• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Peta geologi regional daerah penelitian berdasarkan peta geologi lembar Mamuju. (Ratman & Atmawinata, 1993)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Peta geologi regional daerah penelitian berdasarkan peta geologi lembar Mamuju. (Ratman & Atmawinata, 1993)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II TEORI DASAR

2.1 Geologi Regional

Panas bumi Bittuang secara geologi regional berada di pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Pertemuan antara ketiga lempeng tersebut menyebabkan kondisi tektoniknya menjadi kompleks (Van Leeuwen, 1994). Pada dasarnya geologi daerah bagian barat dan timur Sulawesi Selatan dipisahkan oleh sesar Walanae. Daerah penelitian sebagian masuk ke dalam geologi Sulawesi Barat yaitu Mandala (Sukamto, 1973) yang dilihat bahwa adanya batuan terobosan diperkirakan berumur Miosen - Pliosen. Tektonik berumur Paleosen masuk ke dalam Formasi Latimojong termalihkan secara regional dengan derajat rendah. Tektonik yang terjadi pada kala tengah Miosen Tengah sampai awal Miosen Akhir membentuk Satuan Gunungapi Talaya. Terjadi tektonik pada kala akhir Miosen Tengah dimana batuan yang lebih tua diterobos oleh batolit granit. Pada Kala Pliosen terjadi tektonik terakhir membentuk Tuf Barupu dan Formasi Budong-Budong (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Peta geologi regional daerah penelitian berdasarkan peta geologi lembar Mamuju. (Ratman & Atmawinata, 1993)

(2)

5 2.2 Geologi Daerah Penelitian

Daerah penelitian ini berada pada lingkungan batuan vulkanik yang secara geomorfologi terdapat empat satuan geomorfologi antara lain puncak Gunungapi Karua, tubuh Gunungapi Karua, kaki Gunungapi Karua, dan non-vulkanik Karua. Aktivitas vulkanik yang terjadi yaitu Gunung Karua mengalami erupsi sehingga terjadi kekosongan pada perut bumi, kekosongan tersebut membentuk bidang amblas yaitu rim kaldera. Terjadi aktivitas magmatik yang menyebabkan terbentuk lava Gunung Karua-3 yang merupakan kubah lava muda (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Peta geologi daerah panas bumi Bittuang, Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Modifikasi dari Soetoyo dkk., 2009).

2.2.1 Stratigrafi

Stratigrafi daerah panas bumi Bittuang terdiri dari satu satuan batuan malihan, satu satuan batuan sedimen, satu satuan batuan terobosan dan delapan satuan batuan vulkanik. Satuan batuan ini diurutkan berdasarkan urutan dari tua ke muda (Tabel 2.1) yaitu satuan Batuan Malihan (Kbm), Batupasir (Tps), Lava Gunung Panusuk (TPI), Lava Gunung Ruppu (TRI), Intrusi Rattebombong (TRbi), Lava Gunung Karua-1 (QKI-1), Lava Gunung Karua-2 (QKI-2), Aliran Piroklastik Gunung Karua (QKap), Jatuhan Piroklastik Gunung Karua (QKjp), Lava Gunung Malibu (QMI), dan Lava Gunung Karua-3 (QKI-3).

(3)

6

1. Satuan Batuan Malihan (Kbm)

Satuan ini tersingkap di bagian utara Gunung Tandung dan merupakan yang tertua terdiri dari filit dan batusabak yaitu batuan malihan dengan derajat antara lemah-sedang. Satuan batuan ini masuk dalam Formasi Latimojong diperkirakan berumur Kapur.

2. Satuan Batupasir (Tps)

Satuan yang tersingkap pada bagian selatan dan tengah derah penelitian. Satuan batuan ini terdiri dari dominan batupasir, tuf batulempung, dan breksi dan diperkirakan berupa endapan sedimen bawah laut terbentuk ketika daerah penelitian belum berupa daratan. Kegiatan tektonik yang terjadi menyebabkan banyak ditemukan struktur kekar. Satuan batuan ini masuk dalam Formasi Sekala berumur Miosen.

3. Satuan Lava Gunung Panusuk (TPI)

Satuan yang tersingkap pada bagian barat daerah penelitian yang terdiri dari lava dengan komposisi andesit yang berwarna abu-abu, bertekstur porfiritik-afanitik. Mineral penyusunnya antara lain mineral plagioklas, piroksen, hornblenda dan biotit. Satuan ini berupa batuan vulkanik masuk dalam Formasi Talaya yang diperkirakan berumur Miosen.

4. Satuan Lava Gunung Ruppu (TRI)

Satuan yang tersingkap pada daerah penelitian bagian barat daya berupa lava komposisi basalt berwarna abu-abu kehitaman, bertekstur afanitik. Mineral penyusunnya antara lain mineral biotit, hornblende, dan piroksen. Satuan ini merupakan batuan vulkanik masuk dalam Formasi Walimbong yang diperkirakan berumur Miosen.

5. Satuan Intrusi Rattebombong (TRbi)

Satuan yang tersingkap pada bagian selatan, barat laut, dan barat daerah penelitian yang terdiri dari batu granit dan merupakan batuan terobosan dengan warna putih keabuan, bertekstur fanerik. Mineral penyusunnya antara lain mineral plagioklas , muskovit, biotit, dan kuarsa. Satuan ini diperkirakan berumur Pliosen.

6. Satuan Lava Gunung Karua-1 (QKI-1)

Satuan yang tersingkap di daerah penelitian pada bagian tengah dan di sebelah barat lereng Gunung Karua yang terdiri dari lava andesit dengan warna abu-abu

(4)

7

kehijauan bertekstur porfiritik-afanitik. Mineral penyusunnya antara lain kuarsa, plagioklas, piroksen dan hornblende. Satuan ini diperkirakan berumur Plistosen. 7. Satuan Lava Gunung Karua-2 (QKI-2)

Satuan yang tersingkap pada bagian utara dan tengah daerah penelitian di sebelah timur Gunung Karua yang terdiri dari lava berkomposisi dasit bdengan warna abu-abu keputihan, bertekstur afanitik-porfiritik. Mineral penyusunnya antara lain piroksen, kuarsa dan plagioklas. Satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.

8. Satuan Aliran Piroklastik Gunung Karua (QKap)

Satuan ini tersingkap bagian timur, tengah, dan utara daerah penelitian dan merupakan sebaran paling luas. Satuan ini berkomposisi tuf yang berukuran debu (ash)-lapili, dengan komposisi riolit-dasitik, terdapat fragmen batuapung (pumice), sticky, terdapat batuan breksi yang tersingkap. Tuf bdengan warna putih kecokelatan, tersusun dari kuarsa dan gelas-gelas vulkanik dengan kemas tertutup. Terdapat breksi dengan warna abu-abu tersusun dari fragmen batuan andesit-dasitik, dengan ukuran kerakal, yang berbentuk butir membundar tanggung-menyudut tanggung. Terbentuk dari letusan Gunung Karua yang memiliki ketebalan sekitar 30 meter dengan batuan berjenis riolit. Satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.

9. Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Karua (QKjp)

Satuan yang tersingkap di bagian tengah dan timur daerah penelitian, terdiri dari batuan dengan komposisi tuf berukuran debu (ash)-lapili, berkomposisi riolit-dasitik, sticky, dan fragmen batuapung (pumice). Batuan dengan warna putih-putih kecokelatan yang tersusun dari kuarsa dan gelas-gelas vulkanik dengan kemas tertutup. Diperkirakan satuan ini terbentuk setelah satuan aliran piroklastik dan diperkirakan berumur Plistosen.

10. Satuan Lava Gunung Malibu (QMI)

Satuan yang tersingkap pada bagian timur daerah penelitian yang merupakan kubah lava dari Gunung Karua. Batuan dari satuan ini sudah terlapukkan dan tertutup vegetasi sehingga tidak tersingkap dengan baik. Satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.

(5)

8

Satuan yang tersingkap di bagian puncak Gunung Karua memiliki komposisi basalt dengan warna abu-abu tua, tekstur porfiritik-afanitik. Mineral penyusunnya antara lain plagioklas, biotit dan piroksen. Satuan ini adalah satuan vulkanik termuda yang terletak di dalam rim kaldera dan erat hubungannya dengan sistem panas bumi daerah penelitian. Satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.

Tabel 2.1 Susunan stratigrafi panas bumi Bittuang

2.2.2 Struktur Geologi

Pada daerah penelitian terdapat beberapa struktur sesar, yaitu:

1. Rim kaldera, berupa bidang amblas yang terjadi setelah erupsi Gunung Karua di dalam perut bumi yang mengalamai kekosongan.

2. Sesar normal arah Barat laut - Tenggara, Utara - Selatan, dan Barat daya - Timur laut yaitu sesar Balla dan sesar Tombilangi.

3. Sesar mendatar arah Barat daya - Timur laut menyebabkan terjadinya pergeseran batuan dan struktur yang telah terbentuk.

(6)

9 2.3 Sesar

Sesar merupakan rekahan yang terbentuk pada batuan ketika pada bagian tertentu batuan tersebut retak dan mengalami pergeseran yang relatif terhadap bagian yang lain seperti pada Gambar 2.3. Ketika pada batuan terjadi efek tegangan yang melebihi kekuatan elastisitasnya maka terjadi sesar pada batuan tersebut. Jenis sesar antara lain:

1. Sesar Geser

Sesar geser merupakan patahan yang tidak terdapat perbedaan ketinggian diantara kedua bidang yang dilewati sesar atau arah gerak blok batuannya mendatar.

2. Sesar Turun

Sesar turun merupakan patahan yang dimana posisi hanging wall berada relatif di bawah foot wall.

3. Sesar Naik

Sesar naik merupakan patahan dimana arah gerak blok batuan berlawanan arah dengan sesar turun yaitu posisi foot wall berada di atas hanging wall.

Gambar 2.3 Jenis sesar antara lain: (a) Sesar Geser, (b) Sesar Turun, (c) Sesar Naik

2.4 Sistem Panas Bumi

Sistem panas bumi merupakan suatu sistem dimana panas yang berasal dari sumber panas berpindah secara alami menuju ke permukaan dapat dilihat pada Gambar 2.4. Energi panas bumi merupakan suatu energi panas yang berasal dari dalam bumi secara konduksi dan konveksi di transfer permukaan bumi (Hochstein & Browne, 2000). Sistem panas bumi memiliki beberapa komponen utama yaitu sumber panas (heat source), reservoir, caprock atau lapisan penutup yang berupa claycap, sirkulasi Fluida (Dwikorianto & Ciptadi, 2006).

(7)

10

Gambar 2.4 Sistem panas bumi (Daud, 2010)

2.5 Teori Medan Magnet 2.5.1 Medan Magnet Bumi

Adanya aktivitas yang terjadi pada inti dalam bumi yang terdiri dari unsur logam dan radioaktif menyebabkan terbentuknya medan magnet bumi. Konveksi arus dan rotasi bumi yang terjadi juga menyebabkan terbentuknya medan magnet bumi. Komponen dalam medan magnet bumi terdiri dari (Gambar 2.5).

(8)

11

1. Sudut antara utara magnet bumi dengan komponen horizontal atau sudut antara magnet bumi dan utara geografis dihitung dari arah utara menuju timur disebut dengan Deklinasi (D).

2. Sudut antara medan magnet total dengan bidang horizontal dihitung dari bidang horizontal dan menuju bidang vertikal disebut dengan Inklinasi (I). 3. Medan magnet total pada bidang horizontal disebut dengan Komponen

horizontal (H).

4. Vektor medan magnet total disebut dengan medan magnet total (F).

2.5.2 Gaya Magnet

Gaya magnet akan timbul ketika dua buah kutub magnetik yang saling tarik menarik atau tolak menolak yaitu P1 dan P2 yang bermuatan magnet dan

berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (Telford, 1990). Gaya magnet dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝐹⃗ =1 πœ‡ 𝑃1𝑃2 π‘Ÿ2 π‘ŸΜ‚ (2.1) Dimana:

𝐹⃗ = Gaya magnet (Newton)

𝑃1dan 𝑃2 = Kuat kutub dengan banyaknya muatan magent (Coloumb)

π‘Ÿ = Jarak antar kutub 𝑃1dan 𝑃2 (meter) π‘ŸΜ‚ = Vektor satuan

Β΅ = Permeabilitas medium magnetik

2.5.3 Kuat Medan Magnet

Kuat medan magnet ialah nilai medan magnet suatu titik yang timbul pada suatu titik karena adanya suatu kutub dengan jarak r dari titik tersebut (Blakely R. J., 1995). Kuat medan magnet dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝐻⃗⃗⃗ =𝐹⃗

𝑃 (2.2)

Dimana:

(9)

12

2.5.4 Intensitas Magnetik

Intensitas magnetik ialah kemampuan suatu benda termagnetisasi oleh medan magnet H (Reynold, 1995). Intensitas magnetik dapat dinyatakan sebagai berikut:

I = π‘˜. 𝐻⃗⃗⃗ (2.3)

Dimana:

I = Intensitas magnetik (Tesla)

2.5.5 Suseptibilitas Magnetik

Suseptibilitas magnetik merupakan nilai dari suatu benda atau material yang mudah termagnetisasi. Nilai suseptibilitas magnet suatu benda dapat dipengaruhi oleh jenis kandungan mineral batuan yang berbeda-beda. Persamaan dari suseptibilitas dapat dinyatakan sebagai berikut:

k = 𝐼

𝐻⃗⃗⃗ (2.4)

Dimana:

k = Nilai suseptibilitas magnetik SI

Nilai suseptibilitas batuan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.2 Suseptibilitas batuan dan mineral (Telford, 1990) Jenis Batuan/Mineral Suseptibilitas (Γ—10

3 SI) Interval Rata-rata Batuan Sedimen Dolomit 0 – 0.9 0.1 Batugamping 0 – 3 0.3 Batupasir 0 – 20 0.4 Serpih 0.01 – 15 1.6 Batuan Metamorf Amphibolite 0.7 Sekis 0.3 – 3 1.4 Filit 1.5 Gneiss 0.1 – 25 Sabak 0 – 35 6 Kuarsit 4

(10)

13 Serpentine 3 – 17 Batuan Beku Granit 0 – 50 2.5 Riolit 0.2 – 35 Dolorit 1 – 35 17 Augite-syenite 30 – 40 Olivine-diabase 25 Diabase 1 – 160 55 Basalt 0.2 – 175 70 Gabro 1 – 90 70 Porfiri 0.3 – 200 60 Diorit 0.6 – 120 85 Pirokserit 125 Peridotit 90 – 200 150 Andesit 160 Mineral Grafit 0.1 Kuarsa -0.01 Batugaram -0.01 Kalsit -0.001 – -0.01 Batubara 0.02 Lempung 0.2 Kalkopirit 0.4 Siderit 1 – 4 Pirit 0.05 – 5 1.5 Limonit 2.5 Arsenopirit 3 Kromit 3 – 110 7 Hematit 0.5 – 35 6.5 Ilmenit 300 – 3500 1800 Magnetit 1200 – 19200 6000

(11)

14 2.6 Koreksi Data Magnetik

Pada metode magnetik terdapat dua koreksi data magnetik yang digunakan untuk menghilangkan noise pada data yang terekam saat melakukan pengukuran. Dengan melakukan koreksi pada data maka akan diperoleh data yang lebih baik. Koreksi yang dilakukan pada pengolahan data magnetik yaitu koreksi harian dan koreksi IGRF.

2.6.1 Koreksi Harian

Koreksi harian dilakukan untuk mengurangi efek medan magnet eksternal seperti perbedaan waktu dan efek dari radiasi matahari dalam satu hari. Waktu yang dimaksud merupakan waktu yang sesuai dengan waktu saat dilakukan pengukuran data medan magnet di titik lokasi pengukuran yang kemudian akan dikoreksi (Blakely R. J., 1995). Persamaan dari koreksi harian dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝐻𝐷 = (𝑑𝑛 βˆ’ π‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™)

(π‘‘π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ βˆ’ π‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™)(π»π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿβˆ’ π»π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™) (2.5)

Dimana:

HD = Nilai medan magnet harian (Tesla)

2.6.2 Koreksi IGRF (International Geomagnetic Reference Field)

Koreksi IGRF dilakukan untuk menghilangkan pengaruh medan magnet utama bumi terhadap nilai medan magnet yang terukur. Koreksi IGRF bersifat global sehingga nilai IGRF dari suatu wilayah dapat diperoleh dari situs web National

Oceanic And Atmospheric Administration (NOAA). Nilai IGRF akan diperbaharui

per 5 tahun.

2.7 Transformasi

2.7.1 Reduce To Pole (RTP)

Metode transformasi Reduce To Pole (RTP) dilakukan untuk memudahkan interpretasi data magnet yang berada di daerah dengan lintang rendah dan menengah. Pada transformasi ini anomali medan magnet dari suatu benda penyebab anomali dapat diketahui posisinya secara langsung dengan arah

(12)

15

magnetisasi dan medan utama diubah ke arah vertikal. Persamaan reduce to pole adalah sebagai berikut (Blakely R. J., 1995):

𝐹[βˆ†π‘‡π‘Ÿ] = 𝐹[πœ“π‘Ÿ]𝐹[βˆ†π‘‡] (2.6) Dimana: 𝐹[βˆ†π‘‡π‘Ÿ] = Anomali magnetik RTP 𝐹[πœ“π‘Ÿ] = Anomali magnetik 𝐹[βˆ†π‘‡] = Reduksi ke kutub 2.7.2 Analisis Spektral

Analisis spektral merupakan proses transformasi yang mengubah fungsi dalam jarak atau waktu menjadi fungsi dalam bilangan gelombang atau frekuensi menggunakan transformasi Fourier (Blakely R. J., 1995). Analisis spektral dilakukan untuk memperoleh estimasi kedalaman zona regional, residual, dan nilai window. Persamaan analisis spekrtal yang teramati pada bidang horizontal adalah: 𝐹(π‘ˆ) = π›Ύπœ‡πΉ (1 π‘Ÿ), (2.7) 𝐹 (1 π‘Ÿ) = 2πœ‹ 𝑒|π‘˜|(𝑧0βˆ’π‘§β€²) |π‘˜| (2.8) Dimana: π‘ˆ = Potensial magnetik 𝛾 = Konstanta magnetik πœ‡ = Anomali rapat massa

k = Bilangan gelombang

r = Jarak

Persamaan diatas menjadi:

𝐹(π‘ˆ) = 2π›Ύπœ‡πΉ (1

π‘Ÿ) (2.9)

Persamaan analisis spektral pada suatu medan horizontal dapat dituliskan sebagai berikut: 𝐹(𝑔𝑧) = π›Ύπœ‡πΉ (πœ• πœ•π‘§βˆ’ 1 π‘Ÿ) = 2πœ‹π‘’ |π‘˜|(𝑧0βˆ’π‘§β€²) (2.10)

(13)

16

Apabila distribusi rapat massa diasumsikan secara acak dan korelasi dari setiap nilai magnetik tidak ada maka nilai dari anomali rapat massa dianggap bernilai 1. Transformasi Fourier anomali magnetik dirumuskan sebagai berikut:

𝐴 = 𝐢𝑒|π‘˜|(𝑧0βˆ’π‘§

β€²)

(2.11) Dimana 𝐴 merupakan amplitude dan 𝐢 merupakan konstanta.

Nilai lebar jendela yang digunakan dalam pemisahan anomali regional dan residual akan diperoleh dengan melogaritmakan hasil transformasi Fourier berupa spektral amplitudo. Hasil yang akan diperoleh berupa persamaan linier, dimana spectral amplitudo berbanding lurus dengan bilangan gelombang (k).

𝑙𝑛𝐴 = |π‘˜|(𝑧0βˆ’ 𝑧′) + 𝑙𝑛𝐢 (2.12)

Persamaan (2.12) di atas dapat diasumsikan merupakan persamaan garis lurus, dengan sumbu x berupa |π‘˜|, sumbu y berupa Ln A, dan gradien atau kemiringan garis berupa (𝑧0βˆ’ 𝑧′). Nilai dari gradien atau kemiringan garis ini diasumsikan

sebagai estimasi kedalaman. Pada zona anomali regional dan anomali residual terdapat batas disebut sebagai cut-off (kc). Berikut hubungan panjang gelombang

(πœ†) dengan bilangan gelombang (π‘˜) adalah (Blakely R. J., 1995) π‘˜ =2πœ‹

πœ† (2.13)

atau

πœ† = 2πœ‹

π‘˜ (2.14)

Sehingga nilai lebar jendela dirumuskan dengan:

πœ† = 𝑁. βˆ†π‘₯ (2.15) 𝑁 = 2πœ‹ π‘˜π‘βˆ†π‘₯ (2.16) Dimana: 𝑁 = Nilai window

π‘˜ = Bilangan gelombang (rad/m) π‘˜π‘ = Bilangan gelombang cut off (rad/m) βˆ†π‘₯ = Spasi grid (m)

(14)

17

Gambar 2.6 Grafik pemisahan anomali regional, anomali residual, dan noise

Pada Gambar 2.6 menunjukkan trend zona regional, zona residual dan zona noise. Pada zona regional nilai gradien linier merupakan estimasi kedalaman secara regional, dan pada zona residual nilai gradien linier merupakan estimasi kedalaman secara residual.

2.7.3 Filter Moving Average

Filter moving average dalam pemisahan anomali dilakukan dengan merata-ratakan nilai anomali sehingga diperoleh nilai secara regional. Hasil yang diperoleh dari proses moving average berupa anomali secara regional. Persamaan filter moving average dituliskan dengan persamaan berikut:

βˆ†π‘”π‘Ÿπ‘’π‘”(𝑖) = βˆ†π‘”(π‘–βˆ’π‘›)+ β‹― + βˆ†π‘”(𝑖)+ β‹― + βˆ†π‘”(𝑖+𝑛)

𝑁 (2.17)

Anomali residual merupakan selisih dari anomali Reduce To Pole (RTP) dengan anomali regional dengan persamaan sebagai berikut:

βˆ†π‘”π‘Ÿπ‘’π‘ = βˆ†π‘” βˆ’ βˆ†π‘”π‘Ÿπ‘’π‘” (2.18)

Penggunaan filter moving average pada 2D yaitu merata-ratakan seluruh nilai βˆ†π‘” yang terdapat pada kotak persegi dimana titik yang akan dihitung adalah titik pusat sehingga akan diperoleh nilai anomali regionalnya (βˆ†π‘”π‘Ÿπ‘’π‘”). Berikut persamaan untuk moving average dengan lebar jendela 5x5 (Gambar 2.7):

βˆ†π‘”π‘Ÿπ‘’π‘” = 1

(15)

18

Gambar 2.7 Moving Average lebar jendela 5x5

2.7.4 Tilt Derivative

Tilt Derivative (TDR) merupakan suatu metode yang digunakan untuk identifikasi

struktur dengan mempertegas batas anomali. Metode Tilt Derivative (TDR) menggunakan perbandingan antara turunan pertama dari Vertical Derivative (VDR) dan Total Horizontal Derivative (THDR). Batas nilai amplitudo Tilt

Derivative (TDR) berada pada rentang antara βˆ’πœ‹

2 sampai + πœ‹

2. Amplitudo negatif

pada Tilt Derivative (TDR) berada jauh dari sumber anomali, amplitudo positif berada di atas sumber anomali, dan amplitudo nol berada di dekat atau di tepi sumber anomali (Miller & Singh, 1994). Oleh karena itu penentuan batas anomali pada Tilt Derivative (TDR) dilakukan pada kontur dengan nilai nol. Persamaan dari metode Tilt Derivative (TDR) dinyatakan sebagai berikut :

𝑇𝐷𝑅 = π‘‘π‘Žπ‘›βˆ’1( 𝑉𝐷𝑅

𝑇𝐻𝐷𝑅) (2.20)

Vertical Derivative (VDR) dituliskan dengan:

𝑉𝐷𝑅 = (πœ•π‘‡

πœ•π‘§) (2.21)

Dan Total Horizontal Derivative (THDR) dituliskan dengan:

𝑇𝐻𝐷𝑅 = √(πœ•π‘‡ πœ•π‘₯) 2 + (πœ•π‘‡ πœ•π‘¦) 2 (2.22)

(16)

19 2.8 Forward Modeling

Forward modeling atau pemodelan kedepan pada metode magnetik dengan

membuat suatu benda anomali dengan nilai kemagnetan tertentu. Pada pemodelan kedepan dilakukan proses trial and error dengan mengubah-ubah harga parameter model sehingga akan diperoleh suatu model dengan hasil respon yang cocok dengan data lapangan, dengan demikian model diasumsikan dapat mewakili keadaan bawah permukaan (Talwani, dkk, 1969). Pemodelan merupakan iterpretasi data secara kuantitatif dimana model yang diperoleh merupakan representasi dari keadaan bawah permukaan oleh benda anomali dengan besaran fisis.

Gambar

Gambar 2.1 Peta geologi regional daerah penelitian berdasarkan peta geologi lembar Mamuju
Gambar 2.2 Peta geologi daerah panas bumi Bittuang, Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Modifikasi  dari Soetoyo dkk., 2009)
Tabel 2.1 Susunan stratigrafi panas bumi Bittuang
Gambar 2.3 Jenis sesar antara lain: (a) Sesar Geser, (b) Sesar Turun, (c) Sesar Naik
+5

Referensi

Dokumen terkait