Fabrikasi Tri Kalsium Fosfat Menggunakan Wheat
Particles sebagai Agen Pembentuk Pori
Fitra Dani, Ahmad Fadli dan Bahruddin
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293
[email protected] Abstrak
Fabrikasi tri kalsium fosfat (TCP) menggunakan wheat particles telah berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pengadukan dan temperatur sintering terhadap sifat fisik TCP berpori. Wheat particles dicampur dengan suspensi TCP kemudian diaduk dengan waktu bervariasi selama 1, 2 dan 3 jam. Slurry dikeringkan dalam oven masing-masing pada 80˚C selama 24 jam dan 120˚C selama 8 jam. Green bodies yang dihasilkan menunjukkan terjadinya penyusutan pada rentang 53,22-55,87%. Terhadap green bodies lalu dilakukan proses
sintering pada 1000 and 1100˚C. Sifat fisika sintered body yang diperoleh memiliki
porositas 59,48–78,40% dan kuat tekan 0,30-2,53 MPa.
Kata kunci: Kuat Tekan, Porositas, Tri Kalsium Fosfat, Wheat Particles. 1 Pendahuluan
Tulang merupakan jaringan yang berfungsi sebagai rangka, penyokong dan pelindung organ tubuh serta sebagai penghubung antar otot sehingga memungkinkan terjadinya gerakan [Rivera-Munoz, 2011]. Kerusakan/cacat pada tulang mengakibatkan terganggunya fungsi tersebut sehingga tulang perlu diperbaiki. Dewasa ini, penggunaan biomaterials sebagai tulang implan merupakan salah satu alternatif yang telah banyak dikembangkan. Biomaterials merupakan material yang berfungsi mengembalikan dan meregenerasi jaringan hidup yang rusak [Park dkk, 2000]. Tri kalsium fosfat (TCP) adalah biomaterials sintetik yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan jaringan tubuh manusia. TCP merupakan
bioceramics dengan sifat biocompatibility yang baik dan dapat berperan dalam
pertumbuhan dan regenerasi tulang [Uchida dkk, 1984]. TCP paling cepat mengalami osteointegration diantara semua jenis keramik turunan kalsium fosfat, TCP bahkan mampu terdegradasi dalam tubuh manusia 10-20 kali lebih cepat daripada HA [Abdurrahim & Sopyan, 2008]. Keunikan TCP dibandingkan biomaterials sintetik lain adalah similaritas sifat kimianya dengan fase mineral tulang [Ghosh dkk, 2008]. Morfologi pori keramik dapat dibentuk melalui beberapa metode, salah satunya adalah penggunaan wheat particles pada starch consolidation. Penggunaan wheat particles memiliki beberapa keunggulan, yaitu sifatnya yang mudah terlepas (easy to burn out), harganya murah, ramah lingkungan dan mampu menghasilkan keramik dengan distribusi pori yang tersebar merata [Abdurrahim & Sopyan, 2008].
2 Metodologi
Penelitian ini dimulai dengan persiapan slurry. Dua belas gr TCP bubuk dicampur dengan 35 ml akuades kemudian ditambahkan 6 gr wheat particles. Slurry yang terbentuk lalu ditambahkan HNO3 dan diaduk dengan kecepatan 150 rpm.
Campuran tersebut kemudian dicetak ke mould yang sebelumnya diolesi minyak sawit (PT Multimas Nabati Asahan, Indonesia) sebagai pelumas. Selanjutnya campuran dalam mould dipanaskan pada 100˚C selama 30 menit. Setelah itu green
bodies dilepas dari mould dan dikeringkan dalam oven pada 80˚C selama 24 jam dan
120˚C selama 8 jam. Sampel yang telah kering tersebut kemudian dimasukkan ke dalam furnace. Pembakaran dilakukan pada temperatur 350˚C, diikuti dengan temperatur 600˚C dan diakhiri dengan sintering masing-masing selama 1 jam. Skema mekanisme kenaikan temperatur di dalam furnace dapat dilihat pada Gambar 1.
1000-1100 T°C Waktu 1 jam 600 350 30 2°C/menit 5°C/menit 1 jam 1 jam 2°C/menit
Gambar 1. Tahapan kenaikan temperatur burning dan sintering
Variabel penelitian meliputi variabel tetap dan berubah. Variabel tetap adalah komposisi campuran (TCP, wheat particles dan akuades) sedangkan variabel berubah terdiri dari lama waktu pengadukan (1, 2 dan 3 jam) dan temperatur sintering (1000 dan 1100˚C). Analisa yang dilakukan adalah SEM (Phenom Pro-X, Belanda), persentase penyusutan (shrinkage), porositas dan compressive strength (Llyold LR10K Plus). Uji shrinkage dan porositas dilakukan berdasarkan data pengukuran.
3 Hasil dan Pembahasan
Porositas merupakan bagian penting dalam pembuatan keramik. Pada metode starch
consolidation, wheat particles digunakan sebagai agen pembentuk pori. Partikel wheat
akan terdispersi dalam air dan membentuk gel karena adanya pemanasan. Tiga puluh lima gr wheat particles akan menyerap 100 ml air pada 100˚C [Prabhakaran dkk, 2007]. Pengadukan dilakukan selama 1, 2 dan 3 jam. Selama pengadukan berlangsung, viskositas slurry akan bertambah sehingga terbentuk pasta. Pasta tersebut selanjutnya dikeringkan di dalam oven sehingga dihasilkan green bodies.
Selama proses pengeringan, terjadi penyusutan volum. Semakin lama waktu pengadukan maka persentase penyusutan tersebut akan semakin kecil. Gambar 2 menunjukkan foto green bodies dengan waktu pengadukan 1-3 jam.
1 cm 1 cm 1 cm
a)
b)
c)
Gambar 2. Green bodies dengan waktu pengadukan (a) 1 (b) 2 dan (c) 3 jam Penyusutan volum untuk slurry yang diaduk selama 1, 2 dan 3 jam adalah 55,87; 54,83 dan 53,22%. Penurunan ini disebabkan terbentuknya ikatan antara air dengan partikel TCP. Waktu pengadukan yang semakin lama akan meningkatkan jumlah ikatan tersebut sehingga sulit untuk dilepas ketika pengeringan di dalam oven. Hal ini mengakibatkan penyusutan terkecil terjadi pada waktu pengadukan 3 jam dimana jumlah ikatan antara air dengan partikel TCP paling tinggi. Gambar 3 menunjukkan porositas sampel pada rentang 59,48-78,40%. Waktu pengadukan yang semakin lama mengakibatkan berkurangnya porositas. Porositas yang semakin kecil menyatakan sampel berstruktur lebih padat sehingga memiliki densitas yang lebih besar. Fenomena ini sesuai dengan HA berpori yang mengalami kenaikan porositas dari 42,7 menjadi 49,4% dan penurunan densitas dari 1,81 menjadi 1,60 gr/cm3
setelah diaduk selama 4 dan 20 jam [Sopyan & Kaur, 2009].
Gambar 3. Porositas sintered TCP dengan berbagai variabel proses
Gibson & Asby [1988] melaporkan bahwa kuat tekan (compressive strength) keramik berpori akan meningkat seiring dengan berkurangnya porositas. Dari Gambar 4 terlihat ketika waktu pengadukan dan temperatur sintering semakin besar
(mikrostruktur semakin padat) maka kuat tekan TCP semakin tinggi. Pada 1000˚C, sampel dengan porositas 78,40; 75,04 dan 71,27% memiliki kuat tekan 0,30; 0,35 dan 2,32 MPa sedangkan sampel dengan porositas 66,61; 63,22 dan 59,48% pada 1100˚C mempunyai kuat tekan 0,98-2,53 MPa. Secara umum, terdapat beberapa sampel yang termasuk pada rentang kuat tekan cancellous bone, yaitu berkisar 1-100 MPa [Lanza dkk, 2000].
Gambar 4. Kuat tekan TCP berpori pada temperatur sintering yang berbeda Temperatur sintering yang semakin tinggi mengakibatkan mikrostruktur sampel berubah. Gambar 5a dan 5d menunjukkan bahwa kenaikan temperatur sintering menghasilkan ukuran pori yang lebih kecil dan menyebabkan grain berikatan satu sama lain akibat fusi partikel. Waktu pengadukan yang semakin lama dapat menghasikan distribusi partikel yang lebih homogen. Hal ini sesuai dengan Ramay & Zhang [2003] dan Sopyan dkk. [2012] yang melaporkan bahwa waktu pengadukan yang lama akan mengurangi aglomerasi dan porositas sehingga meningkatkan
a) b)
c) d)
Gambar 5. Mikrostruktur TCP (a) sintering pada 1000˚C dengan pengadukan selama 3 jam; TCP sintering pada 1100˚C dengan pengadukan selama (b) 1 (c) 2 dan (d) 3 jam
Dari Gambar 5b-d dapat dilihat bahwa jarak antar partikel yang mulanya sangat rapat (aglomerasi) menunjukkan kerenggangannya ketika waktu pengadukan semakin lama. Gambar 5d memperlihatkan ukuran pori yang lebih besar dan mengindikasikan bahwa TCP tersebut memiliki pori terbuka dengan interkonektivitas antar pori yang baik. Pori terbuka dengan interkonektivitas yang baik merupakan karakteristik implan untuk penetrasi tulang dan osteointegration [Ravaglioli & Krajewski, 1997].
4 Kesimpulan
Fabrikasi TCP berpori telah dilakukan menggunakan wheat particles. Temperatur
sintering yang semakin tinggi dan waktu pengadukan yang semakin lama
menyebabkan porositas yang semakin kecil dan kuat tekan yang semakin besar. TCP berpori pada temperatur sintering 1100˚C dengan waktu pengadukan 3 jam memenuhi standar sebagai graft tulang sintetik (cancellous bone).
5 Daftar Pustaka
Abdurrahim, T. & Sopyan, I. 2008. “Recent progress on the development of porous bioactive calcium phosphate for biomedical applications”. Biomed. Eng. 1: 213-229.
Ghosh, S. K., Nandi, S. K., Kundu, B., Datta, S., De, D. K. & Roy, S. K. 2008. “In vivo response of porous hydroxyapatite and ß-tricalcium phosphate prepared by aqueous solution combustion method and comparison with bioglass scaffolds”. J. Biomed. Mater. Res B Appl Biomaterials 86: 217-27.
Gibson, L. J. & Asby, M. F. 1988. “Cellular solids structure and properties”. Pergamon Press.
Lanza, R. P., Langer, R. & Vacanti, J. 2000. “Principles of tissue engineering”. San Diego: Academic Press.
Prabhakaran, K., Melkeri, A., Gokhale, N. M. & Sharma S. C. 2007. “Preparation of macroporous alumina ceramics using wheat particles as gelling and pore agent”. Ceram. Inter. 33: 77-81.
Ramay, H. R. & Zhang, M. 2003. “Preparation of porous HA scaffolds by combination of the gel-casting and polymeric sponge method”. Biomaterials 24: 3293-3302.
Ravaglioli, A. & Krajewski, A. 1997. “Implantable porous ceramics”. J. Mater. Sci. Forum 250: 221-230.
Rivera-Munoz, E. M. 2011. “Hydroxyapatite-based materials: synthesis and characterization, biomedical engineering-frontiers and challenges”, Prof. Reza Fazel (Ed.). http://www.intechopen.com. ISBN: 978-953-307-309-5. Diakses 19 Februari 2013.
Sopyan, I. & Kaur, J. 2009. “Preparation and characterization of porous hydroxyapatite through polymeric sponge method”. Ceram. Inter. 35: 3161-3168.
Sopyan, I., Fadli, A. & Mel, M. 2012. “Porous alumina–hydroxyapatite composites through protein foaming–consolidation method”. J. Biomed. Mater. 8: 86-98. Uchida, A., Nade, S. M. L., Mccartney, E. R. & Ching, W. 1984. “The use of
ceramics for bone-replacement-a comparative-studyof 3 different porous ceramics”. J. Bone Joint Surg. 66B: 269-275.