• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GEOLOGI DAN STRATIGRAFI REGIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GEOLOGI DAN STRATIGRAFI REGIONAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GEOLOGI DAN STRATIGRAFI REGIONAL

2.1 Geologi Regional

Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai hydrocarbon province. Cekungan ini terletak diantara Paparan Sunda di Utara, Jalur Perlipatan Bogor di Selatan, daerah pengankatan Karimun Jawa di Timur dan Paparan Pulau Seribu di Barat. Cekungan Jawa Barat Utara (Gambar 2.1) dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah Selatan. Patahan yang berarah Utara-Selatan membagi cekungan menjadi graben atau beberapa sub-basin, yaitu Jatibarang, Pasir Putih, Ciputat, Rangkas Bitung dan beberapa tinggian basement, seperti Arjawinangun, Cimalaya, Pamanukan, Kandanghaur-Waled, Rengasdengklok, dan Tangerang. Menurut Soejono (1989), berdasarkan stratigrafi dan pola strukturnya, serta letaknya yang berada pada pola busur penunjaman dari waktu ke waktu, ternyata Cekungan Jawa Barat Utara telah mengalami beberapa kali fase sedimentasi dan tektonik sejak Eosen sampai dengan sekarang.

Gambar 2.1 Letak Cekungan Jawa Barat bagian Utara

Cekungan Jawa Barat Utara terdiri dari beberapa sub-cekungan (Jatibarang, Ciputat, dan Pasir Putih yang masing-masing dipisahkan satu dengan

(2)

yang lainnya oleh tinggian-tinggian (Pamanukan, Rengasdengklok, Tangerang, dan Arjawigangun). Konfigurasi sub-cekungan dan tinggian-tinggian ini sangat dipengaruhi oleh penyebaran fasies batuan sedimen berumur Tersier baik sebagai batuan induk (Source Rock) maupun sebagai reservoir. Hidrokarbon yang ditemukan di Cekungan Jawa Barat Utara sebagian besar dihasilkan oleh batugamping Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan, Formasi Parigi dan Formasi Jatibarang. Ketebalan sedimen berkisar antara 3000m – 4000m pada sub-cekungan dan kurang dari 1000m pada tinggian-tinggian (Reminton and Nasir, 1986).

2.2 Stratigrafi Regional

Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur mulai kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Sedimen tertua berumur Eosen Tengah, Formasi Jatibarang yang diendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar/basement.

Urutan stratigrafi regional (Gambar 2.2) dari yang paling tua berturut-turut: basement, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah (Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja), Formasi Cibulakan Atas (Massive, Main, Pre-Parigi), Formasi Parigi dan Formasi Cisubuh. Urutan stratigrafinya sebagai berikut:

1. Batuan Dasar

Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur Kapur Tengah sampai Kapur Atas dan batuan Metamorf yang berumur Pra Tersier (Sincalir, et, al, 1995). Lingkungan Pengendapannya merupakan satu permukaan dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk (Koesumadinata, 1980). 2. Formasi Jatibarang ( Formasi Pre-Talang Akar)

Satuan ini merupakan endapan early synrift, terutama dijumpai dibagian tengah dan Timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian Barat cekungan ini kenampakan Formasi Jatibarang tidak banyak (sangat tipis) dijumpai. Formasi ini terdiri dari tuff, breksi, aglomerat, dan konglomerat alas. Formasi ini diendapkan pada fasies fluvial. Umur formasi ini adalah

(3)

Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Pada beberapa tempat di Formasi ini ditemukan minyak dan gas pada rekahan-rekahan tuff (Budiyanti, et. al,1991).

3. Formasi Talang Akar

Formasi ini terendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Jatibarang. Litologi penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari serpih gampingan dengan sedikit kandungan pasir, batulanau dengan sisipan batupasir terkadang juga dijumpai konglomerat secara lokal. Pada bagian atas disusun oleh batuan karbonat. Formasi ini terbentuk pada lingkungan delta sampai laut yang merupakan hasil dari fase transgresi kedua pada Neogen (Sinclair, et.al, 1995). Adapun pembentuk formasi ini terjadi dari kala Oligosen sampai dengan Miosen Awal. Pada formasi ini juga dijumpai lapisan batubara yang kemungkinan terbentuk pada lingkungan delta. Batubara dan serpih tersebut merupakan batuan induk (source rock) untuk hidrokarbon. Ketebalan formasi ini berkisar antara 50 – 300m (Budiyanti, et.al, 1991).

4. Formasi Baturaja

Formasi ini terendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar. Adapun litologi penyusunnya berupa batugamping terumbu dengan penyebaran tidak merata. Pada bagian bawah tersusun oleh batuagamping massif yang semakin ke atas semakin berpori. Selain itu juga ditemukan dolomit, interklasi serpih glaukonitan, napal, rijang, dan batubara. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen Awal – Miosen Tengah (terutama asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari (terutama dari melimpahnya foraminifera Spriroclypeus sp.) ketebalan formasi ini berkisar pada 50m (Budiyani, et.al, 1991).

5. Formasi Cibulakan Atas

Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan batugamping klastik serta batugamping terumbu yang berkembang secara setempat-setempat. Batugamping ini dikenali sebagai Mid Main

(4)

Carbonate (MMC). Formasi ini diendapkan pada kala Miosen Awal – Miosen Akhir.

Formasi ini terbagi menjadi 3 anggota formasi, yaitu Massive, Main, dan Pre-Parigi sebagai berikut :

a. Massive Unit

Satuan ini terendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Baturaja. Litologi penyusun satuan ini adalah perselingan antara batulempung dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir halus-sedang. Pada formasi ini dijumpai kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu, terdapat fosil foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus, foraminifera bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan Patmosukismo, 1975).

b. Main Unit

Satuan ini terendapkan secara selaras diatas Massive Uinit. Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir pasir halus-sedang (bersifat glaukonitan). Pada awal pembentukannya, berkembang batugamping dan terdapat lapisan tipis batupasir yang pada bagian ini dibedakan dengan Main Unit itu sendiri, sehingga disebut sebagai Mid Main Carbonate (Budiyanti, et.al, 1991).

c. Pre-Parigi Unit

Satuan ini terendapkan secara selaras diatas Main Unit. Adapun litologi penyusunnya adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir, dan batulanau. Formasi ini terbetuk pada kala Miosen Tengah-Akhir. Lingkungan pengendapannya adalah neritik tengah-dalam (Arpandi dan Patmosukismo, 1975), hal ini dapat ditafsirkan dari dijumpainya adanya biota laut dangkal dan juga kandungan batupasir glaukonitan.

6. Formasi Parigi

Formasi ini terendapkan secara selaras diatas Formasi Pre-Parigi. Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping abu-abu terang, berfosil dan berpori dengan sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun yang lain

(5)

adalah serpih karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah. Kandungan koral, alga cukup banyak dijumpai selain juga bioherm dan biostrom. Selain itu juga dijumpai foraminifera besar seperti Alveolina quoyi, foraminigera bentonik kecil seperti Quiquelculina korembatira, foraminifera plangtonik seperti Globigerina siakensis. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut dangkal-neritik tengah (Arpandi dan Patmosukismo, 1975). Batugamping pada formasi ini umunya dapat menjadi reservoir yang baik karena mempunyai porositas sekunder dan permeabilitas yang besar. Ketebalan formasi ini lebih kurang 400 m. dari hasil penelitian terdahulu, tidak semua karbonat pada formasi ini menghasilkan hidrokarbon, hanya pada puncak tutupan dari sembulan karbonat yang terbentuk didaerah shoal dan juga karena tutupan tersebut berasosiasi dengan sesar yang berfungsi sebagai jalan migrasi (Sinclair, et.al, 1995).

7. Formasi Cisubuh

Formasi ini terendapkan secara selaras diatas Formasi Parigi. Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir dan serpih gampingan, mengandung banyak glaukonit, lignit, sedikit rijang, pirit, dan fragmen batuan beku vulkanik. Pada bagian bawah terdapat kandungan fosil yang semakin keatas semakin sedikit. Umur formasi ini adalah Miosen Akhir sampai Plio-Pleistosen. Formasi Cisubuh diendapkan pada fase regresi pada Neogen, hal ini dapat dilihat dari semakin keatas formasi ini semakin bersifat pasiran dengan dijumpai batubara. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin keatas menjadi lingkungan litoral-paralik (Arpandi dan Patmosukismo, 1975). Hidrokarbon tidak pernah ditemukan pada formasi ini. Ketebalan formasi ini berkisar anara 1000m – 1200m (Budiyani, 1991)

(6)

Gambar 2.2 Penampang Straigrafi Regional Cekungan Jawa bagian Utara

(7)

Hampir seluruh formasi di Cekungan Jawa Barat Utara dapat menghasilkan hidrokarbon yang mempunyai sifat berbeda, baik dari lingkungan pengendapan maupun porositas batuannya.

1. Batuan Induk

Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk, yaitu lacustrine shale (Oil Prone), fluvio deltaic coals, fluvio deltaic shales (Oil and Gas Prone) dan marine claystone (bacterial gas) (Gordon,1985). Studi geokimia dari minyak mentah yang ditemukan di Pulau Jawa dan Lapangan Lepas Pantai Ardjuna menunjukan bahwafluvio deltaic coals dan serpih dari Formasi Talang Akar bagian atas berperan dalam pembentukan batuan induk yang utama. Beberapa peran serta dari lacustrine shale juga ada terutama pada sub cekungan Jatibarang. Kematangan batuan induk di Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan oleh analisa batas kedalaman minak dan kematangan batuan induk pada puncak gunung Jatibarang atau dasar puncak dari Formasi Talag Akar atau bagian bawah Formasi Baturaja (Reminton dan Pranyoto, 1985).

a. Lacusrine Shales

Lacrustrine Shale terbentuk pada suatu periode syn rift dan berkembang dalam dua macam fasies yang kaya material organic. Fasies pertama adalah fasies yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada Formasi Banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan vulkanik klastik (Noble, et.al, 1997). Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk selama akhir syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen Formasi Talang Akar pada formasi ini batuan indukk dicirikan oleh klastika non marine berukuran kasar dan interbedded antara batupasir dengan lacustrine shale.

b. Fluvio Deltaic Coal & Shale

Batuan induk ini dihasilkan oleh ekuivalen Formasi Talang Akar yang diendapkan selama post rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing

(8)

sediment yang terbentuk pada system fluvial pada Oligosen Akhir. Batuan induk tipe ini menghasilkan mnyak dan gas (Moble, et.al, 1991).

c. Marine Lacustrine

Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh pada cekungan laut. Batuan ini dicirikan oleh proses methanogenic bacterina yang menyebabkan degradasi material organik pada lingkungan laut.

2. Batuan Reservoir

Semua formasi dari Jatibarang hingga Parigi merupakan interval dengan sifat fisik reservoir yang baik, banyak lapangan mempunyai daerah timbunan cadangan yang terlipat. Cadangan terbesar mengandung batupasir main atau massive dan Formasi Talang Akar. Minyak diproduksi dari rekahan volkanclastic dari Formasi Jatibarang (Amril, et.al, 1991). Pada daerah dimana batugamping Baturaja mempunyai porositas yang baik kemungkinan menghasilkan akumulasi endapan yang agak besar. Timbunan pasokan sedimen dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasikan dariclinoforms yang menunjukkan adanya progradasi. Pemasukan sedimen ini disebabkan oleh pembauran ketidakstabilan tektonik yang merupakan akibat dari subsidence yang terus menerus pada daerah foreland dari Lempeng Sunda (Hamilton, 1979). Pertambahan yang cepat dalam sedimen klastik dan laju subsidence pada Miosen Awal diinterpretasikan sebagai akibat dari perhentian deposisi Batugamping Baturaja.

Anggota Main dan Massive menjadi dasa dari sequence transgressive marine yang sangat lambat, kecuali yang berdekatan dengan akhir dari deposisi anggota Main. Ketebalan seluruh sedimen bertambah dari 400 feet pada daerah yang berdekatan denganpaaleoshorline menjadi lebih dari 5000 feet pada Sub cekungan Ardjuna (Noble, et.al, 1997).

3. Jenis Jebakan

Jenis jebakan hidrokarbon pada semua system petroleum di Jawa Barat Utara hampir sama, hal ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan

(9)

sedimen sepanjang batas Selatan dari Kraton Sunda, tipe struktur geologi dan mekanisme jebakan yang hampir sama. Bentuk utama struktur geologi adalah dome anticlinal yang lebar dan jabakan dari blok sesar yang miring. Pada beberapa daerah dengan reservoir reefal built-up, perangka stratigrafi juga berperan. Perangkap stratigrafi yang berkembang uumnya dikarenakan terbatasnya penyebaran batugamping dan perbedaan fasies.

4. Jalur Migrasi

Migrasi hidrokarbon terbagi menjadi dua, yaitu migrasi primer dan sekunder, migrasi primer adalah perpindahan hidrokarbon dari batuan induk kemudian masuk ke dalam reservoir melalui lapisan penyalur (Kosoemadinata, 1977). Migrasi sekunder dapat dianggap sebagai pergerakan fluida dalam batuan penyalur menuju trap.

Jalur untuk perpindahan hidrokarbon mungkin terjadi dari jalur keluar yang lateral dan atau vertical dari cekungan awal. Migrasi lateral mengambil tempat didalam unit-unit lapisan dengan permeabilitas horizontal yang baik, sedangkan migrasi vertical terjadi ketika migrasi yang utama dan langsung yang tegak menuju lateral. Jalur migrasi lateral berciri tetap dari unit-unit permeable. Pada Cekungan Jawa Barat Utara saluran utama utuk migrasi lateral lebih banyak berupa celah batupasir yang mempunyai arah Utara-Selatan dari anggota Main maupun Massive (Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertikal dengan transportasi yang cepat dari pergerakan sesar (Noble, et.al, 1997).

5. Lapisan Penutup

Lapisan penutup atau tudung merupakan lapisan impermeable yang dapat menghambat atau menghentikan jalannya hidrokarbon. Litologi yang sangat baik sebagai lapisan penutup ialah batulempung dan batuan evaporit.

Pada Cekungan Jawa Barat Utara, hampir setiap Formasi memiliki lapisan penutup yang efektif. Namun formasi yang bertindak sebagai lapisan penutup

(10)

utama adalah Formasi Cisubuh, karena Formasi ini memiliki litologi yang baik sebagai lapisan penutup (impermeable).

Gambar

Gambar 2.1 Letak Cekungan Jawa Barat bagian Utara
Gambar 2.2 Penampang Straigrafi Regional Cekungan Jawa bagian Utara 2.3 Petroleum Sistem Cekungan Jawa Barat Utara

Referensi

Dokumen terkait

34 Suyud Margo, Op.cit, Hlm.. oleh pengenalan masyarakat kepada merek tersebut, yang menunjukan bahwa pemilik merek itu adalah produsen dari barang yang bersangkutan. Kepentingan

Evaluasi Proyek, juga dikenal sebagai studi kelayakan proyek (atau studi kelayakan bisnis Evaluasi Proyek, juga dikenal sebagai studi kelayakan proyek (atau studi kelayakan bisnis pada

Tak hanya itu, petugas ATC Bandara Hang Nadim juga wajib mengontak Approach Centre Unit (APP) di Tanjungpinang untuk memantau pergerakan pe- sawat di radar saat datang dan

Basarnas masih berjibaku mencari pesawat Aviastar DHCF PK-BRM jenis Twin Otter yang hilang kontak dalam penerbangan Masamba ke Makassar pada Jumat (2/10) lalu. Berbagai

Balikpapan .Awalnya hanya coba2 karena gengsi, mungkin krn saya adalah seorang pegawai senior yg punya banyak bawahan.Tapi setelah itu saya baru sadar sebulan kemudian ketika

Penetapan harga jual oleh XVDKD EDWX EDWD ³5ohima´ GL Kelurahan Kulim Pekanbaru merupakan suatu hal yang cukup sulit karena jika harga ditetapkan terlalu tinggi maka

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan kemampuan berpikir rasional siswa kelas VIII 1 sesudah pembelajaran lebih baik dari pada sebelum pembelajaran

Sistem Telekomunikasi Operasi adalah keseluruhan tatanan yang teratur dari sistem dan kegiatan komunikasi yang dipersiapkan untuk pengemban fungsi operasional Polri