• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN RADIOISOTOP DALAM DUNIA FARMASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN RADIOISOTOP DALAM DUNIA FARMASI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Final

KIMIA FISIKA

PERANAN RADIOISOTOP DALAM DUNIA FARMASI

Oleh :

UTOMO HADIA

15.01.337

TRANSFER B 2015

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

MAKASSAR

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Berita-berita di media massa telah banyak memberitakan tentang

nuklir. Namun sayang, kebanyakan berita nuklir tersebut berkaitan dengan

senjata nuklir atau pencemaran radioaktif akibat kebocoran instalasi suatu

reaktor atom, sementara yang menyangkut manfaat lain dari energi nuklir

sangat jarang ditampilkan. Oleh karena itu, di lingkungan masyarakat

awam ikatan nuklir mempunyai konotasi yang mengerikan. Pemahaman

yang kurang tepat itu bila terbelakangi oleh tragedi yang menimpa

Hirosima dan Nagasaki di Jepang, tempat pertama kalinya energi nuklir

diperkenalkan sebagai bom atom, suatu senjata pemusnah massal yang

mengerikan.

Radioisotop (zat radioaktif) selalu memancarkan sinar (partikel)

radioaktif (α, β,γ,) secara spontan dan terus menerus sampai habis.

Partikel yang dipancarkan itu mempunyai energy dan dapat dideteksi

dengan detector (pencacah). Energinya dapat sebagai sumber energy dan

partikel tersebut dapat dipakai sebagai penelusuri jejak (tracer) suatu

proses (veroneka dkk 2013). Radionuklida atau radioisotop adalah isotop

dari zat radioaktif. radionuklida mampu memancarkan radiasi.

Radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja dibuat oleh

manusia dalam reaktor penelitian. Produksi radionuklida dengan proses

(3)

dalam teras reaktor. Proses ini lazim disebut irradiasi neutron, sedangkan

bahan yang disinari disebut target atau sasaran. Neutron yang

ditembakkan akan masuk ke dalam inti atom target sehingga jumlah

neutron dalam inti target tersebut bertambah. Peristiwa ini dapat

mengakibatkan ketidakstabilan inti atom sehingga berubah sifat menjadi

radioaktif. Zat radio aktif adalah setiap zat yang memancarkan radiasi

pengion dengan aktivitas jenis lebih besar daripada 70 kBq/kg atau 2

nCi/g (tujuh puluh kilobecquerel per kilogram atau dua nanocurie per

gram). Angka 70 kBq/kg (2 nCi/g) tersebut merupakan patokan dasar

untuk suatu zat dapat disebut zat radioaktif pada umum-nya yang

ditetapkan berdasarkan ketentuan dari Badan Tenaga Atom Internasional

(International Atomic Energy Agency) (anonim 2016).

Radioisotop, atau radionuklida, adalah bentuk stabil dari unsur materi

baik buatan manusia atau ditemukan di alam.Bagi sebagian orang,

radioisotop masih memberikan kesan menyeramkan dan bahkan

menakutkan. Namun, sesungguhnya radioisotop telah memberikan

kontribusi yang berarti dalam kehidupan manusia. Mereka memberikan

manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh umat manusia. Sebenarnya

radioisotop bukanlah sesuatu yang menyeramkan bagi kehidupan

manusia melainkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan berguna bagi

(4)

dimanfaatkan dalam bidang industri, pertanian, arkeologi, pertambangan,

(5)

BAB II

ISI

1.Definisi Radioisotop Sejarah Perkembangan Radioisotop Dalam Bidang Kedokteran (Farmasi)

Penggunaan isotop radioaktif dalam biologi dan kedokteran sebenarnya telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada kulit, namun penerapan teknik perunut dengan menggunakan radioisotop dalam biologi dan kedokteran dipelopori oleh George de HEVESY pada tahun 1920an, waktu itu digunakan radioisotop alamiah. Dalam perkembangan selanjutnya digunakan radioisotop buatan. sehingga pada tahun 1943 George Hevesy mendapat hadiah Nobel di bidang Kimia. Radionuklida pertama yang digunakan secara luas dalam kedokteran nuklir adalah I-131, yang ditemukan oleh Glenn Seaborg pada tahun 1937.

Pertama kali I-131 digunakan sebagai indikator fungsi kelenjar tiroid dengan jalan mendeteksi sinar yang diemisikan, dengan pencacah Geiger yang ditempatkan di dekat kelenjar tiroid. Diikuti dengan pemakaiannya untuk pengobatan hipertiroid pada tahun 1940. Penemuan Seaborg berikutnya yaitu radionuklida Tc-99m dan Co-60, yang merupakan tonggak sejarah di bidang Kedokteran Nuklir. Berkat jasanya tersebut, Seaborg mendapat hadiah Nobel untuk bidang Kimia pada tahun 1951. Pada periode berikutnya, kedokteran nuklir berkembang pesat setelah ditemukan kamera gamma oleh Hal Anger pada tahun 1958. Alat tersebut mampu mendeteksi distribusi foton yang dipancarkan dari dalam tubuh, yang dapat menggambarkan fungsi suatu organ. Metode ini disebut

(6)

2. Perkembangan Radioisotop Di Indonesia

Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia telah dilakukan sejak akhir 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai beroperasi di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh ahli dari luar negeri mulai merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Reaktor Atom Bandung (sekarang bernama Pusat Penelitian Teknik Nuklir). Pada masa-masa awal, berbagai kendala menghadang perkembangan kedokteran nuklir di Indonesia seperti misalnya langkanya tenaga ahli, masalah pengadaan radiofarmaka/radioisotop, biaya pemeriksaan yang dianggap mahal, belum dikenal oleh masyarakat luas. Berapa sebenarnya jumlah unit kedokteran nuklir yang dibutuhkan di suatu negara adalah sangat bervariasi tergantung tingkat kemajuan teknologinya, sosial ekonomi masyarakat di negara itu, prioritasnya di sektor kesehatan.

Kedokteran nuklir ini merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan diagnosis dan mengobati penderita serta mempelajari penyakit manula. Bidang kedokteran nuklir laksana sebuah segitiga dengan radiofarmaka, instrument, dan masalah biomedik sebagai sisi-sisinya, serta penderita ditengahnya. Kedokteran nuklir menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi, dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian kedokteran. Dalam bidang kedokteran, radiasi pengion digunakan untuk diagnosis dan pengobatan (terapi). Pemakaian sinar-X untuk memeriksa pasien disebut radiologi diagnostik, jika radiasi digunakan untuk mengobati pasien, prosedurnya disebut radioterapi, sedang pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan radioaktif, baik untuk keperluan diagnosis maupun terapi, disebut

(7)

3. Definisi Radioisotop

Radioisotop adalah suatu unsur radioaktif yang memancarkan sinar

radioaktif. Radioaktif mempunyai peranan penting dalam melengkapi

kebutuhan manusia di berbagai bidang. Salah satunya di bidang

farmasi dan kesehatan.

Selain digunakan untuk mendiagnosis penyakit, radioisotop juga

digunakan untuk terapi radiasi. Terapi radiasi adalah cara pengobatan

dengan memakai radiasi. Terapi seperti ini biasanya digunakan dalam

pengobatan kanker. Pemberian terapi dapat menyembuhkan,

mengurangi gejala, atau mencegah penyebaran kanker, bergantung

pada jenis dan stadium kanker.

Banyak radioisotop yang digunakan dalam bidang kesehatan dan

farmasi dan masing-masing radioisotop jenis-jenis radioisotop, antara

lain:

1. I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan

pada kelenjar gondok, hati dan otak. 2.Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung. 3.Tc-99 & Ti-201 Mendeteksi kerusakan jantung. 4.Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah. 5.Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru.

6.P-32 Penyakit mata, tumor dan hati.

7.Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah. 8.Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa.

9.Se-75 Mendeteksi kerusakan Pankreas.

10.Tc-99 Mendeteksi kerusakan tulang dan paru-paru. 11.Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening.

12.C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia. 13.Co-60 Membunuh sel-sel kanker.

14. Sr-85 untuk mendeteksi penyakit pada tulang.

Sejak lama diketahui bahwa radiasi dari radium dapat dipakai untuk

(8)

kanker dan sel yang sehat maka diperlukan teknik tertentu

sehingga tempat di sekeliling kanker mendapat radiasi seminimal

mungkin.

Radiasi gamma dapat membunuh organisme hidup termasuk

bakteri. Oleh karena itu, radiasi gamma digunakan untuk sterilisasi

alat-alat farmasi.

4. Mekanisme kerja

1. Radiodiagnostik

I-131 digunakan sebagai terapi pengobatan untuk kondisi tiroid

yang over aktif atau kita sebut hipertiroid. I-131 ini sendiri adalah

suatu isotop yang terbuat dari iodin yang selalu memancarkan sinar

radiasi. Jika I-131 ini dimasukkan kedalam tubuh dalam dosis yang

kecil, maka I-131 ini akan masuk ke dalam pembuluh darah traktus

gastrointestinalis. I-131 dan akan melewati kelenjar tiroid yang

kemudian akan menghancurkan sel-sel glandula tersebut. Hal ini

akan memperlambat aktifitas dari kelenjar tiroid dan dalam beberapa

kasus dapat merubah kondisi tiroid.

2. Radioterapi

Bila jaringan terkena radiasi penyinaran, maka jaringan akan

menyerap energi radiasi dan akan menimbulkan ionisasi atom-atom.

Ionisasi tersebut dapat menimbulkan perubahan kimia dan biokimia

(9)

Kerusakan sel yang terjadi dapat berupa kerusakan kromosom,

mutasi, perlambatan pembelahan sel dan kehilangan kemampuan

untuk berproduksi.

Radiasi pengion adalah berkas pancaran energi atau partikel yang

bila mengenai sebuah atom akan menyebabkan terpentalnya elektron

keluar dari orbit elektron tersebut. Pancaran energi dapat berupa

gelombang elektromagnetik, yang dapat berupa sinar gamma dan

sinar X. Pancaran partikel dapat berupa pancaran elektron (sinar

beta) atau pancaran partikel netron, alfa, proton.

Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak

sel-sel kanker yang mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel-sel yang mati akan

hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian

besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembai dari pengaruh radiasi. Tetapi

bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel sehat

merupakan penyebab terjadinya efek samping radiasi.

5. Manfaat Zat Radioaktif Dibidang Kedokteran (Farmasi)

Bidang Kedokteran

Penggunaan radioaktif untuk kesehatan sudah sangat banyak, dan

sudah berapa juta orang di dunia yang terselamatkan karena

pemanfaatan radioaktif ini. Sebagai contoh sinar X untuk penghancur

tumor atau untuk foto tulang. Berdasarkan radiasinya:.

1. Terapi tumor atau kanker.

(10)

Sebenarnya, baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh

radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata lebih sensitif (lebih

mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat dimatikan

dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker

tersebut.

2. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer

Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari

tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya

radiasi gamma atau sinar-X yang diserap oleh tulang yang diperiksa

maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang.

Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone

densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk membantu

mendiagnosiskekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering

menyerang wanita pada usia menopause (matihaid).

3. Teknik Pengaktivan Neutron

Penggunaan radioaktif dalam bidang kedokteran terutama untuk

pendeteksian jenis kelainan di dalam tubuh dan untuk penyembuhan

kanker yang sangat sukar dioperasi menggunakan metode lama.

Prinsip radioaktif ini juga dimanfaatkan untuk pengetesan kualitas

bahan di dalam suatu industri yang dapat dipergunakan dengan mudah

dan dengan ketelitian yang tinggi. Radioisotop yang digunakan dalam

(11)

sumber tertup (sealed source). Ketika radioisotop tersebut tidak dapat

dipergunakan lagi, maka sumber

radioaktif bekas tersebut sudah menjadi limbah radioaktif.

Dalam bidang kedokteran, radiografi digunakan untuk mengetahui

bagian dalam dari organ tubuh seperti tulang, paru-paru dan jantung.

Dalam radiografi dengan menggunakan film sinar-x, maka obyek yang

diamati sering tertutup oleh jaringan struktur lainnya, sehingga

didapatkan pola gambar bayangan yang didominasi oleh struktur

jaringan yang tidak diinginkan. Hal ini akan membingungkan para

dokter untuk mendiagnosa organ tubuh tersebut. Untuk mengatasi hal

ini maka dikembangkan teknologi yang lebih canggih yaitu CT-Scanner.

Radioisotop Teknesium-99m (Tc-99m) merupakan radioisotop

primadona yang mendekati ideal untuk mencari jejak di dalam tubuh.

Hal ini dikarenakan radioisotop ini memiliki waktu paruh yang pendek

sekitar 6 jam sehingga intensitas radiasi yang dipancarkannya

berkurang secara cepat setelah selesai digunakan. Radioisotop ini

merupakan pemancar gamma murni dari jenis peluruhan electron

capture dan tidak memancarkan radiasi partikel bermuatan sehingga

dampak terhadap tubuh sangat kecil. Selain itu, radioisotop ini mudah

diperoleh dalam bentuk carrier free (bebas pengemban) dari radioisotop

molibdenum-99 (Mo-99) dan dapat membentuk ikatan dengan

(12)

setelah diikatkan dengan senyawa tertentu melalui reaksi penandaan

(labelling).

Di dalam tubuh, radioisotop ini akan bergerak bersama-sama

dengan senyawa yang ditumpanginya sesuai dengan dinamika

senyawa tersebut di dalam tubuh. Dengan demikian, keberadaan dan

distribusi senyawa tersebut di dalam tubuh yang mencerminkan

beberapa fungsi organ dan metabolisme tubuh dapat dengan mudah

diketahui dari hasil pencitraan. Pencitraan dapat dilakukan

menggunakan kamera gamma. Radioisotop ini dapat pula digunakan

untuk mencari jejak terjadinya infeksi bakteri, misalnya bakteri

tuberkolose, di dalam tubuh dengan memanfaatkan terjadinya reaksi

spesifik yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Terjadinya reaksi spesifik

tersebut dapat diketahui menggunakan senyawa tertentu, misalnya

antibodi, yang bereaksi secara spesifik di tempat terjadinya infeksi.

Beberapa saat yang lalu di Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR)

BATAN telah berhasil disintesa radiofarmaka bertanda teknesium-99m

untuk mendeteksi infeksi di dalam tubuh. Produk hasil litbang ini saat ini

sedang direncanakan memasuki tahap uji klinis.

6. Keuntungan Penggunaan Radioisotop

Keunggulan kedokteran nuklir terletak pada kemampuannya

mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Bahan

– bahan tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka, dimasukkan

(13)

tubuh, dapat diikuti nasibnya di dalam organ atau jaringan menggunakan

detektor pemancar gamma yang ditempatkan di luar tubuh. Dapat pula

dilakukan analisis kandungan radiofarmaka dalam cuplikan darah, urine,

feses, atau udara yang dihembuskan melalui pernafasan, bahkan dalam

jaringan. Melalui teknik pencitraan dapat dipantau distribusi radioaktivitas

di organ atau bagian tubuh sebagai fungsi waktu.

Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam

menunjang diagnosis berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner,

penyakit kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan

penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang,

mendeteksi pendarahan pada saluran pencernaan makanan dan

menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari

diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat ini

berkembang pesat.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

1. Radioisotop adalah isotop dari zat radioaktif mampu memancarkan radiasi radionuklida dapat terjadi secara alamiah atau sengaja di buat oleh manuisa dalam reactor penelitian. 2. Berdasarkan sumbernya, radionuklida alam secara garis besar

(14)

semesta, dan yang kedua adalah radionuklida kosmogenik yang terjadi akibat interaksi antara radiasi kosmik dengan udara. 3. Penggunaan isotop radioaktif dalam biologi dan

kedokteran/Farmasi telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit tuberculosis pada kulit.

4. Keunggulan kedokteran nuklir terletak pada kemampuannya mendeteksi bahan bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Bahan – bahan tersebut yang dikenal dengan istilah radiofarmaka, dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, intravena, mulut.

5. Bahaya penggunaan radioisotop dalam bidang kedokteran yaitu kerusakan karena efek somatic, karena efek tertunda, kerusakan karena efek genetik

Daftar Pustaka

Anonymus, 2006, Radioactive Iodine (I-131) Therapy, North America:

(15)

Indrajit, Dudi, 2007, Mudah dan Aktif Belajar Fisika untuk Kelas XI

Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu

Pengetahuan Alam, Bandung: Setia Purna Inves

Kreshnamurti, Irwan, dkk., Refrat Radioterapi: Radioterapi Pada Kanker

Serviks, Palembang: Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang

Setiawan, Duyeh, 2010, Radiokomia Teori Dasar dan Aplikasi Teknik

Referensi

Dokumen terkait