• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALTERNATIF PENGUATAN LERENG KAWASAN RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO SLOPE/W (STUDI KASUS DESA PURASEDA, BOGOR) EKO SANTOSO PAJUHI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALTERNATIF PENGUATAN LERENG KAWASAN RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO SLOPE/W (STUDI KASUS DESA PURASEDA, BOGOR) EKO SANTOSO PAJUHI"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

ALTERNATIF PENGUATAN LERENG KAWASAN RAWAN

LONGSOR MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO

SLOPE/W (STUDI KASUS DESA PURASEDA, BOGOR)

EKO SANTOSO PAJUHI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alternatif Penguatan Lereng Kawasan Rawan Longsor Menggunakan Software Geostudio SLOPE/W (Studi Kasus Desa Puraseda, Kab. Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016 Eko Santoso Pajuhi NIM F44120005

(4)
(5)

ABSTRAK

EKO SANTOSO PAJUHI. Alternatif Penguatan Lereng Kawasan Rawan Longsor menggunakan Software Geostudio SLOPE/W (Studi Kasus Desa Puraseda, Bogor). Dibimbing oleh ASEP SAPEI

Puraseda merupakan salah satu desa yang tergolong ke dalam zona rawan longsor dengan resiko bencana tinggi. Lereng yang diteliti saat ini belum diketahui kestabilannya, sedangkan informasi tersebut diperlukan untuk mengetahui tingkat keamanan lereng (FS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kestabilan lereng di Desa Puraseda, Kabupaten Bogor, menentukan alternatif penguatan lereng, dan menghitung biaya yang dibutuhkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode Bishop pada software Geostudio SLOPE/W 2012. Berdasarkan hasil analisis diperoleh FS sebesar 1.366. Nilai ini berada di bawah batas aman yaitu 1.500 sehingga perlu dilakukan penguatan terhadap lereng. Penguatan menggunakan teras dengan vertikal interval (VI) ¼ H, lebar bangku 5 m, dan panjang 16 m dapat meningkatkan FS menjadi 1.504, dengan total biaya pembuatan Rp.13,917,000.00. Penguatan lereng menggunakan bronjong dengan tinggi 5 m, lebar 4 m, dan panjang 16 m meningkatkan FS menjadi 6.730, dengan total biaya pembuatan sebesar Rp.178,763,200.00.

Kata kunci: Bishop, bronjong, GeoStudio SLOPE/W, lereng, teras

ABSTRACT

EKO SANTOSO PAJUHI. Alternatives of Slope Reinforcement at Landslide Prone Zone using Geostudio SLOPE/W (Case Study on Puraseda Village, Bogor). Supervised by ASEP SAPEI.

Puraseda village is classified into landslide-prone zones with high disaster risk. Stability of the investigated slopes was unknown, while slope stability information was needed to determine slope safety factor value (FS). The objectives of this research were to analyze a slope stability in Puraseda Village, Bogor Regency, determine slope reinforcement alternative, and to calculate the construction cost. Analysis were conducted using Bishop Method in the Geostudio SLOPE/W 2012 software. The results of the analysis showed that the slope safety factor (FS) was 1.366, This value was below the FS limit of 1.500 so the slope need reinforcement. Reinforcement using terrace with vertical interval ¼ H, trap width 5 m and length 16 m increased the FS value to 1.504, with a construction cost IDR 13,917,000.00. Reinforcement using gabion with height 5 m, width 4 m and length 16 m increased the FS value to 6.730, with the total construction cost IDR. 178,763,200.00.

(6)
(7)

ALTERNATIF PENGUATAN LERENG KAWASAN RAWAN

LONGSOR MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO

SLOPE/W (STUDI KASUS DESA PURASEDA, BOGOR)

EKO SANTOSO PAJUHI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmat-Nya penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian yang mulai dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Agustus 2016 ini berjudul Alternatif Penguatan Lereng Kawasan Rawan Longsor menggunakan menggunakan Software Geostudio SLOPE/W (Studi Kasus Desa Puraseda, Bogor).

Penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi, memberikan banyak ilmu, serta memberikan masukan yang sangat bermanfaat.

2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr dan Bapak Muhammad Fauzan, S.T., M.T. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan ilmu serta masukan yang sangat bermanfaat.

3. Seluruh dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dalam pelaksanaan penelitian. 4. Orang tua, adik-adik dan keluarga atas dukungan dan doanya.

5. Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan staf Tata Usaha Fakultas Teknologi Pertanian atas bantuan administrasi yang diberikan.

6. Teman-teman satu bimbingan Iqbal Firmansyah, Jemmy Arismaya, Fajar Nur Huda, Eman Serius W, Hendro F, dan Denny Syaifrudin atas dukungan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Dina Analya, dan segenap anggota grup “BL” yang selalu memberikan semangat setiap harinya untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor angkatan 49, serta sahabat-sahabat tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan konstribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bogor, Desember 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Lereng 3

Metode Irisan (Method of Slice) 4

GeoStudio SLOPE/W 2007 5

Dinding Bronjong 6

Teras 7

METODE PENELITIAN 12

Waktu dan Lokasi 12

Alat dan Bahan 12

Tahapan Penelitian 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Keadaan Umum Desa Puraseda 20

Topografi Lereng dan Karakteristik Tanah 20

Analisis Stabilitas Lereng 22

Penguatan Lereng dengan Teras 23

Penguatan Lereng menggunakan Dinding Bronjong 26

Rencana Anggaran Biaya 28

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 33

(14)

viii

DAFTAR TABEL

1 Nilai FS untuk perencanaan lereng 5

2 Dimensi Bronjong 6

3 Persamaan untuk menentukan jarak vertikal 11

4 Vertikal Interval (V.I) hasil perhitungan 15

5 Variasi Vertikal Interval (V.I) 16

6 Ketentuan tinggi dan lebar bronjong 17

7 Spesific grafity 19

8 Hasil uji karakteristik tanah 22

9 Faktor kemanan pada masing-masing teras 26

10 Parameter perencanaan dinding bronjong 26

11 Hasil perhitungan perencanaan dinding bronjong 27

12 Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) 28

13 Anggaran biaya masing-masing perkuatan 29

14 Rancangan Anggaran Biaya (RAB) geometri teras variasi III 29

DAFTAR GAMBAR

1 Analisis stabilitas lereng metode irisan 4

2 Skema analisis grid and radius 6

3 Bentuk bronjong 6

4 Ilustrasi gaya gaya yang bekerja pada bronjong 7

5 Sketsa teras berlereng 8

6 Sketsa teras datar 9

7 Sketsa teras bangku 9

8 Sketsa variasi teras bangku 10

9 Jarak vertikal dan jarak horizontal teras 10

10 Lokasi penelitian 12

11 Diagram alir penelitian 13

12 Kekuatan geser tanah 14

13 Hasil pemodelan lereng menggunakan Surfer 20

14 Potongan lereng yang dianalisis 21

15 Grafik tengangan geser pada tiap bagian lereng 21 16 Hasil analisis stabilitas lereng (sebelum penguatan) 23 17 Hasil analisis stabilitas lereng dengan VI ½ H 24 18 Hasil analisis stabilitas lereng dengan VI 1/3 H 24 19 Hasil analisis stabilitas lereng dengan VI 1/4 H 25 20 Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I 9 m 25 21 Analisis kestabilan lereng menggunakan bronjong 27

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Uji Sampel 1 32

2 Hasil Uji Sampel 2 35

3 Hasil Uji Sampel 3 37

4 Perhitungan FS Secara Manual 38

5 Rancangan Anggaran Biaya (RAB) Penguatan Teras 40 6 Rancangan Anggaran Biaya (RAB) Penguatan Bronjong 41

7 Kegiatan Penelitian 42

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permukaan bumi memiliki kenampakan yang beragam, misalnya seperti gunung, lembah, dataran, atau lautan. Perbedaan kenampakan seperti gunung dan lembah memungkinkan terjadinya perbedaan elevasi sehingga menyebabkan terbentuknya lereng-lereng. Lereng memiliki permukaan tanah yang tidak horizontal sehingga tanah pada lereng cenderung untuk ditarik oleh gaya gravitasi yang dapat menyebabkan terjadinya longsoran pada kondisi tertentu. Peristiwa tanah longsor juga dikenal dengan isitilah gerakan masa tanah yang merupakan proses bergeraknya puing-puing batuan termasuk tanah didalamnya secara besar-besaran menuruni lereng secara lambat hingga cepat oleh pengaruh langsung dari gravitasi (Dibyosaputro 1999 dalam Priyono et. al 2006). Longsor merupakan bencana alam yang banyak menimbulkan kerugian seperti korban jiwa, rusaknya pemukiman, jalan, jembatan, lahan pertanian, irigasi, drainase, dan infrastruktur lainnya. Menurut Terzaghi (1950) dalam Murri et. al. (2014) pembebanan tambahan akibat aktifitas manusia seperti bangunan atau timbunan diatas lereng merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya longsor. Konversi lahan yang tidak terkontrol, kegiatan ekonomi dan pembangunan infrastruktur merupakan salah satu bentuk kegiatan manusia yang meningkatkan resiko terjadinya bencana longsor.

Identifikasi daerah rawan bencana longsor didasarkan pada tipologi lereng dan hujan sebagai pemicu terjadinya longsor tanah. Terdapat tiga tipologi lereng yang teridentifikasi rentan untuk bergerak atau terjadi longsor, yaitu (1) lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak, (2) lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng, dan (3) lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan (Dwikorita 2001 dalam Murri et. al 2014). Menurut BNPB (2013), Kabupaten Bogor termasuk salah satu wilayah dengan kelas indeks resiko bencana alam tinggi, dan merupakan kabupaten urutan ke-53 indeks resiko bencana tanah longsor di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Pemerintah Kabupaten Bogor, Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu kecamatan yang tergolong kedalam zona rawan longsor dengan resiko bencana tinggi. Bencana longsor yang telah terjadi didaerah ini umumnya terjadi disekitar pemukiman warga sehingga banyak rumah warga yang tertimbun tanah akabiat bencana longsor tersebut.

Menurut Sutikno (1997) kejadian longsor tanah yang terjadi pada kasawasan rawan longsor diperlukan upaya penanggulangan bencana, seperti kegiatan atau perencanaan yang dilakukan dengan tujuan meminimalisir sebagian atau seleruh bahaya akibat bahaya longsor. Putra et. al (2010) melakukan mitigasi bencana tanah longsor pada daerah rawan bencana dengan melakukan penguataan pada lereng, salah satunya dengan membuat konstruksi penahan. Sehingga analisis stabilitas lereng dengan menghitung besarnya faktor keamanan lereng perlu dilakukan untuk mengetahui tindakan mitigasi yang diperlukan. Dewasa ini ilmu pengetahuan telah banyak berkembang dan didukung oleh perangkat-perangkat lunak termasuk perangkat lunak pendukung yang dapat digunakan dalam analisis stabilitas lereng. Penggunaan perangkat lunak dapat membantu pekerjaan terlaksana dengan efektif dan efisien.

(18)

2

Perumusan Masalah

Analisis kestabilan lereng bertujuan untuk dapat mengetahui faktor keamanan lereng tersebut. Longsor merupakan bencana alam yang sering menyebabkan korban jiwa, harta benda, rusaknya infrastruktur, terganggunya kegiatan ekonomi, kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan. Saat ini belum diketahui kestabilan lereng pada tanah di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Informasi kestabilan lereng tersebut diperlukan untuk mengetahui tingkat keamanan lereng dan menyusun strategi penanggulangan untuk daerah rawan longsor dengan biaya yang efektif.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kestabilan suatu lereng di Desa Puraseda, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat berdasarkan perhitungan faktor keamanan dengan metode Bishop.

2. Menentukan alternatif penguatan lereng untuk daerah rawan longsor.

3. Menganalisis biaya untuk penguatan lereng.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat mengenai kestabilan lereng di Desa Puraseda, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Memberikan informasi alternatif peningkatan kestabilan lereng yang dapat dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat.

3. Memberikan informasi mengenai analisis biaya alternatif penguatan lereng yang akan dilakukan pada lereng di Desa Puraseda.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini dideskripsikan secara singkat sebagai berikut:

1. Lereng yang dianalisis berlokasi di Desa Puraseda, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Lereng tidak dipengaruhi faktor gempa.

3. Analisis hanya mencakup kestabilan lereng pada lereng yang mengalami longsoran.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Lereng

Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap bidang horizontal (Das 1985). Menurut Terzaghi (1950) dalam Murri et. al (2014), terdapat dua penyebab utama terjadinya longsoran pada lereng yaitu berdasarkan pengaruh dalam dan pengaruh dari luar. Pengaruh dalam (internal effect) merupakan longsoran yang terjadi tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : (a) Naiknya berat massa tanah, yaitu proses masuknya air kedalam tanah yang

menyebabkan terisinya rongga pada butir tanah sehingga massa tanah bertambah.

(b) Pengembangan tanah, rembesan air dapat menyebabkan tanah mengembang terutama pada tanah jenis lempung.

(c) Naiknya muka air tanah yang disebabkan karena rembesan masuk ke pori-pori tanah dan menyebabkan tekanan air pori-pori naik serta kekuatan gesernya turun.

(d) Pengaruh geologi dalam pembentukan lapisan-lapisan kulit bumi dengan cara pengendapan sedimen memungkinkan terbentuknya suatu lapisan yang memiliki potensi kelongsoran.

(e) Pengaruh morfologi yang meliputi daerah pengunungan dan lembah dengan sudut kemiringan permukaannya memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan permukaannya.

(f) Pengaruh proses fisika seperti perubahan temperatur, fluktuasi muka air tanah musiman, gaya gravitasi dan relaksasi tegangan sejajar permukaan, serta proses oksidasi dan dekomposisi akan menyebabkan lapisan tanah kohesif kemudian lambat laun tereduksi kekuatan gesernya terutama nilai kohesi dan sudut geser dalamnya.

Pengaruh luar (external effect) merupakan pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah sehingga faktor keamanan menjadi berkurang. Pengaruh luar dapat terjadi akibat hal-hal berikut :

(a) Getaran yang ditimbulkan oleh gempa bumi, peledak, kereta api, dan sumber getaran lainnya.

(b) Pembebanan tambahan akibat aktifitas manusia seperti bangunan atau timbunan diatas lereng.

(c) Hilangnya penahan lateral akibat pengikisan.

(d) Hilangnya tumbuhan penutup yang dapat menimbulkan alur pada beberapa daerah tertentu dan mengakibatkan erosi serta longsoran.

Gaya perlawanan yang dilakukan butir – butir tanah terhadap desakan atau tarikan menyebabkan, apabila tanah mengalami pembebanan akan mempengaruhi gaya lateral yang bekerja (Hakam dan Rizky 2011). Permukaan tanah yang tidak horizontal mempengaruhi komponen gravitasi yang menggerakkan tanah ke bawah. Apabila komponen gravitasinya besar dan tanah tidak mampu melakukan perlawanan terhadap geseran yang diberikan komponen gravitasi akan menyebabkan terjadinya kelongsoran lereng. Murri et. al (2014) melakukan analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya longsor

(20)

4

pada permukaan tanah tidak horizontal yang disebut analisis stabilitas lereng. Analisis ini sering digunakan dalam perencanaan bangunan seperti jalan kereta api, jalan raya, bandara, bendungan, urugan tanah, saluran, dan lain sebagainya. Umumnya analisis stabilitas dilakukan untuk mengecek keamanan dari lereng alam, lereng galian dan lereng urugan tanah.

Metode Irisan (Method of Slice)

Metode irisan digunakan dalam melakukan analisis stabilitas lereng dengan jenis tanah yang tidak homogen. Massa tanah yang longsor, dalam metode irisan dibagi menjadi beberapa irisan vertikal. Analisis stabilitas menggunakan metode irisan dijelaskan dalam Gambar 1, AC merupakan garis berbentuk busur suatu lingkaran yang menggambarkan trial failure surface (Das 1985).

(a) Trial failure surface (b) Gaya-gaya yang bekerja pada irisan n

Gambar 1 Analisis stabilitas lereng metode irisan

Metode irisan terdiri dari berbagai metode seperti, Ordinary Slice Method, Metode Fellinius, Metode Bishop Disederhanakan, dan beberapa metode lainnya. Analisis stabilitas lereng yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Metode Bishop Disederhanakan. Bishop (1955) dalam Hardiyatmo (2006) mengasumsikan bahwa gaya – gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai resultan 0 pada arah vertikal. Bishop (1955) dalam Das (1985) menyatakan bahwa analisis stabilitas lereng menggunakan Metode Bishop Disederhanakan dengan menggunakan Persamaan 1.

FS

=

∑[c'.bn + ( Wn - un.bn ) tan φ]

1

cos θn ( 1+tanθn tanφ /F)

∑Wn . sin θn (1)

Keterangan :

W : Berat irisan tanah ke-n (kN)

θ : Sudut ( notasi α pada gambar 1) (o)

𝜑 : Sudut geser dalam (o)

c’ : Kohesi (kN/m2)

b : Lebar irisan ke-n (m)

(21)

Faktor Keamanan (FS) merupakan output dari suatu analasis stabilitas lereng. Umumnya suatu lereng dikatakan stabil apabila faktor amannya lebih besar dari batas amannya. Adapun beberapa batas aman menurut beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai FS yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 1.5 (DPU 1987).

Tabel 1 Nilai FS untuk perencanaan lereng

Nilai FS Keadaan Lereng Sumber

< 1.0 Tidak mantap

Sosrodarsono (1977) dalam Pramudo (2016) 1.0 – 1.2 Kemantapan diragukan

1.3 – 1.4 Memuaskan untuk

pemotongan dan penimbunan 1.5 – 1.7 Mantap untuk bendungan

< 1.07 Kelonsoran dapat terjadi

Bowles (1989) dalam Purnamasari (2014) 1.07 – 1.3 Kelongsoran pernah terjadi

>1.3 Kelongsoran jarang terjadi 1.5 Batas aman penanggulangan

lereng longsor DPU (1987)

GeoStudio SLOPE/W 2007

Geostudio merupakan perangkat lunak di bidang geoteknik dan geo-lingkungan. Software ini dilengkapi dengan beberapa fitur seperti SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W, QUAKE/W, TEMP/W, dan CTRAN/W yang terintegrasi satu dengan lainnya sehingga memungkinkan user untuk menggunakan hasil dari satu fitur ke fitur lainnya. Kurniawan (2014) menggunakan fitur-fitur yang tersedia tersebut sehingga memberikan fleksibilitas untuk digunakan dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan geoteknik dan geo-lingkungan. SLOPE/W merupakan produk perangkat lunak untuk menghitung faktor keamanan tanah dan kemiringan batuan, selain itu juga dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap stabilitas lereng. Menurut Nurmanza et. al (2012), SLOPE/W menggunakan metode keseimbangan batas yaitu metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan gaya, dikenal juga sebagai metode irisan, karena bidang kelongsoran dari lereng dibagi menjadi beberapa pias. Terdapat dua asumsi bidang kelongsoran pada metode ini yaitu circular dan non circular.

Fitur SLOPE/W memiliki kemampuan untuk melakukan analisis masalah baik secara sederhana maupun kompleks dengan menggunakan salah satu dari delapan metode kesetimbangan batas untuk berbagai permukaan yang miring, kondisi tekan pori air, sifat tanah dan beban terkonsentrasi. Hidayah dan Gratia (2007) menggunakan fitur SLOPE/W pada elemen tekan pori air yang terbatas, tegangan statis atau tegangan dinamik pada analisis kestabilan lereng serta dapat melakukan kombinasi dengan analisis probabilistik. Famungkas et.al (2012) menggunakan SLOPE/W untuk melakukan analisis stabilitas struktur lereng. SLOPE/W memiliki beberapa sub entri seperti, (1) geometric lereng yang merupakan statigrafi dan bentuk permukaan lereng, (2) kekuatan tanah yakni parameter yang digunakan untuk menentukan kekuatan tanah, (3) tekanan air pori yaitu kondisi tekanan air pori, (4) perkuatan interaksi tanah seperti struktur perkuatan, paku, dan jangkar, serta (5) muatan atau beban dinamis.

(22)

6

Gambar 2 Skema analisis grid and radius

Analisis stabilitas lereng dengan menggunakan SLOPE/W pada penelitian ini menggunakan tipe analisis grid and radius. Menurut Das (1985) titik pusat lingkaran gelincir ditentukan melalui trial and error hingga diperoleh nilai FS paling rendah. SLOPE/W menggunakan prinsip yang sama yaitu dengan mengasumsikan pusat bidang gelincir dalam bentuk grid seperti terlihat pada Gambar 2 (Purnamasari 2004), dan garis radius sebagai pembatas lingkaran gelincir (garis singgung luar) agar lingkaran menjadi terbatas.

Dinding Bronjong

Menurut Broms (1969) dalam Murri et. al (2014) metode perbaikan lereng dapat dibagi dalam tiga kelompok yang salah satunya merupakan metode-metode kimia dan mekanis. Metode tersebut merupakan metode perbaikan dengan cara grouting semen untuk menambah kuat geser tanah atau memasang bahan tertentu seperti tiang dalam tanah.

Tabel 2 Dimensi Bronjong Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)

2 1 0.5 3 1 0.5 4 1 0.5 3 1.5 0.5 2 1 1 3 1 1 4 1 1

Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasang timbunan bronjong untuk mencegah erosi yang menggerus tanah pada kaki lereng. Bronjong memiliki standar seperti Gambar 3 (BSN 1999) dan dimensi yang dapat dilihat pada Tabel 2.

(23)

Tinggi standar untuk pembuatan dinding bronjong adalah 6 m, baik pada permukaan tanah yang ditahan / tanah pengisi memiliki kemiringan ataupun rata. Jika lebih, maka diperlukan kombinasi dari struktur lain, seperti penambahan dinding penahan beton. Dinding bronjong yang dibangun pada tanah pengisi yang miring bertujuan untuk menahan pada bagian kaki lereng, sehingga tidak menyebabkan keruntuhan dan meningkatkan stabilitas (Hardiyatmo 2006). Pembangunan dinding penahan tanah harus benar-benar berdasarkan perhitungan kestabilan dan faktor keselamatan karena berakibat fatal yaitu kerugian harta benda dan hilangnya korban jiwa (Rosihun dan Endaryanta 2011).

Pembebanan pada kaki lereng akan melawan atau menahan gaya dorong dari tanah yang akan mengalami keruntuhan seperti dijelaskan pada Gambar 4 (Murri et. al 2014). Faktor keamanan akan bertambah sesuai dengan meningkatnya penahan dan letaknya terhadap bidang putar. Kekuatan bronjong bergantung pada tahanan geser batuan, stabilitas dinding bronjong dalam menahan gaya-gaya lateral tanah bergantung pada beratnya sendiri. Pada kondisi gaya dorong sama dengan gaya gesek statik maka bronjong tidak dapat menahan longsoran, pada kondisi gaya dorong lebih besar maka longsor akan terjadi, sedangkan pada kondisi gaya dorong lebih rendah dibandingkan gaya geseknya maka bronjong dapat menahan longsoran.

Keterangan :

P = Gaya dorong (kN) Fs = Gaya gesek statik (kN) W = Berat (kN)

N = Gaya normal (kN)

Gambar 4 Ilustrasi gaya gaya yang bekerja pada bronjong

Bronjong batu merupakan struktur yang berongga diantara batuannya, maka dari itu bronjong merupakan struktur yang fleksibel. Dinding bronjong efektif untuk mengontrol erosi dan longsor. Struktur sebaiknya dikombinasikan dengan pembuatan berm atau pelandaian lereng. Penggunaan bronjong memiliki beberapa keuntungan diantara (a) tidak memerlukan pelat pondasi, (b) tidak rusak oleh akibat penurunan tak seragam, (c) material lolos air (drainase mudah), dan (d) mudah pembuatannya (Hardiyatmo 2006).

Teras

Teras merupakan bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti Saluran Pembuangan Air (SPA) dan terjunan air (Yuliarta et. al. 2002 dalam Purnamasari 2014). Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan penyerapan air oleh tanah, sehingga dapat mengurangi erosi (Arsyad 1989). Menurut Puslitbangtanak (2004), fungsi utama

(24)

8

teras adalah untuk memperlambat aliran permukaan, menampung dan menyalurkan air permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, meningkatkan laju infiltrasi dan mempermudah pengolahan tanah. Terdapat dua tipe utama teras yaitu teras berdasar lebar (broadbase terrace) dan teras tangga atau teras bangku (bench terrace) (Arsyad 1989).

Teras Berdasar Lebar

Teras berdasar lebar merupakan guludan bersaluran yang dasar salurannya lebar, umumnya teras tipe ini dibuat pada lahan bergelombang. Berdasarkan fungsi utamanya teras berdasar lebar dibagi menjadi dua yaitu teras berlereng dan teras datar. Teras berdasar lebar memiliki lebar berkisar antara 6 m sampai 15 m dan dapat digunakan pada lereng dengan kemiringan antara 2% sampai 15% yaitu pada tanah-tanah kelas kemampuan II dan III. Teras berdasar lebar dapat diaplikasikan pada lereng dengan kemiringan 20%, akan tetapi proses pembangunan dan pemeliharaannya lebih sulit (Hamilton 1943 dalam Arsyad 1989). Teras berdasar sempit merupakan modifikasi dari teras berdasar lebar, bentuk teras berdasar sempit mirip dengan teras berdasar lebar akan tetapi salurannya lebih sempit seperti terlihat pada Gambar 5 (Arsyad 1989). Lebar maksimum dari teras berdasar sempit berikisar antara 3 m – 4 m (Arsyad 1989).

Gambar 5 Sketsa teras berlereng

Teras berlereng merupakan suatu teras yang membentuk sudut kecil terhadap kontur ke arah saluran pembuangan air. Kemiringan lereng berkisar antara 0.1 % sampai 0.6 % dan dapat seragam atau bervariasi sepanjang teras. Fungsi dari teras ini adalah mengalirkan air di dalam saluran teras dengan kecepatan yang rendah sehingga tidak mengakibatkan erosi, sehingga teras ini juga disebut teras intersepsi. Umumnya teras ini dibuat pada tanah-tanah yang permeabilitasnya lambat di daerah beriklim basah.

(25)

Gambar 6 Sketsa teras datar

Gambar 6 (Arsyad 1989) merupakan sketsa teras datar yang merupakan teras dengan mengikuti arah garis kontur. Umumnya teras datar dibangun pada tanah-tanah yang permeabilitasnya tinggi. Teras datar pada dasarnya berfunsi menahan air dan menyerap air, teras ini dapat diterapkan pada lereng dengan kemiringan hingga 2% (Arsyad 1989).

Teras Bangku

Teras bangku dibuat dengan cara menggali tanah pada lereng dan meratakan tanah dibagian bawah sehingga terjadi suatu deretan tangga atau bangku. Teras bangku dapat diterapkan pada lereng dengan kemiringan 2% hingga 35% (Arsyad 1989). Sketsa teras bangku dapat dilihat pada Gambar 7 (Arsyad 1989).

Gambar 7 Sketsa teras bangku

Teras bangku dapat dirancang miring kedalam (berlereng kedalam) atau datar yang dapat dilihat pada Gambar 8 (Arsyad 1989). Teras bangku yang miring kedalam digunakan untuk tanah-tanah dengan permeabilitas rendah, agar air tidak terinfiltrasi tidak mengalir keluar melalui talud.

(26)

10

(a) Berlereng kedalam

(b) Berlereng datar

Gambar 8 Sketsa variasi teras bangku

Penetapan Jarak Teras

Jarak teras dapat berupa jarak vertikal dan jarak horizontal. Jarak vertikal adalah jarak dari puncak lereng atau dasar teras pertama tegak lurus ke dasar teras pertama / berikutnya. Jarak horizontal adalah jarak dari titik permulaan ke arah horizontal sampai pada titik sama pada titik jarak vertikal. Gambar sketsa jarak vertikal dan jarak horizontal dapat dilihat pada Gambar 9 (Arsyad 1989).

Gambar 9 Jarak vertikal dan jarak horizontal teras

Mustafrill (2006) menggunakan parameter dimensi teras seperti vertikal interval (VI) didasarkan pada kemiringan lahan (slope). Terdapat beberapa persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan jarak vertikal dan jarak

(27)

horizontal diantaranya adalah metode US-SCS, persamaan Ramser, dan persamaan Hudson. Persamaan-persamaan di atas digunakan di berbagai negara. Persamaan-persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persamaan untuk menentukan jarak vertikal

Penemu Persamaan Keterangan

Metode US-SCS

(Schwab et. al. 1981) VI = 0.3 (XS + Y) Amerika Serikat Ramser (1945) VI = 0.3 (S/3 + 2) Daerah Iklim Basah Hudson (1971)

VI = 0.3 (S/a + b) Afrika Selatan VI = S/10 + 2 Israel

VI = 0.3 (S + f) / 2 Federasi Rhodesia dan Nyasaland

Sumber : Arsyad (1989).

Keterangan :

Jarak teras searah lereng dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2). Jarak horizontal dapat ditentukan menggunakan persamaan (3) (Arsyad 1989). H = √VI2+ HI2 (2) HI = VI / S (3) Keterangan : VI : Vertikal Interval (m) S : Kemiringan Lereng (%)

X : Konstanta Penyebaran Geografi CH (0.4 s/d 0.8)

Y : Konstanta Erodibilitas Tanah dan Penutup Tanah (1 s/d 4) f : Konstanta Erodibilitas Tanah (3 s/d 6)

a : Konstanta CH (1.5 s/d 4) b : Konstanta Erodibilitas (1 s/d 3)

VI : Vertikal Interval (m) H : Jarak Teras Searah Lereng (m) S : Kemiringan Lereng (%) HI : Horizontal Interval (m)

(28)

12

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilakukan di kawasan rawan longsor yaitu Desa Puraseda, Kecamatan Leuwiliang, Bogor tepatnya pada koordinat 06o39.29’S dan 106o36.99’E. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan Agustus 2016.

Pengamatan dan analisa dilakukan secara in situ di Desa Puraseda (Gambar 10), dan ex situ di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.

Gambar 10 Lokasi penelitian

Sumber : bogorkab.go.id (1 September 2016)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah theodolit, GPS, pita ukur, ring sampel (diameter 8 cm), piknometer, direct shear apparature, oven, timbangan. Bahan yang digunakan antara lain data karakteristik tanah yang meliputi kadar air, berat jenis, kohesi, dan sudut geser dalam, serta topografi lereng yang diteliti. Selain itu juga digunakan beberapa perangkat lunak pada komputer seperti GeoStudio SLOPE/W 2007, AutoCAD 2010, Surfer 8.0, Microsoft Office 2010, dan Google Earth.

Tahapan Penelitian

Penelitian terdiri dari tahap-tahap diantaranya persiapan, pengambilan contoh uji dan uji laboratorium, pengolahan data, serta analisis stabilitas lereng. Selain itu pada penelitian ini dilakukan studi literatur untuk memperoleh referensi mengenai metode yang dibutuhkan dalam kegiatan pengambilan data dan analisis data. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

(29)

Gambar 11 Diagram alir penelitian Studi Literatur

- Pengumpulan Data Topografi - Pengambilan Contoh Uji Tanah

Identifikasi Tanah dan Analisis Stabilitas Lereng

Cek FK

≥ 1,5 Perkuatan Lereng

Bronjong Teras

Penentuan Jenis Perkuatan Lereng Mulai Tidak Tidak Ya Cek FK ≥ 1,5 Pengujian Sample Tanah

Selesai

Analisis Biaya Perkuatan Lereng

(30)

14

Pengumpulan Data Profil Lereng

Pengumpulan data topografi dilakukan melalui pengukuran langsung menggunakan metode controlling point. Pengumpulan data dimulai dengan menentukan titik-titik pada lereng sehingga memungkinkan seluruh areal lereng dapat dipetakan. Data elevasi dan koordinat setiap titik diperoleh dengan membidik titik-titik tersebut dengan theodolite. Berdasarkan data tersebut, dengan bantuan perangkat lunak Surfer 8.0 diperoleh data topografi. Lereng yang dipetakan berada diatas pemukiman warga dan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. lereng ini dipilih karena sebelumnya telah mengalami longsor, selain itu lereng juga dipilih karena pada kaki lereng banyak terdapat rumah warga.

Pengujian Karakteristik Tanah

Pengambilan contoh uji tanah dilakukan dengan menggunakan ring sample diameter 8 cm pada tiga titik dengan ketentuan pada setiap titik terdapat tiga ring sample. Contoh uji tanah diambil pada kedalaman sekitar 60 cm. Karakteristik tanah yang dianalisis di laboratorium adalah berat isi, sudut geser dalam, dan kohesi tanah.

Gambar 12 Kekuatan geser tanah

Subri (2013) menentukan kohesi dan sudut geser dalam menggunakan rumus kekuatan geser tanah pada Persamaan (4). Hubungan antara kohesi, sudut geser dalam, dan tegangan geser dapat dilihat pada Gambar 12 (Budi 2011).

𝜏𝑓 = c + σ tan ϕ (4)

Keterangan :

c : kohesi tanah penahan (kN/m2) σ : sudut geser penahan (kN/m2)

ϕ : tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor (o)

𝜏𝑓 : Kekuatan geser rata-rata dari tanah (kN/m2)

Berat isi ditentukan dengan mengukur berat sejumlah tanah yang isinya diketahui dengan volume sejumlah tanah tersebut (Wesley 1973). Pengukuran berat isi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ring sample diameter 5 cm. Perhitungan berat isi dilakukan menggunakan Persamaan (5).

(31)

Berat Isi = W2 – W1

I (5)

Keterangan :

W2 : Berat ring sample + tanah

W1 : Berat ring sample

I : Volume ring sample

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis stabilitas lereng dilakukan menggunakan perangkat lunak GeoStudio 2007, dengan salah satu fiturnya khusus untuk perhitungan stabilitas lereng, yaitu SLOPE/W. Input yang dibutuhkan pada analisis menggunakan SLOPE/W adalah data kohesi dan sudut geser dalam. Uji laboratorium dilakukan menggunakan metode uji geser langsung (Direct shear) dengan tiga gaya normal berbeda yaitu 0.5 kg/cm2, 1.0 kg/cm2, 1.5 kg/cm2. Sample uji diklasifikasikan kedalam tiga bagian yaitu bagian atas lereng, bagian tengah, dan bagian bawah. Masing-masing bagian lereng diuji dengan pengulangan sebanyak tiga kali di setiap pembebanannya. Data yang memiliki nilai variasi terbanyak merupakan data yang diplot pada grafik hubungan tekanan normal dan tegangan geser. Persamaan linear yang diperoleh dari grafik tersebut digunakan untuk memperoleh nilai kohesi dan sudut geser dalam.

Perencanaan Terasering

Penentuan vertikal interval yang digunakan dalam penelitian ini adalah Persamaan (6) menurut Ramser (1945) dalam Arsyad (1989). Selain VI yang diperoleh berdasarkan persamaan (6) juga dilakukan analisis terhadap beberapa nilai VI lainnya.

VI = 0.3 (S/3 + 2) (6)

Pramudo (2016) melakukan perkuatan lereng dengan terasering dengan menggunakan variasi geometri teras (vertikal interval) yang beragam. Beberapa nilai vertikal interval yang digunakan yaitu 1/2H, 1/3H, dan 1/4H. Variasi geometri lereng dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 (Pramudo 2016).

Tabel 4 Vertikal Interval (VI) hasil perhitungan Variasi Vertikal

Interval Ilustrasi

Hasil

(32)

16

Tabel 5 Variasi Vertikal Interval (VI) Variasi Vertikal Interval Ilustrasi 1 1/2 H 2 1/3 H 3 1/4 H Data Bronjong

Perencanaan bronjong dan analisis kestabilannya dilakukan secara manual dengan perhitungan menurut GEO (2004) dalam Akmal (2016). Serta spesifikasi tinggi dan lebar bronjong yang direncanakan berdasarkan modul bronjong pada dapat dilihat pada Tabel 6, selain itu perhitungan juga dikombinasikan dengan spesifikasi bahan menurut BSN (1999). Data yang diperlukan pada perencanaan bronjong adalah densitas tanah, sudut geser dalam, berat isi bronjong, tinggi rencana, lebar rencana, sudut kemiringan bronjong, dan sudut kemiringan tanah. Perhitungan perencanaan bronjong dilakukan dengan menggunakan persamaan (7) sampai dengan persamaan (18) (GEO 2004 dalam Akmal 2016).

(33)

Tabel 6 Ketentuan tinggi dan lebar bronjong H (m) B (m) H (m) B (m) 1 2 6 4 2 2 7 5 3 3 8 5 4 3 9 6 5 4 10 6 Keterangan :

H : Tinggi dinding (m) B : Lebar dinding (m)

Dalam penelitian ini digunakan tinggi dinding 5 m dengan lebar 4 m. Koefisien tekanan (Ka) dihitung dengan Persamaan (7). Tekanan aktif total (Pa) dihitung dengan Persamaan (8).

K𝑎 = cos(∅−𝛽)

𝑐𝑜𝑠2𝛽 cos(𝛿+𝛽)[1+sin(∅+𝛽)sin(∅−𝛼)

cos(𝛿+𝛽)cos(𝛼𝛽)]

2

(7)

P𝑎 = 𝐾𝛼 . 𝑤𝑠. 𝐻2/ 2 (8)

Keterangan :

𝛼 : Sudut kemiringan tanah timbunan (o)

𝛽 : Sudut kemiringan dinding (o)

∅ : Sudut geser dalam (o)

𝛿 : Sudut gesek tanah dengan dinding gabion (o)

H : Tinggi dinding (m) ws : Densitas tanah (kN/m3)

Pa : Tekanan Tanah Aktif (kN/m) Ka : Koefisien Tanah

Tekanan tanah aktif pada arah horizontal (Ph) dihitung dengan Persamaan (9). Jarak vertikal menuju Ph dihitung dengan Persamaan (10).

Pℎ = 𝑃𝑎 . cos 𝛽 (9) d

𝑎 =

𝐻(𝐻+ 3𝑞 𝑤𝑠) 3(𝐻+𝑤𝑠2𝑞)

+ 𝐵 sin 𝛽

(10) Keterangan : 𝑞 : Beban merata (kN/m2)

𝛽 : Sudut kemiringan dinding (o)

Pa : Tekanan tanah aktif (kN/m)

Ph : Tekanan aktif arah horizontal (kN/m) H : Tinggi dinding (m)

(34)

18

B : Lebar dinding (m) ws : Densitas tanah (kN/m3)

da : Jarak vertikal terhadap Ph (m)

Momen guling (Mo) dihitung dengan Persamaan (11). Berat bronjong untuk setiap 1 m panjang (Wg) ditentukan dengan Persamaan (12).

𝑀𝑜=𝑑𝑎 𝑃ℎ (11)

𝑊𝑔 = (𝛴𝐴).𝑤𝑔 (12)

Keterangan :

Mo : Momen guling (kN)

Wg : Berat gabion / 1 m panjang (kN/m) Ph : Tekanan aktif arah horizontal (kN/m) wg : Densitas gabion (kN/m3)

da : Jarak vertikal terhadap Ph (m)

Jarak Horizontal ke Wg (dg) dihitung dengan Persamaan (13). Momen tahanan (Mr) dihitung dengan Persamaan (14).

𝑑𝑔=𝛴𝐴𝑥/𝛴𝐴 (13) 𝑀𝑟=𝑑𝑔 𝑊𝑔 (14) Keterangan : dg : Jarak horizontal Wg (m) A : Luas gabion (m2) Mr : Momen Penahan (kN)

Wg : Berat gabion / 1 m panjang (kN/m)

Faktor keamanan terhadap Guling (SFo) dihitung dengan Persamaan (15). Faktor keamanan terhadap geser (SFs) dihitung dengan Persamaan (16).

𝑆𝐹𝑜=𝑀𝑟/𝑀𝑜 (15)

𝑆𝐹𝑠=𝜇𝑊𝑔/𝑃ℎ (16)

Keterangan :

SFo : FS terhadap guling SFs : FS terhadap geser Mo : Momen guling (kN) Mr : Momen Penahan (kN)

Wg : Berat gabion / 1 m panjang (kN/m) Ph : Tekanan aktif arah horizontal (kN/m)

Eksentrisitas reaksi (e) dihitung dengan Persamaan (17). Batas eksentrisitas dihitung dengan Persamaan (18).

𝑒 =

𝐵

2

(𝑀𝑟−𝑀𝑜)

(35)

−𝐵/6 ≤ 𝑒 ≤ 𝐵/6 (18) Keterangan : e : Eksentrisitas B : Lebar dinding (m) Mo : Momen guling (kN) Mr : Momen Penahan (kN)

Wg : Berat gabion / 1 m panjang (kN/m)

Bronjong akan digunakan pada lereng di Desa Puraseda. Data berat jenis tanah pada perencanaan bronjong diasumsikan berdasarkan Tabel 7 (Hardiyatmo 2006 dalam Murri et.al. 2014), yang akan digunakan sebagai parameter dalam mencari berat isi jenuh (γsat) bronjong.

Tabel 7 Spesific grafity

Parameter Satuan Nilai

Berat Jenis (Gs) Kerikil - 2.65 – 2.58

(36)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Desa Puraseda

Desa Puraseda termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Terdapat lereng-lereng curam di desa Puraseda, pemukiman warga sekitar umumnya berada dibawah lereng-lereng tersebut. kondisi tersebut mengakibatkan pemukiman warga sangat rawan terhadap resiko tertimpa longsoran lereng, terutama pada saat musim hujan. Berdasarkan release Pemerintah Kabupaten Bogor pada laman website bogorkab.go.id, Kecamatan Leuwiliang diklasifikasikan kedalam zona merah rawan longsor. Hasil observasi langsung di Kecamatan Leuwiliang, longsor umumnya terjadi pada saat musim hujan ataupun pada saat terjadi hujan deras. Beberapa rumah di desa Puraseda mengalami kerusakan sedang akibat tertimpa longsoran. Lereng yang dipilih sebagai lokasi penelitian telah mengalami longsor pada bulan April 2016 dan menyebabkan kerusakan sedang pada beberapa rumah warga.

Topografi Lereng dan Karakteristik Tanah

Topografi lereng dimodelkan menggunakan perangkat lunak Surfer 11. Berdasarkan hasil permodelan (Gambar 13) lereng memiliki kemiringan yang hampir seragam. Tinggi lereng mencapai 15 m sedangkan panjang lereng mencapai 16 m (Gambar 14) sehingga sudut kemiringan lereng mencapai 43o. Menurut Utomo (2008), kemiringan berpengaruh terhadap keseimbangan energi, bertambahnya nilai kemiringan lereng diikuti dengan bertambahnya luas hamparan longsor. Selain itu lereng dengan sudut kemiringan > 20o berpotensi menimbulkan longsor.

Gambar 13 Hasil pemodelan lereng menggunakan Surfer A

(37)

Gambar 14 Potongan lereng yang dianalisis

Umumnya suatu lereng sangat panjang sehingga dalam penelitian ini lereng dimodelkan dalam betuk 2 dimensi (plain strain). Sumiyanto dan Adhe (2010) melakukan pengamatan pada lereng dengan menggunakan model lereng 2 dimensi (plain strain). Gambar 14 merupakan model 2 dimensi lereng dengan sudut 43o.

Sudut tersebut diperoleh setelah lereng disederhanakan kedalam bentuk 2 dimensi.

(a) Bagian atas (b) Bagian bawah

(c) Bagian tengah

Gambar 15 Grafik tegangan geser pada tiap bagian lereng

Output yang dihasilkan uji karakteristik tanah di laboratorium adalah berat isi, kohesi, dan sudut geser dalam. Budi (2011) menentukan besarnya kohesi tanah

y = 0.3249x + 0.2464 R² = 0.9999 0.000 0.500 1.000 1.500 0 1 2 𝜏 (Kg /cm 2) Beban uji (Kg/cm2) y = 0.3201x + 0.2637 R² = 0.9897 0.000 0.500 1.000 1.500 0 1 2 𝜏 (Kg /cm 2) Beban uji (Kg/cm2) y = 0.3719x + 0.1883 R² = 0.9997 0.000 0.500 1.000 1.500 0 1 2 𝜏 (K g/cm 2) Beban uji (Kg/cm2) 𝛾3 𝑐33 𝛾2 𝑐22 𝛾1 𝑐11

(38)

22

dan sudut geser menggunakan grafik pada Gambar 12. Kohesi merupakan perpotongan antara garis linear dan ordinat pada tekanan normal sebesar nol, sedangkan sudut geser dalam tanah ditentukan dari sudut kemiringan garis regresi linear yang menghubungkan titik-titik hasil pengujian dan sumbu horizontal. Data hasil pengujian laboratorium setelah diplot pada grafik tegangan geser dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai kohesi dan sudut geser dalam dapat diperoleh melalui persamaan linear pada masing-masing grafik. Berikut contoh perhitungan untuk memperoleh nilai kohesi dan sudut geser dalam.

Persamaan linear (c) y = 0.3719x + 0.1883 atau dapat ditulis dengan τ = 0.1883 + 0.3719 σ

kohesi (c) = 0.1883 Kg/cm2 * 98.066 = 18.46 KN/m2

tan φ = 0.3719

Sudut geser dalam (φ) = 20.4o

Tabel 8 Hasil uji karakteristik tanah Sample Kohesi Sudut Geser Dalam (o) Berat Isi (KN/m3) Kg/cm2 KN/m2 Atas 0.25 24.16 17.99 14.82 Tengah 0.19 18.46 20.4 14.45 Bawah 0.26 25.86 17.74 16.37

Berat isi pada Tabel 8 diperoleh melalui uji laboratorium, Berat isi ditentukan dengan mengukur berat sejumlah tanah yang isinya diketahui dengan volume sejumlah tanah tersebut. Nilai berat isi suatu tanah umumnya berada pada rentang 1.2 gr/cm3 dan 2.5 gr/cm3 (11.76 KN/m3 s/d 24.5 KN/m3) (Wesley 1973). Berdasarkan hal tersebut nilai berat isi yang diperoleh pada penelitian ini telah memenuhi kondisi nilai berat isi menurut Wesley (1973). Nilai kohesi dan sudut geser dalam berbanding lurus dengan angka faktor keamanan. Hasil penelitian Famungkas et al. (2014) menunjukkan bahwa meningkatnya nilai kohesi dan sudut geser dalam akan menyebabkan angka faktor keamanan juga semakin meningkat. Hasil penelitian Akmal (2016), dengan nilai kohesi, sudut geser dalam, dan berat isi beruturut-turut sebesar 16.67 KN/m2 , 16.44o , dan 17.52 KN/m3 diperoleh nilai faktor keamanan 1.400. Nilai faktor keamanan tersebut menurut DPU (1987) belum cukup aman karena batas aman (FS) yang dianjurkan adalah 1.500. Data karakteristik tanah yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Akmal (2016) sehingga terdapat kemungkinan lereng memiliki faktor keamanan yang tidak aman.

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis stabilitas lereng dilakukan untuk mengetahui faktor aman pada suatu lereng (Hardiyatmo 2006). Analisis dilakukan menggunakan software Geostudio SLOPE/W 2012 dengan metode Bishop yang disederhanakan (simplified Bishop method).

(39)

Gambar 16 Hasil analisis stabilitas lereng (sebelum perkuatan)

Permodelan lereng pada Geoslope SLOPE/W disesuaikan pada potongan lereng (Gambar 14). Lereng bagian atas, tengah, dan bawah yang dimodelkan berwarna merah, hijau, dan kuning pada software didefinisikan berdasarkan teori Mohr-Coloumb, yaitu dengan input data berupa berat isi (KN/m3), kohesi (KN/m2), dan sudut geser (o) (Tabel 8). Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 16 diperoleh faktor keamanan lereng sebesar 1.366, dengan daerah arsiran hijau merupakan area yang diprediksi mengalami longsor. Menurut DPU (1987) nilai faktor keamanan di bawah 1.5 menunjukkan bahwa lereng dalam keadaan tidak stabil dan rawan terjadi longsor.

Hasil penelitian Priyono (2006) menunjukkan bahwa karakteristik tanah juga berpengaruh terhadap longsoran karena nilainya yang berbanding lurus dengan faktor keamanan. Utomo (2008) menjelaskan bahwa kemiringan berpengaruh terhadap longsoran karena kemiringan tersebut berimplikasi pada keseimbangan energi. Menurut Subiyanti et. al. (2011), hujan dengan curah tertentu yang meresap (infiltrasi) ke dalam lereng dapat mendorong massa tanah sehingga terjadi longsor. Secara umum longsor yang terjadi pada lokasi pengamatan dipengaruhi oleh hal-hal di atas terutama akibat lereng yang curam dan hujan sehingga berimplikasi pada nilai faktor aman (FS). Terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan faktor keamanan lereng salah satunya dengan melakukan modifikasi pada geometri lereng (Hardiyatmo 2006), seperti membuat teras ataupun memasang bronjong.

Penguatan Lereng dengan Teras

Teras merupakan metode konservasi yang ditujukan untuk mengurangi panjang lereng, menahan air, dan memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah. Menurut Puslitbangtanak (2004), fungsi utama teras adalah untuk memperlambat aliran permukaan, menampung dan menyalurkan air permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, meningkatkan laju infiltrasi dan

(40)

24

mempermudah pengolahan tanah. Perencanaan teras dilakukan menggunakan variasi geometri teras yang dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 17 merupakan hasil analisis variasi 1 dengan vertikal interval ½ H dan lebar bangku 5 m. Hasil analisis menunjukan nilai faktor aman (FS) sebesar 1.548, hasil ini telah memenuhi batas aman FS menurut DPU (1987).

Gambar 17 Hasil analisis stabilitas lereng dengan VI ½ H

Gambar 18 Hasil analisis stabilitas lereng dengan VI 1/3 H

Gambar 18 merupakan teras dengan vertikal interval 1/3 H dan lebar bangku 5 m. Hasil analisis pada software menunjukan nilai faktor aman (FS) sebesar 1.599. Hasil ini telah memenuhi batas aman FS menurut DPU (1987).

1.548

(41)

Gambar 19 Hasil analisis stabilitas lereng dengan VI 1/4 H

Gambar 19 merupakan hasil analisis dengan SLOPE/W pada lereng setelah dibuat teras dengan vertikal interval ¼ H dan lebar bangku 5 m, dan diperoleh nilai FS sebesar 1.504. Hasil analisis dengan variasi geometri berdasarkan hasil perhitungan menggunakan persamaan 3 dapat dilihat pada Gambar 20. Vertikal interval (VI) berdasarkan perhitungan adalah 9 m dan lebar 5 m, sedangkan nilai FS yang diperoleh sebesar 1.503. Hasil analisis variasi 3 dan berdasarkan perhitungan telah memenuhi batas aman FS menurut DPU (1987).

Gambar 20 Hasil analisis stabilitas lereng dengan V.I 9 m

Hasil seluruh analisis perkuatan lereng menggunakan teras pada SLOPE/W dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan data pada Tabel 9, seluruh variasi geometri teras yang digunakan memenuhi angka faktor aman menurut

1.504

(42)

26

DPU (1987). Penentuan variasi geometri teras yang akan digunakan sebagai alternatif perkuatan lereng akan dibahas pada subbab perhitungan biaya.

Tabel 9 Faktor kemanan pada masing-masing teras Kriteria Teras Lebar Bangku Faktor

Keamanan (FS) Lereng eksisting VI 1/2 H VI 1/3 H VI 1/4 H VI hasil perhitungan ( 9 m) - 1.366 5 m 1.548 5 m 1.599 5 m 1.504 5 m 1.503

Penguatan Lereng menggunakan Dinding Bronjong

Menurut BSN (1999), bronjong adalah kotak yang terbuat dari anyaman kawat baja berlapis seng yang pada penggunaannya diisi batu-batu untuk pencegah erosi yang dipasang pada tebing-tebing, tepi-tepi sungai, yang proses penganyamannya menggunakan mesin. Parameter desain bronjong dapat dilihat pada Tabel 10. Spesifikasi bronjong menurut BSN (1999) yang digunakan adalah dimensi 2 x 1 x 1 m dan berat isi bronjong 25 kN/m3. Parameter desain tinggi dan lebar rencana (H dan B) ditentukan berdasarkan Tabel 5 menurut GEO (2004 dalam Akmal 2016), sedangkan parameter lain seperti berat isi, sudut geser dalam diperoleh melalui data pada Tabel 8.

Tabel 10 Parameter perencanaan dinding bronjong

Parameter Nilai H 5 m B 4 m q 0 kN/m2 α 0 β 0 ϕ 17.74o ws 16.37 kN/m3 wg 25 kN/m3 δ 29o (BNC 2006 dalam Akmal 2016)

Hasil perhitungan pada Tabel 11 diperoleh melalui perhitungan menggunakan Persamaan (7) s.d. Persamaan (18). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut faktor keamanan terhadap guling dan geser telah memenuhi persyaratan menurut GEO (2004 dalam Akmal 2016), yaitu faktor keamanan terhadap guling > 2 dan terhadap geser > 1.5. Nilai eksentrisitas juga telah memenuhi syarat yaitu berada pada rentang -0.6 hingga 0.6. Gambar potongan rancangan bronjong dapat dilihat pada Gambar 22. Rancangan bronjong tersebut memiliki tinggi 5 m dan lebar 4 m dengan dimensi bronjong berdasarkan BSN (1999) yaitu 2 m x 1 m x 1 m.

(43)

Tabel 11 Hasil perhitungan perencanaan dinding bronjong

Parameter Nilai Ket

Koefisien Tanah Ka 0.54

Tekanan Tanah Aktif Pa 111.08 kN/m

Tekanan Tanah Aktif arah Horizontal

Ph 111.08 kN/m Jarak Vertikal terhadap Ph da 1.6 m

Momen Guling Mo 177.72 kN

Berat Gabion / 1 m Panjang Wg 322 kN/m

Jarak Horizontal Wg dg 2.35 m

Momen Penahan Mr 759 kN

Faktor Keamanan terhadap Guling SFo 4.2 Aman Faktor Keamanan terhadap Geser SFs 1.6 Aman

Eksentrisitas e 0.19 m Aman

Perhitungan nilai FS menggunakan Geostudio SLOPE/W pada perkuatan menggunakan bronjong tidak dapat dilakukan sehingga dilakukan perhitungan manual menggunakan Metode Bishop Disederhanakan. Untuk mempermudah proses perhitungan manual, titik pusat gelincir dan bidang gelincir digunakan hasil trial and error menggunakan perangkat lunak SLOPE/W. Gambar 21 merupakan sketsa lereng yang dibagi kedalam 10 irisan. Dari hasil perhitungan secara manual menggunakan metode Bishop Disederhanakan diperoleh faktor aman (FS) sebesar 2.71. Hasil tersebut telah memenuhi kriteria batas aman menurut DPU (1987). Tabel perhitungan manual dapat dilihat pada Lampiran 4.

(44)

28

Gambar 22 Dimensi bronjong yang direncanakan

Rencana Anggaran Biaya

Anggaran biaya perencanaan teras dan bronjong mengacu pada daftar harga satuan pekerjaan Kabupaten Bogor tahun 2016. Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP)

No Uraian SAT Koef Harga Satuan

(Rp) Jumlah (Rp)

1

Membersihkan Lapangan & Perataan

Pekerja Oh 0.100 106,000.00 10,600.00 Mandor Oh 0.005 187,000.00 935.00 Jumlah 11,535.00 2 Menggali 1 m3 Tanah Pekerja Oh 0.750 106,000.00 79,500.00 Mandor Oh 0.025 187,000.00 4,675.00 Jumlah 84,175.00 3 Pemasangan Beronjong Pekerja Oh 0.75 106,000.00 79,500.00 Mandor Oh 0.025 187,000.00 4,675.00 Tukang Batu Oh 0.2 133,000.00 26,600.00 Kepala Tukang Oh 0.025 160,000.00 4,000.00 Batu Kali m3 1.2 339,909.00 407,890.80 Kawat Beronjong Kg 6.5 34,922.25 226,994.63 Jumlah 749,660.43

(45)

Total anggaran yang dibutuhkan untuk pembuatan teras pada masing masing variasi geometri dan pembuatan bronjong dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Anggaran biaya masing-masing perkuatan

Jenis Perkuatan Rancangan Anggaran Biaya (Rp.) (Pembulatan)

Teras Variasi I 16,476,000.00

Teras Variasi II 17,873,100.00

Teras Variasi III 13,917,000.00

Teras Hasil Perhitungan 20,013,900.00

Bronjong 178,763,200.00

Berdasarkan rancangan anggaran biaya (RAB) yang dapat dilihat pada Tabel 13, variasi III dipilih sebagai alternatif perkuatan pada lereng di Desa Puraseda. Biaya yang diperlukan pada pembuatan teras dengan geometri variasi III lebih sedikit dibandingkan dengan variasi lainnya. Rancangan anggaran biaya (RAB) pembuatan teras variasi III dapat dilihat pada Tabel 14, sedangkan RAB teras variasi lain dan bronjong dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Teras variasi III direncanakan dengan total luas permukaan lereng yang dianalisis mencapai 336 m2, dan volume galian sebesar 119.3 m3.

Tabel 14 Rancangan Anggaran Biaya (RAB) geometri teras variasi III

No Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1 Membersihkan

Lapangan & Peralatan 336 m

2 11,535.00 3,875,760.00

2 Galian tanah 119.3 m3 84,175.00 10,041,187.22

Total 13,916,947.22

Pembulatan 13,917,000.00

Rancangan anggaran biaya (RAB) untuk pemasangan dinding bronjong pada lereng sepanjang 16 m, yaitu panjang area pemukiman yang berada pada kaki lereng. Biaya yang dibutuhkan dengan dimensi tinggi 5 m, lebar 6 m, dan panjang 16 m sebesar Rp. 178,763,200.00. Berdasarkan analisis stablitas lereng dan analisis terhadap masing-masing perkuatan, perkuatan menggunakan teras variasi III dipilih sebagai alternatif penguatan lereng di Desa Puraseda. Hal tersebut berdasarkan pembuatan teras dengan geometri variasi III ditinjau dari segi ekonomi lebih efektif dibandingkan alternatif perkuatan menggunakan bronjong ataupun variasi geometri teras lainnya. Uraian analisis biaya (RAB) dapat dilihat pada bagian Lampiran 5 dan Lampiran 6.

(46)

30

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil analisis kestabilan lereng dengan metode Bishop pada software SLOPE/W menunjukkan nilai faktor aman (FS) 1.366, yang berada di bawah batas aman sehingga perlu diberikan penguatan terhadap lereng. 2. Penguatan lereng dengan geometri teras variasi 3 meningkatkan faktor

aman lereng di atas batas aman yaitu 1.540. Penguatan lereng menggunakan bronjong dengan tinggi 5 m dan lebar 4 m telah memenuhi batas aman dengan nilai FS terhadap guling 4.2 dan nilai FS terhadap geser 1.6.

3. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penguatan lereng dengan geometri teras terpilih sebesar Rp. 13,917,000.00, sedangkan biaya perkuatan menggunakan bronjong sebesar Rp. 178,763,200.00.

Saran

Kejadian longsor di Kabupaten Bogor sering terjadi terutama pada musim hujan, sehingga analisis kestablian lereng terhadap lokasi-lokasi tersebut perlu dilakukan. Hal tersebut diperlukan agar tidak terjadi longsor susulan. Pengujian karakteristik tanah dianjurkan menggunakan uji triaksial sehingga faktor tekanan air dapat diperhitungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Akmal FZ. 2016. Analisis Stabilitas Lereng di Desa Sukamakmur, Kabupaten Bogor Menggunakan Metode Fellenius Melalui Aplikasi Geostudio SLOPE/W [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID) : IPB Press

Bishop A.W. 1955. The Use of Slip Surface in The Stability of Analysis Slopes, Geotechnique, Vol 5. London (UK).

[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. Indeks Rawan Bencana Indonesia : Bencana Tanah Longsor. Jakarta (ID) : BNPB.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Spesifikasi Bronjong Kawat. SNI 03-0090-1999. Jakarta (ID) : BSN.

Budi GS. 2011. Pengujian Tanah di Laboratorium. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu Das BM. 1985. Principles of Geotechnical Engineering. Nevada (US) : PWS

Publishing.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsoran, SKBI – 2.3.06., Jakarta (ID). Yayasan Badan Penerbit PU. DPU

Famungkas F, Widodo Suyadi, Yulvi Zaika. 2014. Analisis Stabilitas Lereng Memakai Perkuatan Geotekstil dengan Bantuan Perangkat Lunak (Studi

(47)

Kasus pada Sungai Parit Raya). Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil. 1(3) : 13 – 20

Hakam A, Rizky PM. 2011. Studi Stabilitas Dinding Penahan Tanah Kantilever pada Ruas Jalan Silaing Padang. Jurnal Rekayasa Sipil. 7(1) : 58 - 74

Hardiyatmo H.C. 2006. Mekanika Tanah I edisi ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Hidayah S., Gratia Y.R. 2007. Program Analisis Stabilitas Lereng (Slope Stability Analysis Program), [Laporan Tugas Akhir]. Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang (ID). Universitas Diponegoro.

Kurniawan A. 2014. Analisis Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Slope/W 2004 untuk Bidang Gelincir Melingkar berdasarkan Grid & Radius. Jurnal Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia. 2(1) : 21-29.

Murri MM, Niken SS, Sholihin A. 2014. Analisis Stabilitas Lereng dengan Pemasangan Bronjong. Jurnal Matriks Teknik Sipil. 2(1) : 162 – 169.

Mustafril. 2006. Simulasi Desain Teras dan Analisis Stabilitas Lereng untuk Konservasi Tanah dan Air. Jurnal Agrista 10(2) : 77 – 84.

Nurmanza E, Widodo S, Suroso. 2012. Analisis Stabilitas Lereng dengan Perkuatan Tiang (Pile) dengan Bantuan Perangkat Lunak. Jurnal Teknik Sipil. 15(1) : 83 – 92.

Pramudo LTH. 2016. Analisis Stabilitas Lereng dengan Terasering di Desa Sendangmulyo, Tirtomoyo, Wonogiri [skripsi]. Solo (ID) : Universitas Sebelas Maret. Solo.

Priyono KD, Yuli P, Priyono. 2006. Analisis Tingkat Bahaya Longsor Tanah di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Forum Geografi. 20(2) : 175 – 189.

[Puslitbangtanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agrolimat. 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Berlereng. Kurnia U, Rahman A, Dariah A, editor. Bogor (ID) : Puslitbangtanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Purnamasari DA. 2014. Desain Terasering pada Lereng Sungai Gajah Putih Surakarta [skripsi]. Solo (ID) : Universitas Sebelas Maret. Solo.

Putra TGS, Made DWA, Made A. 2010. Analisis Stabilitas Lereng pada Badan Jalan dan Perencanaan Perkuatan Dinding Penahan Tanah. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 14(1) : 36 - 42

Rosihun M, Endaryanta. 2011. Analisis Stabilitas Talud Bronjong UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jurnal Inersia. 7(2)

Subiyanti H, Ahmad R, Rachmad J. 2011. Analisis Kelongsoran Akibat Pengaruh Tekanan Air Pori di Saluran Induk Kalibawang Kulonprogo. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika. 14(1) : 15 – 25.

Subri S. 2013. Studi Perkuatan Lereng Dengan Software Geoslope pada Tanah Lempung [skripsi]. Makasar (ID) : Universitas Hasanudin.

Sumiyanto, Adhe NPSH. 2010. Pengaruh Pembuatan Terasering pada Lereng Terhadap Potensi Longsor. Jurnal Dinamika Rekayasa. 6(2) : 50 – 55. Sutikno. 1997. Penanggulangan Tanah Longsor. Jakarta (ID): Penerbit Andi. Suwarsa TG, Made Dodiek WA, Made A. 2010. Analisis Stabilitas Lereng pada

Badan Jalan dan Perencanaan Perkuatan Dinding Penahan Tanah. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 14(1) : 36 – 42.

(48)

32

Utomo BSS. 2008. Identifikasi Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(49)
(50)
(51)

Lampiran 1 Hasil Uji Sampel 1

Horizontal movement D

(1/100mm)

Shear Stress

Normal Stress = 0.5 kgf/cm2 Normal Stress = 1 kgf/cm2 Normal Stress = 1.5 kgf/cm2

Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) 0 0 0.00 0 0.00 0 0.00 20 16 0.15 21.5 0.20 19 0.18 40 23.5 0.22 32 0.30 34 0.32 60 29.5 0.28 39 0.37 43 0.40 80 34 0.32 48 0.45 51 0.48 100 38 0.36 53.5 0.50 57.5 0.54 120 42.5 0.40 59 0.56 64 0.60 140 45 0.42 64 0.60 70 0.66 160 47 0.44 69 0.65 77.5 0.73 180 48.5 0.46 72 0.68 82 0.77 200 72 0.68 85 0.80 220 72.5 0.68 89 0.84 240 91 0.86 260 93 0.88 280 93.5 0.88 300 94.5 0.89 33

(52)

34 Lampiran 1 Lanjutan Horizontal movement D (1/100mm) Shear Stress

Normal Stress = 0.5 kgf/cm2 Normal Stress = 1 kgf/cm2 Normal Stress = 1.5 kgf/cm2

Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm)

shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov.

Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) 320 95.5 0.90 340 96.5 0.91 360 97.5 0.92 380 98.5 0.93 400 99.8 0.94 420 100.2 0.94 440 100.5 0.95 460 100.8 0.95 480 102.2 0.96 500 102.8 0.97 520 103.5 0.97 540 103.5 0.97 560 104.5 0.98 34

(53)

Lampiran 2 Hasil Uji Sampel 2

Horizontal movement D

(1/100mm)

Shear stress

Normal stress = 0.5 kgf/cm2 Normal stress = 1 kgf/cm2 Normal stress = 1.5 kgf/cm2 Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) 0 0 0.00 0 0.00 0 0.00 20 16 0.15 13.5 0.12 19.5 0.18 40 20 0.18 20 0.18 31 0.29 60 23.8 0.22 26 0.24 42.5 0.40 80 27 0.25 31 0.29 51 0.48 100 30.5 0.28 35 0.32 60.5 0.56 120 33.5 0.31 39 0.36 68 0.64 140 36.5 0.34 43.5 0.40 74 0.69 160 39 0.36 47.5 0.44 79 0.74 180 41.5 0.39 51.2 0.48 83 0.78 200 43.5 0.40 54 0.50 87 0.81 220 44.8 0.42 56 0.52 90 0.84 240 45.8 0.43 57.5 0.54 91.5 0.86 260 46.5 0.43 59 0.55 94 0.88 280 47 0.44 59 0.55 96 0.90 300 47.5 0.44 60 0.56 99 0.93 320 47.5 0.44 60.5 0.56 101.5 0.95 340 48 0.45 61 0.57 103 0.96 35

(54)

36 Lampiran 2 Lanjutan Horizontal movement D (1/100mm) Shear stress

Normal stress = 0.5 kgf/cm2 Normal stress = 1 kgf/cm2 Normal stress = 1.5 kgf/cm2 Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) 360 48.5 0.45 61.5 0.57 103 0.96 380 48.8 0.45 62 0.58 103 0.96 400 49 0.46 63 0.59 103 0.96 420 49 0.46 63.5 0.59 440 64.2 0.60 460 64.5 0.60 480 64.5 0.60 500 64.5 0.60 520 540 36

(55)

Lampiran 3 Hasil Uji Sampel 3

Horizontal movement D

(1/100mm)

Shear stress

Normal stress = 0.5 kgf/cm2 Normal stress = 1 kgf/cm2 Normal stress = 1.5 kgf/cm2

Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) 0 0 0.000 0 0.00 0 0.00 20 18.5 0.08 17 0.16 20.8 0.29 40 25.8 0.12 21 0.19 31.1 0.43 60 27.8 0.13 23.8 0.22 34.6 0.48 80 28.2 0.13 26 0.24 37.8 0.53 100 28.6 0.13 28.2 0.26 40 0.56 120 29.2 0.13 30 0.28 42.8 0.60 140 30 0.14 31.2 0.29 44.2 0.62 160 30 0.14 32.2 0.30 46 0.64 180 30.1 0.14 33.4 0.31 47.2 0.66 200 34.5 0.32 48.5 0.68 220 35.5 0.33 49.8 0.70 240 36.2 0.34 50.2 0.70 260 37 0.34 51.3 0.72 280 38 0.35 52 0.73 300 39 0.36 53 0.74 320 40.2 0.37 53.6 0.75 340 41.5 0.39 54 0.76 37

(56)

38 Lampiran 3 Lanjutan Horizontal movement D (1/100mm) Shear stress

Normal stress = 0.5 kgf/cm2 Normal stress = 1 kgf/cm2 Normal stress = 1.5 kgf/cm2

Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) Proving-ring mov. Dp (1/100mm) shear stress τ (kgf/cm2) 360 42.2 0.39 54 0.76 380 42.8 0.40 54 0.76 400 43 0.41 420 44 0.41 440 44.8 0.42 460 45.2 0.42 480 46 0.43 500 46 0.43 520 46 0.43 3 8

(57)
(58)

Gambar

Tabel 1  Nilai FS untuk perencanaan lereng
Gambar 2  Skema analisis grid and radius
Gambar 6  Sketsa teras datar
Gambar 8  Sketsa variasi teras bangku  Penetapan Jarak Teras
+7

Referensi

Dokumen terkait