• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI MUTU DARI PRODUK FERMENTASI IKAN BUDU TENGGIRI (Scomberomorus guttatus) 1. Oleh YUSRA ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI MUTU DARI PRODUK FERMENTASI IKAN BUDU TENGGIRI (Scomberomorus guttatus) 1. Oleh YUSRA ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

156 KARAKTERISASI MUTU DARI PRODUK FERMENTASI IKAN BUDU

TENGGIRI (Scomberomorus guttatus)1

Oleh YUSRA

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta HP: 085263157769 , E-mail: yusra@bunghatta.ac.id

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi mutu dari peroduk fermentasi ikan budu Tenggiri

(Scomberomorus guttatus). Metode yang digunakan adalah metode eksperiment. Bahan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan budu Tenggiri (Scomberomorus guttatus). Dari penelitian ini diketahui bahwa proses pengolahan ikan budu yang dilakukan oleh para pengolah masih bersifat tradisional dan masing-masing pengolah memiliki prosedur yang berbeda dalam pembuatan ikan budu. Bahan dasar yang digunakan oleh masing-masing pengolah sama yaitu ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus). Berdasarkan analisa kimia didapatkan kadar protein ikan budu: 31,63-45,12%, kadar lemak 3,43-4,39%, kadar air 34,05-45,12%, kadar abu 3,80-4,39%, karbohidrat 3,44-16,02% dan pH 6,5-6,7. Dari kelima sampel ditemukan adanya penambahan formalin sebagai pengawet ikan budu yakni pada sampel 5 yakni pengolah dari Sungai Limau Pariaman. Berdasarkan uji organoleptik diperoleh skor nilai kenampak 6,60 – 8,68, bau 6,88- 8,40, tekstur 7,80-8,56 dan jamur 1,64-7,40. Total koloni bakteri yang didapat adalah sebanyak 16x109 koloni. Berdasarkan uji identifikasi menggunakan medium GTA (Glukosa Tripton Agar) diketahui bahwa bakteri yang terdapat pada ikan budu adalah bakteri asam laktat memiliki ciri-ciri: gram positif, berbentuk batang dan coccus, memiliki spora, ada yang bersifat motil, katalase positif. Untuk sementara disimpulkan bahwa bakteri asam laktat yang terdapat dalam ikan budu adalah dari genus Bacillus dan Micrococcus.

Key words: Mutu, ikan, budu,Tenggiri (Scomberomorus guttatus)

1) Makalah yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Perikanan dengan

Memanfaatkan Sumberdaya Alam dan Potensi Lokal di Balairung Caraka Gedung B, FPIK Universitas Bung Hatta tanggal 28 April 2012

(2)

157 1. PENDAHULUAN

Ikan dikenal sebagai sumber protein hewani yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hal ini karena ikan lebih mudah dicerna dan mempunyai kandungan asamamino esensial yang lengkap dan seimbang. Di sisi lain, komoditas perikanan umumnya memiliki masa simpan yang singkat, karena sifatnya mudah rusak. Usaha memperpanjang umur simpan dan meningkatkan cita rasa dapat dilakukan dengan cara mengolah bahan pangan tersebut. Berbagai cara peengolahan ikan yang telah banyak dilakukan antara lain penggaraman, pengeringan, perebusan dan fermentasi, yang semuanya bertujuan untuk mengawetkan atau memperpanjang masa simpan ikan tersebut.

Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol atau diatur (Adawyah, 2007).

Secara umum, pada fermentasi hasil perikanan dikenal tiga macam proses pengolahan yang menghasilkan produk akhir yang berbeda yaitu bentuk ikan utuh (peda), pasta atau saus (terasi) dan cairan (kecap ikan). Pengolahan ikan secara fermentasi memiliki beberapa keunggulan, di antaranya bahan yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan yang tidak memiliki nilai ekonomis tinggi. Salah satu produk fermentasi ikan yang diproduksi oleh masyarakat khususnya daerah pesisir pantai Sumatera Barat adalah ikan budu, selain dari ikan tukai yang terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan.

Budu disini bukan berarti jenis ikan yang digunakan tapi adalah nama produknya. Seringkali agar lebih jelas nama produk ini dilengkapi dengan nama jenis ikan yang digunakan. Biasanya jenis ikan yang digunakan adalah ikan laut yang berukuran besar dan berdaging putih seperti Ikan Talang-talang (Chorinemus tala), Tenggiri (Scomberomorus guttatus) maupun jenis ikan lainnya. Secara lengkap produknya disebut ikan budu Talang, ikan budu Tenggiri atau ikan budu lainnya (Huda, 2004).

Proses pembuatan ikan budu secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat belum memiliki standar tertentu. Jumlah penambahan garam dan bumbu-bumbu, tempat yang digunakan, kondisi dan lamanya penyimpanan didasarkan pada kebiasaan masing-masing pengolah. Sebagaimana dengan produk fermentasi lainnya, hal ini dapat menyebabkan mutu produk menjadi tidak stabil dan tidak seragam. Menurut Heruwati (2002) beberapa produk fermentasi ikan masih mempunyai mutu dan nilai nutrisi yang rendah, tidak konsisten sifat fungsional, serta tidak ada jaminan mutu dan keamanan bagi konsumen. Bahkan terkadang untuk memperpanjang daya tahan ikan budu masih ada pengolah yang menambahkan bahan pengawet berbahaya seperti formalin. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang karakterisasi mutu ikan budu Tenggiri (Scomberomorus guttatus) ditinjau dari segi proksimat, organoleptik dan mikrobiologi.

(3)

158

2. METODOLOGI

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan budu Tenggiri (Scomberomorus guttatus). Zat-zat yang digunakan untuk analisa proksimat dan mikrobiologi antara lain : cellenium, H2SO4 pekat, aquadest, H2SO4 0,05N, indikator MM, NaOH 30% teknis, NaOH 0,1N, dietil eter, medium GTA (glukosa tripton agar), bacto agar, aquadest steril, alkohol, spiritus, zat warna crystal violet, lugol, alkohol 96%, safranin, H2O2 3%, pewarna malacyt green. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantong plastik dan kertas label, testube, erlemeyer, bunsen, mortar, cawan petri dan lain-lain.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey dilanjutkan dengan eksperimen. Data dikumpulan dari 5 orang pengolah yakni dari Sasak, Mandiangin, Tiku, Sungai Limau, dan Gasan. Pengambilan sampel dilakukan secara purpossive sampling. Sampel dibawa ke Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan untuk analisa organoleptik, Laboratorium Kimia UBH untuk analisa proksimat dan Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Andalas untuk analisa mikrobiologi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembuatan Ikan Budu

Gambar 1. Prosedur pembuatan ikan budu Ikan segar

Digantung dengan kepala menghadap ke bawah selama 30 jam

Ikan dibelah mulai dari perut sampai punggung (butterfly)

Ikan disiangi dan dicuci, pemisahan daging ikan dari tulang dan sirip

Ikan dilumuri dengan garam (20% dari berat ikan)

Tutup dengan plastik terpal selama 3 jam, kemudian dicuci kembali

Dikeringkan dengan sinar matahari selama 4 hari

(4)

159

Prosedur pembuatan ikan budu adalah sebagai berikut: mula-mula ikan digantung dengan kepala menghadap ke bawah selama 30 jam sambil kadang-kadang darah yang keluar dari mulut ikan disiram dengan air. Setelah ikan menggembung, ikan kemudian disiangi dengan cara membelah mulai dari perut sampai punggung (butterfly), membuang insang serta isi perutnya dan dicuci kembali untuk membersihkan sisa darah, selanjutnya dilakukan pemisahan daging dengan tulang dan siripnya. Permukaan tubuh ikan kemudian dilumuri dengan garam sebanyak 20% dari berat ikan dan ditutup dengan plastik terpal selama 3 jam dan kemudian ikan dicuci kembali. Selanjutnya ikan dikeringkan dengan sinar matahari selama 4 hari atau sampai kering (Gambar 1).

Analisa Proksimat

Analisa proksimat (kimia) ikan budu meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan keberadaan formalin. Hasil analisa kimia ikan budu dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Rata-rata Nilai Proksimat Ikan Budu Tenggiri (Scomberomorus guttatus)

No Parameter Satuan Sampel

1 2 3 4 5 1 Protein (N x 6,25) % (g/100g) 39,11 34,65 32,63 31,63 45,12 2 Lemak % (g/100g) 3,90 3,74 3,60 3,43 4,39 3 Air % (g/100g) 34,05 38,88 43,42 45,12 39,58 4 Abu % (g/100g) 11,39 8,05 5,20 3,80 7,47 5 Karbohidrat % (g/100g) 11,55 14,68 15,15 16,02 3,44 6 Formalin - negatif negatif negatif negatif positif

Kadar protein ikan budu berkisar antara 31,63% - 45,12%, kadar protein terendah terdapat pada sampel yang berasal dari Gasan dan yang tertinggi berasal dari Sungai Limau. Kadar lemak ikan budu berkisar antara 3,43% - 4,39%, kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel yang berasal dari Sungai Limau dan yang terendah berasal dari Gasan. Kadar air ikan budu berkisar antara 34,05% - 45,12%, dengan kadar air tertinggi terdapat pada sampel yang berasal dari Gasan dan yang terendah berasal dari Sasak. Kadar Abu ikan budu berkisar antara 3,80% - 11,39%, kadar abu tertinggi terdapat pada sampel yang berasal dari Sasak dan yang terendah terdapat pada sampel yang berasal dari Gasan. Untuk uji keberadaan formalin terlihat bahwa empat sampel tidak mengandung formalin yakni yang berasal dari Sasak, Mandiangin, Tiku dan Gasan, sedangkan yang berasal dari Sungai Limau positif mengandung formalin.

Perbedaan kandungan proksimat pada masing-masing sampel terutama disebabkan oleh kandungan gizi dari ikan yang diolah menjadi ikan budu, terutama nilai protein, lemak dan karbohidrat. Sedangkan kadar air lebih disebabkan oleh kadar kering atau tidaknya sampel yang biasanya berhubungan dengan daya awet dari produk. Terjadinya peningkatan kadar protein ikan budu dibandingkan dengan ikan segar (biasanya berkisar 18%-20%) disebabkan karena proses fermentasi yang pada umumnya menghasilkan enzim protease. Sesuai dengan pendapat Rahayu et al (1992), enzim proteolitik dari bakteri terutama dihasilkan oleh bakteri yang bersifat halofilik yang dapat mendegradasi protein. Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air akibat penambahan garam yang sifatnya

(5)

160

menarik air bahan. Garam yang masuk ke dalam daging ikan akan menyebabkan terjadinya perubahan kimia dan fisik terutama protein. Garam akan mendenaturasi protein dan menghasilkan koagulasi. Akibat dari proses itu air akan keluar dari tubuh ikan dan daging ikan akan mengkerut (Adawyah, 2007).

Analisa Organoleptik Ikan Budu

Uji organoleptik adalah cara penilaian menggunakan indera manusia secara subjektif (Murniyati dan Sunarman 2000). Uji organoleptik terhadap ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu didasarkan pada Standar Nasional Indonesia untuk ikan asin kering (SNI 01-2346-2006) meliputi uji kenampakan, bau, rasa, tekstur serta ada atau tidaknya jamur dengan skor 9 -1 menggunakan 25 orang panelis. Sebaran nilai uji organoleptik dari panelis dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Sebaran Rata-rata Nilai Organoleptik Ikan Budu dari 5 Lokasi Penelitian

Parameter Sampel 1 2 3 4 5 Kenampakan 8,36 6,88 6,32 6,92 7,00 Bau 7,84 6,84 6,56 7,92 7,84 Rasa 6,52 5,68 5,72 5,68 5,72 Tekstur 8,20 7,48 6,56 7,68 7,68 Keberadaan Jamur 7,08 - 2,92 - 1,64 - 2,92 - 3,24 - Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nilai kenampakan ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu adalah berkisar antara 6,32 – 8,36, berarti rata-rata nilai kenampakan ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu berada pada skor 7 yakni ikan terlihat utuh, bersih, agak kusam. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor pengeringan dan penyimpanan dari ikan. Menurut Adawyah (2007) proses pengeringan dapat meningkatkan daya awet ikan karena dapat disimpan cukup lama dan dalam keadaan layak sebagai makanan manusia. Penggaraman yang dilakukan sebelum pengeringan dimaksudkan untuk menarik air dari permukaan badan ikan dan mengawetkan ikan sebelum tercapai tingkat kekeringan yang dapat menghambat/menghentikan kegiatan-kegiatan mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Kemudian dengan menjemurnya, sinar matahari akan melanjutkan pengeringan sampai ikan cukup kering.

Nilai bau ikan budu berkisar antara 6,56 – 7,92, skor nilai rata-rata bau ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu dari kelima lokasi adalah 7,4 yang berarti rata-rata nilai bau ikan budu yang didapat dari 5 orang pengolah di tempat yang berbeda adalah hampir netral, sedikit bau tambahan. Bau tambahan yang dimaksud disini adalah bau khas ikan asin yang sudah difermentasi dan dikeringkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa skor aroma dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan lama fermentasi secara nyata. Aroma yang khas ini timbul karena adanya senyawa metilketon, butilaldehid, amona, amino, dan senyawa anonim lainnya sebagai hasil oksidasi lemak. Dalam hal ini, meskipun oksidasi lemak dapat mengakibatkan ketengikan, namun apabila prosesnya belum terlampau berlanjut, maka akan menghasilkan aroma khas yang justru disukai konsumen (Rahayu et al., 1992).

(6)

161

Nilai rasa ikan budu berkisar antara 5,68 – 6,52, skor nilai rata-rata rasa ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu dari kelima lokasi adalah 5,86 yang berarti rata-rata nilai rasa ikan budu yang didapat dari 5 orang pengolah di tempat yang berbeda adalah netral, spesifik jenis, sedikit rasa tambahan. Rasa yang ditimbulkan oleh ikan budu yang diolah secara fermentasi dan ditambahkan oleh garam disebabkan oleh jumlah

penambahan garam yakni sebanyak 30% dari berat ikan. Walaupun dalam kenyataannya jumlah garam yang ditambahkan cukup tinggi namun rasa yang ditimbulkannya tidak terlalu asin yang dalam hal ini adalah netral disebabkan oleh lamanya proses penggaraman setelah proses fermentasi. Sebagaimana diketahui bahwa lamanya proses penggaraman berkisar antara 3 sampai 4 jam dengan cara melumuri garam ke atas permukaan daging ikan dilanjutkan dengan pembungkusan menggunakan plastik.

Nilai tekstur ikan budu berkisar antara 6,56 – 8,20, skor nilai rata-rata tekstur ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu dari kelima lokasi adalah 7,52 yang berarti rata-rata nilai tekstur ikan budu yang didapat dari 5 orang pengolah di tempat yang berbeda adalah padat, kompak, lentur, kurang kering. Hal ini disebabkan oleh masih tingginya kadar air produk setelah dilakukan pengeringan atau mungkin juga disebabkan oleh kurang baiknya proses penyimpanan. Ikan sebaiknya disimpan di tempat yang kering, karena udara yang lembab akan berpengaruh pada kadar air produk yang akhirnya mempengaruhi tekstur akhir ikan budu.

Nilai keberadaan jamur pada ikan budu berkisar antara 1,64 – 7,08. Skor nilai rata-rata keberadaan jamur Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu dari kelima lokasi adalah 3,56 yang berarti ikan budu yang didapat dari 5 orang pengolah di tempat yang berbeda adalah mulai terlihat jamur. Hal ini disebabkan oleh masih tingginya kadar air produk setelah dilakukan pengeringan atau mungkin juga disebabkan oleh kurang baiknya proses penyimpanan. Ikan sebaiknya disimpan di tempat yang kering, karena udara yang lembab akan berpengaruh pada kadar air produk yang akhirnya mempengaruhi tekstur akhir ikan budu. Nilai keberadaan jamur berkorelasi positif dengan tekstur dan kadar air produk.

Nilai Mikrobiologi Ikan Budu

Pada tahap awal isolasi, bakteri yang berasal dari sampel ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu ditumbuhkan ke dalam media GTA (Glukosa Tripton Agar) + CaCO3. Apabila terdapat zona bening di sekeliling koloni maka diduga bakteri ini adalah bakteri asam laktat. Selanjutnya koloni bakteri ini ditumbuhkan ke medium MRSA secara berulang-ulang untuk memperoleh bakteri yang murni. MRSA merupakan medium selektif bagi pertumbuhan bakteri asam laktat. Sebanyak 85 isolat bakteri yang diduga sebagai penghasil asam laktat berdasarkan zona bening disekeliling bakteri telah diisolasi. Bentuk koloni bakteri yang ditumbuhkan pada medium GTA + CaCO3 dan pada medium MRSA dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

(7)

162

Pada tahap selanjutnya, koloni yang tumbuh pada agar miring diamati morfologi selnya. Pengamatan tersebut dilakukan sebagai acuan awal dalam tahap isolasi bakteri selanjutnya. Morfologi sel yang diamati meliputi bentuk sel, pewarnaan gram dan spora. Data hasil pengamatan morfologi koloni dan sel dari koloni bakteri terpilih dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Morfologi Koloni dan Sel dari Koloni Terpilih

Koloni Morfologi Koloni Morfologi Sel

Bentuk Atas Bentuk Samping Bentuk Penonjolan Warna Koloni Bentuk Sel Gram Spora

B2 Bulat Halus Konveks Putih Batang Positif (+) B4 Bulat Halus Timbul Krem Batang negatif (+) B5 Bulat Halus Timbul Kuning Batang Positif (+) B9 Bulat Halus Gunung Putih Batang negatif (+) B11 Bulat Halus Timbul Krem Batang Positif (+) B13 Bulat Halus Timbul Krem Batang Positif (+) B28 Bulat Halus Timbul Krem Batang Positif (+) B34 Bulat Halus Timbul Krem Batang Positif (+)

Pengamatan secara mikroskopik terhadap bentuk dan struktur sel merupakan tahap yang paling penting dalam karakterisasi bakteri. Dari delapan isolat tersebut, terlihat bahwa sebagian besar sel bakteri berbentuk batang pendek. Dari hasil pewarnaan Gram, semua isolat bakteri yang diperoleh menunjukkan reaksi Gram positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada sel bakteri. Berdasarkan hasil uji pewarnaan spora, isolat bakteri dari ikan budu memiliki spora. Hasil yang diperoleh dari pengujian motilitas bakteri menunjukkan bahwa isolat bakteri yang diisolasi dari produk ikan budu ada yang bersifat motil dan ada yang tidak dan berdasarkan uji katalase terlihat bahwa semua isolat bakteri yang disolasi dari ikan budu bersifat katalase. Berdasarkan kunci identifikasi dari Cowan dan Steel (1975), isolat bakteri ikan budu diduga merupakan jenis bakteri Bacillus sp dan Micrococcus sp.

Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Majumdar dan Basu (2009) yang melakukan karakterisasi dari produk fermentasi ikan lona ilish yang berasal dari daerah Timur Laut India, dari keseluruhan bakteri yang terdapat pada produk fermentasi ini 60% terdiri dari bakteri Micrococcus sp dan 40% bakteri Bacillus sp. Menurut Holt et al, (1994), Bacillus sp. memiliki sifat Gram positif dan biasanya motil oleh flagel peritrichous. Endospora oval, kadang-kadang bundar atau silinder dan sangat resisten pada kondisi yang tidak menguntungkan. Micrococcus sp. merupakan bakteri Gram positif dan biasanya jarang motil, tidak berspora, aerobik, biasanya koloni bercorak dari kuning atau merah, kemoorganotrof, sering memproduksi sedikit atau tidak ada asam dari karbohidrat, katalase positif dan kadang oksidase positif, meskipun sangat jarang.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa kimia didapatkan kadar protein ikan budu: 31,63-45,12%, kadar lemak 3,43-4,39%, kadar air 34,05-45,12%, kadar abu 3,80-4,39%, karbohidrat 3,44-16,02% dan pH 6,5-6,7. Dari kelima sampel ditemukan adanya penambahan formalin sebagai pengawet ikan budu yakni pada sampel 5 yakni pengolah dari Sungai Limau Pariaman. Berdasarkan uji organoleptik diperoleh skor nilai kenampak 6,60 – 8,68, bau 6,88- 8,40, tekstur 7,80-8,56 dan jamur 1,64-7,40. Total koloni bakteri yang didapat adalah sebanyak

(8)

163

16x109 koloni. Berdasarkan sifat morfologi dan fisiologis bakteri yang diisolasi dari produk fermentasi ikan Tenggiri (Scomberomorus guttatus) budu, serta dihubungkan dengan kunci identifikasi dari Cowan dan Steel (1975), isolat bakteri yang terdapat pada ikan budu diduga merupakan jenis bakteri Bacillus sp. dan Micrococcus sp.

Daftar Pustaka

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perikanan, 2008. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan, Jakarta. Cowan, S. T and Steel’s., 1975. Manual for the identification medical bacteria. Cambridge

University Press, Cambridge, London

Heruwati. 2002. Prospek dan Peluang Industri Pengolahan Hasil Perikanan di Indonesia. Jurnal Pangan (II) 7. Hal 32-42.

Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley and S. T. Williams., 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed. Williams and Wilkins, Maryland. Huda, N. 2004. Laut dan Bahan Makanan Kita. Penerbit Unri Press. Riau.Majumdar, R. K

and S. Basu., 2010. Characterization of the traditional femented fish product lona ilish of North East India. Indian Journal Traditional Knowledge, 9(3): 435-458. Murniyati A. S, Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan.

Yogyakarta: Kanisius.

Rahayu, W. P., S. Ma’oen, Suliantari, S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Nilai Proksimat Ikan Budu Tenggiri (Scomberomorus guttatus)
Tabel 3.Morfologi Koloni dan Sel dari Koloni Terpilih

Referensi

Dokumen terkait

Total Padatan Total padatan adalah semua komponen penyusun es krim dikurangi dengan kadar air, yang termasuk bahan padat adalah karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.22

Kemampuan berargumentasi adalah kemampuan calon guru fisika memberikan alasan (data, pembenaran, dukungan) untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat ( claim ),

Berbagai upaya penanggulangan terus dilakukan oleh pihak Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo dan Persaudaraan Setia Hati Terate serta Kepolisian Resort Kota

cross sectional yang dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh mantan penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya. Hasil : Terdapat

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi garam berpengaruh nyata terhadap kadar HCN dan penilaian sensori secara deskriptif dan hedonik

Dari permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Prosedur Pembiayaan Gadai Emas Syariah pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor

Model yang digambarkan dengan Algoritma Alpha++ untuk kasus requisition hingga payment, bottleneck terjadi pada place antara order ke invoice dan requisition ke

Hasil penelitian menunjukkan: Pemberian pupuk Organonitrofos dan kombinasinya dengan pupuk kimia tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan, bobot basah dan kering berangkasan, serapan