BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu penelitian akan dilakukan selama 6 (enam) bulan. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pusat Bioamterial dan Bank Jaringan Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya dan Laboratorium Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya. Pengujian FTIR kolagen dan komposit dilakukan di Laboratorium Farmasi Ubaya. Pengujian FTIR hidroksiapatit dilakukan di Laboratorium Bersama UNESA. Pengujian toksisitas
dilakukan di Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) Surabaya.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan penelitian
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel adalah 37% asam klorida (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH4OH, 5% asam asetat (CH3COOH),
1M Na2HPO4.2H2O, akuades, 70 gram tendon sapi, serta 10 gram hidroksiapatit
tulang sapi bubuk. Untuk karakterisasi sampel, bahan yang diperlukan antara lain sel fibroblast, larutan PBS, EMS 5%, tripsin 0,25%, pewarna MTT, DMSO, serum sapi 10%.
3.2.2 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam untuk pembuatan sampel adalah lemari es, freezer suhu - 80ºC, serta lypolizer. Untuk karakterisasi, alat yang digunakan adalah FTIR ( Fourier Transform Infra Red ) Jasco – 4200 dan FTIR Freezer -85°C, botol nunc, botol roux, microplate 96 well, serta elisa reader.
3.3 Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan 3 tahap penelitian, yaitu persiapan, pembuatan sampel dan karakterisasi sampel. Pada tahap pembuatan sampel, ada 2 proses yaitu ekstraksi kolagen dari tendon sapi dan pembuatan komposit kolagen-hidroksiapatit. Bagan prosedur penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.
\
Gambar 3.1 Bagan prosedur penelitian Mulai
Persiapan bahan
Pembuatan larutan reaktan
Proses ekstraksi kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus)
Karakterisasi sampel kolagen dengan FTIR
Proses pembuatan komposit kolagen - hidroksiapatit
Karakterisasi sampel komposit dengan FTIR
Karakterisasi sampel komposit dengan metode MTT Assay
Hasil dan pembahasan
3.3.1 Persiapan Bahan
Tendon sapi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) Pegirikan Surabaya. Langkah pertama proses sintesis kolagen adalah mencuci bersih tendon sapi dengan air mengalir. Kemudian tendon dipotong kecil dan dihancurkan. Pemotongan dan penghancuran tendon berguna untuk memperluas permukaan tendon sehingga mengoptimalkan interaksi molekul – molekul kolagen dengan larutan pada saat perendaman maupun ekstraksi. Tendon yang sudah hancur ditimbang sebanyak 70 gram. Kemudian disiapkan larutan reaktan untuk proses pembuatan sampel.
3.3.2 Pembuatan larutan reaktan
Pembuatan Larutan HCl 5% dilakukan dengan cara mengambil 270 ml HCl 37%dan diencerkan dengan akuades kedalam gelas beaker hingga volume larutan mencapai 2000 ml dengan ketentuan akuades dimasukkan terlebih dahulu kedalam gelas beaker kemudian ditambahkan HCl. Larutan 1 M NaOH untuk proses ekstraksi kolagen dan proses pelarutan kolagen dibuat dengan cara menimbang 40 gram NaOH kemudian ditambahkan akuades perlahan lahan sampai volume mencapai 1000 ml.
Larutan 5% CH3COOH untuk proses pelarutan kolagen dibuat dengan
cara menngambil 25 ml CH3COOH kedalam gelas beaker, kemudian ditambahkan
akuades hingga volume mencapai 500 ml. Pembuatan larutan 1 M NH4OH untuk
proses pelarutan hidroksiapatit dilakukan dengan cara melarutkan 106 ml NH3
dengan 894 ml akuades. Pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk perlahan NH3 kedalam akuades.
3.3.3 Proses ekstrasi kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus)
Tendon yang sudah dipotong, dihancurkan dan ditimbang seberat 70 gram, kemudian direndam dalam 5% HCl dengan perbandingan berat tendon dan volume HCl adalah 1 : 20 agar tendon terendam sempurna. Tendon sebanyak 70 gram direndam dalam 1400 ml HCl 5% selama 24 jam pada suhu 4ºC. Perendaman ini bertujuan untuk memisahkan serat kolagen dari tendon. Sifat kolagen adalah mudah meregang ( melunak ) apabila berada dilingkungan dengan pH rendah di bawah 4 (Prayitno, 2007). Proses perendaman juga mengakibatkan penggebungan ( swelling ) yang dapat membuang material yang tidak diinginkan, seperti lemak dan protein non–kolagen pada bahan dengan kehilangan kolagen yang minimum (Zhou dalam Marsaid et al, 2010). Suhu dijaga untuk tidak lebih dari 4ºC agar kolagen tidak rusak.
Setelah mencapai 24 jam waktu perendaman, cairan dipisah melalui penyaringan dengan kain. Filtrat (cairan) ditambahkan dengan larutan NaOH 1 N sampai pH mencapai 7 ( netral ). Ketika pH netral, terbentuk gumpalan putih yang berkumpul ditengah filtrat, kemudian didiamkan selama 30 menit hingga gumpalan putih tersebut mengendap dan selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring. Penambahan NaOH bertujuan untuk menggumpalkan kolagen yang terikat asam pada pH netral. Reaksi yang terjadi pada proses ini dituliskan sebagai berikut :
HCl + NaOH NaCl + H2O (3.1)
Gambar 3.2. Bagan prosedur pembuatan kolagen tendon sapi
3.3.4 Karakterisasi sampel kolagen dengan FTIR
Karakterisasi kolagen basah dengan FTIR digunakan untuk membuktikan kesesuaian gugus kolagen yang terbentuk dengan karakter kolagen murni. Hasil dari FTIR adalah berupa grafik spektrum dari sampel kolagen. Karakterisasi kolagen menggunakan alat FTIR Jasco – 4200 seperti pada Gambar 3.3. Preparasi sampel kolagen basah untuk FTIR adalah dengan cara meneteskan sedikit cairan sampel (bebas air) yang akan diukur pada satu bagian window KBr,
Menyediakan tendon sapi seberat 70 gram
Perendaman tendon dalam 5% HCl pada suhu 4ºC selama 24 jam
Pemisahan rendaman dengan penyaringan
Penambahan 1 M NaOH kedalam filtrat hasil perendaman
kemudian dipasangkan satu bagian window KBr lagi sehingga cairan merata pada permukaan window. Setelah sampel siap, window KBr pada holder dimasukkan kedalam alat untuk selanjutnya dilakukan proses pengukuran.
Gambar. 3.3 Alat FTIR Jasco - 4200
3.3.5 Proses pembuatan komposit kolagen – hidroksiapatit
Pembuatan komposit kolagen – hidriksiapatit menggunakan metode kimiawi sesuai dengan metode Wenpo et al, 2009 dengan beberapa modifikasi. Kolagen dan hidroksipapatit yang akan dibuat komposit, terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut. Bila dua buah bahan digabungkan dalam bentuk larutan, maka akan terjadi ikatan kimia. Penelitian ini menggunakan 5 variasi komposisi kolagen – hidroksiapatit seperti pada tabel 3.1.
Kolagen basah dicampur dengan asam asetat 5 % dan Na2HPO4.H2O
dengan perbandingan b/v/b adalah 1/1/1. Semua bahan diaduk sempurna. Penambahan asam asetat dimaksudkan untuk melarutkan kolagen. Kolagen larut dengan baik dalam asam asetat, namun kolagen sebenarnya dapat larut dengan air dengan tingkat kelarutan yang rendah (Paranginangin et al, 2008). Sedangkan penambahan Na2HPO4.H2O bertujuan untuk mengkondisikan sampel pada
keadaan setimbang cairan tubuh. Na2HPO4.H2O merupakan cairan PBS (Phospate
rata, ditambahkan 1 M NaOH sampai pH netral untuk mengendapkan cairan kolagen.
Hidroksiapatit bubuk dicampur dengan asam fosfat (H3PO4) dengan
perbandingan b/v adalah 1/4. Perbandingan ini bertujuan agar hidroksiapatit dapat larut sempurna dalam asam fosfat. Kemudian ditambahkan NH4OH sampai pH
netral. Asam fosfat biasa digunakan dalam pembuatan hidroksiapatit sintetik. Larutan kolagen dan hidroksiapatit dicampurkan dan diaduk. Kemudian diinkubasi selama ± 6 jam dan diambil endapanya (Gambar 3.4).
Gambar 3.4 Pengendapan larutan komposit kolagen - hidroksiapatit
Sampel kemudian dliofilisasi dengan lypolizer (Gambar 3.6) agar berbentuk bubuk. Setelah kering dan menjdi bubuk seperti yang ditunjukkan Gambar 3.5.
Komposit kolagen – hidroksiapatit yang sudah diliopilisasi mempunyai sifat yang sangat higroskopis, sehingga harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering. Jika dibiarkan dalam kondisi udara terbuka maka komposit akan basah, lengket dan berubah warna menjadi kekuningan.
Tabel 3.1. Variasi Komposisi Kolagen-Hidroksiapatit Variasi Komposisi
Nama Sampel Kolagen
(%) Hidroksiapatit (%) Sampel A 100 0 Sampel B 0 100 Sampel C 30 70 Sampel D 40 60 Sampel E 50 50 Sampel F 60 40 Sampel G 70 30 Gambar 3.6 Lyophilizer
Proses pembuatan komposit kolagen dapat disajikan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Bagan prosedur pembuatan komposit kolagen hidroksiapatit
3.3.6 Karakterisasi sampel komposit dengan FTIR
Sampel komposit yang terbentuk dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus komposit sudah terbentuk dan sesuai. Hasil FTIR sampel kolagen spektrum frekuensi dari sampel. Karakterisasi sampel komposit kolagen – hidroksiapatit menggunakan FTIR Jasco – 4200 (Gambar 3.3).
Penetralan larutan kolagen dengan 1 M NaOH
Penetralan larutan hidroksiapatit dengan1 M NH4OH
Pencampuran sampel larutan komposit kolagen - hidroksiapatit
Pengeringan sampel dengan metode freeze dried
Mulai
Membuat larutan kolagen dengan 5% CH3COOH dan 1M NH4OH
Membuat larutan hidroksiapatit dengan 1 M asam fosfat
Bubuk komposit kolagen – hidroksiapatit, seberat 1 – 10 miligram, dicampur dengan 100 miligram bubuk KBr, kemudian dicetak menjadi cakram tipis atau pelet. Kemudian sampel dimasukkan kedalam alat untuk diuji.
3.3.7 Karakterisasi sampel dengan uji toksisitas dengan metode MTT Assay
Kultur sel fibroblast dilakukan dengan mengambil sel BHK-21 (baby hamster kidney). Uji menggunakan wadah microwell plate 96 seperti pada Gambar 3.8. Satu baris plate diisi oleh kontrol media, satu baris lainya untuk kontrol sel, dan sisanya untuk pengujian sampel. Kontrol sel dibuat dengan cara menambahkan bovine serume da eagledalam satu baris plate. Kontrol media dibuat dengan menambahkan eagle dan sel fibroblast dalam satu baris plate lainya.
Setelah sampel diteteskan kedalam plate dengan 8 kali perulangan, semua sampel termasuk kontrol sel dan kontrol media diberi pewarna MTT stock solution ((3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Jumlah sel hidup kemudian dihitung dengan menggunakan Elisa Reader (Gambar 3.9).