• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjuangan Feminisme Islam Melawan Ketim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perjuangan Feminisme Islam Melawan Ketim"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERJUANGAN FEMINISME ISLAM (ISLAMIC FEMINISM) MELAWAN KETIMPANGAN GENDER DI INDIA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Dunia Internasional

Nama Kelompok

Lutfi Makrifatul Jannah 201310360311238 Ayu Tri Winarni 201310360311220

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

Lutfi Makrifatul Jannah (238) & Ayu Tri Winarni (220) Ilmu Hubungan Internasional Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Abstract

Gender is one of the social problems that are specifically fighting for the supremacy of women in everyday life, especially in the areas of socio-political to the fullest. Classical Islamic thought that is often criticized, with the argument that the classical Islamic discourse is based on the arguments and assumptions that are discriminatory, and in turn give birth, standardize and preserve the unequal gender relations between men and women. Women were seen as being imperfect, weak intellectual ability, emotional, not rational. In turn, all of the above trying to be analyzed back, because the real Qur'an teaches that Islam came to give comfort, peace of life (rahmatan lil 'alamin). Islam is essentially a religion that is very friendly to women, for Feminism Islam (Islamic Feminism) gender issue as a social problem of unequal needs and requires completion.

Abstrak

Gender merupakan salah satu permasalahan sosial yang secara khusus berjuang untuk supremasi perempuan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang sosial politik secara maksimal. Pemikiran Islam klasik yang sering mendapatkan kritikan, dengan argumen bahwa wacana Islam klasik didasarkan pada dalil-dalil dan asumsi yang diskriminatif, dan pada gilirannya melahirkan, standarisasi dan melestarikan relasi gender yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dipandang sebagai makhluk yang tidak sempurna, kemampuan intelektual yang lemah, emosional, tidak rasional. Pada gilirannya, semua hal di atas berusaha untuk dianalisis kembali, karena sesungguhnya Al-Qur'an mengajarkan bahwa Islam datang untuk memberikan kenyamanan, ketenangan hidup (rahmatan lil 'alamin). Islam pada dasarnya merupakan agama yang sangat ramah terhadap perempuan, bagi Feminisme Islam (Islamic Feminism) permasalahan gender sebagai problematika sosial yang timpang perlu dan membutuhkan adanya penyelesaian.

(3)

PENDAHULUAN

India merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi terbesar di dunia. Pada abad ke-21 ini, India telah muncul sebagai kekuatan ekonomi Asia baru, tidak hanya dibidang ekonomi melainkan dibidang militer dan perpolitikan internasional yang pengaruhnya semakin menguat. Semakin suksesnya di India diberbagai bidang tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran masyarakat didalamnya, kemudian yang menjadi pertanyaan ialah sejauh mana peran aktif perempuan dalam perkembangan India sebagai negara yang sedang berkembang dan pertumbuhan ekonomi yang pesat? Karena sejauh ini, ternyata India menjadi salah satu negara dengan tingkat presentase ketimpangan gender yang cukup tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih berlakunya sistem kasta dan ajaran Catur Warna dalam Hindu. Adanya hak-hak istimewa yang diperoleh dalam pergaulan adat dan masih dianggapnya status yang dipandang lebih tinggi atau lebih rendah berdasarkan keturunan menjadi bukti lain adanya ketidakadilan gender di India.

(4)

Jauh sebelum feminisme lahir, islam telah meluruskan pandangan ideologi jahiliyah, perbudakan yang berakibat penghancuran moral serta pelecehan yang berujung pada krisis kepribadian. Laki-laki dan perempuan berada di muka bumi ini mempunyai tugasnya masing-masing. Tugas itu bisa berupa tugas alami atau kodrati dan tugas yang melekat padanya karena bangunan atau konstruksi sosial, adat, agama dan masyarakat di mana mereka huni. Feminisme Islam kemudian muncul sebagai gerakan yang membawa representasi hubungan antara agama dan gender. Salah satu gerakan feminisme islam di India adalah Muslim Women’s Right Network (MWRN) dan Bharatiya Muslim Mahila Andolan (BMMA) yang berupaya mendukung dan memperjuangkan hak-hak perempuan Muslim.

Ketimpangan Gender di India

Backman (2008) mengatakan bahwa India merupakan salah satu negara di Asia yang mengalami ketimpangan gender paling serius saat ini, selain itu India juga merupakan negara yang masih sangat kental unsur-unsur kebudayaannya seperti dalam sistem sosial yiatu kasta. Dalam sistem tersebut (kasta), tergambar adanya tingkatan dan batasan-batasan di dalam kehidupan sosial dan politik. Terkait kondisi seperti itu, kaum perempuan sangat sulit berpartisipasi baik dibidang sosial, ekonomi maupun politik. Hal tersebut menjadi sebab terjadinya diskriminasi terhadap kaum perempuan di India. Pendahuluan Perjuangan kesetaraan gender sedang menjadi isu global yang sangat menarik perhatian dunia. Pada tahun 1957 diadakan sidang umum PBB untuk pertama kalinya, mengeluarkan sebuah resolusi tentang partisipasi perempuan dalam pembangunan, yang disusul dengan resolusi tahun 1963 yang secara khusus mengakui peranan perempuan dalam pembangunan sosial ekonomi nasional. Perjuangan perempuan muncul dari adanya kesadaran perempuan akan ketertinggalannya dibandingkan dengan laki-laki dalam berbagai aspek. Untuk mengejar ketertinggalannya tersebut telah dikembangkan konsep (emansipasi) antara perempuan dan laki-laki yang diawali dengan timbulnya gerakan-gerakan global yang dipelopori oleh perempuan.

(5)

pekerja perempuan dalam sektor formal menurun dalam dasawarsa terakhir ini, yang disertai dengan pertumbuhan hebat di sektor informal sebagai sumber utama pekerjaan kaum perempuan urban. Di antara rumah tangga urban miskin, hampir semua perempuan bekerja dalam pekerjaan yang berkisar dari usaha pengumpulan kain perca sampai kerja bangunan, hingga produksi industri rumah tangga. Semuanya dilakukan dalam kondisi yang menawarkan sedikit sekali keamanan kerja, khususnya jam kerja panjang, kecilnya peluang menambah penghasilan pribadi, dan kondisi kerja yang keras atau tidak sehat. Ketidakadilan gender yang kerap dan rentan terjadi di India ialah dalam kehidupan rumah tangga, perempuan di India juga dibedakan oleh kenyataan bahwa mereka ialah bagian dari komunitas agama yang berbeda dan hukum khusus antara Hindu, Muslim, Kristen dan Parsi. Namun, komunitas utama yang menggambarkan dan menyajikan pemasalahan batas-batas hak perempuan ialah Hindu-Muslim.

Sejak masa perjuangan kemerdekaan, tokoh nasional India Mahatma Ghandi telah menyerukan persamaa hak bagi perempuan karena tugas pertama setelah India merdeka ialah menyusun konstitusi tanpa memandang jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Namun sayangnya, dalam praktek sehari-hari masih banyak terjadi pelamggaran hak wanita terutama karena tradisi dan budaya yang telah mengakar lama di India. Salah satunya ialah budaya dowry, sistem dowry (mahar) ialah pemberian yang dilakukan oleh pihak pengantin perempuan kepada pihak pengantin laki-laki ketika menikahkan anaknya. Dowry dapat berupa uang tunai, barang-barang elektronik, perhiasan atau barang-barang berharga lain sesuai dengan permintaan dari pihak laki-laki. Menurut hasil studi Dalmia dan Lawrence (2005) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara status hirarki dan jumlah transfer dari keluarga wanita ke pihak keluarga laki-laki. Semakin tinggi kasta pengantin laki-laki maka ia akan menerima dowry dengan jumlah yang tinggi pula, begitupun dengan kebalikannya.

(6)

India, hingga pada suatu ketika mengakibatkan adanya demonstrasi yang dilakukan kaum perempuan India yang menuntut pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan ini. Budaya yang seperti ini secara bertahap terus-menerus terjadi dan menimbulkan permasalahan lain, banyak yang kemudian menganggap anak perempuan hanya sebagai beban dalam keluarga oleh sebab itu kelahirannya tidak begitu diinginkan karena nantinya hanya akan menghabiskan materi dan uang. Rendahnya status wanita di India maka pada akhirnya banyak calon orang tua yang melakukan aborsi atau pembunuhan terhadap bayi yang diketahui berjenis kelamin perempuan.

Dahlburg (1994) menunjukkan bahwa di pedesaan India praktek-prakter aborsi dan pembunuhan bayi masih dianggap sebagai diskursus yang biasa saja, mereka beranggapan bahwa membunuh bayi perempuan bukanlah dosa besar. Menurut sensus statistik, “Dari 972 perempuan untuk setiap 1.000 laki-laki pada tahun 1901 .. . ketidakseimbangan gender miring ke 929 perempuan per 1.000 laki-laki. ... Dalam hampir 300 dusun miskin daerah Usilampatti Tamil Nadu, sebanyak 196 perempuan meninggal dalam keadaan mencurigakan [tahun 1993] ... Beberapa diberi makan kering, gabah yang tertusuk batang tenggoroknya mereka, atau dibuat untuk menelan bubuk pupuk beracun. Yang lainnya menahan dengan handuk basah, dicekik atau diizinkan untuk mati kelaparan.” Banyak wanita yang menjalani tes penentuan jenis kelamin bayi mereka dan menggugurkannya jika mengetahui jika diketahui janin tersebut perempuan. Karlekar (1995) seperti dikutip Schneider (2009) menemukan bahwa Di Rajasthan dan Uttar Pradesh, biasanya untuk anak perempuan untuk porsi makan jauh lebih sedikit dari anak laki-laki dan dapat memiliki makanan mereka setelah pria dan anak laki-laki selesai menyantap makanan. Mobilitas yang lebih besar di luar rumah memberikan anak laki-laki kesempatan untuk membeli makanan buah-buahan daripada menyimpan uang sakunya. Dalam urusan kesehatan, tidak sedikit pula biasanya anak laki-laki yang memiliki preferensi lebih dihabiskan untuk membeli pakaian daripada anak perempuan.

Feminisme

(7)

otonomi wanita. Istilah feminisme muncul karena para wanita mulai ada kesadaran bahwa wanita-wanita juga perlu adanya pengakuan di lingkungan sosial. Tujuan dari feminisme tersebut supaya wanita mendapatkan pekerjaan yang layak, mendapatkan pengakuan yang lebih di lingkungan sosial, dan mendapatkan hak-hak untuk berpolitik.

Feminisme di era globalisasi ini dapat dikatakan juga dengan istilah emansipasi wanita. Kaum wanita sendiri sudah lama mulai mempunyai kesadaran untuk memperjuangkan pembebasan dirinya dari ketidakadilan. Istilah feminisme mulai disosialisasikan pada majalah Century pada musim semi tahun 1914 dan sejak 1910 an kata feminisme yang berakar dari kata bahasa Perancis sudah kerap dipergunakan, kata feminisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1880 an untuk menyatakan perjuangan perempuan menuntut hak politiknya. Aktor utama dalam perjuangan feminisme yaitu Hubertine Auclort, saat itulah feminisme mulai diperkenalkan di negara Eropa dan Amerika. Feminisme abad ke 19, ditandai dengan perjuangan menuntut hak-hak politik dan hukum, khususnya hak memlilih, hak mendapat upah, dan hak atas hukum lainnya sebagai warga negara. Feminisme abad ke 20, perjuangan feminisme mulai berkembang pada bidang ekonomi. (Nunuk dan Murniati, 2004: 28-29).

Agama Islam sudah memaparkan penjelasan tentang persamaan hak dan kewajiban bagi laki-laki dan perempuan sudah terdapat dalam Al Qur’an dan Rasulullah SAW. Islam sudah lebih lama menjelaskan permasalahan wanita secara khusus dan detail. Islam bukan hanya menyamakan hak dan kewajiban untuk perempuan dan laki-laki. Bahkan, Islam berusaha untuk mengembalikan perempuan kembali ke fitrahnya sebagai perempuan dan manusia. Hal ini dapat dibuktikan dalam firman Nya:

(8)

Feminis Radikal memiliki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari teori pluralisme negara. Dalam pandangan Islam meletakkan perempuan pada urusan rumah tangga dan pengasuhan anak dan Islam lebih menempatkan laki-laki dalam bidang kekuasaan politik, (2) Feminisme Liberal. Feminisme ini mempunyai pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan Individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Dalam pandangan Islam, Feminisme Liberal ini mempunyai banyak kerancuan karena dalam pemahaman feminisme liberal ini kebebasan individual perempuan itu sendiri. Sedangkan dalam Islam, memiliki beberapa peraturan untuk seorang perempuan karena aturan tersebut demi menjaga kehormatan perempuan tersebut seperti menutup aurat dan menjaga pergaulan dari campuran antara laki-laki dan perempuan.

Tuhan yang merupakan sang Maha Pencipta Segala Nya termasuk pencipta antara laki-laki dan perempuan. Seperti dahulu, ketika Allah SWT menciptakan manusia pertama kali yaitu Adam. Hawa pun diciptakan juga oleh Allah SWT karena Dia Maha Mengetahui bahwa Adam akan menjadi kesepian jika Adam sendirian. Oleh karena itu, Allah SWT menciptakan Hawa sebagai perempuan agar menjadi pasangannya yang selalu menemani Adam dalam keadaan apapun selama di Bumi. Dalam peristiwa ini, sudah terbukti bahwa laki-laki tidak akan menjadi superior tanpa adanya perempuan sebagai pasangannya.

(9)

ًءا َسسسِنَو اًريسسِثَك ًلاسسَجِر اسسَمُهْنِم ّثَبَو اسسَهَج ْوَز اسسَهْنِم َقسسَلَخَو ٍةَدسسِحاَو ٍسْفَن ْنِم ْمُكَقَلَخ يِذّلا ُمُكّبَر اوسسُقّتا ُساّنلا اسسَههَّأ اَّ menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS. An Nisa: 1)

Islam sangat memperdulikan permasalahan wanita di dunia. Jika tidak, Allah SWT tidak akan mungkin menciptakan Surat An Nisa yang seluruh surat Nya membahas tentang perempuan. Di dalam Qur’an juga disebutkan beberapa kali bahwa sebagai seorang anak mempunyai kewajiban menghormati ibunya. Hal ini terdapat di dalam Surat Luqman ayat 14 yang artinya bahwa:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.

Di Islam pun memberikan hak untuk perempuan turut serta berpartisipasi dalam sosial dan politik seperti mengikuti musyawarah mufakat dan pengadilan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an di Surat Al-Taubah ayat 71 yang menyebutkan bahwa:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi auliya (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

(10)

seorang perempuan tidak boleh dijadikan sebagai seorang pemimpin dan hal ini dibuktikan dalam Qur’an Surat An Nisa bahwa:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)...”

(QS. An Nisa ayat 34).

Feminisme Islam: Wacana atau Gerakan Sosial?

Adanya suatu pernyataan bahwa perempuan memiliki daya yang kurang jika dibanding dengan laki-laki, pada akhirnya mewajibkan perempuan membentuk suatu kehidupan dimana laki-laki memiliki kekuatan dan kekuasaan lebih dalam kehidupan sosial maupun politik. Diskriminasi yang terjadi pada masyarakat, terlebih perempuan yang selalu mendapat perlakuan diskriminatif, harus dikikis karena bertentangan dengan konsep kesetaraan dan keadilan serta bertentangan juga dengan Hak Asasi Manusia. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah seimbang, tidak ada yang lebih sempurna di mata Tuhan kecuali ketaqwaannya. Islam juga sangat menganjurkan adanya persamaan perlakuan dan pemberian hak baik kepada laki-laki maupun perempuan. Karena islam diyakini sebagai agama yang memberikan perlindungan terhadap seluruh lapisan masyarakat, maka sedikitpun islam tidak pernah menelantarkan pihak perempuan dalam berbagai bidang. Kewajiban untuk melindungi perempuan dari segala macam gangguan dan menjunjung tinggi martabat mereka agaknya telah menjadi dasar sebagai langkah untuk menuntut keadilan bagi kaum perempuan.

(11)

jika banyak muncul gerakan-gerakan yang menentang permasalahan Hak Asasi Manusia dan pengentasan kemiskinan karena agama menyediakan platform pemersatu. Masuknya kajian agama dalam Ilmu Hubungan Internasional memang menjadi salah satu dimensi yang lebih mengarah bersama politik dan ekonomi.

Seperti yang diungkapkan Badawi (1976), dalam konteks politik, sejarah telah mencatat bahwa suatu ketika pada masa Umar ibn Khattab, ia pernah beradu argumentasi dengan wanita dalam masjid, di saat itu Umar mengakui kesalahannya dan membenarkan wanita itu. Dalam konteks sejarahnya juga banya wanita-wanita yang memegang posisi puncak dibidang politik dan militer misalnya yang telah diperankan Aisyah ra, menjadi pelaku-pelaku bisnis yang profesional sehinggha menjadi top manajer dalam bidang ekonomi seperti yang diparankan oleh Khadijah ra, dan sebagainya. Islam sebagai suatu “kerangka ideologi” pengarusutamaan gender berprespektif islam dewasa ini telah merambah luas kedalam suatu mainstream gerakan yang kemudian banyak orang menyebutnya sebagai “gerakan feminisme islam”. Gerakan ini kemudian muncul secara aktif untuk merespon isu-isu gender dalam kaitannya dengan islam, disisi lainm mereka juga mempunyai visi yang jelas yakni guna memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender. Adanya kesadaran untuk berjuang melawan aturan-aturan dan tingkah laku moral ‘yang secara kultural’ telah mendarah daging di kalangan masyarakat, berlandaskan kerangka pemikiran islam dan ideologi-ideologi yang tertanam dalam diri mereka sendiri menjadikan perempuan dalam masyarakat islam gerakan yang menonjol.

Upaya Feminisme Islam Melawan Ketimpangan Gender di India

(12)

peradaban India, kondisi perempuan yang dianggap sebagai makhluk kedua juga terjadi pada abad modern ini. Para ibu lebih menyukai memiliki anak laki-laki dari pada anak perempuan. Mereka menyusui anak-anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan, anak laki-laki lebih sering dirawat oleh dokter daripada saudaranya perempuan, selain itu anak laki-laki dididik lebih serius. Perempuan dalam sejarah peradaban India menikah dalam kisaran umur 8-10 tahun. Mereka (kaum laki-laki) membandingkan perempuan dengan hewan dan berada pada kasta yang rendah. Karena pernikahan dini ini, yang memunculkan pepatah di India “Membesarkan seorang anak perempuan sama saja seperti mengairi pohon rindang di halaman rumah orang lain.

Gerakan feminisme atau emansipasi wanita menjadi trend yang menggejala dan bukan hanya berkembang di Barat tetapi juga menggejala dikalangan aktifis muslim yang konsend dengan gerakan gender, yang menuntuk persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang. Dalam konteks sejarah tampaknya kesadaran gender dipicu oleh perlakuan pejoratif yang ditemukan di bebragai kawasan terutama di Eropa dan Asia pada masa pra-Islam. Praktik-praktik diskriminasi terhadap perempuan mulai mengalami titik terang setelah adanya pengakuan dan persamaan antara pria dan wanita yang mulai diperkenalkan oleh Islam dalam teks-teks wahyu dalam al-Qur’an maupun Hadits. Mahmood (1986 dan 1993) dalam Scheinder (2009), The All-India Muslim Women’s Rights Network (MWRN) merupakan salah satu gerakan feminisme Islam yang didirikan pada tahun 1999 oleh aktivis Aen dari Mumbai Women’s Research and Action Group (WRAG) merupakan jaringan yang paling sukses dengan radius nasional. Setiap satu atau dua tahun, mereka mengadakan konferensi, yang pada saat yang sama berfungsi sebagai titik pertemuan untuk semua organisasi yang aktif dalam jaringan ini. Misalnya, pada tahun 2005, sekitar 300 delegasi bertemu di Lucknow dan dibahas pertanyaan seperti peran negara terhadap hak-hak perempuan, efek dari kekerasan komunal Perempuan Muslim dan tantangan aktivis hak-hak perempuan Muslim yang dihadapi India sekarang.

(13)

mengumpulkan, mendokumentasikan dan menganalisis hukum sipil atau keluarga yang beragam yang diterapkan untuk Muslim di India. Hal ini sering diabaikan bahwa istilah Hukum Personal Muslim tidak mengacu pada kode hukum keluarga dikodifikasi atau bersatu dan bahwa hukum mungkin berbeda lebih atau kurang secara signifikan dari daerah ke daerah. Salah satu temuan proyek penelitian ini adalah bahwa perempuan Muslim di India jelas mendukung permintaan untuk reformasi Hukum Personal Muslim di India (Nainar 2000). Sebagai WRAG menggambarkan pada bagian depannya, itu klaim ini, yang antara lain, menyebabkan peningkatan kampanye naiknya kesadaran, yang akan membantu untuk menginformasikan wanita Muslim tentang hak-hak yang dijamin dalam Quran.

(14)

untuk perempuan Muslim dalam rangka untuk menyediakan mereka dengan ruang publik untuk artikulasi dan informasi tentang interpretasi patriarki prinsip-prinsip Islam oleh otoritas agama laki-laki. Gagasan dari jamaah perempuan juga tampaknya menjadi reaksi terhadap frustrasi tumbuh di kalangan wanita Muslim di Pudukottai tentang keputusan yang dibuat oleh (eksklusif laki-laki) anggota Jamaat mengenai pertanyaan dari mas kawin, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hak asuh atau pelecehan anak. Asalkan perempuan Muslim bahkan pergi ke kantor polisi setempat dan mencari bantuan di sana, sebagian besar keluhan mereka ditransfer oleh petugas polisi untuk Jamaat lokal yang perempuan tidak memiliki akses. Yang berarti bahwa Jamaats membuat pendapat mereka tanpa mendengarkan wanita dan sebagai akibat dari ini, penilaian yang melewati mereka sering bias dan sepihak.

(15)

perempuan dan pendekatan yang lebih bernuansa pertanyaan sekitar agama dan hak-hak perempuan pada umumnya, dan berusaha untuk menjembatani kesenjangan antara feminisme sekuler dan agama.

Anggota MAN dan BMMA telah terlibat dalam perdebatan tentang hubungan antara agama dan feminisme dan bagaimana kaitannya dengan advokasi mereka dan untuk perumusan identitas kolektif mereka. Namun, kedua jaringan mendekati questio yang non agama berbeda dalam cara mereka merumuskan strategi identitiesand kolektif mereka. ni telah ditambah dengan tumbuh rasa ketidakamanan di kalangan umat Islam karena insiden berulang agama berbasis kekerasan, menargetkan pemuda Muslim sebagai bagian dari India ‘Perang Melawan Teror’. Serta marginalisasi ekonomi dan politik, menciptakan situasi di mana setiap kritik nyata atau dirasakan agama dapat dilihat sebagai serangan terhadap 'masyarakat'. Ini menyusut ruang untuk kritik feminis dan dialog jauh. Untuk mengatasi kebuntuan, kedua jaringan menggunakan semacam ‘esensialisme strategis’ (Spivak 1989, 1990, 1993) dan menggunakan kategori pemersatu perempuan Muslim sebagai sarana mengerahkan hak. Penggunaan Taktis perempuan Muslim kategori dari tangan kanan Hindu dan ulama didominasi laki-laki dalam rangka untuk menegaskan sikap politik feminis yang mengakui pentingnya identitas keagamaan dengan mengorbankan hak-hak perempuan.

Kesimpulan

(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Backman, Michael. 2008. Asia Culture Shock: Bussines Crisis and Opportunity in the Coming Years. Jakarta: PT Cahaya Insan Suci.

Khotimah, Khusnul. 2009. Diskiriminasi Gender terhadap Perempuan dalam Sektor Pekerjaan, Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto, Jurnal Studi Gender dan Anak, Vol.4 No.1 Jan-Jun

Anwar dan Mulia. 2001. Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam). Jakarta: Tim pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI Nunuk A dan Murniati P. 2004. Getar Gender;Buku Pertama. Magelang: Indonesia Tera.

Hasyim, Zulfahani. 2012. Perempuan dan Feminisme Dalam Perspektif Islam. Muwazah, No.1, Vol.4, Hal 4, http://download.portalgaruda.org

Bradley, Tamsin. 2011. Religion and Gender In the Developing World: Faith-Based Organizations and Feminism in India. United States: Palgrave Macmillan

Mukhopadhay, Maitrayee. 1994. Construction of Gender Identity: Women, the State and Personal Laws in India. University of Sussex: The Degree of doctor of Philosopy

Kirmani, Nadia. 2011. Beyond the Impasse: Muslim Feminism and the Indian Women’s Movement. University of Warwick http://cis.sagepub.com diakses 08 November 2015

Spivak, Gayatri. 1989. In a Word. An Interview.Differences.1 (2): 124–56. Babita dan Sanjay Tewari. 2009. The History of Indian Women: Hinduism ar Crosroads With Gender

Schneider, Christina. 2009. Islamic Feminism and Muslim Women’s Rights Activism in India: From Transnasional Discourse to Local Movement or Vice Vesra. Journal of International Women’s Studies Volume 11 Issue 1 Gender and Islam in Asia

Purwoko, Krisman. 21 April 2011. PM India: Aborsi Bayi Perempuan Mempermalukan Bangsa. Republika Internasional

http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/11/04/21/lk0hf1-pm-india-aborsi-bayi-perempuan-mempermalukan-bangsa diakses pada 07 November 2015

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil peramalan model 1 pada Gambar 2, Metode Normalisasi yang digunakan adalah MinMaxScaller, pembagian data uji dan data latih sebesar 70% : 30 %, total layer sebanyak

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Pemenuhan terhadap prinsip NKRI nampak dari aturan-aturan yang memberikan batasan terhadap pengaruh asing dalam bidang Pers seperti ketentuan yang mewajibkan

Jika anak terbiasa menulis secara mandiri, maka mereka akan belajar cara menulis dengan fokus vang tajam dan jelas (Leonhard. Tulisan dalam jurnal merupakan

tingkat pendidikannya rendah lebih mudah ditakuti-takuti atau diancam.Oleh karena itu, PPN dengan tetap menggunakan pendekatan vernal menjelaskan jika mereka tidak

surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari Desa yang diketahui oleh Camat. Adapun mekanisme penyetoran biaya nikah di luar KUA yang ada di Peraturan Menteri Agama Nomor 24

Dari fenomena-fenomena diatas penerapan desentralisasi yang kurang disertai pengendalian intern yang baik akan mempermudah pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab

yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari hasil wawancara dan observasi. Terdapat data primer dan data sekunder yang diambil oleh penelti. Data primer di