

HIPOGLIKEMIA 2.1 Pendahuluan

. Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik dan lengkap tanpa menyebutkan bebas dari hipoglikemia. Dokter dan tenaga kesehatan yang lain harus memahami benar tentang hal ini dan pasien diabetes serta keluarganya harus diberi informasi tentang masalah hipoglikemia. Resiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, dimana kadar insulin diantara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.1

Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Karena otak hanya menyimpan glukosa dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi system saraf pusat, gangguan kognisi dan koma.1

Dalam keadaan puasa dan makan, istirahat dan aktivitas jasmani, masuknya glukosa kesirkulasi serta ambilan dari sirkulasi sangat bervariasi. Untuk mempertahankan kadar glukosa plasma dalam rentang batas yang sempit terdapat mekanisme yang sangat peka dan tereraborasi. Kadar glukosa plasma yang tinggi mengganggu keseimbangan air dijaringan, menimbulkan glukosuria dan meningkatkan glikosilasi jaringan, sebaliknya kadar yang terlalu rendah menyebabkan disfungsi otak, koma dan kematian. Pada individu normal yang sehat, hipoglikemia yang sampai menimbulkan gangguan kognitif yang bermakna tidak terjadi karena mekanisme homeostatis glukosa endogen berfungsi dengan efektif.1 Secara klinis masalah hipoglikemia timbul karena pada diabetes dan akibat terapi mekanisme homeostatis endogen tersebut terganggu.1,2

(2)

12 2.2 Definisi, Diagnosis dan Klasifikasi

1. Definisi dan diagnosis

Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah normal.1 kadar glukosa darah < 60mg/dl atau kadar glukosa darah <80 mg/dl dengan gejala klinis.3 Walaupun kadar glukosa plasmapuasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar < 108 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relative lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena.1

Pada individu normal, sesudah puasa semalaman kadar glukosa darah jarang lebih rendah dari 4 mmol/L, tetapi kadar kurang dari 50 mg% (2,8 mmol/L) pernah dilaporkan dijumpai sesudah puasa yang berlangsung lebih lama.1

Hipoglikemia spontan yang patologis mengkin terjadi pada tumor yang mensekresi insulin atau insulin-like growth factor (IGF). Dalam hal ini diagnosis hipoglikemia ditegakkan bial kadar glukosa < 50 mg% atau bahkan 40 mg%. Walaupun demikian berbagai studi fisiologis menunjukkan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55 mg% (3 mmol/L). lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55 mg% yang terjadi berulang kali merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat.1Gejala hipoglikemi dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang.4

Respon regulasi non pakreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar glukosa darah 63-65 mg% (3,5-3,6 mmol/L). oleh sebab itu, dalam konteks terapi diabetes, diagnose hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma ≤ 63 mg% (3,5 mmol/L).1

2. Klasifikasi

Pada diabetes, hipoglikemia juga didefinisikan sesuai dengan gambarab klinisnya. Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dari Triad Whipple merupakan panduan klasifikasi klinis hipoglikemia yang bermanfaat. Triad tersebut meliputi : 1,2

(3)

13 b. Kadar glukosa darah yang rendah (< 3 mmol/L, hipoglikemia pada diabetes).

c. Hilangnya secara cepat keluhan-keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.

Akan tetapi pada pasien diabetes dan insulinoma dapat kehilangan kemampuannya untuk menunjukkan atau menddeteksi keluhan dini hipoglikemia. Dengan menambah criteria klinis pada pasien diabetes yang mendapat terapi, hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang dan berat (tabel 1).1

Tabel 1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut.1 Ringan

Sedang

Berat

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata. Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.

Sering (tidak selalu) tidak simtomatik, karena ganguan kognitif pasien tidak mampu mengatasi sendiri.

2.3 Epidemiologi

Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekerapan kejadian hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat bermanfaat untuk mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh berbagai regimen terapi terhadap timbulnya hipoglikemia dan cirri-ciri klinik yang menyebabkan pasien beresiko dapat dibandingkan. Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya dengan kriteria yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia yang berat didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1

(4)

14 Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai konsukuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian, hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial dapat diikuti kejadian hipoglikemia yang lebih berat.1

2.4 Penyebab Hipoglikemia

Pada pasien diabetes hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, naik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena obat yang menyebabkan meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonylurea. Oleh sebab itu dijumpai saat-saat dan keadaan tertentu dimana pasien diabetes mungkinakan mengalami kejadian hipoglikemia. Sampai saat ini pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat menirukan pola sekresi insulin yang fisiologis. Makan akan meningkatkan glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncak sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat, bila diberikan subkutan belum mampu menirukan kecepatan peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insuli 1-2 jam sesudah disuntikan. Oleh sebab itu pasien rentan terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya. Oleh seba itu waktu dimana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan malam hari.1

Hampir setiap pasien yang mendapat terapi insulin dan sebagian besar pasien yang mendapat sulfonylurea, pernah mengalami keadaan dimana kadar insulin disirkulasi tetap tinggi sementara kadar glukosa darah sudah dibawah normal. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulindengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat), pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar glukosa darah, tanda-tanda dini hipoglikemia dan cara penanggulangannya. Resiko hipoglikemia terkait dengan penggunaan sulfonylurea dan insulin.1

Pada pasien diabetes tipe 2 kejadian hipoglikemia berat jauh lebih sedikit. Dari the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), pada kadar HbA1c yang setara dengan DCCT dalam 10 tahun pertama kejadian hipoglikemia berat dengan terapi klorpropamid timbul pada 0,4%, glibenklamid 0,6% dan insulin 2,3%. Kejadian hipoglikemia berat juga meningkat dengan penggunaan insulin yang makin lama.1

(5)

15 Tabel 2. Faktor Yang Merupakan Predisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia1

Berbagai faktor yang merupakan predisposisi atau presipitasi hipoglikemia adalah : 1. Kadar insulin yang berlebihan

 Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien ; ketidaksesuaian dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup.

 Peningkatan bioavabilitas insulin : absorbs yang lebih cepat (aktivitas jasmani), suntik diperut, perubahan ke human insulin ; antibody insulin ; gagal ginjal..

2. Peningkatan sensitivitas insulin

 Defisiensi hormone counter-regulatory : penyakit Addison ; hipopituitarisme  Penurunan berat badan

 Latihan jasmani, postpartum ; variasi siklus menstruasi. 3. Asupan karbohidrat kurang

 Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang  Diet slimming, anoreksia nervosa

 Muntah, gastroparesis  Menyusui

4. Lain-lain

 Absorpsi yang cepat, pemulihan glikogen otot

 Alcohol, obat (salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja sulfonylurea ; penyekat β non selektif, pentamidin)

2.5 Proteksi Fisiologi Melawan Hipoglikemia

Mekanisme kontra regulator. Glukagon dan epinefrin merupakan 2 hormon yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dihati. Glukagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epineferin selain meningkatkan

(6)

16 glikogenolisis dan glukoneogenesis dihati juga menyebabkan lipolisis dijaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis diotot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino merupakan bahan baku glukogenesis.1

Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis diginjal yang pada keadaan tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang berat, walaupun kecil hati juga menunjukkan kemampuan otoregulasi.1

Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin dijaringa perifer serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone dan kortisol pada individu menimbulkan hipoglikemia yang umumnya ringan.1

Bila sekresi glukagon dihambat secara farmakologis, pemulihan kadar glukosa setelah hipoglikemia yang diinduksi insulin berkurang sekitar 40%. Bila sekresi glukagon dan epinefrin dihambat sekaligus pemulihan glukosa tidak terjadi.1

Sel β pancreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi insulin dan turunnya kadar insulin didalam sel β berperan dalam sekresi glikagon oleh sel α. Studi eksperimental pada hewan menunjukkan bahwa respon fisiologi utama terhadap hipoglikemia terletak dineuron hipotalamus ventromedial (VMH). Neuron-neuron di VMH responsive terhadap glukosa, sebagian responsive terhadap hipoglikemia.1

Neuron-neuron tersebut diproyeksi kearea yang berkaitan dengan aktivitas pituitary adrenal dan system simpatis. Tampaknya respon fisiologiutama terhadap hipoglikemia terjadi sesudah neuron-neuron di VMH yang sensitive terhadapglukosa teraktivasi dan kemudian mengaktifkan system saraf otonomik dan melepaskan hormone-hormon kontra regulator.1

2.6 Keluhan dan Gejala Hipoglikemi

Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan system saraf pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan yang lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energy alternative, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang

(7)

17 disebabkan oleh insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energy alternative.1

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, responfisiologi terhadap glukosa darah tidak hanya membatasi makinparahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan keluarganya belajar mengenai keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera melakukan tindakan-tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk karbohidrat “refined” yang lain. Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi pasien diabetes yang mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah normal atau mendekati normal. Terdapat keluhan yang menonjol diantara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai komponen fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.1

Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akutyang sering dijumpai pada pasien diabetes.1.3

Otonomik Neuroglikopenik Malaise

Berkeringat Jantung berdebar Tremor Lapar Bingung Mengantuk Sulit berbicara Inkoordinasi

Perilaku yang berbeda Gangguan visual Parestesi

Mual

Sakit kepala

Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat yang lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma.sakit kepala dan mual mungkin bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif aktivasi system saraf otonomik. 1

(8)

18 Gambar 1. Patofisiologi hipoglikemia.5

2.7 Pengenalan hipoglikemia

Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah peningkatan akut sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin): batas glukosa tersebut adalah 65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin menunjukkan aktivasi system simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik mulai tampak. Fungsi kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi psikomotor yang lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada individu yang masih mempunyai kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal terjadi sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul pasien-pasien tersebut tetap sadar yang mempunyai kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang diperlukan.1

(9)

19 Gambar 2. Koma hipoglikemia.3

2.8 Hipoglikemi Yang Tidak Disadari (UNAWARENESS)

1. Kegagalan respon proteksi fisiologis dan timbulnya hipoglikemia yang tidak disadari.

Walaupun dengan derajat yang berbeda-beda, hampir semua pasien diabetes yang mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap hipoglikemia yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut umumnya ringan.1

Pada diagnose DM dibuat, respon glukosa terhadap hipoglikemia umumnya normal. Pada pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 1-2 tahun dan sesudah 5 tahun hamper semua pasien mengalami gangguan atau kehilangan respon. Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui pasti tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau kendali glukosa darah yang ketat. Sel a secara selektif gagal mendeteksi adanya hipoglikemia dan tidak dapat menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk mensekresi glukagon, walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh perangsang lain seperti alanin.

(10)

20 Hipotesis yang paling meyakinkan adalah gangguan tersebut timbul akibat terputusnya

paracrine-insulin cross-talk didalam islet cell, akibat produksi insulin endogen yang turun.1

Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon epinefrin terhadap rangsangan yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti pada gangguan respon glucagon, kelainan tersebut merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif.1

Pasien diabetes dengan respon glucagon dan epinefrin yang berkurang paling rentan terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari karena hilangnya glucose counter regulation dan gangguan respon simpatoadrenal.1

2. Hipoglikemia yang tidak disadari

Merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat terapi insulin. Segi epidemiologis melaporkan sekitar 25% pasien DMT 1 mengalami kesulitan mengenal hipoglikemia yang menetap atau berselang seling. Kemampuan mengenal hipoglikemia mungkin tidak absolute dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial juga dijumpai. Dari sekitar 25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak mengalami hipoglikemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal hipoglikemia. Bila didapatkan hipoglikemia yang tidak didasari kemungkinan pasien mengalami episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat, peningkatan tersebut juga terjadi pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut selayaknya tidak diberikan terapi yang intensif, tidak diizinkan untuk memiliki izin mengemudi dan juga tidak diperkenankan untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien selayaknya juga diberikan tentang kemungkinan terjadinya hipoglikemia yang berat dan cara penanggulanganya. Berbagai keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari dapat dilihat dalam tabel 4.1

Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari (Heller, 2003)

Keadaan klinis Kemungkinan mekanisme

Diabetes yang lama

Kendali metabolic yang ketat

 Tidak diketahui

 Hipoglikemia yang berulang merusak neuron glukosensitif

 Regurgitasi transport glukosa neuronal yang meningkat

(11)

21 Alcohol

Episode nocturnal

Usia muda (anak)

Usia lanjut

 Peningkatan kortisol dengan akibat gangguan jalur utama transmisi neuron

 Penekanan respon otonomi respon  Gangguan kognisi

 Tidur menyebabkan gejala awal hipoglikemia tidak diketahui

 Posisi berbaring mengurangi respon simpatoadrenal

 Kemampuan abstrak belum cukup  Perubahan perilaku

 Gangguan kognisi

 Respon otonomik berkurang  Sensitivitas adrenergic berkurang 3. Alcohol

Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahayanya alcohol. Alcohol meningkatkan kerentanan tehadap hipoglikemia awareness. Episode hipoglikemia sesudah meminum alcohol mungkin lebih lama dan berat dan mungkin karena dianggap mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau kerabatnya.1

4. Usia muda dan usia lanjut

Pasien diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia. Anak umumnya tidak mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan kebiasaan yang kurang teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan menyebabkan hipoglikemia menjadi masalah yang besar bagi anak. Otak yang sedang tumbuh sangat rentan terhadap hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang berulang terutama yang disertai kejang dapat mengganggu kemampuan intelektual anak di kemudian hari.1

Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing atau serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamide. Pada

(12)

22 usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang. Pada otak yang menua gangguan kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.1

Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu ketat dan oleh sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan agar sulfonilurea yang bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT 2yang berusia lanjut.1

Obat penghambat β (β-blocking agent) yang tidak selektif sebaiknya tidak digunakan karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh reseptor β2, penghambat β yang selektif dapat digunakan dengan aman.1

2.9 Terapi Hipoglikemia

Bila hipoglikemia telah terjadi maka pengobatan harus segera dilaksanakan terutama gangguan terhadap otak yang paling sensitive terhadap penurunan glukosa darah. Berdasarkan stadium terapi hipoglikemi:3,4

1. Stadium permulaan (sadar)

Berikan gula murni ± 30 gr (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula dan makanan yang mengandung karbohidrat.

Stop obat hipoglikemi

Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam

Pertahankan GD sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar) Cari penyebab

2. Stadium lanjut (koma hipoglikemi atau tidak sadar + curiga hipoglikemi) a. Berikan larutan dextrose 40% sebanyak 2 flakon (= 50 ml) bolus intravena b. Diberikan cairan dextrose 10% per infuse. 6 jam per kolf

c. Periksa GD sewaktu, kalau memungkinkan dengan glukometer.  Bila GDs < 50 mg/dl, bolus dextrose 40% 50 ml IV

 Bila GDs < 100 mg/dl, tambahbolus dextrose 40% 25ml IV d. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian dextrose 40% :

 Bila GDs < 50 mg/dl , tambah bolus dextrose 40% 50 ml IV  Bila GDs < 100 mg/dl, bolus dextrose 40% 25 ml IV

 Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus dextrose 40%

(13)

23 e. Bila GDs >100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse dextrose 5% atau NaCl 0,9%.

Glukosa oral

Sesudah diagnose hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150-10-200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan non diet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorpsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g karbohidrat kompleks.1

Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan terlalu gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut mungkin dapat dicoba.1

Glukagon intramuscular

Glukagon 1 mg intramuscular dapat diberikan oleh tenaga ni=on professional yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukosa harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia yang diinduksi alcohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektivitas glukagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.1

f. Glukagon intravena

Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.1

(14)

24 Gambar 3. Algoritma tatalaksana hipoglikemi.

KESIMPULAN

Untuk mencegah timbulnya komplikasi menahun, ancaman timbulnya hipoglikemia merupakan faktor limitasi utama dalam kendali glikemia pada pasien DMT 1 dan DMT 2 yang mendapat terapi insulin. Dengan mengenal gejala awal hipoglikemia pasien dan keluarga dapat mencegah kejadian hipoglikemia yang lebih berat. Ketidakmampuan pasien mengenal gejala dini hipoglikemia menyebabkan pasien terhadap kejadian hipoglikemia. Hipoglikemia unawareness timbul akibat gangguan respon fisiologi simpatoadrenal dan sekresi glukagon yang sering didapatkan pada pasien diabetes yang mendapat terapi insulin. Hipoglikemia akut harus segera diterapi dngan pemberian glukosa oral 10-20 g dalam bentuk larutan. Bila glukosa oral tidak dapat diberikan, pemberian glukagon 1 mg IM atau 75-100 ml larutan glukosa intrvena 20% merupakan terapi yang efektif.1

Gambar

Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akutyang sering dijumpai pada pasien diabetes

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian bahwa usahatani nenas Desa Mekarsari sudah sangat sesuai dengan kegiatan usahatani tersebut karena dengan membudidayakan tanaman nenas para

Customer Finance Company.. Peran dan Tanggungjawab Notaris dalam Keputusan Pemegang Saham diluar Rapat Umum ... Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Melalui Jaminan Fidusia dalam

Berdasarkan hasil siklus I bahwa rata-rata klasikal 39% hasil belajar peserta didik dari 28 peserta didik yang tuntas hanya 11 siswa untuk pasing bawah melewati net peserta

Objek penelitian ini adalah heat exchanger tipe shell and tube dengan kemiringan sudut baffle 30° jenis baffle yang digunakan double segmental.. Proses pengujian

Dalam proses inilah peran arsitek dituntut agar dapat menyalurkan dan memadukan berbagai norma dan nilai yang ada dalam masyarakat serta berbagai kekuatan aspek lainnya

Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ lazimnya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan, peneliti dapat menarik kesimpulan tentang analisis kinerja Reksadana Saham Syariah bahwa Reksadana Cipta Syariah