• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arang Aktif dari Cangkang Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Arang Aktif dari Cangkang Kelapa Sawit"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang menjadi andalan Indonesia untuk mendatangkan devisa setiap tahun. Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia dengan total produksi rata-rata 9,9 juta ton per tahun sejak tahun 2003. Sejalan dengan semakin meningkatnya produksi kelapa sawit dari tahun ke tahun, di sisi lain akan terjadi pula peningkatan volume limbahnya, baik berupa limbah padat maupun limbah cair. Limbah kelapa sawit adalah sisa-sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit (Fauzi, 2004). Limbah padat kelapa sawit dapat berupa tandan kosong, cangkang, janjang, dan fiber (sabut). Tandan kosong adalah rangka antar buah, sedangkan cangkang adalah kulit buah. Di antara cangkang terdapat serabut yang disebut fiber. Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit antara lain janjang kosong, limbah cair, limbah solid (padatan) dan cangkang (Pardamean, 2008). Sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah segar per tahun akan menghasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton tandan buah kosong.

Limbah padat kelapa sawit terdiri atas hemiselulosa (pentosan) 24%, selulosa (heksosan) 40%, lignin 21%, abu serta komponen lain sebanyak 15%, sedangkan menurut Khor dkk., (2009) pada limbah padat kelapa sawit mengandung hemiselulosa 33,52%, selulosa 38,52%, lignin 20,36%, zat ekstraktif 3,68% dan abu sebesar 3,92%. Berdasarkan komponen kimia tersebut, penumpukan dan pembakaran bukan merupakan metode yang tepat dan efektif untuk menangani permasalahan limbah padat kelapa sawit.

Penanganan limbah secara tidak tepat akan mencemari lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengolah dan meningkatkan nilai ekonomi limbah padat kelapa sawit. Saat ini, sebagian limbah janjang dan tandan telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak dan kompos. Menurut Pardamean (2008) sumber energi boiler dapat dihasilkan dari serat janjang dan cangkang kelapa sawit. Di samping itu, baik cangkang kelapa sawit maupun limbah padat lainnya dari limbah industri CPO (crude palm oil) dapat digunakan untuk

(2)

berbagai kebutuhan, antara lain sebagai bahan baku arang dan diharapkan dapat menggantikan bahan baku kayu (Nurhayati dkk., 2005)..

Walaupun demikian hingga saat ini, pemanfaatan cangkang belum digunakan secara maksimal, salah satu penyebabnya, karena limbah jenis ini sangat sukar terdekomposisi secara alami.

Salah satu teknologi alternatif yang dapat menjadi solusi bagi penanganan permasalahan limbah padat kelapa sawit ialah dengan teknik pirolisis. Teknik ini akan memebantu proses pengarangan cangkang kelapa sawit untuk pembuatan arang aktif sekaligus menghasilkan asap yang digunakan untuk pembuatan asap cair.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa sawit?

2. Parameter kualitas apa saja yang perlu diuji pada arang aktif dari tempurung kelapa sawit?

3. Bagaimana cara pengujian parameter kualitas arang aktif dari tempurung kelapa sawit?

4. Bagaimana perbandingan hasil pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa sawit melalui penelitian dibandingkan dengan Standar Industri Indonesia (SII)?

5. Bagaimana aplikasi arang aktif dari tempurung kelapa sawit? 1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui cara pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa sawit.

2. Mengetahui parameter kualitas yang perlu diuji pada arang aktif dari tempurung kelapa sawit.

3. Mengetahui cara pengujian parameter kualitas arang aktif dari tempurung kelapa sawit.

4. Membandingkan hasil pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa sawit melalui penelitian dengan Standar Industri Indonesia (SII).

(3)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS 2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit termasuk famili Arecaceae (dulu Palmae), sub famili Cocoideae, genus elaies yang mempunyai 3 spesies yaitu E. guineensis Jacq, E. oleifera Cortes dan E. odora W. Spesies pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan. Dua spesies lainnya terutama digunakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik dalam rangka program pemuliaan. Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Divisi : Embryophyta siphonagama Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Aracaceae (Dahulu Palmae) Sub-famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : E. guineensis Jacq

Bagian-bagian dari buah kelapa sawit terdiri atas kulit buah (exocarp), sabut dan biji (mesocarp), eksokarp dan mesokarp disebut perikarp (pericarp). Biji terdiri atas cangkang (endocarp) dan inti (kernel), sedangkan inti sendiri terdiri atas endosperm atau putih lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plumula), bakal akar (radicula) dan haustorium ( Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005 ).

Gambar 1. Bagian-bagian dari buah kelapa sawit Sumber: tanimedia.blogspot.com

(4)

2.2 Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis, yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas.

2.2.1 Limbah padat

Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, di samping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin.

2.2.2 Limbah cair

Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosilikon. Limbah kelapa sawit memeiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar karena diperlukan degradasi bahan organic yang lebih besar pula.

2.2.3 Limbah gas

Selain limbah padat dan cair, industri kelapa sawit juga menghasilkan limbah bahan gas. Limbah bahan gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit (Fauzi. 2014).

2.3 Cangkang Kelapa Sawit

Tempurung (cangkang) kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolaan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Tempurung buah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dimanfaatkan berbagai industry, antara lain indutri minyak, karet, gula, dan farmasi. Selama ini tempurung kelapa sawit digunakan hanya sebagaibahan bakar pembangkit tenaga uap atau pengeras jalan.

Cangkang kelapa sawit adalah bagian berkayu yang ada didalam buah sawit. Bagian ini berwarna coklat tua sampai kehitaman dengan tektur yang cukup keras dan berfungsi sebagai pelindung daging buah biji sawit (endosperm). Cangkang kelapa sawit sebagai salah satu limbah padat pengolahan minyak CPO dan PKO, dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Dengan kandungan karbon terikat sebesar 20,5%, cangkang kelapa sawit mampu dijadikan sebagai sumber energi alternative (Husain dkk., 2002).

(5)

Cangkang sawit seperti halnya kayu diketahui mengandung komponen-komponen serat seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Cangkang kelapa sawit mempunyai komposisi kandungan selulosa (26,27 %), hemiselulosa (12,61 %), dan lignin (42,96 %).

Berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dikelompokkan dalam tiga tipe yaitu:

Gambar 2. Tiga jenis cangkang pada kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkangnya Sumber: jacq-planter.blogspot.co.id

a) Dura, mempunyai cangkang (tempurung) tebal 6-8 mm porsi mesokarp terhadap buah sekitar 35-65% (dura Deli), kernel besar, tetapi minyak terekstrak rendah, 17-19%. Cangkang tebal dura diduga dapat memperpendek umur mesin pengolah.

b) Pisifera, tanpa cangkang, kernel kecil dengan lapisan fiber tipis, proporsi mesokarp tinggi dan kadar minyak terekstrak tinggi, tetapi sebagian besar betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.

c) Tenera. Merupakan hasil silangan antara dura dan pisifera sehingga mempunyai karakteristik gabungan antara dura dan pisifera sehingga meminimalisir kelemahan masing-masing. Kernel berukuran sedang dengan cangkang menjadi lebih tipis (0,5-4 mm). Proporsi mesokarp tinggi (60-95%) dan kadar minyak 22-25%, bahkan ada yang mencapai 28%. Dengan demikian maka hibrida tenera menjadi bahan tanam yang digunakan dalam budidaya

(6)

komersial, sedangkan dura dan pisifera terus digunakan untuk menemukan varietas unggul baru.

2.4 Arang Aktif

Karbon aktif adalah bahan karbon yang biasanya dalam bentuk amorf di alam dan dikembangkan dalam bidang industri manufaktur dan pengobatan. Setiap karbon aktif tergantung pada sumber dan kondisi persiapan awal sebelum diproses. Dari semua bahan baku yang dikenal dapat membuat arang aktif, limbah organik adalah salah satu alternatif paling menjanjikan dalam proses pembuatan arang aktif, selain harganya yang tidak mahal juga dipandang dari segi ketersediaannya yang sangat banyak di alam. Karbon aktif biasanya digunakan sebagai adsorben.

Bahan berpori yang terkenal seperti karbon aktif banyak digunakan sebagai adsorben. Baik sifat fisik dan kimianya membuat arang aktif secara jelas digunakan untuk proses pemisahan dan pemurnian di berbagai industri dan lingkungan. Sifat penting seperti luas permukaan, volume pori dan distribusi ukuran pori pada arang aktif sangat terkait dengan kapasitas adsorpsi. Area permukaan yang besar serta volume pori yang tinggi banyak digunakan dalam pemisahan cairan dan gas, obat-obatan dan katalis yang dapat mendukung aksesibilitas situs aktif berkaitan dengan aktivitas katalitik. Distribusi ukuran pori dengan kombinasi dari micropori (diameter pori < 2nm) dan mesopori (diameter pori 2-50 nm) diharapkan dapat meningkatkan proses pengangkutan partikel atau molekul dalam jaringan berpori dan memfasilitasi adsorpsi molekul yang lebih besar. Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai jenis bahan awal yang kaya akan sumber karbon.

Menurut Standart Industri Indonesia (SII No. 0258-79) yang dikeluarkan department perindustrian, persyaratan arang aktif adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Persyaratan Arang Aktif Menurut SII No.0258 -79

Jenis Persyaratan

Bagian yang hilang pada pemanasan 950 °C Maksimum 15%

Air Maksimum 10%

Abu Maksimum 2,5%

Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata Daya serap terhadap larutan Minimum 20%

(7)

2.5 Aktivasi Kimia dengan menggunakan H3PO4

Proses aktivasi merupakan suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Pada umumnya karbon aktif dapat diaktivasi dengan 2 cara, yaitu dengan cara aktivasi kimia dengan hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, CaCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan

H3PO4 dan aktivasi fisika yang merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan bantuan panas pada suhu 800°C hingga 900°C (S.C. Kim, I.K. 1996).

Pengaktifan dengan H3PO4 dipilih karena senyawa ini memiliki stabilitas termal dan

karakter kovalen yang tinggi sehingga diharapkan bahan pengaktif ini dapat meningkatkan daya serap dan memaksimalkan potensi karbon aktif sebagai adsorben. Bahan pengaktif H3PO4 berfungsi mengikat senyawa-senyawa pengotor bukan karbon yang menyebabkan pori

pada karbon akan semakin terbuka. Pada aktivasi kimia, karbon hasil proses karbonsasi diubah dari karbon yang memiliki daya serap rendah menjadi karbon yang memiliki daya serap tinggi. Selain itu proses aktivasi akan memperkecil rerata jari pori dan memperbesar luas permukaan, serta memperoleh karbon yang berpori diharapkan nantinya adsorben yang dihasilkan dapat menyerap gas pengotor dalam biogas terutama gas CO2, sehingga dengan

diserapnya gas CO2 maka kadar CH4 dalam biogas akan meningkat (Bansal and Gosal, 1988).

Menurut Kurniati (2008) pengaktivasi H3PO4 sangat baik dalam mengikat

senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi didalam karbon aktif. Inilah yang menyebabkan rerata jejari pori pada adsorben karbon aktif cangkang sawit aktivasi kimia memilki ukuran yang lebih besar dibanding dengan karbon aktif komersial. Hal ini dikarenakan dengan hilangnya senyawa-senyawa pengotor di dalam karbon aktif menyebabkan rerata jari pori akan semakin besar sehingga di dalam adsorben karbon aktif tersebut tidak ada senyawa penggangu dalam proses adsorpsi.

2.6 Pirolisis

Pirolisis atau pengarangan adalah suatu proses pemanasan pada suhu tertentu dari bahan-bahan organik dalam jumlah oksigen sangat terbatas. Proses ini menyebabkan terjadinya proses penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk metanol,

(8)

uap-uap asetat, tar-tar dan hidrokarbon (Eero, 1995 dalam Indah, dkk., 2009). Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat. Umumnya, proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300 oC dalam waktu 4-7 jam

Pirolisis berasal dari dua kata yaitu pyro yang berarti panas dan lysis berarti penguraian atau degradasi, sehingga pirolisis berarti penguraian biomassa karena panas pada suhu lebih dari 150 0C (Kamaruddin et al. 1999 dalam Marasabessy 2007). Proses pirolisa melibatkan

berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisa kayu adalah: penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 oC, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200-250 oC, pirolisa selulosa pada suhu 280-320 oC dan pirolisa lignin pada suhu 400 oC. Pirolisa pada suhu 400 oC ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti

kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard 1992; Maga, 1988 dalam Luditama 2006). Dengan teknik pirolisis limbah padat kelapa sawit dapat diolah secara cepat menghasilkan produk berupa arang dan asap.

(9)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Timbangan, alat pirolisis, ayakan, oven, cawan, beaker glass, eksikator, tanur, kertas saring. 3.1.2 Bahan

Cangkang kelapa sawit, H3PO4, air suling.

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Proses Pembuatan Arang Aktif 1. Proses Karbonasi

a. Cangkang kelapa sawit dibersihkan dari kotoran, dicuci, kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering (berat kosong).

b. Kemudian ditimbang sebanyak 50 gram, lalu dikarbonisasi pada suhu 400oC selama 0,5 jam dalam alat pirolisis dengan sedikit udara.

c. Setelah itu arang yang terbentuk diayak dengan ukuran 10 mesh dan tertahan di 12 mesh. 2. Proses Aktivasi

a. Arang yang terbentuk direndam dalam larutan H3PO4 dengan konsentrasi 1, 3, 5, 7 dan 9%

volum, dengan perbandingan 1:15 dalam beaker glass selama waktu 16; 18; 20; 22 dan 24 jam.

b. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 110oC. c. Arang aktif yang terbentuk kemudian dianalisa.

3.2.2 Analisa hasil

a. Uji daya serap terhadap Iod

0,25 gram sample dimasukkan kedalam erlenmeyer, tambahkan 25 ml larutan I2 kocok selama 15 menit. Kemudian cairan disaring dengan menggunakan kertas saring. Ambil 10 ml filtrat dan dititrasi dengan larutan thiosulfat 0,1 N. Jika warna kuning dari larutan telah samar tambahkan larutan kanji 1% sebagai indikator. Titrasi kembali dengan teratur sampai titik

(10)

akhir yaitu warna biru telah hilang. Untuk perbandingan digunakan larutan blanko dengan cara yang sama.

b. Bagian yang hilang pada pemanasan 950OC

Ditimbang 1 gram sample, lalu masukkan dalam cawan kemudian diatas cawan tersebut ditutupi dengan cawan yang lain yang telah diketahui beratnya. Kemudian dipanaskan sampai suhu 950oC dalam tanur. Setelah suhu tercapai kemudian cawan dan isinya dibiarkan dingin lalu ditimbang.

c. Kadar air

Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah dikeringkan, dimasukkan dalam oven lalu dipanaskan pada suhu 110 OC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

d. Kadar abu

Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan diabukan diatas api sampai seluruh sample menjadi abu, cawan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

(11)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik 1. Kadar air pada arang aktif cangkang kelapa sawit

Pada grafik 1. menunjukkan bahwa semakin lama perendaman arang dalam H3PO4 maka kadar air semakin tinggi. Namun sebaliknya kadar air akan menurun pada konsentrasi aktifator yang lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena karbon tersebut tidak mengandung bahan yang menyerap air.

Syarat mutu karbon aktif untuk kadar air adalah maksimal 15% (SII 0258-88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 7,15% - 7,77%.

(12)

Pada grafik 2. menunjukkan bahwa semakin lama perendaman kadar abu semakin meningkat, namun akan turun ketika konsentrasi aktifator meningkat. Syarat mutu karbon aktif untuk kadar abu adalah maksimal 10% (SII 0258 – 88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 1,09% - 2,85%.

Grafik 3. Volatile Matter pada arang aktif cangkang kelapa sawit

Pada grafik 3 menunjukkan bahwa semakin lama perendaman semakin meningkat volatile matternya, begitu juga dengan konsentrasi aktifator. Semakin tinggi aktivator semakin meningkat pula volatile matternya. Syarat mutu karbon aktif untuk volatile matter (bagian yang hilang pada pemanasan 950oC) adalah maksimal 25% (SII 0258-88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 1,09% - 2,85%.

(13)

Pada grafik 4. menunjukkan bahwa kemampuan adsorbsi karbon aktif dari hasil aktifasi dengan larutan kimia H3PO4 cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi

larutan kimia aktifasi, hal ini dikarenakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktifasi maka semakin kuat pengaruhnya larutan kimia tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari cangkang kelapa sawit. Syarat mutu karbon aktif untuk daya serap terhadap Iodine (I2) adalah maksimal 20% (SII 0258 – 88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 7,61% - 21,83%.

Aplikasi Karbon Aktif Dari Cangkang Kelapa Sawit Dengan Aktivator H3PO4 Untuk Penyerapan Logam Berat Cd Dan Pb

Adsorpsi dilakukan menggunakan pengaduk rotary shaker pada suhu ruang. Pemilihan suhu ruang ini karena proses adsorpsi pada suhu yang semakin tinggi menyebabkan ion logam berat yang terserap oleh adsorben semakin sedikit. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu pada proses adsorpsi, maka pergerakan ion logam berat yang terserap oleh adsorben semakin berkurang.

Karbon aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan kedalam 100 ml air suling yang mengandung 5, 10, 15, 20 mg/l (ppm) larutan logam berat Pb dan Cd dengan waktu kontak 40 menit. Dari hasil penelitian Gultom, 2014, bahwa kondisi optimum penyerapan untuk Cd dan Pb dicapai pada konsentrasi 10 ppm dengan efisiensi penyerapan untuk ion logam Cd dan Pb masing-masing sebesar 68,7 % dan 62,9 %.

(14)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa arang aktif yang terbuat dari cangkang kelapa sawit pada suhu karbonisasi 400 OC selama 0,5 jam, hasilnya cukup baik, warnanya

hitam mengkilat. Didapatkan kondisi terbaik yaitu pada waktu perendaman 22 jam dengan konsentrasi aktifator 9%, dengan hasil : Kadar air ; 7,36 %,. Kadar abu ; 2,77 %, Volatile Matter ; 8,21 %, Daya serap Iodine; 19,80 %.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Allwar, Lily Nurmala Sari, Krisna Merdekawati, Dwiarso Rubiyanto. 2015. Removal of Fe

and Cu Ions from Patchouli Essential Oil Using ZnCl2-Activated Carbon Adsorbent Modified With Ammonia. IOSR Journal of Applied Chemistry (IOSR-JAC) e-ISSN:

2278-5736.Volume 8, Issue 2 Ver. I, PP 17-23.

E, Abechi S., Gimba C.E, Uzairu A, Dallatu Y.A. 2013. Preparation and Characterization

of Activated Carbon from Palm Kernel Shell by Chemical Activation. Research Journal

of Chemical Sciences ISSN 2231-606X Vol. 3(7), 54-61.

Gultom, E. M, M. Turmuzi Lubis. 2014. Aplikasi Karbon Aktif Dari Cangkang

Kelapa Sawit Dengan Aktivator H3PO4 Untuk Penyerapan Logam Berat Cd Dan Pb. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3, No. 1.

Kurniati, Elly. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol.8, No.2.

Widyastuti, Apria, Berlian Sitorus, Afghani Jayuska. 2013. Karbon Aktif Dari Limbah

Cangkang Sawit Sebagai Adsorben Gas Dalam Biogas Hasil Fermentasi Anaerobik Sampah Organik. JKK, volume 2 (1), halaman 30-33 ISSN 2303-1077.

Gambar

Gambar 1. Bagian-bagian dari buah kelapa sawit  Sumber: tanimedia.blogspot.com
Gambar 2. Tiga jenis cangkang pada kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkangnya  Sumber: jacq-planter.blogspot.co.id
Tabel 1. Persyaratan Arang Aktif Menurut SII No.0258 -79
Grafik 1. Kadar air pada arang aktif cangkang kelapa sawit
+2

Referensi

Dokumen terkait

F hitung &gt; F tabel atau (20,854 &gt; 3,093), hal ini berarti secara bersama-sama kedua variabel bebas yang diteliti yaitu variabel Citra Merek ( Brand Image) (X 1 ) dan

Di pembelajaran sebelumnya guru memberikan penugasan pada siswa, karena di dalam buku LKS itu hanya ada penjelasan sedikit terkait dengan materi, sehingga

Semburan lumpur tersebut berasal dari satu lapisan yang cukup tebal ( overpressured shale ) pada kedalaman antara 4.000 kaki s.d. b) Ketua Departemen Pengembangan Ilmu IAGI

formal serta pendidikan dasar dan menengah mengelola lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan, BHP tersebut memiliki 1 (satu) organ penentu kebijakan umum tertinggi untuk sejumlah

procedural dengan contoh kasus bahasa pascal dan C. Bahasa pemrograman procedural merupakan bahasa pemerograman yang melibatkan fungsi-fungsi atau proseedure- prosedur

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pakaian adat panaragan atau warok memiliki kharakter jiwa masyarakat Ponorogo yang tersimpan dalam nilai-nilai yang terdapat

3 merupakan suatu penelitian untuk memperoleh data yang benar terjadi di lapangan.Sedangkan penelitian kuantitatif sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono(2014:14)