• Tidak ada hasil yang ditemukan

MERANCANG BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MERANCANG BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH. docx"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA

MERANCANG BUDAYA ORGANISASI SEKOLAH

ARIS PRIMASATYA ZEBUA*

*Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia arisprimasatya@gmail.com

Abstraksi

Budaya adalah norma sosial, cara berperilaku, tingkah laku, kepercayaan, simbol-simbol, warisan yang dipegang dan dilakukan oleh mayoritas orang dalam suatu masyarakat. Budaya organisasi adalah sebuah usaha untuk mendapatkan perasaan, kesan, atmosfir, karakter, atau gambaran sebuah organisasi. Adapun fungsi utama budaya adalah sebagai peran batas-pendefinisian; budaya menciptakan perbedaan di antara sekian banyak organisasi. Organisasi pendidikan atau sekolah juga memilik budaya tersendiri. Bagaimana merancang budaya organisasi pendidikan? Sebagaimana organisasi lainnya, langkah pertama, adalah mengembangkan tuntutan sejarah sambil belajar dari “pahlawan”. Kedua, meningkatkan kreativitas dan pemahaman akan keutuhan. Ketiga, promosi dan pemahaman tentang anggota. Dan terakhir, tingkat pertukaran informasi di antara anggota. Keempat metode ini bila dianalisis dan disatukan kembali, maka akan menciptakan budaya organisasi pendidikan yang baru.

Kata kunci: budaya, budaya organisasi, pendidikan, sekolah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah dunia.” Kalimat tersebut diucapkan oleh seorang tokoh dunia yaitu Nelson Mandela. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan sebuah bangsa. Di Indonesia, pendidikan mendapat perhatian yang besar dari pemerintah dengan mengalokasikan 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk kepentingan pendidikan.

(2)

seseorang. Tidak hanya sampai di situ, ada juga yang disebut sebagai pendidikan formal yaitu sekolah. Sekolah adalah tempat seorang pribadi mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Sekolah adalah lembaga jasa yang berkomitmen pada dunia belajar-mengajar (Hoy dan Miskel, 2014).

Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk menjalankan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu. Peran masyarakat dalam pendidikan memang sangat berkaitan dengan perubahan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan. Hal ini tentu saja bukan hal yang mudah untuk dilakukan.

Sekolah adalah lembaga pembelajaran; tempat para partisipan (peserta didik) terus menerus mengembangkan kapasitas mereka dalam mencipta dan meraih, tempat mendorong kemunculan pola-pola pemikiran baru, tempat penumbuhan aspirasi kolektif, tempat partisipan mempelajari cara belajar bersama, dan tempat organisasi memperluas kapasitasnya akan inovasi dan pemecahan masalah (Senge, 1990; Watkins dan Marsick, 1993; dalam Hoy dan Miskel, 2014).

Sebagai sebuah lembaga-pembelajaran sekolah tidak hanya terdiri dari peserta didik. Di sekolah ada kepala sekolah, tenaga pendidik (guru), tenaga kependidikan, dan juga lingkungan, gedung, dan fasilitas. Artinya sekolah merupakan sebuah organisasi. Sebagai sebuah organisasi, sekolah memiliki tujuan bersama, nilai, simbol, seremoni; budaya organisasi. Agar tercipta sekolah yang efektif, maka penting sekali untuk membangun/merancang suatu budaya organisasi pendidikan (budaya sekolah) yang baru dan terbuka; sebuah budaya yang membawa karakter tersendiri bagi masyarakat sekolah dalam menjalankan fungsi kemanusiaannya dalam keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara.

B. Tujuan dan Mafaat

(3)

organisasi pendidikan. Rancangan organisasi pendidikan ini tidak terbatas pada tingkatan tertentu, misalnya sekolah dasar saja, tetapi dapat pula diterapkan di tingkat pendidikan menengah.

Bila sekolah diharapkan lebih efektif dalam menjalankan pendidikan, maka sekolah harus menumbuhkan budaya organisasi yang baik dan terbuka. Karena itu, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pendidik, para pemimpin sekolah dan masyarakat dalam menciptakan budaya sekolah yang baik dan terbuka. Sehingga pendidikan kita bisa lebih berkembang dan lebih siap dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar kita.

PEMBAHASAN A. Pengertian Budaya

Taylor E. B. (1920) mendefinisikan budaya sebagai “sesuatu yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, moral, kemampuan, dan kebiasaan yang dilakukan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Budaya memastikan norma-norma berperilaku dan juga memberikan mekanisme yang membantu individu dalam kelangsungan hidup pribadi dan sosialnya. Herskovitz (1948) lebih lanjut menunjukkan bahwa budaya adalah bagian dari lingkungan buatan manusia. Hal ini mencerminkan cara hidup orang, tradisi mereka, warisan, dan desain untuk hidup.

Cummings dan Worley (2009) mendefinisikan budaya sebagai pola artefak, norma, nilai-nilai, dan asumsi dasar tentang bagaimana memecahkan masalah yang bekerja cukup baik untuk diajarkan kepada orang lain. Budaya adalah suatu proses pembelajaran sosial; itu adalah hasil dari pilihan sebelumnya tentang dan pengalaman dengan strategi dan desain organisasi. Ini juga merupakan dasar untuk perubahan yang baik dapat memfasilitasi atau menghambat transformasi organisasi.

Beberapa definisi budaya lainnya menurut para ahli, antara lain:

(4)

dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri (Lehman, Himstreet dan Baty).

 Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini yang menjadi kata kunci budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia ini (Hofstede).

 Budaya adalah sistem sharing atas simbol-simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku. Dalam hal ini, semua anggota dalam budaya memiliki asumsi-asumsi tersebut (Bovee dan Thill).

Secara umum penulis mendefinisikan budaya adalah norma sosial, cara berperilaku, tingkah laku, kepercayaan, simbol-simbol, warisan yang dipegang dan dilakukan oleh mayoritas orang dalam suatu masyarakat.

B. Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah sebuah usaha untuk mendapatkan perasaan, kesan, atmosfir, karakter, atau gambaran sebuah organisasi (Hoy dan Miskel, 2005). Beberapa pengertian budaya organisasi menurut para ahli yang dicatat oleh Hoy dan Miskel (2005), antara lain:

 Willian Ouchi (1981) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “simbol-simbol, seremoni, dan mitos yang mengomunikasikan nilai dasar dan kepercayaan organisasi kepada karyawannya.”

 Henry Mintzberg (1989) menyamakan budaya sebagai ideologi organisasi, atau “tradisi dan kepercayaan sebuah organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain dan menanamkan kehidupan pasti ke dalam kerangka strukturnya.”

 Stephen Robbins (1998) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “sebuah sistem makna milik bersama yang dipegang oleh anggota yang membedakan organisasinya dengan organisasi lain.”

(5)

kepercayaan” yang menjadi milik bersama dan menjamin organisasi berlanjut dengan sukses.

Budaya organisasi mencakup empat elemen utama yang ada pada berbagai tingkat kesadaran (Cummings dan Worley, 2009):

1. Artefak. Artefak adalah tingkat tertinggi manifestasi budaya. Mereka adalah simbol terlihat dari tingkat yang lebih dalam budaya, seperti norma, nilai-nilai, dan asumsi dasar. Artefak termasuk perilaku anggota, pakaian, dan bahasa; dan struktur, sistem, prosedur, dan aspek fisik, seperti dekorasi, pengaturan ruang, dan tingkat kebisingan organisasi.

2. Norma. Tepat di bawah permukaan kesadaran budaya adalah norma yang membimbing bagaimana anggota harus berperilaku dalam situasi tertentu. Ini merupakan aturan tidak tertulis perilaku. Norma-norma umum yang disimpulkan dari mengamati bagaimana anggota berperilaku dan berinteraksi satu sama lain.

3. Nilai. Tingkat yang lebih dalam dari kesadaran budaya meliputi nilai-nilai yaitu tentang “apa yang seharusnya” dalam organisasi. Nilai memberitahu anggota apa yang penting dalam organisasi dan apa yang layak untuk mendapatkan perhatian mereka.

4. Asumsi dasar. Pada tingkat terdalam dari kesadaran budaya adalah asumsi yang diambil-untuk-diberikan tentang bagaimana masalah organisasi harus diselesaikan. Asumsi dasar memberitahu anggota bagaimana memahami, berpikir, dan merasa tentang hal. Mereka asumsi nonconfrontable dan nondebatable tentang yang berkaitan dengan lingkungan dan tentang sifat manusia, aktivitas manusia, dan hubungan manusia.

C. Fungsi Budaya Organisasi

(6)

budaya merupakan perekat sosial yang membantu memegang organisasi bersama-sama dengan menyediakan standar yang sesuai untuk apa karyawan harus katakan dan lakukan dan juga berfungsi sebagai mekanisme kontrol yang memandu dan membentuk perubahan sikap dan perilaku dalam karyawan.

MERANCANG BUDAYA ORGANISASI BARU PENDIDIKAN

Menurut Cross dan Schichman yang dikutip dari Manahan (2012), menuliskan bahwa untuk mengembangkan suatu budaya organisasi, kita harus dapat mengondisikan budaya tersebut ibarat sebuah rumah tempat tinggal (HOME). Gambar berikut ini adalah skema pengembangan budaya organisasi Cross dan Schichman.

Gambar: Mengembangkan Suatu Budaya Organisasi

Penulis akan melakukan analisis dan solusi merancang suatu budaya organisasi pendidikan berdasarkan skema tersebut. Ada empat metode yang digunakan yang terdiri dari variabel-variabel. Bila semua variabel tersebut disatukan, maka akan membentuk suatu budaya organisasi.

(7)

Sebagaimana dikemukakan oleh Cross dan Schichman dalam Manahan (2012), pengembangan budaya sesuai tuntutan sejarah ialah membentuk kondisi organisasi yang dapat mengidentifikasi tuntutan berdasarkan komitmen sejarah dari orang-orang terdahulu yang dianggap sebagai “pahlawan”. Penulis berasumsi bahwa jika sebuah organisasi – seperti sekolah – belum memiliki budaya yang kuat, maka merancang budaya sekolah juga harus diawali dengan mengidentifikasi tuntutan sejarah. Jadi, masih sejalan dengan pengembangan budaya oleh Cross dan Schichman.

Langkah pertama adalah mengidentifikasikan tuntutan komitmen sejarah dari orang-orang terdahulu yang disebut sebagai “pahlawan”. Ide konsep dari pahlawan tersebut terbentuk berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan kerumitan permasalahan yang menurut mereka harus diatasi dan akan dihadapi (Manahan, 2012). Pertanyaan yang muncul adalah siapakah “pahlawan” di sekolah? Terrance Deal (1985), dalam Hoy dan Miskel (2014), mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai pahlawan yang mewujudkan nilai-nilai utama. Sementara, karyawan sebagai pahlawan situasional. Dalam lingkup sekolah swasta, selain kepala sekolah, koordinator yayasan bisa disebut sebagai “pahlawan”.

Sebagai contoh, ketika guru-guru menghadapi permasalahan dengan orang tua siswa, kepala sekolah harus membela guru-gurunya bahkan ketika tekanan dari orang tua semakin kuat. Pembelaan kepala sekolah terhadap guru-gurunya bisa menjadi nilai baru, bisa pula menjadi simbol kerekatan dan kesetiaan di lingkungan sekolah. Kisah pembelaan ini akan terus menerus diceritakan kepada guru baru nantinya. Dengan kata lain, ada transfer nilai dan simbol. Inilah budaya organisasi baru.

(8)

Cita-cita dan harapan pendidikan masa depan bisa juga dijadikan sebuah budaya. Misalnya dalam menghadapi globalisasi, hilangnya batas antar bangsa, maka penting sekali menguasai Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya. Sekolah wajib menyediakan kegiatan belajar tambahan tentang penguasaan bahasa asing untuk memfasilitasi peserta didik menguasai bahasa asing. Budaya belajar bahasa asing menjadi budaya sekolah dengan tetap mempertahankan bahasa lokal dan bahasa nasional. Artinya, sekolah tersebut menyiapkan peserta didiknya untuk menghadapi tantangan globalisasi.

2. Kreativitas dan Pemahaman Keutuhan

Terdapat dua variabel dalam kreativitas dan pemahaman keutuhan ini. Pertama, kepemimpinan dan aturan. Kedua, norma dan nilai komunikasi.

Para pemimpin itu penting karena mereka berfungsi sebagai jangkar, memberikan bimbingan pada masa-masa perubahan, dan bertanggung jawab atas efektivitas organisasi (Hoy dan Miskel, 2014). Di sekolah, peran pemimpin dipegang oleh kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu menata aktivitas dan menjalin hubungan di lingkungan sekolah. Aktivitas kepala sekolah sangat padat; memberdayakan, mengarahkan, mengawasi, mengevaluasi kinerja guru, berkomunikasi dengan berbagai elemen – baik internal maupun eksternal, dan berbagai aktivitas lainnya.

Sebagai contoh, sebelum memulai kegiatan pembelajaran di pagi hari, setiap pagi, kepala sekolah mengumpulkan guru-guru untuk memberikan arahan, motivasi, atau informasi-informasi baru. Untuk melaksanakan ini dibuat aturan, “guru harus tiba di sekolah 30 menit sebelum proses belajar-mengajar dimulai”. Kepala sekolah membuat seperangkat aturan atau norma, dan dengan menggunakan pengaruhnya, guru diwajibkan menyimak, menerima, dan mematuhi. Inilah budaya sekolah yang menjadi ciri pembeda dengan sekolah lain.

(9)

lingkungan sekolah, 1) saling menghormati satu sama lain ketika berbicara; 2) mengucapkan salam dan berjabatan tangan saat bertemu di pagi hari; 3) informasi dari bawahan harus disampaikan secara transparan/terbuka kepada atasan; 4) kepala sekolah harus memberikan arahan, informasi, atau motivasi yang jelas sehingga dipahami oleh semua warga sekolah; 5) guru harus mampu berkomunikasi (baik secara formal atau informal) kepada peserta didik. Norma dan nilai-nilai ini terus dipertahankan dan kalau bisa dikembangkan terus.

3. Promosi dan Pemahaman tentang Anggota

Promosi dan pemahaman tentang anggota meliputi: sistem penghargaan, manajemen karier dan keamanan kerja, rekrutmen dan penempatan, sosialisasi anggota baru, pelatihan dan pengembangan. Promosi dan pengembangan karier merupakan hal penting bagi setiap karyawan termasuk guru-guru di sekolah. Guru pegawai negeri mungkin tidak memerlukan ini karena kenaikan pangkat dan golongan sudah diatur oleh pemerintah. Namun, bagaimana dengan guru honor, guru tidak tetap, atau guru tetap yayasan yang berstatus guru swasta?

Kelemahan dalam perekrutan dan penempatan guru yang umum terjadi di sekolah-sekolah adalah merekrut dan menempatkan guru tidak pada bidang keahliannya. Penempatan sering mengabaikan sisi profesionalisme guru. Oleh karena itu, perlu merancang budaya baru. Perekrutan dilakukan dengan terencana, terprogram dan akurat. Sesuai dengan kekosongan yang terjadi. Misalnya bila kebutuhannya guru Matematika, maka sekolah wajib merekrut calon guru Matematika. Bila ada pelamar lain selain yang memiliki bidang di Matematika, tidak perlu diterima. Memang akan ada kendala bila calon guru yang diharapkan terbatas. Namun, bila dilakukan dengan serius, terprogram dan akurat, maka perekrutan berjalan dengan baik.

(10)

yang berdedikasi tinggi. Sebagai contoh, pada saat melaksanakan upacara bendara atau peringatan hari pendidikan nasional, kepala sekolah mengumumkan di depan warga sekolah siapa saja tenaga pendidik dan kependidikan yang berprestasi. Ini bisa menjadi budaya baru (ritual) bagi sekolah yang jauh lebih bermakna daripada pemberian bonus lain. Sistem penghargaan ini memberi pengakuan terhadap kinerja individu dan disaksikan oleh seluruh warga sekolah (aktualisasi diri). Budaya yang baik ini harusnya diciptakan dan terus dipertahankan.

Bagian lain yang penting adalah manajemen karier. Ada guru yang mengajar di suatu sekolah selama lebih dari 10 tahun, namun tetap menjadi guru biasa; tidak ada peningkatan karier – misalnya dipromosikan sebagai wakil kepala sekolah, dipromosikan sebagai kepala sekolah, atau dipromosikan untuk memegang jabatan strategis tertentu. Budaya ini perlu diperbaharui. Dalam dunia belajar-mengajar ada istilah guru senior atau guru junior, dan selalu begitu selamanya. Bagaimana merancang budaya baru dalam bagian ini? Penulis menawarkan beberapa hal, antara lain: 1) pemimpin sekolah membuat sebuah kebijakan tentang promosi jabatan – siapa yang layak dinaikkan jabatannya; 2) pemimpin sekolah memberikan penawaran beasiswa studi lanjut kepada guru-guru yang sudah lama mengajar dan telah menunjukkan dedikasi tinggi; 3) mengikut-sertakan guru-guru dalam program sertifikasi guru; 4) melaksanakan pelatihan dan pengembangan secara berkala dan berkesinambungan (misalnya: pelatihan bahasa Inggris, pelatihan penanganan siswa berkebutuhan khusus, seminar-seminar, dan lain-lain).

(11)

penyambutan sehingga guru baru merasa diterima di lingkungan barunya dan siap bekerja sama dengan guru lainnya.

Sosialisasi anggota baru terjadi pula di antara peserta didik yaitu ketika penerimaan peserta didik baru. Masa orientasi peserta didik (MOPD) merupakan kesempatan mengenalkan budaya sekolah. Kebiasaan-kebiasaan buruk dan tidak mendidik dalam masa orientasi – seperti perloncoan, kekerasan fisik – hendaknya ditinggalkan. Penulis menawarkan budaya baru yang lebih mendidik, sebagai berikut: 1). MOPD dirancang untuk mengenalkan budaya sekolah; 2). Kegiatan-kegiatan dalam MOPD dirancang untuk menumbuhkan semangat belajar, kekerabatan, saling menghormati – bukannya menimbulkan ketakutan/kecemasan bagi peserta didik; 3). Kepala sekolah dan guru wajib memantau setiap aktivitas; 4). Mengadakan seminar pengembangan diri dengan tema-tema yang sesuai bagi perkembangan peserta didik.

4. Tingkat Pertukaran Informasi di antara Anggota

Bagian terakhir dari analisis pengembangan budaya organisasi menurut Cross dan Schichman adalah tingkat pertukaran informasi di antara anggota. Pertukaran dapat dimulai dengan memfasilitasi kontak antarsesama anggota kelompok (Manahan, 2012). Selanjutnya, Manahan mengatakan bahwa proses pertukaran tidak hanya sebatas informasi saja, tapi bisa juga dalam bentuk fisik.

(12)

motivasi untuk memadukan tujuan-tujuan individual mereka dengan tujuan sekolah (Hoy dan Miskel, 2014).

Salah satu cara membangun pertukaran informasi adalah menciptakan jaringan komunikasi formal di antara anggota organisasi sekolah. Menurut Barnard dalam Hoy dan Miskel (2014) beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam membangun jaringan komunikasi formal di sekolah: 1. Saluran komunikasinya harus diketahui.

2. Salurannya harus menghubungkan semua anggota organisasi. 3. Jalur-jalur komunikasi harus sesingkat dan selugas-lugasnya. 4. Jaringan lengkap komunikasinya sebaiknya digunakan.

5. Setiap komunikasi harus diautentifikasi benar-benar berasal dari orang yang tepat yang menduduki jabatannya dan di bawah otoritasnya untuk mengeluarkan pesan yang bersangkutan.

Dalam hal pengambilan keputusan, yang menjadi pertanyaannya adalah kapan dan bagaimana seyogianya guru dilibatkan dalam pengambilan keputusan? Penyelenggara sekolah harus memperhatikan berbagai situasi saat pengambilan keputusan. Penyelenggara sekolah bisa mengidentifikasi situasi-situasi tersebut dengan mengajukan dua pertanyaan berikut:

a. Pertanyaan relevansi: Apakah bawahan memiliki kepentingan pribadi pada hasil keputusan?

b. Pertanyaan kepakaran: Bisakah bawahan menyumbangkan kepakarannya pada solusi?

Selain dua pertanyaan tersebut, ada satu tambahan, Pertanyaan kepercayaan: bisakah bawahan dipercaya untuk mengambil keputusan demi kepentingan terbaik organisasi?

(13)

tidak memiliki pengetahuan untuk berpartisipasi secara efektif, maka kepala sekolah harus menumbuhkan kepakaran tersebut. Memang tidak semua guru mau dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Guru-guru tersebut memilih mengikuti keputusan penyelenggara sekolah. Namun, tetap saja kepala sekolah perlu mencari sosok guru yang memiliki kepakaran dalam hal pengambilan keputusan.

BUDAYA ORGANISASI PENDIDIKAN (SEKOLAH)

Hasil analisis pengembangan budaya organisasi di atas berakhir pada terbentuknya suatu budaya sekolah yang baru. Kita mengharapkan sebuah sekolah menjalankan pendidikan secara efektif sesuai dengan amanat pendiri bangsa yang tercantum dalam undang-undang. Agenda pendidikan, sejatinya adalah agenda pembangunan moral dan budaya bangsa (Komaruddin Hidayat dalam Tim PGRI, 2014). Bung Hatta secara tepat menyatakan bahwa apa yang diajarkan dalam proses pendidikan adalah kebudayaan, sedangkan pendidikan itu sendiri adalah proses pembudayaan (Tim PGRI, 2014).

Salah satu cara membentuk budaya bangsa yang bermartabat adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu, penting sekali untuk membangun budaya sekolah yang bermartabat untuk mencapai pembentukan budaya bangsa. Bayangkan sebuah sekolah yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah, namun beberapa gurunya adalah pendatang baru. Demikian juga di awal tahun ajaran, datang peserta didik baru. Semua berkumpul dalam satu sekolah, melakukan kegiatan bersama, menghadiri rapat bersama, bersosialisasi, guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas, dan tenaga kependidikan bekerja di ruangannya masing-masing. Bagaimana memadukan semua itu? Dengan membangun budaya sekolah.

(14)

memberdayakan); memperhatikan kepentingan warga sekolah (sekolah yang perhatian), dan mengoordinasikan semua kegiatan kelompok.

Mengadakan upacara penyambutan peserta didik baru, penyambutan tenaga pendidik dan/atau kependidikan yang baru, mengapresiasi prestasi atau pencapaian dalam upacara bendera atau upacara hari besar negara, mengadakan promosi jabatan bagi guru yang berkinerja tinggi; semuanya merupakan budaya (ritual) yang harus dikembangkan.

Selain itu penting juga memperhatikan kondisi lingkungan sekolah. Ciri-ciri fisik sekolah seperti perpustakaan, ruang belajar, kantor kepala sekolah, kantor guru, kantin, lapangan; semuanya hendaknya di desain sesuai dengan budaya sekolahnya. Sehingga ketika masyarakat luar memasuki sekolah tersebut, mereka merasakan bahwa sekolah tersebut memiliki karakteristik dan budaya yang kuat.

KESIMPULAN

Budaya organisasi adalah sebuah usaha untuk mendapatkan perasaan, kesan, atmosfir, karakter, atau gambaran sebuah organisasi. Adapun tingaktan budaya organisasi antara lain asumsi dasar, nilai, norma, dan artefak. Beberapa fungsi budaya, yaitu:

1. Peran batas-pendefinisian (boundary definition role), 2. Memberikan identitas kepada organisasi,

3. Mengembangkan komitmen pada kelompok, 4. Meningkatkan stabilitas di dalam sistem social, dan

5. Sebagai perekat sosial, yang memberikan standar berperilaku.

Budaya sekolah bisa dikembangkan dengan empat metode yang dikemukakan oleh Cross dan Schichman. Empat metode tersebut terdiri dari beberapa variabel (bagian).

(15)

manajemen karier dan keamanan kerja, rekrutmen dan penempatan, sosialisasi anggota baru, serta pelatihan dan pengembangan. Keempat, yang terakhir, tingkat pertukaran informasi di antara anggota, meliputi kontak antar anggota, partisipasi dalam pengambilan keputusan, koordinasi antar kelompok, serta pertukaran anggota.

Budaya sekolah bisa berupa menceritakan cita-cita penyelenggara pendidikan, melakukan upacara penyambutan anggota baru, mengapresiasi prestasi. Budaya di lingkungan fisik bisa terlihat dari desain lingkungan fisik sekolah – ruang belajar, perpustakaan, kantor, kantin, dll., – yang memberikan kesan berkarakter dan menggambarkan budaya sekolah tersebut.

REFERENSI

Cummings and Worley. 2009. Organization Development & Change, (Dikopi dari materi kuliah Pengembangan Organisasi & Perubahan oleh Prof. Dr. Manahan P. Tampubolon, dalam format PDF, 17 Maret 2015).

Herskovits, M. J. 1948. Man and his Works: The Science of Cultural Anthropology. New York: Knopf.

Hoy, W. K., dan Miskel, C. G. 2005. Educational Administration: Research, Theory, and Practice (7th Edition). McGraw-Hill International Edition.

Hoy, W. K., dan Miskel, C. G. 2014. Administrasi Pendidikan: Teori, Riset, dan Praktik (Versi Indonesia, Edisi ke-9). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irsal, Ahmad. Memahami Budaya dan Perbedaannya.

https://www.academia.edu/9930241/Memahami_Budaya_dan_Perbedaann ya (diunduh tanggal 15 Juli 2015)

Nigam, R., dan Mishra, S. 2015. A Study on Perception of Work Culture and Its Impact on Employee Behavior (diterjemahkan sendiri oleh penulis dari Jurnal Internasional MSDM dan Riset, Vol. 5, 37–46).

Robbins, S. P., dan Judge, T. A. 2014. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filasafat Ilmu - Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Taylor, E. B. 1920 [1871]. Primitive Culture. New York: J. P. Putnam’s Sons. Vol. 1.

Referensi

Dokumen terkait

Tesis utamanya adalah analisa tindakan ( operari ) manusia yang konkret yang menyatakan sifatnya secara penuh sebagai subjektivitas pribadi yang unik dan tidak dapat

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa hukum perkawinan dalam masyarakat di Indonesia, bukan hanya persoalan sah dan tidaknya suatu perkawinan menurut agama dan

Gangguan konsep diri pada pasien kanker payudara diantaranya gangguan pada gambaran diri karena perubahan fungsi tubuhnya; gangguan ideal diri karena pasien

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang diambil dari Instalasi Jiwa RSUD Banyumas diperoleh data penderita gangguan jiwa pada tahun 2015 sebanyak 2050 orang

Penelitian ini dilakukan untuk mengamati efek imobilisasi terhadap fragmen DNA bakteri setelah penyimpanan dingin selama lima bulan, bakteri yang digunakan adalah

Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa sediaan gel lidah buaya (Aloe vera L.) dalam penelitian terbukti lebih baik dalam mempercepat proses penyembuhan luka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indikator yang mempengaruhi kualitas layanan dan tingkat kepuasan publik terhadap MPN dengan menggunakan perspektif kajian kebijakan

Alternatif strategi pengembangan usahatani jagung pada lahan kering di Kabupaten Wonosobo yang dirumuskan adalah (1) Peningkatan kuantitas dan kualitas komoditas jagung dengan