• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom Speedy Salatiga Berbasis Moran’s dengan Fitting Sinusoids

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom Speedy Salatiga Berbasis Moran’s dengan Fitting Sinusoids"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom

Speedy

Salatiga

Berbasis

Moran’s

dengan

Fitting Sinusoids

Artikel Ilmiah

Peneliti :

Nanda Canggih Prasetyo Mukti (672014727)

Kristoko Dwi Hartomo, M.Kom.

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

(2)

i

Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom

Speedy

Salatiga

Berbasis

Moran’s

dengan

Fitting Sinusoids

Artikel Ilmiah

Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi

Untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

Peneliti :

Nanda Canggih Prasetyo Mukti (672014727)

Kristoko Dwi Hartomo, M.Kom.

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

viii

Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom

Speedy

Salatiga

Berbasis

Moran’s

dengan

Fitting Sinusoids

1)

Nanda Canggih Prasetyo Mukti, 2)Kristoko Dwi Hartomo

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

E-mail: 1)mail.nandacanggih@gmail.com, 2) kristoko@gmail.com

Abstract

Telkom Speedy is a product of the Internet services from PT.Telkom Indonesia, which is mostly used by the people to supporting of mobility in the every day. No exception by the people in the city of Salatiga, which is a city in central Java province, which consists of 4 districts with 22 villages. In the implementation, Telkom speedy service is often has failure in the process of data transmission from the server to the customers, that caused by various factors. On this research will be conducted mapping and analysis of the many of speedy data network failure that occurred in the town of Salatiga. In the mapping will be built using the R programming language with spatial autocorelation analysis using moran method to identify regions that have spatial autocorrelation relationship and to determine the spatial pattern of the spread of failure. The high of failure occurred in the period of the six months from January until June, the highest failure occurred in February. The urban villages of Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari. Kalibening dan Cebongan indicated to have a relationship spatial autocorrelation and spatial patterns formed are clustered. In the urban village that has a relationship spatial autocorrelation in high-high quadrant will be analyzed using the fitting sinusoid to know how many of the speedy network failure on the weekly period based on the concept of fitting.

Keywords: Telkom Speedy Failure, Spatial Autocorelation, Moran, Fitting Sinusoids.

Abstrak

Telkom Speedy merupakan produk layanan jasa internet dari PT.Telkom Indonesia yang banyak digunakan oleh masyarakat dalam menunjang mobilitas sehari-hari. Tak terkecuali oleh masyarakat di Kota Salatiga, yang merupakan salah satu kota di provinsi Jawa tengah yang terdiri dari 4 kecamatan dengan 22 kelurahan. Dalam prakteknya, layanan Telkom speedy masih sering mengalami gangguan dalam proses transmisi data dari server Telkom ke pelanggan, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan dan analisis terhadap banyaknya gangguan jaringan data speedy yang terjadi di Kota Salatiga. Pada pemetaan akan dibangun menggunakan bahasa pemrograman R dengan analisis autokorelasi spasial

menggunakan metode moran untuk mengidentifikasi daerah yang memiliki hubungan autokorelasi spasial serta untuk mengetahui pola spasial dari penyebaran gangguan. Gangguan yang tinggi terjadi pada periode enam bulan awal Januari-Juni, dengan gangguan tertinggi terjadi di bulan Februari. Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari, Kalibening dan Cebongan terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial dan pola spasial yang terbentuk adalah pola mengelompok. Pada kelurahan yang terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial di kuadran tinggi-tinggi akan dianalisis menggunakan fitting sinusoids untuk mengetahui banyaknya gangguan yang terjadi pada periode mingguan berdasarkan konsep fitting.

.

Kata Kunci: Gangguan Telkom Speedy, Autokorelasi Spasial, Moran, Fitting Sinusoids.

1)

Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana

2)

(10)

1 1. Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kebutuhan manusia akan jasa komunikasi dan informasi menjadi salah satu kebutuhan utama dalam mendukung mobilitas sehari-hari. Salah satunya adalah. media internet. Termasuk di Salatiga, yang merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan dan berpenduduk sekitar 176.795 jiwa, terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota regional Jawa Tengah, Semarang dan Surakarta [1]. Layanan akan media internet sudah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi warga di Kota Salatiga.

Saat ini terdapat banyak pilihan layanan telekomunikasi penyedia jasa internet. Salah satunya adalah Telkom Speedy, yang merupakan produk layanan jasa internet dari Telkom Indonesia yang menawarkan paket dengan kecepatan tinggi, 512kbps-100mbps [2]. Namun dalam prakteknya dilapangan, pada layanan speedy masih sering dijumpai adanya gangguan jaringan yang menyebabkan transmisi data ke pelanggan mengalami gangguan, seperti gangguan jaringan yang disebabkan oleh modem speedy yang bermasalah, ketersediaan DNS (domain name system) dari Telkom, gangguan pada sistem DSLAM (Digital Subscriber Line Access Multiplexer), dan faktor lainnya. Dengan sering dijumpainya gangguan-gangguan tersebut maka membuat layanan yang diberikan kepada pelanggan menjadi kurang maksimal.

Pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan atau mapping pada data gangguan jaringan speedy area Salatiga untuk mengetahui bagaimana gambaran penyebaran gangguan selama tahun 2014, memberikan informasi periode waktu terjadinya gangguan tertinggi. Dan akan dianalisis menggunakan metode moran, untuk mengetahui autokorelasi spasial yang terbentuk antar wilayah kelurahan yang saling bertetanggaan sehingga dapat memberikan informasi mengenai distribusi gangguan dan bagaimana pola spasial yang dibentuk, serta menjelaskan bagaimana hubungan jumlah gangguan terhadap tingkat kependudukan di Kota Salatiga. Kemudian untuk daerah yang terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial pada kuadran tinggi-tinggi, jumlah gangguan akan dianalisis menggunakan metode fitting sinusoids, untuk dilakukan pemodelan kedalam bentuk grafik, dimana akan memberikan gambaran mengenai berapa banyak jumlah gangguan yang terjadi setelah grafik data aktual yang bersifat fluktuatif diperhalus menggunakan konsep fitting. Dengan adanya penelitian ini akan memberikan berbagai informasi yang diharapkan dapat membantu pihak Telkom Salatiga sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk lebih memaksimalkan layanan jasa internet atau data speedy kepada pelanggan di wilayah Salatiga.

2. Tinjauan Pustaka

(11)

2

Pada penelitian tersebut menekankan analisis terhadap kinerja sistem speedy dalam mengatasi gangguan dan menghasilkan informasi bahwa kinerja penanganan gangguan pada sistem transmisi adalah yang terbaik dengan nilai availability sebesar 99,98% [6], dimana semakin besar tingkat availibility, maka kinerja dari suatu sistem semakin baik. Penelitian lainnya dengan judul “Pemetaan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Analisis Pola Spasial di Kabupaten Pekalongan”[8]. Analisis dalam penelitian ini lebih berfokus pada pencarian autokorelasi antar daerah penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Pada penelitian lain yang menggunakan fitting sinusoids dengan judul “Kombinasi FittingSinusoids dan Metode Dekomposisi dalam Memprediksi Besar Permintaan Kredit (Studi Kasus: Koperasi Simpan Pinjam X Salatiga, Jawa Tengah)”. Penelitian ini hanya sebatas pada peramalan terhadap permintaan kredit dengan menggunakan metode fitting sinusoids untuk melakukan pendekatan pada plot data permintaan kredit dengan menggunakan dekomposisi untuk melakukan peramalan [7].

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, didapatkan informasi bahwa layanan Telkom speedy dari PT.Telkom masih sering mengalami gangguan pada jaringan data yang disebabkan oleh berbagai faktor. Dengan membandingkan pada tiga penelitian sebelumnya, selain perbedaan pada studi kasus, pada penelitian ini akan berfokus pada analisis dan pemetaan terhadap jumlah gangguan jaringan speedy yang terjadi, yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran gangguan speedy di Salatiga selama satu tahun, mengidentifikasi waktu terjadinya rawan gangguan, informasi daerah yang teridentifikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial, pola spasial yang terbentuk, dan jumlah gangguan dalam periode yang lebih singkat (mingguan) pada daerah yang terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial (kuadran tinggi-tinggi) setelah diperhalus grafik data gangguannya yang bersifat fluktuatif dengan berdasarkan pada konsep fitting, dimana tidak dipaparkan atau tidak secara lengkap tersaji dalam tiga penelitian sebelumnya.

Autokorelasi Spasial

Data spasial merupakan data yang mempresentasikan aspek keruangan atau suatu data yang berorientasi geografis dan memiliki sistem koordinat tertentu untuk dasar referensinya dengan informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute). Sedangkan autokorelasi spasial adalah suatu ukuran kemiripan dari objek dalam suatu ruang (jarak, waktu maupun wilayah) atau dapat diartikan suatu korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang. Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait oleh nilai atribut pada daerah lain yang letaknya saling berdekatan atau bertetangga [3].

(12)

3

menjelaskan bagaimana fenomena geografis terdistribusi dan bagaimana perbandingannya dengan fenomena lainnya. Pola spasial dibagi kedalam tiga kelompok, diataranya menyebar / merata (uniform), acak (random), dan mengelompok (clustered).

Moran

Moran merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat hubungan autokorelasi spasial, dimana prinsip kerja metode ini adalah dengan membandingkan nilai pengamatan pada suatu daerah dengan daerah yang lainnya [3]. Dalam penggunaan metode moran diperlukan suatu nilai indeks moran’s I untuk melakukan uji statistik dalam mengukur korelasi satu variabel, seperti contohnya variable X ( Xi dan Xj ) dimana i ≠ j. Statistik uji dari indeks moran’s I dapat diturunkan dalam bentuk statistik peubah acak normal baku. Hal ini didasarkan pada teori Dalil Limit Pusat dimana untuk n yang besar dan ragam diketahui maka Z(Ii) akan menyebar normal baku seperti pada Dari persamaan diatas akan membantu untuk melakukan pengidentifikasian koefisien autokorelasi secara lokal (LISA) dalam artian untuk menemukan korelasi spasial pada setiap daerah. Serta akan membantu membentuk kedalam grafik moran’s scatterplot, moran’s scatterplot adalah salah satu cara untuk menginterpretasikan statistik indeks moran’s. Moran’s scatterplot merupakan alat untuk melihat hubungan antara (nilai pengamatan yang sudah distandarisasi) dengan (nilai rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi) [3].

Untuk nilai yang dihasilkan dalam indeks moran berkisar antara -1 sampai 1 yang nantinya akan dinyatakan dalam dua hipotesis untuk mengidentifikasi autokorelasi. Jika Ii = 0 (tidak ada autokorelasi spasial) dan jika Ii ≠ 0 (terdapat autokorelasi spasial) dengan nilai positif mengindikasikan autokorelasi spasial positif yang berarti pola data membentuk kelompok (clustered), dan nilai negatif mengindikasikan autokorelasi spasial negatif yang berarti pola data menyebar

(uniform).

Fitting Sinusoids

(13)

4

𝑦 = 𝑎 sin 𝑏 (𝑥 − ℎ) + 𝑘 ………..(2)

Dimana 𝑎 adalah amplitudo, 2𝜋𝑏 adalah periode, ℎ adalah horizontal shift, dan 𝑘 adalah vertikal shift. Nilai 𝑎, 𝑏, ℎ dan 𝑘 ditentukan dengan menyesuaikan data yang akan dicocokkan. Untuk mengetahui ketepatan hasil dari metode dapat dilakukan uji kesalahan. Terdapat banyak metode dalam melakukan uji akurasi, salah satunya yaitu Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolut Percentage Error) dengan menggunakan persamaan berikut [10].

𝑀𝐴𝑃𝐸 = ∑ |(𝑋𝑡 − 𝐹𝑡𝑋𝑡 )(100)| 𝑛 𝑛

𝑡=1 ………(3)

Dimana 𝑋𝑡 adalah data aktual pada periode ke – 𝑡, 𝐹𝑡 adalah data hasil pada periode ke-𝑡, 𝑛 adalah jumlah data yang digunakan, dan 𝑡 adalah periode ke-𝑡.

3. Metodologi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial yang didapat dari PT. Telkom Salatiga yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan Desember 2014. Metodologi penelitian sendiri dalam pengertianya adalah epistemologi yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh dapat memenuhi ciri-ciri ilmiah [5].

Gambar 1 Tahapan Penelitian

(14)

5

ini adalah tentang gangguan jaringan pada layanan data Telkom speedy area Salatiga, (2) tahap berikutnya pengumpulan dan pengolahan data yang didapat dari PT. Telkom Salatiga. Data yang digunakan adalah data gangguan dari Januari sampai Desember 2014. Data awal yang didapat dari PT. Telkom masih berupa data mentah dan belum bisa memberikan informasi akurat untuk digunakan dalam penelitian, karena PT.Telkom Salatiga selain menangani keluhan di area Salatiga juga menangani keluhan dari area Kab.Semarang, Boyolali dan Klaten. Agar dapat memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan, maka data kembali diolah dengan mengelompokan data untuk gangguan pada wilayah Salatiga. Kemudian dicari informasi kecamatan dan kelurahan dari setiap data yang telah dikelompokan. Pada proses ini akan dihasilkan output data yang akan digunakan untuk proses selanjutnya. Jika output data yang dihasilkan memberikan informasi bahwa kecamatan dan kelurahan termasuk dalam area Salatiga maka proses akan dilanjutkan ke tahap pemetaan dan analisis data, jika sebaliknya maka output data yang dihasilkan akan dihapus karena tidak sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 2 Arsitektur Sistem Mapping

(3) Tahap berikutnya adalah proses mapping / pemetaan dan analisis data. Berdasarkan pada Gambar 2, pada tahap pembangunan pemetaan dilakukan proses input data dan pemodelan. Pertama data spasial dikelompokan dan diinput kedalam file dengan format .csv, kemudian melakukan pemodelan data dalam bentuk peta vector dengan format shape files(.shp), yang kemudian diolah menggunakan program bahasa R untuk menghasilkan mapping data dari file.csv kedalam peta shp untuk memberikan gambaran visual penyebaran gangguan, kemudian akan dilakukan analisis data menggunakan metode moran untuk menidentifikasi autokorelasi spasial dan pola spasial yang terbentuk. Untuk pengolahanya kedalam bahasa R dibutuhkan beberapa packages library seperti class, classInt, spdep, sp, maptools, RcolorBrewer, rgdal dan plotrix yang nantinya akan memberikan hasil mapping dan informasi dari data dalam bentuk peta LISA (Local Indicator Spatial Association).

(15)

6

yang kemudian dimodelkan dalam sinusoids untuk mendapatkan data fitting dan besarnya error yang akan digunakan untuk melakukan pencocokan kurva terhadap data aktual. (5) Tahap berikutnya dari penelitian ini adalah penulisan laporan, sekaligus sebagai penanda bahwa penelitian telah selesai.

Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain, data yang digunakan adalah data gangguan jaringan Telkom speedy dari PT. Telkom Salatiga dari bulan Januari sampai Desember 2014. Pemetaan dibangun menggunakan bahasa R, yaitu open source dari bahasa pemrograman S yang mempunyai kemampuan dalam mengolah data spasial, melakukan statistik dan analisis yang dilengkapi dengan operator pengolahan array dan matriks [9]. Hubungan autokorelasi spasial akan dianalisis menggunakan metode moran. Hanya pada daerah yang terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial pada kuadran tinggi-tinggi (high-high) yang akan dianalisis menggunakan metode fitting sinusoids menggunakan microsoft excel, dengan mengelompokkan data kedalam periode mingguan yang kemudian akan diplot untuk mengetahui pola data yang dibentuk dalam kurva, untuk mengetahui berapa besar jumlah gangguan setelah grafik diperhalus berdasarkan konsep fitting.

4. Hasil Dan Pembahasan

Salatiga merupakan kota yang terletak di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi kedalam 4 kecamatan dengan 22 kelurahan, diantaranya Kecamatan Argomulyo yang terdiri dari Kelurahan Cebongan, Kumpulrejo, Ledok, Noborejo, Randuacir, Tegalrejo. Kecamatan Sidomukti yang terdiri dari Kelurahan Dukuh, Kalicacing, Kecandran, Mangunsari. Kecamatan Sidorejo yang terdiri dari Kelurahan Blotongan, Bugel, Kauman kidul, Pulutan, Salatiga, Sidorejo lor. Dan Kecamatan Tingkir yang terdiri dari Kelurahan Gendongan, Kalibening, Kutowinangun, Sidorejo kidul, Tingkir lor dan Tingkir tengah. Dengan pusat kota berada pada Kelurahan Salatiga.Seperti yang ditunjukan pada Gambar 3 dalam peta administratif dan kepadatan penduduk tahun 2013/2014 Kota Salatiga berdasarkan data dari badan pusat statistika kota Salatiga.

(16)

7

Pemetaan Gangguan Jaringan Speedy Salatiga

Untuk tahap awal penelitian, dari data gangguan jaringan speedy Salatiga PT.Telkom Salatiga yang telah dikelompokkan dan memenuhi kriteria dengan kondisi dimana kecamatan dan kelurahan terjadinya gangguan pada data gangguan jaringan speedy termasuk kedalam area Salatiga akan dipetakan menggunakan bahasa R untuk mengetahui gambaran dari penyebaran gangguan. Dan berikut adalah hasil pemetaan dari penyebaran gangguan jaringan data Telkom speedy area Salatiga pada tahun 2014, dengan kondisi jumlah gangguan berada dibawah 15 gangguan perbulan dikategorikan kedalam kategori rendah, gangguan dengan jumlah gangguan dibawah 30 gangguan perbulan berada dalam kategori sedang dan diatas 30 gangguan perbulan berada pada kategori tinggi.

Dalam pemetaan menggunakan R untuk gangguan jaringan speedy Kota Salatiga menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2014, jumlah gangguan dengan kategori tinggi terjadi di Kelurahan Salatiga dan Sidorejo lor. Pada bulan Februari jumlah gangguan tinggi terjadi di Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari, Dukuh, Kalicacing, Tegalrejo dan Kutowinangun. Pada bulan Maret, jumlah gangguan tinggi terjadi di Kelurahan Salatiga dan Dukuh. Pada bulan April, Mei dan Juni jumlah gangguan tinggi hanya terjadi di Kelurahan Salatiga. Kemudian untuk penyebaran gangguan jaringan speedy pada bulan Juli, dimana pada mulai bulan ini rata-rata gangguan pada setiap wilayah mulai mengalami penurunan jumlah gangguan yang dibandingkan pada periode bulan-bulan sebelumnya, tapi untuk Kelurahan Salatiga, dan Sidorejo lor, masih berada pada kategori gangguan yang tinggi.. Untuk penyebaran gangguan pada bulan Agustus, gangguan tertinggi terjadi di Kelurahan Salatiga, dalam kategori jumlah gangguan yang sedang. Pada bulan September, jumlah gangguan mengalami peningkatan dari bulan Agustus, dengan Kelurahan Salatiga dan Sidorejo lor kembali berada pada katehori jumlah gangguan tinggi. Pada bulan Oktober, gangguan dengan jumlah tinggi terjadi di Kelurahan Sidorejo lor dan Mangunsari.

(17)

8

Pada bulan November, semua wilayah mengalami penurunan jumlah gangguan, dimana untuk semua kelurahan pada bulan ini berada pada kategori jumlah gangguan rendah. Pada bulan Desember, jumlah gangguan kembali meningkat, dengan gangguan dalam kategori tinggi kembali terjadi di Kelurahan Salatiga dan Sidorejo lor. Dari pemetaan ini, didapatkan informasi bahwa selama tahun 2014 gangguan tertinggi pada bulan Februari dan gangguan terendah terjadi pada bulan November, dimana jumlah terjadinya gangguan mulai mengalami penurunan pada enam bulan terakhir, dari bulan Juli sampai Desember bila dibandingkan dengan jumlah gangguan pada enam bulan awal.

Gambar 4 adalah hasil pemetaan gangguan jaringan speedy dalam periode bulan, dimana pola penyebarannya, dengan indikator warna biru muda, ke biru gelap menuju ke hijau muda. Biru muda menandakan jumlah gangguan yang rendah, biru tua menandakan jumlah gangguan yang cukup dan warna hijau muda menandakan jumlah gangguan tinggi. Pada Gambar 4a menunjukkan pemetaan gangguan pada bulan Februari, dimana pada bulan ini adalah periode bulan dengan jumlah gangguan tertinggi, dengan rata-rata tiap kelurahan mengalami gangguan tertinggi di bulan ini. Dan Gambar 4b adalah pemetaan pada bulan November, dimana bulan ini adalah periode dengan jumlah gangguan terendah untuk tiap kelurahan.

Gambar 5 Pemetaan Gangguan Jaringan Speedy Tahun 2014

(18)

9

menggambarkan, dimana daerah dengan gangguan kategori tinggi terjadi di Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari dan Dukuh.

Dari pemetaan yang telah dibangun, didapatkan informasi bahwa periode rawan gangguan terjadi pada enam bulan awal, dengan jumlah gangguan tertinggi terjadi pada bulan Februari. Dan juga tergambarkan bahwa pada tahun 2014 gangguan jaringan speedy di area Salatiga memiliki pola penyebaran terjadinya gangguan yang bersifat mengelompok (cluster), dimana digambarkan seperti pada gangguan kategori tinggi yang terlihat mengelompok pada daerah yang berdekatan dengan Kelurahan Salatiga, yang merupakan lokasi dimana pusat server Telkom di Kota Salatiga berada.

Gambar 6 Pseucode Pemetaan Total Gangguan

Untuk pseucode dari program pemetaan total gangguan ditunjukkan pada Gambar 6. Diawali dengan memasukkan library untuk mapping dan plotting data. Selanjutnya membaca file.shp dan .csv (Salatiga.shp dan speedytotal.csv) Kemudian memanggil field dari speedytotal.csv, dimana data pada field ini yang nantinya akan diplottingkan. Tahap selanjutnya membuat fungsi Map Interval Color untuk proses pewarnaan sesuai interval yang digunakan. Dalam fungsi ini diberikan masukan jenis warna yang akan digunakan sesuai pada library. Kemudian membuat kondisi pewarnaan untuk interval data berdasarkan nilai data pada field yang berisi jumlah gangguan dari speedytotal.csv, dengan kondisi jika nilai data bernilai 0 sampai < 120 maka akan dicetak pada color 1. Jika nilai data = 120 sampai < 350 maka akan diberikan color 2. Jika nilai data = 350 sampai < 900 maka akan diberikan color 3. Dengan tingkatan warna, color 1 adalah biru muda, color 2 adalah biru tua dan color 3 adalah hijau muda. Berikutnya adalah mencetak label yang merupakan legend dan text pada peta.

(19)

10

pengolahan data kedalam grafik, Library rgdal untuk mengimport pola vector dalam file.shp agar bisa ditampilkan. Library sp, sebagai penyedia class dan method untuk data spasial dan untuk menjalankan library rgdal. Dan Library plotrix yang digunakan untuk melakukan plotting dan pelabelan dalam peta.

Uji Moran’s I

Setelah digambarkan dan diketahui pola spasial penyebaran gangguan selama tahun 2014, tahap berikutnya adalah melakukan uji moran’s I. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi koefisien autokorelasi secara lokal (LISA) atau menemukan hubungan korelasi spasial pada setiap daerah sesuai pada data gangguan.

Tabel 1 Pengujian Moran’s I

(20)

11

kelurahan-kelurahan tersebut. Dengan kondisi autokorelasi spasial positif menunjukkan bahwa pada daerah yang saling berdekatan memiliki nilai atribut yang hampir sama, hal ini sesuai pada analisis sebelumnya yang menyatakan bahwa pola penyebaran terjadinya jumlah gangguan jaringan speedy di Salatiga yang bersifat mengelompok (cluster), dimana kondisi yang mengelompok menggambarkan adanya kemiripan atau angka gangguan yang terjadi antar kelurahan tersebut hampir sama. Kemudian berdasarkan data pada pengujian indeks moran’s akan dibentuk grafik moran’s scatterplot yang berfungsi untuk melihat hubungan antara nilai pengamatan yang sudah distandarisasi dengan nilai rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi.

Gambar 7 Grafik Scaterplot Gangguan Speedy 2014

Pada grafik scatterplot Gambar 7, menunjukan bahwa titik pencar pada kuadran 1 menunjukan kelurahan yang memiliki angka gangguan tinggi berada diantara kelurahan yang angka gangguannya tinggi (high-high). Kuadran 2, menunjukkan kelurahan yang memiliki angka gangguan rendah berada diantara kelurahan dengan angka gangguan tinggi (low-high). Kuadran 3, menunjukkan kelurahan yang memiliki angka gangguan rendah berada diantara kelurahan dengan angka gangguan rendah (low-low). Dan Kuadran 4, menunjukkan kelurahan yang memiliki angka gangguan tinggi berada diantara kelurahan dengan angka gangguan rendah (high-low). Dari grafik scatterplot tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2014, sebagian besar daerah yang mengalami gangguan jaringan speedy menyebar berada di kuadran 2 (low-high) dan kuadran 3 (low-low).

(21)

12

gangguan rendah yang berada di sekitar daerah dengan gangguan tinggi (low -high). Dan berikut pada Gambar 8 adalah hasil visualisasi kedalam peta LISA.

Gambar 8 Peta LISA Distribusi Gangguan Speedy Salatiga 2014

Gambar 9 Pseucode Uji Moran’s I

(22)

13

Setelah itu membuat baris standarisasi dan non standarisasi dari tiap-tiap

neighbours dengan nblistw. Berikutnya memanggil field yang berisi data jumlah gangguan dari speedytotal.csv. Kemudian membuat global moran kedalam randomisasi dan normalisasi data dengan perintah moran.test. Yang akan menghasilkan nilai moran’s normalisasi dan standarisasi dari data gangguan.

Baris berikutnya adalah membuat kondisi untuk menentukan daerah yang memiliki hubungan autokorelasi spasial dengan menggunakan tiga tahap kondisi. Kondisi awal dengan melakukan pengujian terhadap parameter indeks moran (Ii) menggunakan dua hipotesis diantaranya jika H0:Ii = 0 (tidak ada autokorelasi spasial) dan H1:Ii ≠ 0 (terdapat autokorelasi spasial). Untuk nilai indeks moran(Ii)

sendiri berkisar antara -1 sampai 1. Kemudian akan dibandingkan dengan nilai ekspektasi moran (𝐸(𝐼𝑖)). Jika nilai Ii > 𝐸(𝐼𝑖) dan bernilai positif maka

mengindikasikan adanya autokorelasi spasial positif, dan mengindikasikan adanya autokorelasi spasial negatif jika kondisi sebaliknya. Kemudian ditambahkan kondisi dari dua hipotesis awal tadi menggunakan statistik uji berdasarkan pada persamaan (1), yang akan didapatkan tambahan kondisi jika |

𝑍

ℎ𝑖𝑡|> 𝑍𝛼/2 maka H0 ditolak atau mengindikasikan bahwa terdapat daerah yang memiliki hubungan auokorelasi. Dan tahap kondisi yang terakhir adalah, jika nilai Pvalue tiap wilayah (lokal) tidak melebihi nilai Pvalue dari semua wilayah (global) maka dapat menolak H0 atau mengindikasikan adanya autokorelasi spasial. Dalam perhitungan dengan R, pada data gangguan jaringan speedy didapatkan nilai untuk

Pvalue secara global sebesar 0,19 dengan nilai deviasi 1,15. Dari pengkondisian

diatas, maka dapat diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan didapatkan informasi bahwa Kelurahan Salatiga, Kelurahan Sidorejo lor, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Kalibening dan Kelurahan Cebongan memiliki hubungan autokorelasi spasial positif.

.

(23)

14

Gambar 10 adalah pseucode program untuk visualisasi kedalam peta LISA, setelah dibentuk moran’s scatterplot dan data uji moran’s I. Diawali dengan membuat fungsi untuk plotting dalam peta moran, kemudian dibuat variabel untuk memanggil perhitungan lokal moran dari fungsi sebelumnya dengan nama variabel x. Selanjutnya membuat variabel untuk membuat operasi perhitungan dari data gangguan ditiap wilayah dikurangi dengan nilai mean/rata-rata gangguan disemua wilayah dengan variabel nama v. Dan pembuatan variabel untuk operasi perhitungan nilai dari variabel x dikurangi nilai mean/rata-rata dari variabel x itu sendiri dengan nama variabel y.

Kemudian dibuat pengkondisian untuk menentukan terletak pada kuadran mana Kelurahan Salatiga, Kelurahan Sidorejo lor, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Kalibening dan Kelurahan Cebongan pada visualisasi peta LISA. Kondisi pertama jika nilai v dan y lebih besar dari 0, maka berada pada kuadran high-high (tinggi-tinggi) dengan warna 1 pada peta. Kondisi kedua jika nilai v dan

y lebih kecil dari 0, maka berada pada kuadran high-low (tinggi-rendah) dengan warna 2 pada peta. Kondisi ketiga jika nilai v lebih kecil dari 0 dan y lebih besar dari 0, maka berada pada kuadran low-high (rendah-tinggi) dengan warna 3 pada peta. Kondisi keempat jika nilai v lebih besar dari 0 dan y lebih kecil dari 0, maka berada pada kuadran low-low (rendah-rendah) dengan warna 4 pada peta. Kondisi terakhir adalah kondisi untuk kelurahan yang tidak memiliki hubungan autokorelasi spasial yaitu terletak pada kuadran not significant pada peta. Dari pengkondisian tersebut terindikasi bahwa untuk Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor dan Mangunsari berada pada kuadran tinggi-tinggi yang menandakan bahwa kelurahan-kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan gangguan tinggi yang juga berada disekitar daerah dengan gangguan tinggi, sedangkan Kelurahan Kalibening dan Cebongan berada pada kuadran rendah-tinggi menandakan bahwa kelurahan-kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan gangguan rendah yang berada disekitar daerah dengan gangguan yang tinggi,

(24)

15

berbatasan dengan Kelurahan Salatiga. Untuk kondisi jumlah penduduk Kota Salatiga, tergambarkan seperti pada Gambar 3 dan Tabel 2.

Tabel 2 DataKependudukan Berdasarkan Data Dari BPS Kota Salatiga, 2013/14

No Kelurahan Luas ( ) Jumlah Penduduk

Dengan kondisi yang demikian maka memungkinkan jika penyebaran gangguan memiliki pola yang mengelompok, dengan jumlah gangguan yang tinggi mengelompok pada wilayah yang berdekatan dengan Kelurahan Salatiga, dan juga kondisi seperti Kelurahan Sidorejo lor dan Mangunsari yang berbatasan langsung dengan Kelurahan Salatiga menjadi terindikasi memiliki kemiripan atau hubungan autokorelasi spasial positif dengan Kelurahan Salatiga. Sedangkan untuk wilayah di Kecamatan Argomulyo seperti pada Kelurahan Noborejo tergambarkan jarang mengalami gangguan karena ada indikasi jika pada kecamatan tersebut masih jarang ada yang memasang layanan speedy karena tidak banyak tercover jalur telepon dari Telkom dikarenakan kondisi jumlah penduduk dan lokasinya yang berada jauh dari Kelurahan Salatiga.

Fitting Sinusoids

(25)

16

sinusoids adalah pada kelurahan yang memiliki hubungan autokorelasi spasial yang berada pada kuadran tinggi-tinggi, yaitu Kelurahan Salatiga, Mangunsari dan Sidorejo lor. Pada analisis ini data akan dibagi kedalam periode mingguan (empat minggu dalam sebulan) yang dimulai dari 1 Januari 2014 sampai 31 Desember 2014, sebanyak 48 data mingguan. Dengan fitting sinusoids akan didapatkan informasi apakah kondisi jumlah gangguan perminggu masih tergolong besar, dengan kondisi grafik yang lebih diperhalus naik turunnya dari grafik data aktual yang bersifat fluktuatif.

Gambar 11 Fitting Sinusoids Gangguan di Kelurahan Salatiga

Grafik fitting dengan menggunakan pencocokan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Salatiga ditunjukan pada Gambar 11. Dimana data gangguan diplot kedalam periode mingguan, dan data pada grafik gangguan dari data aktual menunjukkan bahwa data yang dibentuk bersifat fluktuatif. Dalam pencocokan dengan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Salatiga, dari data aktual dikembangkan berdasarkan persamaan (2), dengan diperoleh amplitudo sebesar 8.01, periode tiap gelombang sebanyak 16π/2, nilai pergeseran horizontal sebesar 6.67, dan nilai pergeseran vertical sebesar 22. Maka untuk Kelurahan Salatiga didapatkan persamaan (4).

𝑦 = 8.01 𝑠𝑖𝑛 16 (x − 6.67) + 22 ………(4)

Dari persamaan (4) dilakukan uji akurasi MAPE berdasarkan fungsi pada persamaan (3), diperoleh nilai error sebesar 25. Nilai amplitudo pada model, memberikan informasi bahwa pola gangguan akan berfluktuatif, dengan nilai berkisar antara 0 – (8.01 x 2= 16.02) gangguan. Selain itu dari nilai periode 16π/2 dengan bentuk radian sebesar 25.6, memberikan informasi bahwa jumlah gangguan akan berpeluang sama pada 25-26 periode kedepan. Informasi lainnya adalah dari nilai vertical sebesar 22, diperoleh nilai minimum pada model sebanyak 15 gangguan dan nilai maksimum sebanyak 30 gangguan perminggu.

(26)

17

Grafik fitting dengan menggunakan pencocokan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Sidorejo lor ditunjukan pada Gambar 12. Dimana data gangguan diplot kedalam periode mingguan, dan data pada grafik gangguan dari data aktual menunjukkan bahwa data yang dibentuk bersifat fluktuatif. Dalam pencocokan dengan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Sidorejo lor, dari data aktual dikembangkan berdasarkan persamaan (2), dengan diperoleh amplitudo sebesar 7.51, periode tiap gelombang sebanyak 16π/2, nilai pergeseran horizontal sebesar 8.15, dan nilai pergeseran vertical sebesar 19. Maka untuk Kelurahan Sidorejo lor didapatkan persamaan (6).

𝑦 = 7.51 𝑠𝑖𝑛 16 (𝑥 − 8.15) + 19 ………(6)

Dari persamaan (6) dilakukan uji akurasi MAPE berdasarkan fungsi pada persamaan (3), diperoleh error sebesar 24. Nilai amplitudo pada model, memberikan informasi bahwa pola gangguan akan berfluktuatif, dengan nilai berkisar antara 0 – (7.51 x 2= 15.02) gangguan. Selain itu dari nilai periode 16π/2 dengan bentuk radian sebesar 25.7, memberikan informasi bahwa jumlah gangguan akan berpeluang sama pada 25-26 periode kedepan. Informasi lainnya adalah dari nilai vertical sebesar 19, diperoleh nilai minimum pada model sebanyak 11 gangguan dan nilai maksimum sebanyak 26 gangguan perminggu.

Gambar 13 Fitting Sinusoids Gangguan di Kelurahan Mangunsari

Grafik fitting dengan menggunakan pencocokan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Mangunsari ditunjukan pada Gambar 13. Dimana data gangguan diplot kedalam periode mingguan, dan data pada grafik gangguan dari data aktual menunjukkan bahwa data yang dibentuk bersifat fluktuatif. Dalam pencocokan dengan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Mangunsari, dari data aktual dikembangkan berdasarkan persamaan (2), dengan diperoleh amplitudo sebesar 7.82, periode tiap gelombang sebanyak 9π/2, nilai pergeseran horizontal sebesar 6.11, dan nilai pergeseran vertical sebesar 10. Maka untuk Kelurahan Mangunsari didapatkan persamaan (5).

𝑦 = 7.82 𝑠𝑖𝑛 9 (x − 6.11) + 10 ………(5)

(27)

18

berkisar antara 0 – (7.82 x 2= 15.64) gangguan. Selain itu dari nilai periode 9π/2 dengan bentuk radian sebesar 15.3, memberikan informasi bahwa jumlah gangguan akan berpeluang sama pada 15-16 periode kedepan. Informasi lainnya adalah dari nilai vertical sebesar 7, diperoleh nilai minimum pada model sebanyak 3 gangguan dan nilai maksimum sebanyak 19 gangguan perminggu.

Berdasarkan analisis dengan fitting sinusoids yang dilakukan pada Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor dan Mangunsari dalam memperhalus grafik data aktual yang bersifat fluktuatif, menghasilkan informasi bahwa pada Kelurahan Salatiga terdapat peluang munculnya jumlah gangguan sebanyak 15 sampai 30 gangguan perminggu, Kelurahan Sidorejo lor terdapat peluang munculnya jumlah gangguan sebanyak 11 sampai 26 gangguan perminggu dan Kelurahan Mangunsari terdapat peluang munculnya jumlah gangguan sebanyak 3 sampai 19 gangguan perminggu.

5. Simpulan Dan Saran

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah, rata-rata gangguan yang tinggi terjadi pada periode enam bulan awal dari Januari sampai Juni, dengan waktu terjadinya jumlah gangguan tertinggi terjadi pada bulan Februari. Terdapat wilayah kelurahan yang terindikasi memiliki hubungan spasial diantaranya Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor dan Mangunsari yang berada pada kuadran tinggi-tinggi, serta Kelurahan Kalibening dan Cebongan yang berada pada kuadran rendah-tinggi, dimana semuanya membentuk autokorelasi spasial positif yang berarti untuk wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang hampir sama dan cenderung berkelompok, hal tersebut mengindikasikan bahwa pola spasial yang terbentuk adalah pola yang mengelompok (clustered), dengan jumlah gangguan tinggi mengelompok pada wilayah dengan jumlah penduduk yang tinggi dan berdekatan dengan Kelurahan Salatiga, yang merupakan lokasi dimana pusat server Telkom di Kota Salatiga berada. Untuk jumlah gangguan pada Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor dan Mangunsari dalam periode mingguan dari grafik aktual yang bersifat fluktuatif setelah diperhalus menggunakan konsep fitting ternyata masih menunjukkan adanya jumlah gangguan yang tinggi dengan adanya periode waktu yang menunjukkan terjadinya jumlah gangguan lebih dari 14 kali gangguan perminggu (lebih dari 2 kali gangguan dalam sehari).

(28)

19 6. Daftar Pustaka

[1] BAPPEDA Kota Salatiga., 2009. Master Plan Kesehatan Kota Salatiga, Semarang: Primasetia.

[2] Telkom speedy, http://telkomspeedy.com/product-description, diakses pada tanggal : 13 Januari 2015.

[3] Lee J. and Wong S.W.D., 2001, Statistical Analysis with Arcview GIS, New York : John Willey & Sons, Inc.

[4] Chapra, S.C. & Canale, R. P., Numerical Methods for Engineers, Sixth Edition, New York : Mc Graw Hill.

[5] Widi, R. K., 2010. Asas Metodologi Penelitian, Graha Ilmu, Jakarta.

[6] R, Ajeng Herty, P., 2013. Arjuni Budi Pantjawati, Iwan Kustiawan. Analisis Availability Sistem Penanganan Gangguan Jaringan Speedy di PT. Telekomunikasi Indonesia, tbk. Program Studi Pendidikan Teknik Elektro. FPTK UPI.

[7] Prihantini, R., 2014. Kombinasi Fitting Sinusoids dan Metode Dekomposisi dalam Memprediksi Besar Permintaan Kredit (Studi Kasus : KSP X Salatiga, Jawa Tengah). Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.

[8] Hasbi Yasin, Ragil Saputra, 2013. Pemetaan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Analisis Pola Spasial di Kabupaten Pekalongan. Jurusan Statistika Dan Informatika. FSM Undip.

[9] R untuk statistical computing, http://socs.binus.ac.id/2012/04/16/r-untuk-statistical-computing/, diakses pada tanggal : 14 Januari 2015.

[10] Makridakis, S., Wright, S.C.W., dan Mc Gee V.1999. Alih Bahasa Suminto, H,Ir. Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi Kedua. Binaputra Aksara. Jakarta.

[11] Taufik Heri Purwanto.S.Si., M.Si., 2013. Pola, Hubungan dan Arah Perkembangan Minimarket di Kota Yogyakarta Melalui Analisis Statistik Spasial. Yogyakarta.

Gambar

Gambar 1 Tahapan Penelitian
Gambar 2 Arsitektur Sistem Mapping
Gambar 4 Pemetaan Gangguan Jaringan Speedy Salatiga Dalam Bulan
Gambar 5 Pemetaan Gangguan Jaringan Speedy Tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dalam penulisan ini dibahas tentang desain lembar kerja mahasiswa (LKM) dengan menggunakan metode penemuan terbimbing yang dapat digunakan untuk

RPL atau Software Engineering (SE) Disiplin ilmu yang membahas semua aspek produksi perangkat lunak, mulai dari tahap awal spesifikasi sistem sampai pemeliharaan sistem

Hasil penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis bakteri asam laktat isolat indigenus yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH 2 dan pH usus yaitu pada

Dengan mengetahui produktivitas masing-masing alat berat untuk pekerjaan galian yaitu excavator dan dump truck , selanjutnya yang akan dilakukan adalah mengaji

Manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah aplikasi persamaan Rehbock , persamaan Kinsvater – Carter, dan persamaan Umum pada kegiatan praktikum pengukuran

Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki

Bagi individu yang berminat untuk menternak kambing baka boer adalah dinasihatkan agar melaksanakan ternakan untuk tujuan sembelihan berikutan ko~ operasinya yang lebih

ja ammattilaisten verkostoja. Korosta, että Pak- ka-toimintamallin mukainen työ ei tuo kenelle- kään ylimääräistä työtaakkaa, vaan mahdollistaa vanhojen asioiden tekemisen