• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY

SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI

Filosovia Titis Sari Hardianto

Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang

ABSTRAKSI

Sistem pembuangan sampah pada TPA Bulusan hanya dilakukan pemadatan sekadarnya setelah timbunan sampah diletakkan pada galian lubang atau permukaan tanah. Lahan yang telah digunakan adalah 65% dari lahan sebesar 5252 m2

Analisis timbulan dan komposisi sampah didapat dengan sample sampah selama 8 hari berturut-turut. Penentuan komposisi sampah di TPA dilakukan dengan metode weight-volume analysis (analisis berat-volume). Pemilahan dan daur ulang sampah menggunakan metode pemilahan alternatif II, yaitu secara manual atau tidak menggunakan alat berat.

. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui timbulan dan komposisi sampah, kegiatan daur ulang, serta metodenya, kemudian dilakukan perencanaan Material Recovery Facility (MRF).

Volume rata-rata sampah yang masuk ke TPA Bulusan sebesar 110 m3/hari. Perencanaan sampah kering akan dipilah secara manual dan sampah basah akan dikomposting. Recovery factor sampah di TPA adalah plastik 69,56%, logam 19,35%, kertas 29,87%, karet 0%, kaca 9,92%, sedangkan untuk kayu, kain, dan lain-lain (debu, batu) sebesar 0%. Pemilahan sampah adalah 49,8 kg/orang.jam dengan jumlah tenaga pemilah pada tahap I sebanyak 5 orang, tahap II sebanyak 57 orang, tahap III sebanyak 4 orang dan tenaga pengomposan 122 orang. Sampah basah yang dikomposting 18,27 ton dengan volume 134,67 m3. Kebutuhan lahan untuk penerima, pemilahan, dan

penyimpanan sampah seluas 77 m2 dan luas lahan untuk

pengomposan aktif seluas 564 m2, sehingga total lahan yang

dibutuhkan untuk MRF seluas 641 m2

.

Kata Kunci: Sampah, Material Recovery Facility, TPA Bulusan.

PENDAHULUAN

Sampah merupakan masalah yang tidak bisa dihindarkan, sehingga dibutuhkan pengelolaan yang tepat. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banyuwangi melayani daerah pelayanan dengan luas 11,33 km2 dan rata-rata timbulan sampahnya 107 m3/hari. Tempat Pembuangan Akhir

(2)

(TPA) Bulusan Kota Banyuwangi terletak di Kelurahan Bulusan, Kecamatan Kalipuro dengan luas area 1,5 ha. Lahan yang telah digunakan sebesar 65% yaitu sekitar 9750 m2, sedangkan luas lahan yang belum digunakan sekitar 5250 m2

Salah satu alternatif pengolahan sampah adalah dengan adanya Material Recovery Facility (MRF), dimana didalamnya terdapat fasilitas untuk merubah sampah menjadi bentuk yang lebih berguna. Fasilitas ini menggabungkan beberapa teknik pengolahan sampah, seperti pemilahan sampah dan komposting. Kegiatan reduksi sampah sebenarnya telah terjadi di TPA Bulusan dengan adanya pemulung. Mereka mengambil sampah yang kemudian dijual kepada pengepul. Namun, akan jauh lebih baik jika kegiatan tersebut dilakukan dengan lebih rapi dan teroganisir. Hasil samping dari adanya pengolahan sampah, berupa kompos yang dapat dijual atau digunakan kembali sebagai tanah penutup landfill.

. Sistem pembuangan sampah yang digunakan adalah sistem controlled landfill, tetapi pada kenyataannya sistem yang digunakan adalah open dumping, dimana timbunan sampah diletakkan pada galian lubang atau permukaan tanah kemudian dilakukan pemadatan sekadarnya. Fasilitas pengolahan sampah di TPA Bulusan kurang memenuhi standar pengolahan sampah karena tidak terdapat lahan pemilahan dan komposting, sedangkan untuk tempat penyimpanan sampahnya hanya terdapat tempat penampungan sampah sekadarnya tanpa adanya rak penyimpan sampah. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan pengembangan TPA pada lahan yang belum digunakan dengan melakukan alternatif pengolahan sampah terlebih dahulu guna mengurangi sampah yang akan dibuang di landfill dan memanfaatkan kembali sampah yang masih bernilai ekonomis. Menurut perencanaannya, TPA Bulusan direncanakan penggunaannya selama 10 tahun (Kimpraswil, 2007).

Material Recovery Facility (MRF) merupakan suatu fasilitas pengelolaan sampah yang memiliki sistem pemilahan sampah dan recycling. Komponen-komponen sampah yang dapat dipisahkan terdiri dari sampah basah dan sampah kering. Sampah kering yang dapat dikelola antara lain adalah kertas, plastik, kaca, logam; sedangkan sampah basah dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Menurut Tchobanoglous, Theissen dan Vigil (1993) kesuksesan dalam pembangunan dan pelaksanaan/implementasi dari MRF ini ditentukan oleh adanya pertimbangan, baik pertimbangan rekayasa/engineering maupun pertimbangan nonrekayasa/nonengineering. Terdapat dua alternatif dalam MRF, yaitu:

Alternatif I

Pada sampah kering, pemilahan tahap satu dilakukan pemilahan material yang berukuran besar seperti kardus, kasur, serta kayu. Pada pemilahan tahap dua dilakukan pemilahan terhadap kaca, plastik, kertas, dan karet. Sampah kemudian dicacah untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam magnetic separator untuk memilah logam. Untuk sampah plastik yang

(3)

terpilah akan dilakukan pemilahan tahap III, dimana akan dipisahkan berdasarkan jenis plastik (PETE, HDPE, LDPE, PP, PS, dan campur). Pada sampah basah akan dilakukan komposting secara anaerobik. Residu yang ada dibuang ke TPA.

Alternatif II

Pada sampah kering, pemilahan tahap satu dilakukan pemilahan material yang berukuran besar seperti kardus, kasur serta kayu. Pada pemilahan tahap dua dilakukan pemilahan terhadap kaca, plastik, kertas, dan karet. Pemilahan dilakukan secara manual, yaitu dengan memilah sampah dari tumpukan sampah yang dibantu dengan alat front end loader. Untuk sampah plastik yang terpilah akan dilakukan pemilahan tahap III, dimana akan dipisahkan berdasarkan jenis plastik (PETE, HDPE, LDPE, PP, PS, dan campur). Pada sampah basah akan dilakukan komposting secara anaerobik.

Tujuan perencanaan dalam studi ini adalah:

1. Menghitung timbulan dan mengidentifikasi komposisi sampah serta evaluasi kegiatan pemilahan dan daur ulang.

2. Menentukan metode pemilahan dan daur ulang alternatif II (secara manual) serta merancang Material Recovery Facility.

METODOLOGI

Metode pelaksanaan perencanaan Material Recovery Facility secara manual di TPA Bulusan Banyuwangi dapat digambarkan dalam diagram berikut ini.

(4)

Gambar 1.

Diagram Metode Perencanaan Studi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan dengan sistem Material Recovery Facility (MRF) dilakukan secara manual. Pertimbangan dalam pemilihan sistem MRF secara manual adalah :

 Keterbatasan lahan yang ada di TPA Bulusan. TPA Bulusan memiliki luas 1,5 Ha dimanfaatkan sejak tahun 1986. Sampai dengan tahun 2008 lahan yang telah terpakai seluas 9.750 m2 dan luas lahan yang belum terpakai sekitar 5.250 m2, sehingga secara

Studi Literatur

Data Sekunder - Layout TPA Bulusan - Data jumlah penduduk

Data Primer

- Tmbulan dan komposisi sampah - Recovery factor

Aspek Perencanaan - Timbulan sampah - Komposisi sampah - Luas area TPA dan MRF - Kebutuhan SDM dan peralatan

Pengolahan Data

- Metode pemilahan dan daur ulang sampah - Diagram alir material

- Loading rate - Recovery factor - Mass balance

- Kebutuhan Tenaga Pemilah - Kebutuhan Lahan

Ide Studi

Perencanaan

- Perencanaan Rekayasa: lahan penerima, pemilahan, penyimpanan, dan komposting

- Perencanaan Non Rekayasa: peletakan MRF dan layout MRF

Kesimpulan dan Saran Pengumpulan Data

(5)

teoritis usia lahan TPA Bulusan yang belum terpakai tinggal 5250 m2 : 2638,4 m2/tahun = 1,9 tahun. Dengan demikian, untuk mengelola sampah sebesar 110 m3/hari pada tahun 2008 diperlukan luas lahan (tidak termasuk utilitas) sebesar 2.638,4 m2

 Tidak dibutuhkan penambahan alat-alat berat, seperti conveyor, hammer mills, dan magnetic separator dalam pemilahan sampahnya. Hal ini dikarenakan: (1) Alat-alat berat ini berdemensi besar yang hanya sesuai untuk proses pemilahan pada timbulan sampah yang besar serta memiliki jumlah sampah kota yang besar pula; sedangkan kota Banyuwangi termasuk dalam kategori kota sedang dengan jumlah sampah yang masuk ke TPA sebesar 104-112 m

. Untuk memperpanjang usia lahan TPA hingga tahun perencanaan, maka diupayakan suatu sistem untuk meminimalkan banyaknya sampah yang akan dibuang ke lahan TPA agar lahan yang belum terpakai dapat digunakan hingga tahun 2017.

3

setiap harinya; serta (2) Mengurangi pengadaan biaya alat dan listrik yang dapat menghemat keuangan.

Sampah Kering

Sampah kering ini terdiri dari sampah plastik, kertas, kaca, kayu, karet, logam. Pada sampah kering ini dilakukan perhitungan loading rate, recovery factor, dan mass balance untuk mengetahui kuantitas sampah kering yang diolah.

Perhitungan loading rate dilakukan untuk mengetahui beban sampah kering yang dapat dipilah setiap jamnya. Hasil perhitungan loading rate adalah 0,23 ton/jam.

Loading Rate

Recovery factor didapatkan berdasarkan penelitian di lapangan, yaitu dengan membandingkan berat rata-rata sampah sebelum dan setelah dipilah oleh pemulung. Hasil perhitungan recovery factor terdapat nilai nol dikarenakan tidak diambil oleh pemulung dengan alasan:

Recovery Factor

 Sampah yang tercampur dan tidak bernilai ekonomis.  Tidak dapat dijual dalam jumlah yang sedikit.

 Waktu pemulungan yang terbatas sebelum diratakan dengan bulldozer, sehingga masih banyak sampah yang belum sempat terambil.

Mass balance adalah memperhitungkan kuantitas material yang diolah. Hasil perhitungan mass balance MRF TPA Bulusan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(6)

Tabel 1.

Mass Balance MRF TPA Bulusan

Jenis Sampah Berat Sampah (ton) Volume

(m3) (%) Rf Berat R (ton) Volume R (m3

Berat Residu ) (ton) Volume Residu (m3) Kertas 0,323 2,380 29,87 0,096 0,710 0,227 1,670 Plastik 0,244 1,790 69,56 0,170 1,250 0,074 0,540 Kain 0,298 2,190 0 0 0 0,298 2,190 Kayu 0,211 1,550 14,96 0,032 0,230 0,179 1,320 Karet 0,137 1,008 0 0 0 0,137 1,010 Kaca 0,112 0,820 9,92 0,011 0,080 0,101 0,740 Logam 0,050 0,360 19,35 0,010 0,070 0,040 0,290 Lain-lain 0,249 1,830 0 0 0 0,249 1,830 Total 19,89 146,640 0,319 2,340 1,305 9,590

Sumber: Hasil perhitungan, 2008

Lahan Penerima

Lahan penerima mempunyai fungsi untuk menampung sementara sampah yang datang. Luas lahan yang diperlukan untuk satu sampah = 4,68 m3/1,5 m = 3,12 m2≈ 4 m2; sehingga luas lahan penerima sampah adalah 4 m x 2 m = 8 m2.

Lahan Pemilahan

Sorting atau pemilahan sampah pada tahap ini dilakukan pada sampah yang berukuran besar (kardus, kasur) dan kayu dengan berat = 0,211 ton; volume = 1,55 m

Sorting Tahap I

3. Direncanakan tinggi timbunan sampah

(CPIS,1992) adalah 1,5 meter, sehingga luas lahan untuk tahap 1 = 2 m2. Total luas lahan yang dibutuhkan untuk pemilahan sampah tahap I adalah 3 m x 2 m = 6 m2.

Sorting atau pemilahan sampah pada tahap II ini dilakukan pada sampah kaca, kertas, karet, plastik dengan berat 19,6 ton, volume 144,4 m

Sorting Tahap II

3.

Pada tahap II, dilakukan pemilahan sampah lagi. Jenis sampah kaca, karet, kertas diletakkan pada lahan penyimpanan yang akan direncanakan, sedangkan sampah plastik dilakukan pemilahan sendiri pada sorting tahap III. Direncanakan tinggi timbunan sampah (CPIS, 1992) adalah 1,5 meter, sehingga luas lahan untuk tahap 2 adalah 100 m2 dengan panjang lahan 10 m dan lebar lahan 10 m.

Pemilahan tahap III dilakukan pemilahan terhadap sampah plastik berdasarkan jenisnya (PETE, HDPE, LDPE, PP, PS, dan campur) sebesar 0,244 ton; volume 1,79 m

Sorting Tahap III

3

(7)

sampah terpilah per orang-jam dan jumlah tenaga pemilah. Direncanakan tinggi timbunan sampah (CPIS, 1992) = 1,5 meter, sehingga luas lahan untuk tahap III adalah 2 m2 dengan panjang lahan 2 m, lebar 1 m. Dengan demikian, luas lahan yang dibutuhakan untuk pemilahan sampah tahap III adalah 6 m2.

Tabel 2. Jumlah Tenaga Pemilah

Sorting Sampah Berat (kg) Volume Sampah (m3 Waktu Operasional ) (jam)

Sampah Terpilah Per Org-Jam (kg/org-jam) Tenaga Pemilah (orang) Tahap I 211 1,55 1 49,8 5 Tahap II 19600 144,4 7 49 57 Tahap III 244 1,79 1,5 49 4

Sumber: Hasil perhitungan, 2008

Sampah yang tidak termasuk dalam penyortingan, seperti sampah logam atau sampah lain-lain (sabut, tempurung kelapa, pelepah yang keras) akan dijadikan sampah residu atau material sisa yang tidak layak pakai dan tidak bernilai ekonomis. Untuk sampah residu ini akan dibuang langsung ke landfill TPA Bulusan. Untuk lahan pemilahan sampah, direncanakan luas total dibutuhkan untuk penerima dan pemilahan sampah dengan panjang 9 meter dan lebar 8 meter, sehingga luas lahan yang dibutuhkan untuk penerima dan pemilahan sampah adalah 72 m2

. Lahan Penyimpanan

Lahan penyimpanan merupakan tempat untuk menyimpan hasil dari pemilahan yang dilakukan. Sampah disimpan hingga diambil oleh pembeli atau pengepul tiap dua hari sekali (berdasarkan kondisi eksisting). Tempat penyimpanan direncanakan berupa rak tingkat tiga. Sampah yang disimpan per harinya sebanyak 0,319 ton atau 2,34 m3 (didapatkan dari berat recovery MRF TPA Bulusan). Direncanakan luas total lahan penyimpanan adalah 2 m x 2,5 m = 5 m2. Dikarenakan jumlah rak hanya 1 buah, maka akan direncanakan lahan penerima untuk mengantisipasi adanya peningkatan jumlah timbulan sampah yang telah dipilah yang tidak dapat diletakkan di lahan penyimpanan dikarenakan raknya masih penuh dan kemungkinan adanya keterlambatan pengambilan sampah oleh pihak pengepul.

Sampah Basah

Untuk sampah basah tidak dilakukan pemilahan, tetapi akan diolah dengan menggunakan metode komposting. Metode komposting yang akan dilakukan adalah secara aerobik. Sampah basah yang dikomposting akan ditumpuk memanjang dengan menggunakan terowongan bambu yang

(8)

diletakkan memanjang pula. Bahan baku organik disusun dalam satu atau beberapa tumpukan yang masing-masing berdiri sendiri.

Perhitungan sampah untuk komposting berdasarkan desain pengomposan menurut CPIS (1992), yaitu:

1. Volume Masuk Sampah Per Hari

Masa pengomposan diperlukan 35 sampai 40 hari untuk kegiatan pengomposan aktif dan 14 hari setelahnya untuk pematangan, maka lokasi harus mampu menampung paling sedikit bahan pengomposan sebanyak suplai selama sekitar 60 hari berturut-turut. Jumlah masukan sampah yang dapat ditampung setiap hari kerjanya adalah 1/60 dari seluruh jumlah masukan sampah yang mampu ditampung di lokasi TPA (CPIS, 1992). Volume masukan sampah di TPA Bulusan adalah 2,24 m3

2. Desain Pengomposan

/hari.

Volume tumpukan adalah 45 m x 1,75 m x 1,75 m = 137,8 m3. Dikarenakan panjang tumpukan adalah 45 m dan dipandang terlalu panjang, maka tumpukan akan disusun dalam beberapa tumpukan yang masing-masing berdiri sendiri yang disesuaikan dengan kriteria desain, yaitu V = 6,12 m3 ≈ 6 m3. Jadi, volume tumpukan sesuai desain CPIS (1992) adalah 6 m3

 Luas lahan yang dibutuhkan untuk komposting masih terpenuhi. . Setelah diketahui standar desain tumpukan yang sesuai maka dilakukan perbandingan antara volume tumpukan kompos dengan volume desain standarnya untuk mengetahui jumlah tumpukan (n) yang ada adalah 23 tumpukan. Perhitungan perbandingan desain ini dilakukan dengan pertimbangan:

 Kemudahan dalam operasional kompostingnya.

 Kualitas kompos lebih baik karena tumpukan-tumpukan bahan-bahan organiknya lebih seragam dan mudah untuk dilakukan pemantauan.

Jumlah volume seluruh tumpukan (A) adalah 3.169,4 m3. Kebutuhan minimum pasokan sampah selama 60 hari proses. Produksi kompos per hari = 1/60 hari x 3169,4 m3 = 52,82 m3. Dengan demikian, luas lahan keseluruhan yang dibutuhkan untuk pengomposan aktif adalah 24 m x 23,5 m = 564 m2.

Lahan Pengemasan dan Penyimpanan Kompos

Pengemasan sangat penting dilakukan, baik dari segi penjualan maupun penjagaan mutu kompos. Kemasan sebaiknya kedap air, agar kelembaban kompos dapat dipertahankan. Kemasan penting untuk mencegah tumbuhnya benih yang tak diinginkan atau gulma yang terbawa oleh angin dan kemasan harus cukup kuat agar tidak mudah terbuka dan sobek. Dalam perencanaan ini kemasan yang digunakan adalah karung

(9)

plastik ukuran 90 x 60 cm sebanyak ± 40 kg; sehingga luas 1 karung 90 x 60 cm = 540 cm2≈ 1 m2. Direncanakan karung disimpan dan ditumpuk dengan maksimal tumpukan ke atas sebanyak 4 karung dan 10 karung ke samping, sehingga luas karung yang ditumpuk = 4 x 10 m2 = 40 m2

Penentuan jumlah kompos yang harus disimpan = 75% x 18250 kg = 13.702,5 kg; sehingga dapat dihitung jumlah karung = 13.702,5 kg : 40 kg = 343 karung. Jadi, luas tempat tumpukan karung yang digunakan = 343/40 = 8,57 m

.

2 ≈ 9 m2. Direncanakan luas lahan total untuk pengemasan dan

penyimpanan kompos adalah 9 m x 3 m = 27 m2

(3 m untuk ruang gerak). Penyimpanan hendaknya dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung (CPIS, 1992).

Tenaga Kerja Pengomposan

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk daur ulang sampah dengan pengomposan di setiap 600 kg sampah/per hari adalah 4 orang dengan jam kerja efektif selama 7 jam (Pt T 13-2000C, 2002); sehingga jumlah tenaga pengomposan adalah 122 orang. Apabila jumlah tenaga pengomposan menurut perhitungan ini terlalu besar, maka dapat dilakukan perangkapan tenaga kerja pada pemilahan yang dipakai untuk tenaga pengomposan juga.

KESIMPULAN

1. Volume sampah yang masuk ke TPA Bulusan sebesar 110 m3

2. Metode pemilahan dan daur ulang sampah dilakukan secara manual dan tidak memakai alat-alat berat (mesin), sehingga tidak perlu menambah biaya pengadaan alat (mesin) dan pembayaran listrik. Metode ini layak untuk diterapkan, dimana perencanaan MRF yang telah dilakukan adalah pemilahan sampah yang belum dipilah oleh pemulung dan sampah yang sudah dipilah oleh pemulung. Melakukan perencanaan pengomposan dengan metode komposting aerobik, secara windrow selama 60 hari dengan menggunakan terowongan bambu, dimensi awal tumpukan panjang 45 m, lebar 1,75 m, dan tinggi tumpukan 1,75 m. Tumpukan ini didesain berdiri sendiri dengan jumlah tumpukan 23 buah

/hari, komposisi sampah basah 89,03%, kertas 2,31%, plastik 4,025%, kain 1,31%, kayu 1,25%, karet 0,31%, kaca 0,625%, logam 0,31%, dan lain-lain 1,12%. Kegiatan pemilahan di TPA Bulusan dilakukan oleh 22 orang pemulung mulai pukul 05.00-12.00 WIB. Pemilahan dilakukan pada sampah yang bernilai ekonomis, seperti sampah plastik dan sampah basah. Sampah plastik dipilah oleh pemulung dan disimpan di tempat penampungan barang bekas dan kemudian diambil oleh pengepul tiap 2 hari sekali. Sampah basah, terutama sampah sayur, dijadikan sebagai makanan ternak.

(10)

mempunyai dimensi tumpukan panjang 2 m, lebar 1,75 m, dan tinggi 1,75 m. Lahan yang digunakan untuk komposting seluas 348 m2; sehingga jumlah luas lahan yang digunakan untuk MRF adalah lahan penerima + pemilahan sampah seluas 72 m2 + lahan penyimpanan sampah seluas 5 m2, dan lahan pengomposan aktif seluas 564 m2. Totalnya adalah 641 m2 dengan jumlah tenaga kerja pemilahan dan pengomposan adalah 66 orang + 122 orang atau sebanyak 188 orang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Buku Panduan Teknik Pembuatan Kompos dari Sampah: Teori dan Aplikasinya. CPIS (Central for Policy Implementation Studies).

______. 2007. Kajian Tentang Persampahan di Kabupaten Banyuwangi. Kabupaten Banyuwangi: Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

______, 2007. Rencana Umum Tata Ruang Kota dengan Kedalaman Rencana Detail Tata Ruang Kota (RUTRK/RDTRK). Kabupaten Banyuwangi: Dinas Kimpraswil.

______. 2008. Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2008. Kabupaten Banyuwangi: Badan Pusat Statistik.

______. 2002. Pedoman Petunjuk Teknis dan Manual. Edisi Pertama.

Pt T-13-2000-C. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.

Standar Nasional Indonesia 19-2454-2002. Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 03-3241-1994. Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat

Pembuangan Akhir Sampah. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia S-04-1993-03. Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk

Kota Kecil dan Sedang di Indonesia. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Tchobanoglous George, Theisen Hilarry, Vigil Samuel A. 1993. Integrated Solid

Waste Management Enginerring Principles and Management Issues. New York: Mc Grawhill International Editions.

Referensi

Dokumen terkait