• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Line Of Sight (LOS) dan Fresnel Zone pada Perancangan Jaringan Wireless Point To Point: Studi Kasus PT. Solo Jala Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Line Of Sight (LOS) dan Fresnel Zone pada Perancangan Jaringan Wireless Point To Point: Studi Kasus PT. Solo Jala Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis

Line Of Sight (LOS)

dan

Fresnel Zone

pada Perancangan

Jaringan

Wireless Point To Point

(Studi Kasus: PT. Solo Jala

Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika)

Artikel Ilmiah

Diajukan Kepada

Fakultas Teknologi Informasi

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Oleh:

Andhika Putra Briantama

NIM: 672013103

Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

1

Analisis

Line Of Sight (LOS)

dan

Fresnel Zone

pada Perancangan

Jaringan

Wireless Point To Point

(Studi Kasus: PT. Solo Jala

Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika)

1)

Andhika Putra Briantama, 2)Indrastanti Ratna Widiasari Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga

Email: 1)[email protected], 2)[email protected]

Abstract

Point to Point Wireless is a wireless communication between two connecting point, where one point role as client (station) connected with the other point, acting as transmitting point (access point). The main factors to be considered in wireless Point to Point is the Line of Sight (LoS) and Fresnel Zone. This analysis becomes important when there are problems of altitude difference and topographic condition of Surakarta city area which is a dense urban area and there are many high buildings must be considered. Analysis Line of Sight (LoS) and Fresnel Zone in construction process of Point to Point wireless, using Radio Mobile simulator and from Link Budget calculation. Analysis result using simulator with 2,22 km distance between transmitter, with 30 m height of client antenna CV. Connectis Jati Informatika and server antenna PT. Solo Jala Buana (SoloNet) with 20 m height. Calculation result obtained RSL (Received Signal Level) is greater than Rx Sensitivity -72 dBm. Analysis result was used to determine the antenna height and signal performance so as to provide recommendations that can serve as a contribution in realize the wireless Point to Point.

Key Word: Point to Point, LoS, Fresnel Zone, Link Budget

Abstrak

Wireless Point to Point merupakan koneksi komunikasi wireless antara dua titik yang

saling terhubung, dimana satu titik sebagai client (station) yang terhubung dengan satu

titik lainnya bertindak sebagai server pemancar (access point). Faktor utama yang harus

diperhatikan dalam wireless Point to Point adalah Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone.

Analisis ini menjadi penting ketika terdapat permasalahan berupa adanya perbedaan ketinggian dan kondisi topografi wilayah kota Surakarta yang merupakan perkotaan yang padat dan terdapat banyak bangunan tinggi harus diperhatikan. Untuk

menganalisis Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone pada perancangan jaringan wireless

Point to Point yaitu dengan menggunakan simulator Radio Mobile dan melalui metode

perhitungan Link Budget. Hasil analisis menggunakan simulator diketahui jarak antar

pemancar 2,22 km, dengan ketinggian antena client 30 m pada CV. Connectis Jati

Informatika dan antena server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) setinggi 20 m. Hasil

perhitungan diperoleh nilai RSL (Received Signal Level) lebih besar dari Rx Sensitivity

-72 dBm. Hasil dari analisis digunakan untuk mengetahui tinggi antena dan performa

sinyal sehingga dapat memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai

kontribusi dalam merealisasikan wireless Point to Point.

Kata Kunci: Point to Point, LoS, Fresnel Zone, Link Budget

1)

Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

2)

(7)

2

1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi jaringan komputer terus mengalami kemajuan yang sangat pesat, sehingga jarak yang cukup jauh tidak menjadi suatu kendala.

WLAN (Wireless Local Area Network) merupakan suatu solusi terhadap

komukasi yang tidak bisa dilakukan dengan jaringan yang menggunakan kabel. Saat ini jaringan tanpa kabel sudah marak digunakan dengan memanfaatkan jasa satelit dan mampu memberikan kecepatan akses yang lebih cepat salah satunya

wireless Point to Point. Wireless Point to Point merupakan koneksi komunikasi

wireless antara dua titik yang saling terhubung, dimana satu titik sebagai client

(station) yang terhubung dengan satu titik lainnya bertindak sebagai server

pemancar (access point).

Line of Sight merupakan sebuah jalur kosong yang ada diantara dua buah

titik. Untuk mendapatkan daerah visual yang bersih pada sebuah Line of Sight, diantara dua buah titik tersebut sebaiknya diusahakan tidak terdapat hambatan. Sedangkan daerah Fresnel (Fresnel Zone) didefinisikan sebagai tempat kedudukan titik sinyal tidak langsung yang berbentuk ellips dalam lintasan

propagasi gelombang radio dimana daerah tersebut dibatasi oleh gelombang

tidak langsung (indirect signal), sehingga diusahakan dijaga agar tidak dihalangi oleh obstacle (halangan) [1].

Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone juga sangat berpengaruh untuk

mendirikan tinggi antena antar pemancar. Konsep kejernihan zona Fresnel dapat digunakan untuk menganalisa interferensi dan gangguan yang disebabkan oleh halangan yang terdapat pada jalur sorotan gelombang radio. Zona yang pertama harus diletakkan pada suatu ketinggian yang bebas hambatan untuk menghindari interferensi pada penerimaan gelombang radio. Walaupun demikian, sejumlah tingkat hambatan masih dapat ditoleransi, sesuai aturan, hambatan maksimum yang dapat ditoleransi adalah 40%, hambatan yang disarankan adalah kurang dari 20% [2]. Hal ini diperlukan karena frekuensi yang dipancarkan oleh access

point berupa gelombang sinus, maka dari itu penghitungan tinggi antena dan

Fresnel Zone (jari-jari frekuensi antar dua pemancar) perlu diperhitungkan

dengan tepat.

Faktor utama yang harus diperhatikan dalam wireless Point to Point adalah

Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone. Masalah berupa adanya perbedaan

ketinggian dan kondisi topografi wilayah kota Surakarta yang merupakan perkotaan yang padat dan terdapat banyak bangunan tinggi harus diperhatikan. Kondisi ini

mengakibatkan adanya gangguan sinyal atau interferensi yang dapat berpengaruh

pada client. Kelemahan lain dari jaringan nirkabel terletak pada kondisi fisik seperti jarak, karena semakin lemah radio frekuensi yang diterima akses ke jaringan menjadi lambat, selain itu penghalang berupa tembok tebal (Fresnel

Zone) dan gangguan sinyal (Interferensi Co-Channel) dari komponen lain bisa

menurunkan kekuatan sinyal [2]. Penghalang yang terdapat diantara server dan

client yang mungkin bisa menurunkan performa sinyal harus diperhitungkan.

(8)

3

direalisasikan sesuai yang diharapkan. Untuk itu dibutuhkan suatu cara atau metode untuk menganalisa perhitungan Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone.

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka sebelum dibangun sebuah jaringan wireless Point to Point, perlu dikaji secara mendalam perencanaan infrastruktur jaringan wireless Point to Point karena tanpa perencanaan yang baik akan mengakibatkan distribusi komunikasi dan informasi menjadi tidak efektif, hal ini menjadi alasan utama dilakukan penelitian tentang analisis Line

of Sight (LoS) dan Fresnel Zone pada perancangan jaringan wireless Point to

Point dengan menggunakan simulator Radio Mobile dan melalui metode

perhitungan Link Budget. Analisis ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai keadaan geografis secara visual, mengetahui performa sinyal/koneksi sehingga dapat memberikan rekomendasi guna menambah efektifitas penggunaan jaringan wireless Point to Point, dan untuk memperhitungkan tinggi maupun penempatan antena agar terhindar dari penghalang.

2. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian Jamlean dibahas tentang gambaran rencana infrastruktur jaringan backbone yang berbasis pada teknologi wireless pada kabupaten Tambrauw yang berfungsi menentukan lokasi koordinat untuk penempatan berbagai peralatan jaringan yang mendukung pengembangan teknologi wireless. Survei lapangan dilakukan di tujuh distrik dengan menggunakan GPS (Global

Positioning System) dan analisis topografi menggunakan software Global

Mapper 11.02 juga Google Eart 6.0.0.1735 (beta). Survei dilakukan dengan

mempertimbangkan visual Line of Sight dan memperhitungkan radius Fresnel Zone. Hasilnya diperoleh 20 titik koordinat lokasi sebagai kandidat penempatan peralatan jaringan dengan sekali hop tanpa repeater [3].

Penelitian Ismail dkk. membahas tentang analisis faktor kelengkungan bumi dan menghitung daerah Fresnel yang digunakan untuk perencanaan pembangunan tower BTS. Perencanaan pembangunan tower BTS di atas tanah

(green field) perlu memperhatikan kedua parameter tersebut karena daerah

Fresnel menentukan area yang tertransmisi sinyal secara efektif, faktor

kelengkungan bumi merupakan variabel yang dapat mempengaruhi proses transmisi sinyal karena keadaan bumi tidak selamanya konstan sehingga perlu dilakukan analisis guna mendapatkan lokasi yang sesuai untuk perencanaan pembangunan tower BTS [4].

Penelitian Firmansyah dkk. menjelaskan dalam merencanakan desain radio

link, pencapaian kondisi LOS (Line of Sight) dan analisa link budget menjadi permasalahan yang harus dipecahkan, dengan metodologi penyelesaian berupa survei lokasi dan menghitung kalkulasi link budget yang diperlukan. Analisa juga dilakukan untuk mengetahui ketinggian minimum antena yang diperlukan dengan menghitung jari-jari Fresnel zone, dan diperoleh tinggi antena 15-25-25-10 (meter) untuk tiap titik lokasi. Desain ini juga dirancang untuk tercapainya suatu sistem dengan High Availability sebagai backbone jaringan antara satrad dengan Kosek IV [5].

(9)

4

pembangunan BTS, dan desain perencanaan radio link maka dilakukan penelitian yang membahas tentang Analisis Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone Pada Perancangan Jaringan Wireless Point to Point dari PT. Solo Jala Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati Informatika. Tujuan dari analisis ini untuk memberikan informasi mengenai keadaan geografis secara visual, mengetahui performa sinyal/koneksi sehingga dapat memberikan rekomendasi guna menambah efektifitas penggunaan jaringan wireless Point to Point, dan untuk memperhitungkan tinggi maupun penempatan antena agar terhindar dari penghalang.

Link Budget merupakan sebuah metode untuk menghitung mengenai semua

parameter dalam transmisi sinyal, mulai dari gain dan losses dari Tx sampai Rx

melalui media transmisi. Link Budget dihitung berdasarkan jarak antara

transmitter (Tx) dan receiver (Rx). Link Budget juga dihitung karena adanya

penghalang antara Tx dan Rx misal gedung atau pepohonan. Link Budget juga dihitung dengan melihat spesifikasi yang ada pada antena [6]. Pada perhitungan

Link Budget ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti berikut ini.

Gambar 1 System Operating Margin [6]

Gambar 1 menunjukkan ada banyak parameter input yang dibutuhkan dalam perhitungan radio Link Budget, sementara ada tiga output yang dihasilkan yaitu

Free Space Path Loss/FSPL (dB), Rx/Received Signal Level (dBm), dan System

Operating Margin/SOM (dB). Untuk dapat menghitung ketiga output tersebut,

maka perlu memasukan parameter-parameter seperti: Frequency (MHz) yang digunakan pada komunikasi, Distance (Miles/km) antara pemancar dan penerima, Tx Power (dBm) daya pancar, Tx Cable Loss (dB) redaman di kabel dan konektor dari antena ke pemancar, Tx Antenna Gain (dBi) penguatan antena pada pemancar, Free Space Path Loss/FSPL (dB) daya yang hilang di ruang bebas tanpa hambatan, Rx Antenna Gain (dBi) penguatan antena pada penerima,

Rx Cable Loss (dB) redaman kabel dari antena ke penerima, dan Rx Sensitivity

(10)

5

Free Space Path Loss bisa juga disebut rambatan dalam ruang bebas karena

pada saat sinyal meninggalkan antena, sinyal dapat berpropagasi atau lepas ke udara. Antena yang digunakan menentukan bagaimana propagasi terjadi. Terdapat dua parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan Free Space Path

Loss (FSPL) yaitu Frekuensi sinyal radio (MHz) dan Jarak antar antena

Free Space Path Loss (FSPL) pada frekuensi 2.4 GHz untuk beberapa jarak yang

banyak digunakan di RT/RW-net dilampirkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Free Space Path Loss

pengirim dan penerima, termasuk atenuasi, penguatan/gain antena, dan loss

lainnya yang dapat terjadi. Link Budget dapat berguna untuk menentukan berapa banyak power yang dibutuhkan untuk mengirimkan sinyal agar dapat dimengerti oleh penerima sinyal [8]. Rumus yang digunakan untuk menghitung Link Budget

dapat dirumuskan dengan Perasamaan 2.

Dimana:

Tx Power = daya pancar (dBm)

Tx Cable Loss =redaman di kabel dan konektor dari antena ke pemancar (dB)

(11)

6

FSPL = daya yang hilang di ruang bebas tanpa hambatan (dB)

Rx Antenna Gain =penguatan antena pada penerima (dBi)

Rx Cable Loss =redaman kabel dari antena ke penerima (dB)

Dari rumus perhitungan Rx Signal Level maka telah didapatkan nilai Link

Budget, selanjutnya dilanjutkan dengan perhitungan SOM (System Operation

Margin) untuk mengetahui baik dan buruknya sinyal. Jika nilai SOM positive,

maka sinyal tersebut dikatakan baik. Sebaliknya, apabila nilai SOM negative, maka sinyal tersebut perlu diperbaiki dan perlu dihitung ulang dalam penggunaan perangkatnya [9]. Status SOM dapat diketahui dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Status System Operating Margin

Status SOM Keterangan SOM

Excellent

Link bekerja dengan kehandalan yang tinggi, ideal untuk aplikasi yang menuntut kualitas

link tinggi. Fade Margin/SOM tingkat lebih

Margin/SOM adalah 14 dB atau lebih rendah

Sumber: tp-link [9]

Untuk mencari nilai SOM (System Operation Margin) dapat dirumuskan dengan Persamaan 3.

Dimana:

Rx/Received Signal Level = hasil perhitungan Link Budget (dBm)

Rx Sensitivity = sensitivitas penerima (dBm)

(12)

7

Tabel 3 Fresnel Zone Clearence

Jarak (km) 80% FZC (m)

1 4.32

2 6.2

3 7.8

4 8.94

5 9.96

6 10.88

7 11.73

10 14.08

Sumber: telkomspeedy [10]

Rumus yang digunakan untuk menghitung Fresnel Zone Clearence (FZC) dapat dirumuskan dengan Persamaan 4.

Dimana:

R = radius Fresnel Zone(m)

d = jarak (km)

f = frekuensi kerja (GHz)

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode NDLC

(Network Development Life Cycle). Metode NDLC terbagi dalam beberapa

tahapan, yaitu: Analysis, Design, Simulation Prototyping, Implementation,

Monitoring, Management yang dapat digambarkan seperti pada Gambar 2 [11].

(13)

8

Pada metode NDLC tahap pertama dimulai dengan analysis. Pada tahap awal (analysis) ini dilakukan pengumpulan data dan informasi kemudian dilakukan observasi dan pengecekan langsung (survey) untuk mendapatkan hasil sesungguhnya dan gambaran seutuhnya sebelum masuk ke tahap design. Survey

biasa dilengkapi dengan alat ukur seperti Global Positioning System (GPS) dan alat lain sesuai kebutuhan untuk mengetahui detail yang dilakukan.

Setelah itu dilakukan analisis melalui simulator Radio Mobile terkait dengan

Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone dan melakukan perhitungan Link Budget

untuk mengetahui pengaruhnya terhadap parameter performa jaringan yaitu:

FSPL (Free Space Path Loss), Received Signal Level, SOM (System Operating Margin), FZC (Fresnel Zone Clearance).

Gambar 3 Titik Koordinat Dan Kondisi Topografi

Pada Gambar 3 dijelaskan jika CV. Connectis Jati Informatika berjarak 1,38

mil -> 2,22 km dari server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet). CV. Connectis Jati Informatika berada pada ketinggian 321 kaki -> 98 mdpl (meter di atas permukaan laut), sedangkan server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet) berada pada ketinggian 344 kaki -> 105 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Untuk membangun sebuah jaringan WLAN diperlukan penggambaran titik koordinat dan kondisi topografi antar pemancar. Jaringan WLAN didirikan dari

server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) yang beralamat di Jl. Arifin No.129

(14)

9

Gambar 4 Tower Client CV. Connectis Jati Informatika

Tinggi tower yang sudah dibangun pada server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet) adalah setinggi 20 meter, sedangkan tinggi tower yang terdapat pada

client CV. Connectis Jati Informatika adalah 40 meter, akan tetapi tinggi antena

client yang mengarah pada server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) hanya setinggi

30 meter seperti pada Gambar 4.

Tabel 4 merupakan hasil pengukuran lokasi yang digunakan sebagai jaringan wireless Point to Point. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan

Google Earth.

Tabel 4 Hasil PengukuranLokasi Wireless Point to Point

(15)

10

Dari data yang didapatkan sebelumnya, tahap design dilakukan untuk membuat design topology jaringan wireless Point to Point yang dibangun, yang dirancang dan disimulasikan. Dari gambar ini nantinya dapat memberikan gambaran seutuhnya dari kebutuhan yang ada.

Gambar 5Desain Topologi Point to Point

Gambar 5 merupakan topologi yang digunakan untuk implementasi jaringan

wireless Point to Point. Dari desain topologi yang ada dapat diketahui

perangkat-perangkat yang digunakan pada jaringan wireless Point to Point

antara lain: Grid Parabolic Antenna, Outdoor Box (Tibox), Routerboard, Poe

Adapter, Adapter 24 Volt, Kabel UTP.

Tidak hanya hardware saja yang diperlukan, di sisi perangkat lunak

(Software) juga sama diperlukannya. WinBox, adalah alat atau tools untuk

melakukan konfigurasi mikrotik yang berbasis Graphic User Interface (GUI). Sehingga lebih memudahkan pengguna dalam mengoperasikan mikrotik

dibanding menggunakan terminal mikrotik.

Tahap Simulation Prototyping dimaksudkan untuk melihat kinerja awal dari

network yang dibangun. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan data

kualitas performa jaringan wireless Point to Point terhadap paramater performa jaringan. Secara garis besar, alir penelitian ditunjukkan dalam Gambar 6.

(16)

11

Gambar 6 menunjukkan alir penelitian dimulai dengan pemeriksaan titik koordinat dan kondisi topografi menggunakan Google Earth, hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil sesungguhnya dan gambaran seutuhnya jalur wireless

Point to Point, selanjutnya adalah menentukan tinggi antena dan frekuensi

antena yang digunakan 2.4 GHz. Frekuensi 2.4 GHz dapat digolongkan sebagai gelombang mikro (microwave) yang memiliki karakteristik merambat sejajar garis lurus sehingga kualitas transmisi yang terbaik akan diperoleh apabila kedua piranti yang menggunakan frekuensi ini berada pada jangkauan jarak pandang

(Line of Sight) dan tidak terdapat halangan diantaranya, meskipun begitu

sebenarnya gelombang 2.4 GHz juga relatif dapat memantul dan menembus benda-benda yang tidak solid, namun ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kualitas medium (interferensi, propagasi sinyal, derau/noise), tenaga atau daya yang digunakan oleh peranti dan medium penghalangnya sendiri. Tahap selanjutnya membuat Fresnel Zone WLAN menggunakan simulator Radio

Mobile, yang memiliki fungsi untuk merencanakan pola radiasi radio dan

memprediksi kinerja sistem radio, dapat diketahui Line of Sight (LoS) dan

Fresnel Zone.

Gambar 7 LoS & Fresnel Zone Client - Server

Gambar 7 merupakan hasil simulasi LoS dan Fresnel Zone menggunakan simulator Radio Mobile. CV. Connectis Jati Informatika berjarak 2,22 km dari

server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet). Client CV. Connectis Jati

Informatika nilai Latitude -7.554955º, Longitude 110.811924º, Ground

Elevation 98 m dan pada server utama PT. Solo Jala Buana (SoloNet) nilai

Latitude -7.559366º, Longitude 110.831546º, Ground Elevation 105 m. Jarak

antar pemancar, titik koordinat, dan elevasi tersebut didapatkan berdasarkan pengukuran melalui Google Earth. Tx/Rx Antenna Gain adalah 24 dBi dan

Frequency yang digunakan adalah 2400 MHz atau 2.4 GHz. Jika dilakukan

(17)

12

nilai Fade Margin 86.82 dB, maka menghasilkan sinyal/koneksi yang baik karena diketahui Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone yang dimiliki tidak sama sekali terkena obstacle atau halangan.

Tahap implementation merupakan tahap lanjutan dari simulation

prototyping dengan mengacu pada simulation prototyping yang telah dilakukan.

Hasil dari tahap simulation prototyping digunakan sebagai acuan dalam pemberian rekomendasi yang tepat bagi perancangan jaringan wireless Point to

Point. Setelah dilakukan simulasi jaringan yaitu dengan mengukur Line of Sight

(LoS) dan Fresnel Zone, maka dilakukan implementasi pada jaringan wireless

Point to Point dari PT. Solo Jala Buana (SoloNet) ke CV. Connectis Jati

Informatika.

Setelah diimplementasikan, tahap monitoring merupakan tahapan penting agar jaringan wireless Point to Point dan komunikasi dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan awal dari pengguna pada tahap analysis, maka diperlukan kegiatan monitoring. Meliputi infrastruktur hardware dan memperhatikan jalannya packet data jaringan.

Pada level management atau pengaturan, salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah masalah kebijakan (policy). Kebijakan perlu dibuat untuk membuat dan mengatur agar sistem yang telah dibangun dan berjalan dengan baik dapat berlangsung lama dan unsur reliability terjaga.

4. Hasil Dan Pembahasan

Sebelum melakukan perhitungan, dilakukan pendataan spesifikasi pada alat yang digunakan sebagai parameter untuk menghitung Link Budget. Pada perancangan jaringan wireless Point to Point ini antena yang digunakan adalah

Grid Parabolic Antenna TL-ANT2424B yang memiliki Gain 24 dBi. Parameter

perhitungan Link Budget dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter Link Budget

Tx Antena Gain = 24 dBi(Decible Isotropic)

Rx Antena Gain = 24 dBi (Decible Isotropic)

Frequency = 2.4 GHz = 2400 MHz

Rx Sensitivity = -72 dBm (Decible milliWatt)

Loss Kabel = 0,1

Tx Cable Loss = 20 m (tinggi antena) = 20 * 0,1 (Loss Kabel) = 2 dB (Decible)

Rx Cable Loss = 30 m (tinggi antenna) = 30 * 0,1 (Loss Kabel) = 3 dB

Tx Power = 27 dBm (Decible milliWatt)

(18)

13

Parameter – parameter ini merupakan standar nilai yang dimiliki antena

Grid Parabolic TL-ANT2424B yang digunakan untuk menghitung Link Budget

antena tersebut. Antena Grid Parabolic TL-ANT2424B berdiameter 1000 mm x 600 mm memiliki berat 3,5 kg, beroperasi di band 2,4 – 2,5 GHz dan menyediakan operasi directional 24 dBi. Antena ini digunakan untuk outdoor, memiliki gain yang tinggi dan jangkauan hingga 56 km. Untuk mencari nilai

Free Space Path Loss(FSPL) dapat dihitung dengan Perasamaan 1.

Redaman ruang bebas atau Free Space Path Loss merupakan penurunan daya gelombang radio selama merambat di ruang bebas. Redaman ini dipengaruhi oleh besar frekuensi dan jarak antara titik pengirim dan penerima [7].Didapatkan besarnya redaman ruang bebas atau nilai FSPL sebesar 107 dB. Nilai FSPL ini selanjutnya digunakan untuk menghitung Rx Signal Level dengan menambahkan parameter-parameter lain sesuai dengan rumus.

Link Budget dihitung berdasarkan jarak antara transmitter (Tx) dan receiver

(Rx). Link Budget juga dihitung karena adanya penghalang antara Tx dan Rx

misal gedung atau pepohonan. Link Budget juga dihitung dengan melihat spesifikasi yang ada pada antenna [6]. Perhitungan Link Budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan level daya threshold. Tujuannya untuk menjaga keseimbangan gain dan loss guna mencapai SNR (Signal to Noise

Ratio) yang diinginkan di receiver. Sementara sinyal yang diterima (Rx signal

level) dapat dihitung dengan menambahkan dan mengurani daya pancar (TX

power) dengan berbagai parameter yang ada. Untuk menghitung Link Budget

dapat dicari dengan Perasamaan 2.

RSL (Receive Signal Level) adalah level sinyal yang diterima dipenerima

dan nilainya harus lebih besar dari sensitivitas perangkat penerima. Sensitivitas perangkat penerima merupakan kepekaan suatu perangkat pada sisi penerima yang dijadikan ukuran threshold [8]. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai RSL (Received Signal Level) sebesar -37 dBm, lebih besar dari Rx

Sensitivity -72 dBm, setelah mempunyai semua data atau parameter yang

dibutuhkan, selanjutnya dapat menghitung System Operating Margin (SOM)

(19)

14

Pada dasarnya System Operating Margin (SOM) menghitung selisih antara sinyal yang di terima dengan sensitifitas penerima. Untuk mencari nilai SOM

(System Operation Margin) dapat dihitung dengan Persamaan 3.

System Operating Margin (SOM) merupakan ukuran untuk baik buruknya

Fresnel Zone Clearence merupakan diameter antara antena pemancar

dengan antena penerima dimana diantara kedua antena tersebut ada penghalang.

Clearence ini menentukan tinggi antena minimal yang perlu disiapkan agar

sinyal dapat diterima dengan baik oleh penerima. Untuk memperoleh sinyal yang baik, ketinggian tower biasanya lebih tinggi daripada clearance [10]. Berikut perhitungan dari Fresnel Zone Clearence (FZC) dapat dihitung dengan Persamaan 4.

Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya R adalah 8,33 m dan 80% FSC

adalah 6,66 m. Nilai FZC ini dihitung berdasarkan kondisi permukaan bumi yang datar. Karena dengan wifi pada frekuensi 2.4 GHz ini jaraknya tidak bisa sejauh jarak antena microwave, yang jaraknya bisa lebih jauh.

Dari hasil perhitungan yang berdasarkan data dari parameter Link Budget

maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 6 yang memperlihatkan hasil perhitungan dari Link Budget. Hasil perhitungan meliputi FSPL (Free Space

Path Loss), Received Signal Level, SOM (System Operating Margin), dan FZC

(Fresnel Zone Clearance).

Tabel 6 Hasil Perhitungan Link Budget

(20)

15

Dengan perangkat yang ada, power yang diterima oleh access point yang diset sebagai receiver sebesar -37 dBm. Sedangkan access point itu sendiri memiliki sensitivity sebesar -72 dBm dan diperoleh nilai SOM 35 dB. Ini artinya, perangkat yang digunakan menghasilkan sinyal atau koneksi yang baik.

Gambar 8 Fresnel Zone Client – Server

Gambar 8 menjelaskan jika dilakukan pembangunan antena pada CV. Connectis Jati Informatika dengan ketinggian 30 meter dan PT. Solo Jala Buana (SoloNet) setinggi 20 meter menggunakan antena yang mempunyai Antenna Gain 24 dBi dan Tx Power antena 27 dBm, menghasilkan sinyal atau koneksi yang baik karena Fresnel Zone yang dimiliki tidak sama sekali terkena obstacle

atau halangan. Ketinggian antena pada pemancar dan penerima akan mempengaruhi tinggi dari Fresnel Zone dimana semakin tinggi antena maka halangannya semakin kecil.

5. Simpulan

Dari hasil analisis Line of Sight (LoS) dan Fresnel Zone pada perancangan jaringan wireless Point to Point menggunakan simulator Radio Mobile dan analisa perhitungan Link Budget maka dapat disimpulkan, semakin jauh jarak kedua antena maka semakin tinggi Fresnel Zone yang didapat. Ketinggian antena pada pemancar dan penerima akan mempengaruhi tinggi dari Fresnel Zone dimana semakin tinggi antena maka halangannya semakin kecil. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai RSL (Received Signal Level) lebih besar dari Rx Sensitivity -72 dBm, sehingga kinerja antar pemancar menjadi maksimal dan dapat saling berkomunikasi dengan baik. Diperoleh nilai SOM 35

dB, hal ini dapat diartikan bahwa status SOM adalah Excellent dikarenakan Fade

Margin/SOM tingkat lebih dari 22 dB. Link bekerja dengan kehandalan yang

tinggi, dan ideal untuk aplikasi yang menuntut kualitas link tinggi. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan simulator Radio Mobile, maka direkomendasikan penggunaan antena yang beroperasi di band 2,4 – 2,5 GHz dan mempunyai

Antenna Gain 24 dBi dan Tx Power antena 27 dBm. Ketinggian antena pada

client CV. Connectis Jati Informatika direkomendasikan dengan ketinggian 30

meter dan server PT. Solo Jala Buana (SoloNet) setinggi 20 meter, kondisi ini menghasilkan sinyal/koneksi yang baik karena Line of Sight dan Fresnel Zone

(21)

16

Adapun masukan dan saran yang ingin disampaikan terkait perancangan jaringan wireless Point to Point, melakukan survei secara real di lapangan karena di Google Earth hanya mengenal tinggi permukaan tanah tanpa memeperhitungkan hambatan-hambatan real yang ada di lapangan, setelah dilakukan finalisasi jalur Point to Point, diperlukan pemilihan dan pengaturan

channel yang tepat pada access point agar tidak terjadi interferensi yang dapat

mengganggu kualitas kekuatan sinyal pada access point.

6. Daftar Pustaka

[1] Mulyanta, S.Si, Edi S. 2005. “Pengenalan Protokol Jaringan Wireless

Komputer”. Penerbit Andi. Yogyakarta.

[2] Nugroho, D., 2012. “Zona Fresnel”. http://djarotnugroho.blogspot.co.id

/2012/08/. Diakses tanggal 2 Juli 2017.

[3] Jamlean, A., 2015. “Perancangan Infrastruktur Jaringan Backbone

Komunikasi Data Di Kabupaten Tambraum”. Jurnal Teknologi dan

Rekayasa, Universitas Gunadarma. Volume 20 No. 1 April.

[4] Ismail, dkk., 2015. “Analisis Perencanaan Pembangunan Bts (Base Transceiver Station) Berdasarkan Faktor Kelengkungan Bumi Dan Daerah

Fresnel Di Regional Project Sumatera Bagian Selatan”. Jurnal Sains dan

Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Vol IX No. 1 Juni.

[5] Firmansyah, dkk., 2010. “Desain Perencanaan Radio Link untuk

Komunikasi Data Radar Satuan Radar 242 TWR dengan Kosek Hanudnas

IV Biak”. Jurnal Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya.

FSL%29. Diakses tanggal 7 Juli 2017.

[8] Rizal, M., 2016. “Jaringan Nirkabel”. Modul Prodi Teknik Informatika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Darussalam Gontor.

[9] Cielva, C., 2011. “Menghitung Kekuatan Sinyal Wireless”.

(22)

17

[10] Purbo, O. W., 2010. “Kalkulasi Fresnel Zone Clearence”. http://opensource. telkomspeedy.com/wiki/index.php/WiFi:_Kalkulasi_Fresnel_Zone_Clearenc e. Diakses tanggal 7 Juli 2017.

[11] Kurniawan, A., 2012. “Metodologi Jaringan”. http://arifkurniawan03

.blogspot.co.id/2012/12/metodologi-jaringan.html. Diakses pada tanggal 18

(23)

Gambar

Gambar 1 System Operating Margin [6]
Tabel 1 Free Space Path Loss
Tabel 2 Status System Operating Margin
Tabel 3 Fresnel Zone Clearence
+7

Referensi

Dokumen terkait