• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

93 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwa elitlah yang menjadi motor utama dalam semua aktivitas politik diBMR adalah benar adanya. Wacana pemekaran untuk kesejahteraan telah membawa masyarakat ikut mendukung pemekaran. Tetapi dari semua elit lokal yang terlibat dalam proses pewacanaan pemekaran, panitia pemekaranlah yang paling dominan. Adapun komposisi dari panitia pemekaran terdiri dari Elit Formal dan Elit Non Formal.

Pada dasarnya terdapat dua jenis wacana yang menyangkut pemekaran Provinsi Bolaang Mongondow Raya, yaitu wacana yang muncul kepermukaan seperti wacana kesejahteraan (DAU,DAK dan PNS) dan wacana yang tersembunyi (perbedaan etnis dan agama). Tetapi dari kedua jenis wacana tersebut, yang menjadi wacana dominan adalah wacana akan tercipta kesejahteraan karena ketika provinsi BMR terwujud maka aka nada dana DAU, DAK dan lain sebaginya yang akan diperoleh, yang nantinya dana tersebut akan dikelola oleh orang Mongondow sendiri dan diperuntukan untuk orang Mongondow dan “penindasan dan ketidakadilan” dari para elit Provinsi Sulut akan segera berakhir.

Berbagai data dan fakta ditemukan selama penelitian menunjukan mengapa wacana kesajahteraan bisa masuk dalam logika berfikirnya warga BMR. Semisal tentang akan adanya dana dari pemerintah pusat ketika Provinsi BMR terbentuk sampai dengan akan bertambahnya kuota CPNS. Menurut Elit Lokal BMR pembagian dana APBD Provinsi Sulut yang dinilai tidak adil bagi BMR, karena luas BMR memiliki luas wilayah yang besar tetapi tidak mendapatkan bantuan dana dari APBD Provinsi Sulut.

Secara kasat mata bisa dilihat perbedaan etnis dan agama antara penguasa di Provinsi Sulawesi Utara dan komunitas Bolaang Mongondow Raya sehingga

(2)

94 sentimen Etnis dan Agama juga menjadi wacana yang sering diperdebatkan dalam konteks pemekaran Provinsi BMR. Perbedaan ini dijadikan “amunisi” utama dalam membangun wacana pemekaran Provinsi BMR karena cukup efektif untuk membakar semangat warga BMR untuk segera berpisah dengan Provinsi Induk. Tetapi kemudian wacana ini tidak dibicarakan secara terbuka, misalkan dibicarakan lewat media. Strategi ini dilakukan elit lokal Mongondow untuk menghindari konfrontasi terbuka dengan para elit yang berada di Provinsi Sulawesi Utara dan juga untuk menghindari konflik antar etnis dan agama.

Media menjadi agen yang memiliki posisi penting terkait pembentukan Opini warga. Media yang ada di BMR sangat resposif dalam hal pemberitaan Provinsi BMR. Keaktifan media lokal yang ada diBMR dalam rangka memberikan pesan-pesan “baik” bagi warga, kemudian menjadikan warga bisa dikuasai lewat wacana pemekaran. Setelah dikuasai kemudian warga dengan suka rela melakukan langkah-langkah mendukung pemekaran daerah. Salah satu langkah-langkah kongkrit dukungan masyarakat terhadap pemekaran Provinsi BMR adalah dengan suka rela membuat atau membeli plang bertulisakan “Provinsi BMR Yess” dan menancapkanya didepan rumah masing-masing serta adanya gerakan Rp.1.000 untuk PBMR dan lain sebagainya.

Isu pemekaran yang dipelihara dengan cara menggunakan berbagai saluran (seperti media dan sarana lain) menjadikan wacana pemekaran Provinsi BMR tetap hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.

Ruang kultural warga BMR juga digunakan dalam rangka membangun wacana pemekaran. Ruang ini digunakan oleh aktor-aktor kultural seperti para Guhanaga

lipu’. Ruang ini cukup leluasa dan banyak ditemukan ditengah-tengah warga BMR.

Resepsi Pernikahan dan hajatan lain menjadi saluran dan jalan bagi wacana mendukung pemekaran untuk berkembang dengan cepat.

Secara garis besar ada dua strategi utama yang dijalankan elit lokal Bolmong dalam membangun wacana pemekaran, yaitu pertama menjadikan media, baliho, spanduk

(3)

95 dan plang dukungan bertuliskan “Provinsi BMR Yess” sebagai sarana untuk menyampaikan ide-ide pemekaran kepada warga Bolmong. wacana-wacana yang ditampilkan ini bersifat normatif seperti mengenai kesejahteraan. Wacana ini dikategorikan sebagai wacana yang muncul kepermukaan dan dibicarakan secara terbuka. Elit yang aktif mewacanakan pemekaran lewat media adalah elit birokrasi dan elit politik lokal yang memiliki modal ekonomi untuk “membayar” media dan memiliki modal sosial seperti jaringan dengan awak media.

Kedua, ruang kultural warga Bolmong seperti resepsi pernikahan dan lainnya juga

digunakan elit untuk membangun wacana pemekaran. Wacana-wacana yang dibangun dalam ruang ini adalah wacana-wacana sensitif seperti perbedaan agama dan etnis. Wacana perbedaan etnis ini tidak muncul dipermukaan dan diperbincangkan secara tertutup. Elit yang menggunakan ruang ini adalah elit non-formal yang memiliki basis modal simbolik dan modal kultural.

B. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran

Wacana menurut Foucoult wacana adalah alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan pengetahuan. Kekuasaan masyarakat modern menurutnya tidak bekerja secara terang-terangan. Untuk bisa menggunakan wacana sebagai perangkat kuasa dibutuhkan modal untuk bisa membuat wacana tersebut dominan.

Menurut Van Dijk praktek kuasa dalam analisis wacana dapat terlihat dalam media massa. Media massa yang bersifat membujuk dan mempengaruhi karena ia berpotensi mengontrol pikiran pembaca atau penonton walaupun tidak secara langsung mengontrol tindakan mereka. Wacana pemekaran ini menggunakan dua cara penyampaian yaitu cara yang terbuka lewat media dan cara yang tertutup lewat ruang-ruang kultural masyarakat Bolmong.

(4)

96 Bourdieu menyatakan bahwa ada 4 modal yang bisa menjadikan seseorang atau sekelompok orang bisa berkuasa, yaitu Modal Ekonomi, Modal Sosial, Modal Kultural dan Modal Simbolik. Keempat modal tersebut bisa digunakan secara bersamaan dalam suatu pertarungan wacana. Jika merujuk pada modal yang ditawarkan diatas serta hasil pembahasan bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa modal Kultural (yakni berupa aset-aset informasi seperti pengetahuan dan ketrampilan (skills) yang dapat dimiliki melalui proses sosialisasi dan edukasi paling efektif dalam membangun wacana pemekaran Provinsi BMR, karena konteks masyarakat BMR yang selama ini menjadi masyarakat kelas ke 3 dalam struktur sosial, politik dan ekonomi yang ada di Provinsi Sulut, semisal fakta dan data bahwa masih minimnya fasilitas-fasilitas publik (sarana kesehatan dan infrastruktur) yang ada diwilayah BMR dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di Provinsi Sulut. Data ketimpangan inilah yang ralatif lebih mudah dan efektif digunakan elit lokal untuk menghegemoni warga BMR dan dalam rangka memperkuat wacana pemekaran.

Selanjutnya modal sosial elit birokrasi seperti jaringan secara vertikal dengan bawahan (aparat birokrasi) menjadi modal yang juga cukup mempengaruhi dalam membangun wacana pemekaran. Sebagai contoh bagiamana jaringan birokrasi ini cukup efektif dalam membangun wacana pemekaran adalah dengan melihat surat edaran dari Bupati dan Walikota tentang pemasangan plang bertuliskan “Provinsi BMR Yess” yang ditujukan kepada para Camat dan Lurah.

Sementara itu menurut Bourdieu salah satu strategi yang sering digunakan untuk membangun wacana oleh elit yang sedang berkuasa adalah dengan melestarikan suatu wacana dan merawatnya. Dari pembacaan penulis, penyampaian wacana oleh elit secara terus-menerus dan masif kepada masyarakat bisa dikategorisasikan sebagai salah satu strategi conservation atau pelestarian.

(5)

97 Dari keseluruhan pembahasan diatas, ada beberapa hal yang masih perlu untuk diperhatikan, ditindaklanjuti serta didalami. Pertama, dengan adanya wacana pemekaran Provinsi BMR menjadikan daerah Sulawesi Utara yang terkenal akan tingginya tingkat toleransi antar umat beragama rentan akan Konflik Suku, Ras dan Agama. Walaupun dari penelitian ini ditemukan bahwa isu kesejahteraan lebih dominan dari isu perbedaan etnis, tetapi dari beberapa data wawancara ditemukan sentimen antar etnis. Warga Sulut yang sebelumnya tidak memikirkan perbedaan mulai menaruh curiga antara dua etnis besar di Sulut (Minahasa dan Mongondow) pasca isu ini muncul.

Kedua, perlu ada pendalaman (lewat penelitian selanjutnya) untuk mengungkap apa

sebenarnya yang membuat ketimpangan pembagian kekuasaan di Sulut khususnya pembagian jabatan Birokrasi. Selama ini elit lokal Mongondow hanya mengklaim terjadi ketidakadilan pembagian kekuasaan dengan alasan elit Minahasa memang diskriminatif terhadap etnis Mongondow tanpa ada penjelasan yang ilmiah dan logis. Pelacakan penting untuk dilakukan agar ada pembuktian apakah benar demikan atau jangan-jangan memang orang-orang Mongondow tidak memiliki sumber daya manusia yang mempuni untuk menempati jabatan-jabatan tersebut dan hal ini yang menjadikan elit lokal Mongondow dengan semangat mewacanakan pemekaran Provinsi BMR agar tercipta jabatan-jabatan baru.

Ketiga, saat ini pertumbuhan ekonomi Sulut secara keseluruhan menunjukan trend

kenaikan dari tahun-ketahun, begitu juga dengan daerah yang berada diwilayah BMR yang menunjukan pertumbuhan yang cukup baik.127 Tetapi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak bisa dirasakan oleh seluruh warga BMR. Hanya mereka yang memiliki akses langsung kepada keuangan Daerah yang dapat dengan mudah

127 Kecurigaan penulis: ekonomi wilayah BMR bisa tumbuh karena ada uang dari pemerintah pusat

lewat skema DAU, DAK dan dana perimbangan. Kehadiran 4 daerah otonom baru menjadikan uang yang beredar di wilayah BMR meningkat secara signifikan dan hal inilah yang menjadikan ekonomi BMR tumbuh dan berkembang.

(6)

98 mendapatkan keuntungan ekonomi (Kontraktor dan Pejabat misalkan), sementara itu warga yang lain (warga dengan berpendidikan rendah, warga pelosok dan kaum buruh) tidak dapat menikmati dampak dari pemekaran daerah. Penting untuk memikirkan bagaimana caranya agar “bonus” pemekaran tersebut bisa dirasakan oleh semua warga BMR. Selain itu juga dana transfer kedaerah yang seharusnya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat banyak mengalami kebocoran karena korupsi dan buruknya birokrasi. Untuk daerah di BMR banyak kepala daerah yang setelah menjabat tersandung kasus korupsi, seperti Marlina Moha mantan Bupati Bolaang Mongondow periode 2006-2011 yang menjadi tersangka kasus Tunjangan Aparat Desa sebesar 4.8 Milyar, Bupati Bolaang Mongondow Utara Hamdan Datungsolang Periode 2008-2013 yang tersangkut korupsi pos anggaran wartawan dibagian Humas.

Keempat, isu pro pemekaran Provinsi BMR yang begitu dominan bahkan hegemonik

menjadikan warga BMR kurang kritis dalam melihat relita yang ada. Padahal menurut penulis, tidak semua apa yang diisukan tersebut benar adanya. Untuk itu, wacana tandingan atau wacana terpinggirkan penting untuk hadir ditengah-tangah warga sebagai kontrol terhadap isu dominan dan kontrol terhadap elit yang mereproduksi wacana dominan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, populasi dari penelitian ini hanya terdiri atas populasi sosial yang meliputi seluruh masyarakat Desa Cihideung Kecamatan

8. melaksanakan ketentuan sesuai piranti lunak penerimaan materiil yang diterbitkan Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang atau Pembantu Pengguna Barang Eselon

 Pengertian latihan yang berasal dari kata training adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek,

Rancangan SISFO JABFUNG dilengkapi dengan dokumentasi secara lengkap, dan mengikuti tahapan pengembangan yang benar diharapkan dapat dioperasionalkan dan membantu memecahkan

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji statisik,maka dapat diketahui bahwa jumlah Kapal Perikanan dan jumlah nelayan berpengaruh secara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan kondisi saat ini (as-is), kondisi yang diharapkan (to- be), tingkat kematangan Tata Kelola TI yang ada di STMIK Kharisma,

Sistem informasi perpustakaan sekarang ini sangatlah penting untuk sekolah, instansi maupun pihak lainnya, dengan menggunakan sistem informasi perpustakaan, proses peminjaman,