• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENETAPAN WALI NIKAH BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA KECAMATAN GAJAH MUNGKUR SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENETAPAN WALI NIKAH BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA KECAMATAN GAJAH MUNGKUR SEMARANG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

38

MUNGKUR SEMARANG

A. Profil KUA Kecamatan Gajah Mungkur kota Semarang 1. Kondisi Umum

Kantor Urusan Agama merupakan bagian dari struktur Kementrian Agama, bertugas menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang agama. Kantor Urusan Agama juga merupakan bagian paling bawah dari struktur Kementrian Agama yang berhubungan langsung dengan masyarakat dalam satu wilayah kecamatan, sebagaimana yang ditegaskan dalam Keputusan Menteri Agama No. 517/2001 bahwa Kantor Urusan Agama bertugas melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama kabupaten di bidang urusan agama Islam di wilayah kecamatan.1 KUA Kecamatan Gajah mungkur Semarang memiliki Kepala (Duta Grafika S.Ag), Wakil atau penghulu (Muntholif S.Ag), Bendahara (Eka Prasetya Widyawati), dan Tata Usaha (Hj. Nuryati).

Sebagaimana yang ada di KUA kecamatan Gajah mungkur mempunyai wilayah kerja yang melingkupi wilayah kecamatan

1

Imam Syaukani, Optimalisasi Peran KUA Melalui Jabatan Fungsional Penghulu, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007, hlm. 26-34.

(2)

Gajahmungkur yang memiliki luas wilayah kurang lebih 10,59 km dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Kecamatan Semarang selatan b. Sebelah selatan : Kecamatan Gunungpati c. Sebelah barat : Kecamatan Semarang barat d. Sebelah timur : Kecamatan Candisari

Kecamatan Gajah Mungkur terdiri dari 8 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh seorang lurah. Kelurahan-kelurahan tersebut antara lain yaitu Gajah mungkur, Lempongsari, Bendungan, Petompon, Bendan ngisor, Sampangan, Bendan nduwur, dan Karangrejo. KUA kecamatan Gajah mungkur telah menempati gedung tersendiri yang terletak di Jalan Kelud Selatan II/20 Semarang, kelurahan Petompon kecamatan Gajah mungkur Semarang. Dari 8 kelurahan tersebut kecamatan Gajah mungkur mempunyai jumlah penduduk sebesar 63,482 jiwa. Dari jumlah total penduduk tersebut, 90% beragama Islam. Hal ini tentunya menjadi peluang baik dalam rangka ikut serta membangun masyarakat di bidang agama. Adapun bidang urusan agama yang menjadi program yang telah ditentukan oleh Kementrian Agama Kota Semarang salah satunya yang berkaitan dengan meningkatkan kelancaran pelayanan nikah dan rujuk diantaranya adalah:

a. Meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana dalam kelancaran nikah dan rujuk di KUA.

(3)

b. Meningkatkan kualitas penghulu yang terampil dan mampu memecahkan persoalan-persoalan yang timbul.

c. Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.2

2. Tugas dan Fungsi Kantor Urusan Agama Kecamatan Gajah Mungkur

Secara garis besar, tugas dan fungsi KUA kecamatan Gajah mungkur berpedoman pada KMA 45/1981 yakni membantu dan melaksanakan sebagian tugas umum pemerintah dengan memberikan bimbingan dan pelayanan pada masyarakat di bidang agama pada tingkat kecamatan. Di samping tugas tersebut, KUA dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip koordinasi, integritas dan sinkronisasi dengan Kandepag kota maupun antar unsur KUA kecamatan di samping juga dengan instansi terkait dalam wilayah kecamatan Gajah mungkur.

Untuk menyelenggarakan tugas-tugas tersebut KUA kecamatan Gajah mungkur mempunyai tugas dan fungsi yang dapat dirinci sebagai berikut:

a. Melaksanakan pencatatan dan pengawasan dalam pelaksanaan nikah dan rujuk.

b. Melaksanakan bimbingan kemasjidan, zakat, perwakafan, haji, dan ibadah sosial lainnya.

c. Melaksanakan bimbingan dalam bidang perkawinan.

2

Berdasarkan wawancara dan observasi langsung di KUA Kecamatan Gajahmungkur Jl. Kelud Selatan II/26 Semarang dengan Bapak Duta Grafika, S.Ag, Kepala KUA Gajahmungkur, pada tanggal 29 September 2012.

(4)

d. Menghimpun atau melaksanakan dokumentasi dan menyajikan data statistik lainnya.3

Adapun pegawai dan pembantu pencatatan peristiwa perkawinan adalah sebagai berikut:

a. Pegawai Pencatat Nikah (PPN)

PPN adalah pegawai negeri yang diangkat oleh Menteri Agama berdasakan Undang-Undang No. 22/1946 pada tiap-tiap KUA kecamatan. Dengan peraturan di dalam Undang-Undang tersebut, PPN menjadi satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilaksanakan menurut agama Islam di wilayahnya. PPN adalah aparat penegak hukum dalam hal ini hukum Islam tentang pernikahan, jadi PPN mempunyai wewenang menolak dilangsungkannya pernikahan yang melanggar hukum Islam atau undang-undang yang kemudian dikuatkan dengan pasal 20 Undang-undang perkawinan.4 b. Wakil Pegawai Pencatat Nikah

Wakil PPN adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Depag sebagai wakil PPN untuk membantu kelancaran pelayanan kepada masyarakat dalam melakukan pengawasan nikah dan penerimaan rujuk. Apabila PPN tidak ada atau berhalangan, pekerjaannya dilakukan oleh wakil PPN. Apabila wakil PPN itu lebih dari satu, maka kepala PPN menetapkan salah satu wakil PPN itu untuk melaksanakan tugas PPN.

3

Berdasarkan data buku tahunan KUA Kecamatan Gajahmungkur Semarang

4

Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 58

(5)

3. Pencatatan Perkawinan

Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pada pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diadakannya pencatatan ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban hukum yang berkaitan dengan administratif kenegaraan agar terjaga kelangsungan bagi seluruh pihak-pihak yang bersangkutan, dengan adanya upaya yang diatur melalui perundang-undangan ini, bertujuan pula untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinandan lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga.5 Pelaksanaan pencatatan perkawinan diatur dalam Bab II pasal 2 PP No. 9/ 1975 bahwa pencatatan perkawinan bagi yang muslim maka dilangsungkan menurut Islam dan dilakukan oleh pegawai pencatat nikah, sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang No. 3/ 1954 tentang pencatatan nikah, talak, dan rujuk.

Adapun cara pelaksanaan dari pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 3 sampai dengan pasal 9, dan pasal 11 tentang peraturan pelaksanaan yaitu PP No. 9/ 1975. Dalam hukum perkawinan Indonesia, Wantjik Saleh membagi mengenai pencatatan nikah menjadi 4 tahapan, yaitu:

a. Tahap pemberitahuan. b. Tahap penelitian. c. Tahap pengumuman.

5

(6)

d. Tahap saat pencatatan.6

Pemberitahuan dilakukan oleh kedua calon mempelai dan diatur dalam peraturan pelaksana yaitu PP No. 9/ 1975 pasal 3 sampai pasal 5. Setelah pemberitahuan kepada pegawai pencatat nikah telah selesai, kemudian pegawai pencatat nikah melakukan penelitian terutama tentang syarat-syarat maupun halangan-halangan untuk melakukan perkawinan seperti yang diatur oleh Undang-Undang Perkawinan. Setelah dilakukan penelitian, maka pihak KUA mengumumkan tentang pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan, yang dimana pengumuman tersebut berbentuk surat yang ditempel pada papan pengumuman. Setelah pengumuman kehendak melangsungkan perkawinan ditempel, dan tidak ada keberatan-keberatan dari pihak-pihak yang terkait dengan rencana calon mempelai, perkawinan dapat dilangsungkan. Ketentuan dan tata caranya diatur dalam pasal 10 PP No. 9/75 sebagai berikut:

a. Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh pegawai pencatat seperti yang dimaksud pasal 8.

b. Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

c. Dengan mengindahkan tata cara perkawinan menurut masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.7

6

(7)

4. Landasan Operasional KUA

Dalam melaksanakan tugasnya, KUA memiliki beberapa landasan diantaranya adalah:

a. Undang-undang No.12/1948 tentang pencatatan NTCR.

b. Penetapan Menteri Agama No. 14/1955 tentang penunjukkan dan pemberhentian serta tugas pembantu pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk.

c. Undang-undang No. 1/1974 tentang perkawinan.

d. PP No. 9/1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 1/1974. e. Peraturan Menteri Agama No. 1/1978 tentang pejabat pembuat akta

ikrar wakaf.

f. Peraturan Menteri Agama No. 1/1989 tentang wakaf.

g. Peraturan Menteri Agama No. 2/1989 tentang kewajiban PPN. h. Inpres No. 1/1991 tentang KHI.

i. Keputusan Menteri Agama No. 154/1991 tentang pelaksanaan inpres. j. Kitab-kitab fikih yang tercantum dalam KHI sebagai rujukan.8

B. Penetapan Wali Nikah bagi Wanita yang Lahir Kurang Dari 6 Bulan di KUA Kecamatan Gajah Mungkur

Dari beberapa tugas dan fungsi KUA yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, KUA juga memiliki kewenangan yang berkaitan dengan tugasnya yang berhubugan untuk melaksanakan bimbingan dalam perkawinan yaitu menetapkan wali nikah bagi calon mempelai perempuan

7

Ibid, hlm. 115.

8

(8)

yang ternyata setelah dilakukan pengecekan ia adalah seorang anak yang dihasilkan dari sebuah hubungan yang belum terikat dalam perkawinan yang sah yang kemudian disebut dengan istilah anak zina. Sedikit mengulang pembahasan sebelumnya mengenai konsep anak sah, bahwa dengan adanya perbedaan konsep anak sah menurut hukum Islam atau fiqh dengan konsep anak sah menurut Undang-undang Perkawinan dan KHI, maka seolah-olah berakibat pencabangan ketentuan yang nantinya akan digunakan untuk menentukan dasar hukum dalam penetapan wali nikah bagi anak tersebut. Dalam aturan fiqh, anak yang dikandung sebelum terjadinya akad nikah, maka ia termasuk anak tidak sah dan ayah biologisnya tidak dapat bertindak sebagai wali nikah baginya.9

Kepala KUA kecamatan Gajah Mungkur Bapak Duta Grafika, S.Ag., menyatakan ketika mencermati materi Undang-Undang Perkawinan dan KHI, terlihat adanya persamaan dalam merumuskan definisi anak sah. Jika menurut fiqh dengan tegas merumuskan anak yang sah adalah anak yang lahir akibat perkawinan yang sah, maka Undang-Undang Perkawinan dan KHI mendefinisikannya dengan 2 kategori. Pertama, anak yang dilahirkan “dalam” perkawinan yang sah. Kata-kata “dalam” seperti yang terdapat di dalam pasal 42 Undang-Undang Perkawinan dan pasal 99 KHI, mengesankan bahwa yang menjadi ukuran sah atau tidaknya seorang anak dilihat pada waktu lahirnya tanpa memperhitungkan kapan konsepsi terjadi. Kedua, anak yang lahir akibat perkawinan yang sah, pandangan ini sesuai dengan penjelasan fiqh, walaupun

9

M. Quraish Shihab, 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, Jakarta: Lentera Hati, 2009, hlm. 512.

(9)

bisa jadi lahirnya anak di luar perkawinan, seperti anak yang lahir setelah ayah ibunya bercerai, baik cerai hidup atau mati.10

Permasalahan di atas sangat erat kaitannya dengan kelangsungan bagi si anak pada nantinya, dan salah satunya yaitu ketika akan menikah dan menentukan wali nikahnya. Dengan adanya perbedaan penjelasan anak sah seperti yang telah diurai sebelumnya, maka akan memunculkan problematika tersendiri yang terjadi di dalam KUA, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Duta Grafika, bahwa pada dasarnya, pegawai pencatat nikah hanya bertugas dalam hal pencatatan perkawinan, namun ketika dihadapkan dengan permasalahan menentukan wali nikah bagi anak hasil zina, maka pegawai pencatat nikah seolah-olah juga berwenang sebagai pihak yang bertugas untuk menentukan sah atau tidaknya perkawinan dari seorang anak hasil zina, jika dalam penetapan wali nikah, KUA menggunakan dasar hukumnya sesuai undang-undang atau sesuai hukum fiqh.11

Jika melihat definisi anak sah menurut undang-undang dan KHI, nasab anak yang terlahir dari sebuah perkawinan yang sah meskipun kurang 6 bulan akad nikah orang tuanya, maka tetap memiliki keterikatan pada ayah biologisnya, sehingga kelak ketika anak tersebut akan menikah maka ia menggunakan wali nasab yaitu ayah biologisnya.12

Sementara jika menurut pandangan fiqh, meskipun anak yang terlahir dari perkawinan sah, tetapi kurang dari 6 bulan atau kata lain anak tersebut

10

Amiur Nuruddin, dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perkawinan Islam Indonesia), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, hlm. 287.

11

Berdasarkan wawancara dengan Kepala KUA Bapak Duta Grafika S.Ag.,pada tanggal 25 September 2012.

12

(10)

lahir sebelum terjadinya akad nikah, maka anak tersebut terputus garis nasabnya dengan ayah biologisnya. Ketika ia akan menikah, kedudukan ayah biologisnya tidak dapat bertindak sebagai wali nikahnya, sehingga harus digunakan jalan tahkim yaitu menggunakan wali hakim.13

Dari hasil wawancara penulis kepada kepala KUA Kecamatan Gajah Mungkur inilah, jika dihadapkan dengan permasalahan ini, maka sebelumnya akan dilakukan jalan musyawarah diantara kedua belah pihak yaitu pihak KUA dengan pihak calon mempelai. Sebelumnya ia akan meneliti berkas-berkas atau data dari calon mempelai perempuan dengan data yang akan menjadi wali dari calon mempelai perempuan tersebut, yaitu bila calon mempelai perempuan adalah anak pertama lalu perlu dipertanyakan tanggal kelahiran anak perempuan itu dengan akad nikah dari walinya atau bapak biologisnya, bila dapat keganjilan yaitu sebelum 6 bulan menikah anak pertama sudah lahir, maka anak tersebut termasuk kategori anak ibunya yang tidak memiliki garis nasab dengan ayah biologisnya. Ketika terlihat ada keganjilan jarak tanggal kelahiran calon mempelai perempuan dengan tanggal akad nikah orangtua atau walinya tersebut, pada saat itulah ia akan menanyakan kepada para pihak, jika perlu ia akan membicarakan masalah tersebut secara terpisah antara wali atau orang tua dengan calon mempelai perempuan. Jika memang benar bahwa calon mempelai perempuan tersebut adalah anak yang terlahir dari sebuah hubungan yang belum terikat perkawinan yang sah, maka sebelum menentukan wali nikah, kepala KUA

13

Surat Dirjen Bimas dan Urusan Haji No. D/ED/PW.01/O3/1992 Tentang Adam Wali

(11)

akan memberikan penjelasan mengenai ketentuan anak sah dan anak tidak sah jika dikaitkan dengan status wali nikah, bagaimana menurut fiqh dan bagaimana pula menurut undang-undang dan KHI. Dari penjelasan tersebut kemudian ia akan menawarkan opsi kepada para pihak untuk memilih penetapan wali nikah menurut undang-undang yang berarti tetap menggunakan wali nasab atau menurut fiqh yang beralih ke wali hakim, sesuai dengan hati nurani dan kesadaran masing-masing para pihak.

Dari sekian peristiwa yang menggunakan wali hakim di KUA Gajah Mungkur Semarang, penulis hanya mengambil beberapa contoh dari pihak-pihak tersebut. Diantaranya yaitu calon mempelai laki-laki yang bernama Metaria Yohan Apriliyanto yang menikah dengan Nurul Haryanti pada tanggal 24 Januari 2012, yang ternyata setelah dilakukan pengecekan dari pihak KUA Gajah Mungkur, sebelum 6 bulan sejak tanggal akad nikah orang tua dari mempelai perempuan tersebut, yaitu tepatnya baru bulan ia sudah lahir, yang artinya calon bayi Nurul Haryanti sudah dibenihkan sebelum orang tua mempelai perempuan itu melakukan perkawinan yang sah. Begitu juga dengan mempelai Mochamad Romadhon dengan Utami Premita Sari yang menggunakan wali hakim dalam pernikahannya yang dilangsungkan dihadapan PPN KUA Kecamatan Gajah Mungkur Semarang pada tanggal 7 Februari 2012, kemudian pasangan Sirhan Burnama S.Psi dengan Antin Saputri S.T, dari hasil pengecekan dan musyawarah dari pihak KUA dengan keluarga maka pada tanggal 26 Maret 2012 ditetapkanlah wali hakim sebagai status wali nikah tersebut.

(12)

Terlepas dari persoalan anak hasil tidak sah seperti di atas, kepala KUA Gajah Mungkur menyadari bahwa masih ada masyarakat yang melakukan pernikahan sirri, pernikahan yang belum atau tidak dicatatkan dalam akte nikah yang dibuat oleh pejabat KUA, yang dimana dari pernikahan tersebut lahirlah seorang anak yang ketika ia akan menikah kelak maka akan menjadi permasalahan tersendiri bagi para pihak yang bersangkutan. Adapun demikian, menurut kepala KUA Gajah Mungkur masalah perkawinan sudah masuk wilayah negara atau hukum positif, sehingga nikah yang sah adalah nikah yang dilakukan menurut ketentuan negara. Jadi yang dimaksud menurut agamanya adalah agama yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah, bukan hanya menurut fiqh semata yang masih relatif kebenarannya.14

C. Dasar Penetapan Wali Nikah bagi Calon Mempelai Perempuan yang Lahir Kurang Dari 6 Bulan di KUA Kecamatan Gajah Mungkur.

Peristiwa yang terjadi di masyarakat mengenai status wali nikah merupakan salah satu problematika yang ada di dalam KUA. Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa KUA sesuai dengan keputusan Menteri Agama RI No. 517/2001 tentang penataan Organisasi KUA Kecamatan pada pasal 3 menyatakan bahwa KUA menyelenggarakan fungsinya yaitu statistik dan dokumentasi, salah satunya dengan melakukan pencatatan nikah. Dalam hal ini, KUA hanya mencatat pengesahan dari suatu perkawinan yang telah dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukun pernikahan secara sah di mata agama.

14

Berdasarkan wawancara Kepala KUA Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang pada tanggal 2 Oktober 2012.

(13)

Namun pada praktiknya, KUA juga ikut berperan dalam proses penentuan status wali nikah bagi calon mempelai perempuan yang bermasalah dengan statusnya sebagai anak dari kedua orangtuanya tersebut. Apakah ia benar terlahir dari suatu hubungan seksual antara orangtua biologisnya yang dilakukan dalam ikatan perkawinan yang belum sah, jika memang benar maka pihak KUA memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut. Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya tentang bagaimana prosedur Kepala KUA Gajah Mungkur dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, yaitu dengan mengecek tanggal lahir antara calon mempelai perempuan dengan tanggal akad nikah orangtuanya, kemudian jika terdapat keganjilan maka Kepala KUA Gajah Mungkur akan menanyakan apakah benar telah terjadi hubungan antara kedua orang tua sebelum dilakukan akad nikah, kemudian sebelum menentukan bagaimana status wali nikahnya Kepala KUA Gajah Mungkur akan memberikan penjelasan mengenai status anak jika di lihat dari undang-undang, KHI dan menurut fiqh, serta bagaimana pengaruhnya terhadap status wali yang akan ditetapkan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis kepada Kepala KUA Gajah Mungkur, dalam menentukan status wali nikah, ia lebih mengutamakan fiqh dalam rangka untuk keabsahan nikahnya. Status anak yang lahir kurang dari 6 bulan sejak akad nikah orangtuanya adalah anak tidak sah meskipun ia

(14)

lahir dalam perkawinan yang sah. Sehingga ayah biologisnya tidak mempunyai hak kewalian untuk anak perempuannya tersebut.15

Adapun dasar yang digunakan oleh Kepala KUA Gajah Mungkur terhadap permasalahan di atas adalah berdasarkan Surat Dirjen Bimas dan Urusan Haji No. D/ED/PW.01/03/1992 tentang Adam Wali Nikah yang menyatakan:

“Bila calon mempelai perempuan itu anak pertama dan walinya wali ayah, sebelumnya perlu ditanyakan tanggal nikah dan tanggal lahir anak pertamanya itu, jika terjadi ketidakwajaran seperti baru 5 bulan menikah anak pertama lahir, maka anak tersebut termasuk kategori anak ibunya, dengan demikian perlu diambil jalan tahkim (wali hakim)”.16

Ketentuan di atas berdasarkan Kitab Al Muhadzdzab juz II yang bunyinya:

ﺮﻬﺷ ا ﺔﺘﺴﻟ ﺪﻘﻌﻟ ا ﺪﻌﺑ ﺪﻟ اﻮﺑ ﺖﺗ ا اد ا ا ﺬﳍ و ﻪ ﻔﻧ ﺰﺠ ﱂ ﻪﺗ ﺎﺒﺛ ا ن ﺎﻜﻣ ا ا ذ ا ﺐﺴﻨﻟاو

ﺖﺗ ا ن ا و ﻪﻘﳊ

ﻪﻨﻋ ﻰﻔﺘﻧا ﺪﻘﻌﻟا ﺖﻗ و ﺮﻬﺷ ا ﺔﺘﺳ نوﺪﻟ ﺪﻟ ﻮﺑ

Artinya: “Anak yang lahir jika nasabnya dapat dihubungkan kepada laki-laki yang menikahi dan berdasarkan fakta tidak dapat dipisahkan, maka jika anak tersebut lahir 6 bulan setelah akad nikah di hitung anak sah bagi lelaki yang menikahi ibunya. Jika anak itu lahir kurang 6 bulan dari akad nikah, maka anak tersebut bukan anak orang lelaki yang menikahi ibunya.”17

Dari peristiwa di atas pada praktiknya masyarakat memang bervariasi dalam menanggapi ketentuan dasar penetapan yang ada di KUA Gajah Mungkur, setelah kepala KUA Gajah Mungkur menjelaskan secara jelas dan terperinci, kemudian ia mulai menawarkan opsi kepada para pihak menurut

15

Berdasarkan wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Gajah mungkur pada tanggal 29 September 2012.

16

Surat Dirjen Bimas dan Urusan Haji No. D/ED/PW.01/03/1992 tentang Adam Wali Nikah

17

Abi Ishaq Ibrahim bin Ali Ibnu Yusuf al Fayruzabadiy al Syayraziy, Al Muhadzdzab, juz II, t.kp. : Dar al Fikr, t.th., hlm. 130.

(15)

kesadaran masing-masing terlepas dari ketentuan yang secara pribadi kepala KUA Gajah Mungkur yaitu menggunakan dasar fiqh. Dari sekian kasus calon mempelai yang bermasalah dengan status anak zina tersebut yang terjadi di dalam KUA Gajah Mungkur, banyak dari mereka yang memilih menggunakan wali hakim. Mereka beranggapan bahwa bagaimanapun juga syari’at jauh lebih diutamakan, mengenai bagaimana dampak yang akan terjadi di lingkungan luar adalah sesuatu yang bisa dikondisikan secara teknisnya. Maksudnya dengan pertimbangan untuk menutupi aib perbuatan zina adalah sebagai anjuran dalam Islam, para pihak dapat mengkondisikannya seolah-olah yang menjadi wali nikah tetap ayah biologisnya. Hal ini menurut kepala KUA Gajah Mungkur bukanlah sesuatu yang salah.18

18

Berdasarkan wawancara dengan Kepala KUA Gajahmungkur Bapak Duta Grafika S.Ag., pada tanggal 2 Oktober 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Karena untuk menjadi seorang investigator yang baik diperlukan kemampuan teknis baik yang bersifat keuangan namun non-keuangan yang dapat diperoleh dari banyaknya

PDRB mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap In-migrasi per propinsi yang artinya apabila kontribusi terhadap PDRB meningkat maka migrasi masuk ke suatu propinsi

Pada optimasi pembuatan beads kosong dengan konsentrasi larutan kitosan 2% dengan larutan natrium tripolifosfat konsentrasi 2%, 3%, 4% dan 5% menunjukkan bahwa beads yang

Pasien berhak memperoleh penjelasan dari tenaga kesehatan apabila hendak mendapatkan informasi seperti : Pasien berhak memperoleh penjelasan dari tenaga kesehatan apabila

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan YME atas limpahan berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Hau honela izanda, eta konposatuek azaltzen duten ekintza mekanismoaren arabera, hiru neurotoxina talde bereizi dira: kanal ionikoetan eragina duten neurotoxinak;