• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN ZONA KERENTANAN LONGSOR DI DESA GERBOSARI, KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN ZONA KERENTANAN LONGSOR DI DESA GERBOSARI, KECAMATAN SAMIGALUH, KABUPATEN KULONPROGO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

vii

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN ZONA KERENTANAN LONGSOR DI DESA GERBOSARI, KECAMATAN SAMIGALUH,

KABUPATEN KULONPROGO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

Aditya Yoga Purnama 11306144040

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan zona kerentanan longsor di Desa Gerbosari, dan menentukan kedalaman bidang gelincir berdasarkan nilai resistivitas.

Penelitian ini dilakukan dengan metode resistivitas konfigurasi dipole-dipole, di Dusun Jetis, Dusun Jati, dan Dusun Dukuh, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo. Peralatan utama yang digunakan dalam pengambilan data adalah Resistivitymeter (Naniura NRD 22 S). Luas daerah penelitian adalah 1,1 km × 0,5 km dengan jumlah pengukuran sebanyak 3 lintasan dengan lokasi penelitian berada pada koordinat 7o39’45,90’’ LS sampai 7o40’20,94’’ LS dan 110o10’02,79’’ BT sampai 110o10’17,00’’ BT. Metode yang digunakan adalah metode resistivitas yang didasari oleh Hukum Ohm, dengan menginjeksikan arus melalui dua elektroda arus maka dapat diukur beda potensial yang muncul dari elektroda potensial.

Hasil pengukuran yang diproses menggunakan software Res2dinv menunjukkan penampang 2D, sebaran batuan di daerah penelitian didominasi oleh lempung, lempung pasiran, gamping dan andesit. Pada penampang lintasan 1 Dusun Jetis nilai resistivitas dari bidang gelincir adalah 147-489 Ωm dengan kedalaman 7,19-8,50 meter diduga lapisan ini berupa andesit. Pada penampang lintasan 2 Dusun Jati nilai resistivitas dari bidang gelincir adalah 389-2171 Ωm dengan kedalaman 6,33-8,50 meter diduga lapisan ini berupa batugamping. Pada penampang lintasan 3 Dusun Dukuh nilai resistivitas dari bidang gelincir adalah 315-1293 Ωm diduga lapisan ini berupa batugamping, pada lintasan 3 belum dapat menduga kedalaman bidang gelincir.

(2)

viii

UNDERGROUND INTERPRETATION OF LANDSLIDE VULNERABLE ZONE IN GERBOSARI VILLAGE, SAMIGALUH DISTRICT, KULONPROGO REGENCY USING GEOELECTRIC METHOD WITH

DIPOLE-DIPOLE CONFIGURATION according to resistivity value.

This research was conducted using resistivity method with dipole-dipole configuration in Jetis subvillage, Jati subvillage, and Dukuh subvillage, Gerbosari Village, Samigaluh District, Kulonprogo Regency. The main instrument used for data collecting is resistivitymeter Naniura NRD 22 S. The scope area of the research was 1,1 x 0,5 km consisted of 3 lines of survey while the precise location of the research lied at coordinate of 7⁰39’54,90” S to 7⁰40’20,94” S and 110⁰10’02,79 E to 110⁰10’17,00” E. Method used was resistivity method based on Ohm law, in which by allowing electronic current across two electrodes the potential difference on the potential electrode can be measured.

The result of the measurement is processed using Res2dinv software that showed 2D layer. Subsurface structure are dominated by clay, sandy clay, limestone and andesite rock. In the layer of line 1 at Jetis subvillage the resistivity value of slip plane is 147-489 Ωm with 7,19-8,50 meter of depth which is assumed as layer of andesite. In the layer of line 2 at Jati subvillage the resistivity value of slip plane is 389-2171 Ω m with 6,33-8,50 meter of depth which is predicted to be layer of limestone. In the third layer of line 3 at Dukuh subvillage the resistivity value of slip plane is 315-1293 Ωm and interpreted as limestone, while the depth of the slip plane has not yet predicted.

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(4)

2

Kawasan yang memiliki tingkat kerentanan bencana longsor dapat dilihat

pada peta zona kerentanan longsor. Peta zona kerentanan longsor merupakan peta yang memberikan informasi tentang tingkat kecenderungan terjadinya longsor di

suatu daerah. Peta zona kerentanan longsor yang dimiliki oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menunjukkan beberapa wilayah

DIY memiliki potensi longsor cukup tinggi yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta kerentanan longsor DIY (BPBD DIY, 2013)

(5)

3

Gerbosari, Kecamatan Samigaluh terjadi bencana tanah longsor yang mengakibatkan tertutupnya ruas jalan kabupaten dan jalan desa yang menghubungkan Dusun Dukuh dan Suroloyo. Kejadian longsor juga terjadi di Dusun Jati dan Dusun Jetis pada tanggal 1 Januari 2012 yang mengakibatkan jalan kabupaten tertimpa timbunan longsor dan retaknya tanah di 6 titik (BPBD Kulonprogo, 2015). Berdasarkan kejadian longsor di atas maka penelitian ini dilakukan di Dusun Jati, Dusun Jetis dan Dusun Dukuh Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo.

Bencana tanah longsor menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia. Hal ini mendorong masyarakat di sekitar daerah rawan longsor untuk memahami, mencegah dan menanggulangi bencana alam agar terjamin keselamatannya. Salah satu cara untuk menanggulangi adalah dengan memprediksi bidang gelincir. Bidang gelincir adalah bidang yang menjadi landasan bergeraknya massa tanah. Oleh karena itu, diperlukan analisis bidang gelincir dan struktur tanah untuk menanggulangi bencana tanah longsor. Bidang gelincir sendiri merupakan bidang yang kedap air. Kebanyakan material tanah longsor yakni lempung atau pasir, material ini mudah meresapkan air sehingga berpengaruh terhadap penyaluran air sampai ke bidang gelincir (Rahman, 2013).

(6)

4

Dalam metode geolistrik tahanan jenis didapatkan nilai beda potensial V dan arus I yang nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai resistivitas. Penentuan bidang gelincir dapat ditinjau dari nilai resistivitas pada tiap lapisan di Dusun Jetis, Dukuh, dan Jati Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh yang merupakan daerah penelitian.

Resistivitas adalah karakteristik bahan yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghambat arus listrik. Resistivitas merupakan hasil pengukuran dari metode geolistrik, jika bumi bersifat homogen isotropis maka resistivitas terukur merupakan resistivitas sebenarnya. Berdasarkan keadaan lapangan, bumi tidak bersifat homogen, maka harga resistivitas ini merupakan harga rata-rata resistivitas formasi yang dilalui arus listrik atau disebut resistivitas semu.

Berdasarkan penelitian Wakhidah (2014), aplikasi metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner-Schlumberger cocok digunakan untuk mengetahui struktur dan lapisan tanah karena dapat memonitor keadaan di bawah permukaan tanah secara vertikal dan horizontal. Penelitian metode tahanan jenis pada penelitian sebelumnya telah terbukti bahwa metode geolistrik dapat digunakan untuk pendugaan tanah longsor, seperti penelitian yang telah dilakukan untuk menganalisis daerah rawan longsor di Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar dengan menggunakan metode resistivitas konfigurasi dipole-dipole. Dalam penelitiannya didapatkan nilai resistivitas antara 19,3 Ωm hingga 36,6 Ωm yang berupa batuan lempung basah yang diduga sebagai bidang

(7)

5

Batu dengan menggunakan metode geolistrik Wenner berhasil menunjukkan komposisi struktur bawah permukaan berdasarkan sebaran nilai resistivitasnya. Dalam penelitiannya didapatkan nilai resistivitas 172 Ωm hingga 375 Ωm yang diduga sebagai pasir. Lapisan pasir ini diduga sebagai bidang gelincir dikarenakan lapisan tersebut memiliki tahanan jenis lebih besar dibandingkan atasnya (Rahman, 2013). Penelitian di Desa Kampung Manggis dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger menunjukkan adanya bidang gelincir yang sejajar dengan permukaan tanah. Nilai resistivitas bidang gelincir berkisar 121 Ωm hingga 273 Ωm di kedalaman 10 m. Bidang gelincir

diinterpretasikan sebagai batu gamping (Lismalini, 2014).

Selain metode geolistrik tahanan jenis terdapat pula analisis Ground Shear dengan metode HVSR yang dilakukan di Kecamatan Samigaluh oleh Abu Bakri (2014). Dalam penelitiannya, digunakan data mikrotremor yang diolah dengan metode HVSR. Hasil dari penelitian tersebut adalah Kecamatan Samigaluh memiliki nilai Ground Shear Strain (0.69 – 3.0)  10-4. Fenomena yang mungkin terjadi di Kecamatan Samigaluh adalah getaran, keretakan tanah, dan penurunan tanah.

(8)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu:

1. Tingginya kerentanan longsor di DIY khususnya Kabupaten Kulonprogo.

2. Belum ada penelitian yang menggunakan metode geolistrik untuk menentukan

bidang gelincir dan struktur bawah permukaan di Desa Gerbosari, Kecamatan

Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo untuk menanggulangi bencana tanah

longsor.

C. Batasan Masalah

Merujuk pada latar belakang dan identifikasi masalah maka dapat dibatasi

masalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan di Dusun Jetis, Jati dan Dukuh Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh pada koordinat 7o39’45,90’’ LS sampai 7o40’20,94’’ LS dan 110o10’02,79’’ BT sampai 110o10’17,00’’ BT.

2. Pengolahan data dilakukan menggunakan software RES2DINV dengan

pemodelan 2D.

3. Desain survei yang digunakan dalam penelitian sebanyak 3 lintasan.

4. Bidang gelincir merupakan lapisan relatif kedap air yang dalam penelitian ini

disebut bedrock.

(9)

7 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur bawah permukaan zona kerentanan longsor di Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh ?

2. Berapa kedalaman bidang gelincir dalam pemodelan RES2DINV di Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi struktur bawah permukaan zona kerentanan longsor di Desa

Gerbosari Kecamatan Samigaluh.

2. Menentukan kedalaman bidang gelincir yang terdapat di Desa Gerbosari Kecamatan Samigaluh.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dapat digunakan sebagai sumber kajian untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang metode geolistrik pada zona kerentanan longsor.

2. Dapat memberikan informasi tentang kedalaman bidang gelincir di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo.

(10)

8 BAB II DASAR TEORI

A. Tanah Longsor

1. Pengertian Tanah Longsor

Gerakan tanah adalah suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng. Definisi di atas dapat menunjukkan bahwa massa yang bergerak dapat berupa massa tanah, massa batuan ataupun percampuran antara keduanya. Masyarakat pada umumnya menerapkan istilah longsoran untuk seluruh jenis gerakan tanah, baik yang melalui bidang gelincir ataupun tidak. Varnes (1978) secara definitif juga menerapkan istilah longsoran ini untuk seluruh jenis gerakan tanah. Gerakan tanah merupakan salah satu proses geologi yang terjadi akibat interaksi beberapa kondisi antara lain geomorfologi, struktur geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mewujudkan kondisi lereng yang cenderung bergerak (Karnawati, 2007).

(11)

9

Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah didefinisikan sebagai kecenderungan lereng dalam suatu wilayah atau zona untuk mengalami gerakan, tanpa mempertimbangkan resikonya terhadap kerugian jiwa atau ekonomi. Apabila aspek risiko terhadap manusia diperhitungkan, maka lebih tepat diterapkan istilah kerawanan (BAPEKOINDA, 2002).

2. Jenis-jenis Tanah Longsor

Varnes (1978) mengklasifikasi tanah longsor menjadi 6 jenis yaitu runtuhan (fall), robohan (topple), longsoran (slides), pencaran lateral (lateral spread), aliran (flow) dan gabungan. Klasifikasi Varnes didasarkan pada mekanisme gerakan dan material yang berpindah. Klasifikasi tersebut diuraikan sebagai berikut:

Runtuhan (falls) adalah runtuhnya sebagian massa batuan pada lereng yang terjal, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Jenis ini memiliki ciri yaitu sedikit atau tanpa disertai terjadinya pergeseran antara massa yang runtuh dengan massa yang tidak runtuh. Runtuhnya massa batuan umumnya dengan cara jatuh bebas, meloncat atau menggelinding tanpa melalui bidang gelincir. Penyebab terjadinya runtuhan adalah adanya bidang-bidang diskontinyu seperti retakan-retakan pada batuan.

(12)

10

Robohan (topples) adalah robohnya batuan umumnya bergerak melalui bidang-bidang diskontinyu yang sangat tegak pada lereng. Bidang diskontinyu ini berupa retakan pada batuan seperti pada runtuhan. Robohan ini biasanya terjadi pada batuan dengan kelerengan sangat terjal sampai tegak, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Robohan Batuan (Rahmawati, 2009)

Longsoran (Slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh material penyusun lereng, melalui bidang gelincir pada lereng. Seringkali dijumpai tanda-tanda awal gerakan berupa retakan berbentuk lengkung tapal kuda pada bagian permukaan lereng yang mulai bergerak. Bidang gelincir ini dapat berupa bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi), seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

a) b)

(13)

11

Kedalaman bidang gelincir pada longsoran jenis translasi lebih dangkal daripada kedalaman bidang gelincir longsoran rotasi. Material yang bergerak secara translasi dapat berupa blok (rock block slide). Longsoran yang bergerak secara rotasi melalui bidang gelincir lengkung disebut nendatan (slump). Nendatan umumnya terjadi pada lereng yang tersusun oleh material yang relatif homogen.

Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bagian dengan kemiringan landai sampai datar. Pergerakan terjadi pada lereng yang tersusun atas tanah lunak dan terbebani oleh massa tanah di atasnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Pembebanan inilah yang mengakibatkan lapisan tanah lunak tertekan dan mengembang ke arah lateral.

Gambar 5. Pencaran Batuan (Rahmawati, 2009)

(14)

12

Gambar 6. Aliran Batuan (Rahmawati, 2009)

Di alam sering terjadi tanah longsor dengan mekanisme gabungan dari dua atau lebih jenis tanah longsor. Tanah longsor tersebut diklasifikasikan sebagai tanah longsor gabungan atau kompleks.

3. Bagian-Bagian Longsoran

Di Indonesia, longsoran dengan bidang gelincir melengkung banyak terjadi, terutama pada lereng dengan tanah lempung atau lempung pasiran. Untuk itu perlu adanya pemahaman istilah teknis tentang bagian-bagian pada geometri suatu longsoran. Pemahaman tentang bagian-bagian geometri longsoran ini diperlukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan longsoran. Bagian-bagian tersebut ditunjukkan pada Gambar 7. Bagian-Bagian-bagian longsor pada Gambar 7 diuraikan oleh Varnes (1978) dalam Tabel 1.

(15)

13

Tabel 1. Bagian-bagian longsoran (Varnes,1978 dalam BAPEKOINDA, 1996)

Nama Definisi

Mahkota Longsoran Daerah yang tidak bergerak dan berdekatan dengan bagian tertinggi dari tebing atau gawir utama longsoran Tebing atau gawir

utama longsoran

Permukaan lereng yang curam pada tanah yang tidak terganggu dan terletak pada bagian atas dari longsoran

Puncak Longsoran

Titik tertinggi terletak di antara kontak material yang bergerak atau pindah dengan tebing atau gawir utama longsoran

Kepala Longsoran

Bagian atas dari longsoran sepanjang kontak antara material yang bergerak atau pindah dan tebing atau gawir utama longsoran

Tebing atau gawir minor

Permukaan yang curam pada material yang bergerak atau pindah yang dihasilkan oleh pergerakan ikutan dari material longsoran

Tubuh Utama

Bagian longsoran yang terletak pada material yang bergerak yang merupakan tampalan antara bidang gelincir, tebing utama longsoran dan jari bidang gelincir

Kaki Longsoran

Bagian dari longsoran yang bergerak mulai dari jari bidang gelincir dan bertampalan dengan permukaan tanah asli

Ujung Longsoran Titik pada jari kaki longsoran yang letaknya paling jauh dari puncak longsoran

Jari Kaki Longsoran

Bagian paling bawah longsoran yang biasanya berbentuk lengkung, berasal dari material longsoran yang bergerak dan letaknya paling jauh dari tebing utama

Bidang Gelincir Bidang kedap air yang menjadi landasan bergeraknya massa tanah

Jari dari bidang gelincir

Tampalan antara bagian bawah dari bidang gelincir longsoran dengan permukaan tanah asli

Permukaan Pemisah Bagian dari permukaan tanah asli yang bertampalan dengan kaki longsoran

Material yang bergerak

Material yang bergerak dari posisi asli yang digerakkan oleh longsoran yang dibentuk oleh massa yang tertekan dan akumulasi massa

(16)

14

Penekanan Volume yang dibentuk oleh tebing utama longsoran, massa yang tertekan dan permukaan asli

Massa yang tertekan

Volume dari material yang bergerak bertampalan dengan bidang gelincir tetapi berada di bawah permukaan tanah asli

Akumulasi Volume dari material yang bergerak dan terletak di atas permukaan tanah asli

Sayap Material yang tidak mengalami pergerakan yang berdekatan dengan sisi samping bidang gelincir

Permukaan tanah

yang asli Permukaan lereng sebelum terjadi longsoran

4. Kemiringan Lereng

Kondisi geomorfologi dan geologi merupakan parameter-parameter dari pemicu gerakan tanah. Aspek geomorfologi seperti kelerengan berperan aktif dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Semakin besar kelerengan semakin besar gaya penggerak massa tanah atau batuan penyusun lereng. Namun perlu diperhatikan tidak semua lahan yang miring selalu rentan untuk bergerak. Hal ini sangat tergantung kondisi geologinya, seperti jenis struktur, dan komposisi tanah atau batuan penyusun lereng (BAPEKOINDA, 2002).

Van Zuidam (1988) dalam Rahmawati (2009) mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7, yaitu :

(17)

15

Wilayah dengan kemiringan lereng antara 0% hingga 15% akan stabil terhadap kemungkinan longsor, sedangkan di atas 15% potensi untuk terjadi longsor pada kawasan rawan gempa bumi akan semakin besar.

Kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan dua satuan, yaitu dengan satuan sudut (derajat) atau satuan persen yang menyatakan perbandingan antara jarak vertikal dan jarak horisontal dikalikan 100 persen. Menentukan kemiringan lereng dapat ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Menentukan Kemiringan Lereng (Nawawi, 2001)

Pada Gambar 8, dm adalah jarak miring, dv adalah jarak vertikal, dan dh adalah jarak horisontal. Kemiringan dapat dicari menggunakan persamaan:

Kemiringan lereng dalam persen = ��

�ℎ× % = tan � × %

Kemiringan lereng dalam derajat � = Arc Cosinus �ℎ � (1)

Berdasarkan batasannya, lereng dengan sudut 45o akan sama dengan 100%, karena pada lereng tersebut dv sama dengan dh dan ini dapat dijadikan sebagai dasar konversi antara satuan besaran sudut dengan satuan persen (Nawawi, 2001).

B. Sifat Kelistrikan Batuan

(18)

16

seperti pada kawat penghantar listrik, sehingga mempunyai tahanan jenis (resistivitas). Tahanan jenis batuan adalah karakteristik batuan yang menunjukkan kemampuan batuan tersebut untuk menghambat arus listrik.

Sifat dari tahanan jenis batuan di alam dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: a. Medium Konduktif

Medium yang mudah menghantarkan arus listrik. Nilai resistivitasnya sangat kecil, berkisar 10-8sampai 1 Ωm. Contoh: logam, graphite, sulfide.

b. Medium Semikonduktif

Medium yang cukup mudah untuk menghantarkan arus listrik. Nilai resistivitasnya 1 sampai 107Ωm. Contoh: batuan porus yang mengandung air. c. Medium Resistif

Medium yang sukar untuk menghantarkan arus listrik. Nilai resistivitasnya sangat tinggi, lebih besar dari 107 Ωm. Batuan ini terdiri dari mineral silikat, phosphate, karbonat.

(19)

17

Tabel 2. Nilai resistivitas batuan (Telford, 1990)

Material Resistivity (Ohm-meter) Andesit (Andesite) 1.7x - 45x

Basal (Basalt) 200-100.000

Gamping (Limestones) 500-10000 Batu Pasir (Sandstone) 200-8000 Batu Tulis (Shales) 20-2000

Pasir (Sand) 1-1000

Lempung (Clay) 1-100

Air Tanah (Ground water) 0.5-300 Air Asin (Sea water) 0.2

Magnetit (Magnetite) 0.01-1000 Kerikil Kering (Dry gravel) 600-10000 Aluvium (Alluvium) 10-800

Kerikil (Gravel) 100-600

Pasir Lempungan (Consolidated shales) 20-2×103

Aliran arus listrik di dalam batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik.

1. Konduksi secara elektronik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang disebut tahanan jenis (resistivitas). Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.

(20)

18

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Batuan yang menjadi konduktor elektrolitik adalah batuan bersifat porus dan pori-pori tersebut terisi oleh larutan atau cairan elektrolitik (penghantar) misalnya air. Konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

3. Konduksi secara dielektrik

Konduksi pada batuan bersifat dielektrik terhadap aliran listrik, artinya batuan tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali.

C. Metode Geolistrik

Metode Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikan di dalam bumi dengan cara menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi, kemudian mengukur beda potensial serta arus yang terjadi dan dikaitkan dengan jenis konfigurasi elektroda yang dipakai sehingga diperoleh nilai resistivitas lapisan batuan di bawah permukaan (Wahid, 2007). Tahanan jenis batuan yang didapat secara langsung merupakan tahanan jenis semu yang memerlukan suatu pengolahan data lebih lanjut untuk mendapatkan tahanan jenis yang sebenarnya untuk tiap lapisan.

(21)

19

Konsep dasar dari Metode Geolistrik adalah Hukum Ohm yang dicetuskan oleh George Simon Ohm. Pada tahun 1826 George Simon Ohm melakukan eksperimen menentukan hubungan antara tegangan V dengan panjang konduktor L dan arus I yang melalui konduktor dalam batas-batas karakteristik parameter konduktor. Parameter itu disebut resistansi R, yang didefinisikan sebagai hasil bagi tegangan V dan arus I, sehingga dituliskan:

� = � atau � = � � (2)

Menurut Hukum Ohm diasumsikan bahwa R tidak tergantung I, bahwa R adalah konstan (tetap), tetapi terdapat kondisi dimana resistansi tidak konstan. Elemen-elemen demikian dikatakan tidak linier atau non linier. Meskipun demikian, resistansi suatu elemen non-linier masih didefinisikan oleh R=V/I, tetapi R tidak tergantung I (Suyoso, 2003).

Jika ditinjau suatu silinder konduktor dengan panjang L (m), luas penampang A (m2), dan resistivitas ρ(Ωm), seperti digambarkan pada Gambar 9, maka resistansi R dapat dirumuskan sebagai :

� = �/� (3)

(22)

20

dengan R=∆V/I, sehingga resistivitas (Ohm-meter) adalah

= ∆� (4)

dengan ρ adalah tahanan jenis (Ωm), ∆V adalah beda potensial (volt), I adalah arus listrik (ampere), A adalah luas penampang resistor (m2) dan L adalah panjang medium (m).

Persamaan (4) digunakan untuk medium yang homogen sehingga akan terukur nilai tahanan jenis yang sesungguhnya (True Resistivity) sedangkan untuk medium yang tidak homogen akan terukur nilai tahanan jenis semu (Apparent Resistivity). Pada pengukuran di lapangan, nilai tahanan jenis semu tergantung

pada tahanan jenis lapisan-lapisan batuan yang terukur dan metode pengukuran (konfigurasi elektroda). Batuan penyusun di dalam bumi yang berfungsi sebagai resistor dapat diukur nilai tahanan jenisnya secara sederhana dengan mengasumsikan bahwa mediumnya merupakan medium yang homogen isotrop (Santoso, 2002).

Ditinjau suatu medium homogen isotrop yang dialiri arus listrik searah I (diberi medan listrik E) seperti pada Gambar 10. Apabila pada medium homogen

isotrop dialiri arus searah (I) dengan medan listrik (�⃑⃑ ), maka elemen arus (dI)

yang melalui suatu elemen luasan (d�⃑⃑ ) dengan rapat arus ( � ) akan berlaku hubungan:

(23)

21

Gambar 10. Medium Homogen Isotropis Dialiri Arus Listrik (Nurhidayah, 2013)

Menurut Hukum Ohm, hubungan rapat arus � (ampere/meter2) dengan medan listrik �⃑⃑ (dalam volt/meter) yang ditimbulkannya dirumuskan sebagai:

� = ��⃑⃑ (6)

dimana � adalah konduktivitas (mho/m) berbanding terbalik dengan resistivitas ρ (Ωm). Dalam bentuk yang lain Persamaan (6) dapat dituliskan sebagai:

�⃑⃑ = � (7)

Jika medan listrik merupakan gradien potensial (�) maka

�⃑⃑ = −∇� (8)

� = −�∇� (9)

2. Potensial Pada Bumi Homogen Isotropis

(24)

22

2007). Arus yang mengalir dalam bumi homogen isotropis didasarkan pada hukum kekekalan muatan yang dituliskan sebagai:

∇ ∙� = −��

�� (10)

dimana, � = rapat arus (A/m2) dan q = rapat muatan (C/m3)

Persamaan (10) disebut juga sebagai persamaan kontinuitas. Bila arus stasioner maka Persamaan (10) menjadi:

∇ ∙� = 0 (11)

Akibatnya:

∇ ∙ � = -∇ ∙ �∇� = (12)

∇� ∙ ∇� + �∇ � = (13)

Jika konduktivitas listrik medium (� konstan, maka suku pertama pada bagian kiri persamaan (13) bernilai nol sehingga didapat persamaan Laplace:

∇ � = (14)

3. Potensial Elektroda Arus Tunggal pada Permukaan Medium Isotropis Pada model bumi yang memiliki bentuk setengah bola homogen isotropis, arus I yang dialirkan melalui sebuah elektroda pada titik P di permukaan akan tersebar ke semua arah dengan besar yang sama (Gambar 11). Dalam koordinat bola persamaan Laplace dapat ditulis sebagai:

(25)

23

Gambar 11. Sumber Arus Tunggal di Permukaan Medium Homogen Isotropis (Syamsudin, 2007)

Karena aliran arus listrik simetris terhadap � pada arus tunggal, maka didapatkan: � �

� +

��

� = (16)

Dengan demikian potensial di setiap titik yang berhubungan dengan sumber arus pada permukaan bumi yang homogen isotropis adalah:

� = � atau = �

� (17)

(26)

24

Gambar 12. Skema dua elektroda arus dan potensial terletak di permukaan tanah homogen isotrop dengan tahanan jenis (Telford, 1976)

Potensial yang terjadi pada P1 akibat adanya C adalah:

� = −� ; dimana � = −� (18.1)

Potensial yang terjadi pada P akibat adanya � adalah:

� = −� ; dimana � = +� = -� (18.2)

Jika arus pada kedua elektroda tersebut sama tetapi arahnya berlawanan, maka potensial di titik P adalah:

�� = � + � = � − (19)

Beda potensial di titik � (menggunakan cara yang sama) adalah:

�� = � + � = � − (20)

Sehingga beda potensial antara titik � dan P :

∆� = �� − �� = � [ − − − ] (21)

Hubungan antara beda potensial, tahanan jenis seperti pada persamaan (21) dapat ditulis sebagai:

= ∆�

r −r − r −r

= �∆�

(27)

25

dengan k =

[ ]

(

23

)

dimana k adalah faktor geometri, adalah jarak C P , adalah jarak C P , adalah jarak C P , adalah jarak C P .

Persamaan (22) memberikan hubungan antara dengan (∆� �⁄) . Faktor

yang menghubungkan antara keduanya mempunyai nilai yang hanya tergantung dari konfigurasi atau geometri dari elektroda-elektroda arus dan tegangan. Oleh karena itu faktor tersebut disebut faktor geometri.

Nilai resistivitas pada persamaan di atas merupakan nilai resistivitas semu yang didapat dari hasil pengukuran di lapangan. Harga resistivitas ini merupakan nilai rata-rata resistivitas formasi yang dilalui arus listrik. Nilai resistivitas sebenarnya dapat diperoleh menggunakan perangkat lunak berupa software. Software yang digunakan adalah RES2DINV.

5. Konfigurasi Dipole-dipole

(28)

26

Gambar 13. Rangkaian elektroda konfigurasi Dipole-Dipole (Darsono, 2012)

Pada Gambar 13, adalah C P atau sebesar na, adalah C P atau sebesar na+a, adalah C P atau sebesar na+a, dan adalah C P atau sebesar na+2a. Dari persamaan (23), diperoleh faktor geometri dengan nilai k:

= �� (� + � + (24)

D. Pemodelan Metode Geolistrik

RES2DINV adalah program komputer yang secara otomatis akan menentukan model resistivitas dua dimensi (2D) bawah permukaan dari data yang diperoleh melalui survei geolistrik. Program ini dapat digunakan untuk survey menggunakan Wenner, Pole-Pole, Dipole-Dipole, Pole-Dipole, dan Wenner-Schlumberger. Nilai tahanan jenis (resistivitas) yang sudah diolah menggunakan software RES2DINV diinterpretasikan dengan cara mencocokkan tabel tahanan jenis dengan geologi daerah penelitian sehingga diperoleh struktur bawah permukaan zona kerentanan longsor di daerah penelitian.

I

V

na

a a

C2 r C1 r1 P1 P2

2

(29)

27 E. Geologi Regional Daerah Kulonprogo

Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi 4 (empat) jalur fisiografi dari utara ke selatan, yaitu : dataran pantai utara Jawa, jalur pegunungan Serayu utara, jalur pegunungan Serayu selatan, dan jalur pegunungan selatan. Secara regional daerah penelitian termasuk dalam jalur pegunungan selatan. Batuan penyusun Pegunungan Selatan pada umumnya adalah batuan vulkanik dan batuan karbonat.

Stratigrafi pegunungan Kulonprogo menurut Pringgoprawiro dan Riyanto (1987) adalah sebagai berikut :

Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan bagian bawah tersusun atas batupasir kuarsa dengan sisipan lignit, bagian tengah disusun oleh napal pasiran selang-seling dengan batupasir dan batulempung, sedangkan bagian atas disusun oleh napal dan batu gamping berselingan dengan batupasir.

Formasi Jonggrangan

(30)

28 Formasi Kebo butak/Kali Gesing/Andesit Tua

Formasi ini dicirikan oleh adanya batuan vulkanik klastik tebal, yang terdiri dari breksi vulkanik (laharik), dengan sisipan lava andesit dan batupasir tuffan. Bagian bawah dicirikan perselingan breksi andesit dan lava andesit, tebal 275 m, bagian tengah berupa breksi andesit dengan sisipan batupasir tuffan, tebal 2-20 m, bagian atas tersusun oleh breksi andesit pirosen sisipan batupasir kerikilan, tebal 2,5-18 m dan 0,5-2,5 m, sedang tebal keseluruhan mencapai 830 meter.

Formasi Dukuh

Formasi Dukuh disusun oleh selang-seling batu gamping, batupasir sedang sampai kerikilan, batulempung, breksi dan konglomerat, mengandung banyak koral, bryzoa, pelecypoda, gastropoda, dan foraminifera. Lokasi tipe ini berada di Dusun Dukuh, Samigaluh, Kulonprogo, ± 17 km ke Utara dari Sentolo dengan koordinat 110o10’22’’ BT dan 7o40’36’’ LS.

Formasi Sentolo

(31)

29 F. Kecamatan Samigaluh

Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu dari dua belas Kecamatan di Kabupaten Kulonprogo yang terletak di bagian utara. Bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Girimulyo, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kalibawang. Kecamatan Samigaluh memiliki luas wilayah 6.929.31 hektar terbagi menjadi 7 desa yaitu Desa Kebonharjo, Desa Banjarsari, Desa Purwoharjo, Desa Sidoharjo, Desa Gerbosari, Desa Ngargosari, dan Desa Pagerharjo.

(32)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Penelitian dilakukan di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo. Secara geografis daerah penelitian dibatasi pada 7o39’45,90’’ LS sampai 7o40’20,94’’ LS dan 110o10’02,79’’ BT sampai 110o10’17,00’’ BT. Batas wilayah penelitian meliputi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Ngargosari, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kalibawang dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Banjarsari. Penelitian dilakukan di Desa Gerbosari karena merupakan daerah yang memiliki tingkat kerentanan longsor yang cukup tinggi seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Berdasarkan peta geologi Yogyakarta (Gambar 15), daerah pengambilan data dalam penelitian ini termasuk dalam formasi andesit dan formasi jonggrangan.

B. Instrumen Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang digunakan antara lain:

1. Resistivitymeter (naniura NRD 22S) untuk memberikan nilai beda potensial (∆V) dan arus (I).

(33)

31 4. 6 buah kabel penjepit.

5. 2 gulung kabel arus, masing-masing sepanjang 100 meter. 6. 2 gulung kabel potensial, masing-masing sepanjang 100 meter. 7. Palu untuk menancapkan elektroda.

8. Meteran sepanjang 100 meter. 9. GPS untuk menentukan posisi.

10.Accu sebagai sumber arus resistivitymeter.

11.Payung untuk melindungi resistivitymeter dari sinar matahari dan air hujan. 12.Alat komunikasi berupa Handy Talk (HT) untuk membantu dalam komunikasi

pada saat pengambilan data di lapangan. Perangkat lunak yang digunakan antara lain:

1. Res2Dinv digunakan untuk menampilkan gambar penampang bawah permukaan.

2. Notepad digunakan untuk input data yang nantinya digunakan di software Res2Dinv.

3. Microsoft Word berfungsi sebagai media dalam penulisan laporan penelitian. 4. Microsoft Excel berfungsi untuk menginput dan menghitung data yang

dihasilkan.

5. Google Earth berfungsi untuk mengetahui letak dan topografi daerah penelitian.

6. Surfer 10 digunakan untuk membuat kontur dari hasil pengolahan data. 7. Global Mapper digunakan untuk pemetaan batas-batas daerah penelitian.

(34)

32 a. Peta Geologi.

b. Buku kerja untuk mencatat hasil pengambilan data. c. Kamera untuk dokumentasi di lokasi penelitian.

(35)

33

(36)

34

Resistivitymeter Accu (Naniura NRD 22S)

Elektroda Gulungan kabel

Palu Meteran

(37)

35 C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu pra penelitian, pengambilan data geolistrik, pengolahan data dan interpretasi data.

1. Pra Penelitian

Kondisi geologi regional dan lokal daerah penelitian sangat menentukan tingkat kerentanan longsor di daerah tersebut. Dengan demikian diperlukan studi literatur tentang teori-teori yang berhubungan dengan tanah longsor baik berupa buku atau pun jurnal ilmiah daerah penelitian. Kegiatan yang dilakukan selain studi literatur yaitu pengamatan langsung kondisi geologi setempat agar mengetahui gambaran lokasi penelitian dan terutama mengurus surat izin penelitian di daerah tersebut.

2. Pengambilan Data

Prosedur pengambilan data di lapangan dilakukan dengan menentukan titik pengukuran. Penentuan arah bentangan elektroda didasarkan pada tanda-tanda terjadinya tanah longsor. Digunakan 3 lintasan dengan panjang tiap lintasan 60 meter. Jarak tiap elektroda adalah 5 meter dan perbesaran jarak (n) antara elektroda arus (C1) dengan elektroda potensial (P1) diperbesar dari n=1 hingga n=6 yang ditunjukkan pada Gambar 17. Prosedur pengambilan data di lapangan

(38)

36

Gambar 17. Susunan Elektroda pada Konfigurasi dipole-dipole

Gambar 18. Diagram alir prosedur pengambilan data di lapangan konfigurasi dipole-dipole

Apakah (C2,C1,P1,P2) sudah

mencapai titik (45,50,55,60) meter?

Semua elektroda berpindah sejauh 5

meter dari titik awal Ya

Apakah

n=6 ? Akuisisi Data

V dan I

Mulai

Tidak

Tidak

(39)

37 3. Pengolahan Data

Data hasil pengukuran berupa nilai beda potensial (∆V), besarnya kuat arus

(I), dan jarak spasi (a). Dari data tersebut kemudian dilakukan perhitungan untuk

menentukan nilai faktor geometri (K) dan resistansi (R) sehingga nilai resistivitas

semu (ρa) didapatkan dengan persamaan ρ = k∆�

,

dengan k adalah faktor

geometri konfigurasi dipole-dipole. Nilai faktor geometri didapatkan dengan

persamaan � = � � + � + �� dengan n = 1,2,3,4,5, dan 6.

Untuk memperoleh nilai resistivitas yang sebenarnya, diperlukan

pengolahan data lebih lanjut dengan menggunakan Res2Dinv. Dalam pengolahan

data menggunakan software Res2Dinv, pertama yang dilakukan adalah membuka

program tersebut, setelah itu pilih menu file kemudian read data file yang

fungsinya menginput data dalam format *.dat. Data ini sebelumnya telah dibuat

dengan software notepad. Selanjutnya pilih OK dan pilih menu inversion setelah

itu least squares inversion. Kemudian terdapat pengaturan iterasi yang dapat

diubah sesuai keinginan. Iterasi berfungsi untuk mengurangi error yang terjadi.

4. Interpretasi Data Resistivitas 2 Dimensi (Res2Dinv)

Interpretasi diartikan sebagai penerjemahan bahasa fisis berupa nilai

tahanan jenis (resistivitas) menjadi bahasa geologi yang lebih umum. Oleh karena

itu, dalam melakukan interpretasi diperlukan pengetahuan geologi daerah

penelitian untuk mengetahui jenis batuannya. Batuan adalah material yang juga

(40)

38

yang sama bisa dimiliki oleh lebih dari satu batuan, hal ini terjadi karena nilai

resistivitas batuan memiliki rentang nilai yang bisa saling tumpang tindih. Adapun

aspek yang dapat mempengaruhi tahanan jenis batuan antara lain:

a. Batuan sedimen yang bersifat lepas (urai) mempunyai nilai tahanan jenis yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batuan sedimen kompak.

b. Batuan beku atau metamorf mempunyai nilai tahanan jenis yang tergolong tinggi.

c. Batuan yang mengandung air nilai tahanan jenisnya rendah dan akan semakin rendah lagi bila yang dikandungnya terdapat air asin.

Cara menginterpretasi adalah dengan mengkorelasikan penampang 2D hasil pengolahan data software Res2Dinv yang berupa informasi nilai resistivitas, kedalaman, dan ketebalan material dengan informasi geologi maupun penelitian terdahulu.

D. Diagram Alir Penelitian

(41)

39

Gambar 19. Diagram alir penelitian Mulai

Survei daerah penelitian

Akuisisi Data nilai V dan I Konfigurasi Dipole-dipole

Resistivitas Semu (ρa)

Software Res2Dinv

Interpretasi

Selesai

(42)

53

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Efa. (2014). Identifikasi bidang gelincir zona rawan longsor menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole di payung kota batu. Skripsi. Malang: Jurusan Fisika, Fmipa, Universitas Negeri Malang.

Bakri, Abu. (2014). Analisis Ground Shear Strain Dengan Metode HVSR Di Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Pendidikan Fisika , Fmipa, UNY.

BAPEKOINDA. (2002). Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah di Propinsi DIY. Laporan Akhir Penelitian. Yogyakarta: Bapekinda dan Teknik Geologi UGM.

Bemmelen, van, R.W. (1949). The Geology of Indonesia, Netherlands: Martinus Nyhoff, The Haque.

BPBD DIY. (2013). Peta Bahaya Tanah Longsor DIY. Diakses dari http://bpbd.jogjaprov.go.id/wp-content/uploads/2013/12/Peta-Bahaya-Longsor-DIY_revisi-kecil.jpg pada tanggal 15 Februari 2015, jam 11.30 WIB

BPBD Kulonprogo. (2015). Peta Bahaya Tanah Longsor Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo DIY.

BPBD KULONPROGO. (2015). Tabel Kejadian Longsor Tahun 2008-2014. Kulonprogo: BPBD Kulonprogo.

Darsono dkk . (2012). Identifikasi Bidang Gelincir Pemicu Bencana Tanah Longsor Dengan Metode Resistivitas 2 Dimensi Di Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar. Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. Indonesian Journal of Applied Physics (2012) vol. 2 no. 1. Halaman 58.

Hardiyatmo Christady Hary. (2012). Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan Penanganannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Karnawati Dwikorita. (2007). Mekanisme Gerakan Massa Batuan Akibat Gempabumi; Tinjauan dan Analisis Geologi Teknik. Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Volume 7 Nomor 2 Juli 2007. Hlm. 179-190.

Linangkung Erfanto. (2015). Waspada 229 Desa di DIY Rawan Longsor. Sindonews (9 Februari 2015).

(43)

54

Manggis Kecamatan Padang Panjang Barat. Pillar of Physics. Vol. 1 April 2014. Hlm. 25-32.

Nandi. (2007). Longsor. Handouts Jurusan Pendidikan Geografi. Bandung: UPI. Nawawi, Gunawan. (2001). Modul Program Keahlian Mengukur Jarak dan Sudut.

Modul. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.

Nurhidayah, (2013). Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Mengetahui Pencemaran Limbah Pabrik Di Sekitar Sungai Di Daerah Genuk. Skripsi. Prodi Fisika. UNNES

Pringgoprawiro, H. & Riyanto, B. (1987), Formasi Andesi Tua Suatu Revisi, Bandung Inst.Technologi, Dept.Geol.Contr., 1-29.

Pringgoprawiro, Harsono (1968). On the age of the sentolo formation based on planktonic foraminifera. Inst. Techn. Bandung, Dept.Geol. Contr. 64, p.5-21.

Rahman, Aulia dkk (2013). Pemetaan Area Rawan Longsor Di Daerah Songgoriti Kecamatan Batu Kota Batu Dengan Menggunakan Metode Geoilistrik Wenner. Skripsi. Malang: Jurusan Fisika Universitas negeri malang. Rahmawati, Arifah. (2009). Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor

Berdasarkan Sifat Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger. Skripsi. Jurusan Fisika , Fmipa, Unnes.

Santoso, Djoko. (2002). Pengantar Teknik Geofisika. Bandung : ITB Press.

Saputro Bayu, dkk. (2010). Panduan Praktikum Geolistrik. Yogyakarta: Prodi Teknik Geofisika. Fakultas Teknologi Mineral. UPN Yogyakarta.

Suyoso, (2003). Listrik Magnet. Yogyakarta: UNY.

Syamsudin, 2007. Penentuan Strukstur Bawah Permukaan Bumi Dangkal Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D (Studi Kasus Potensi Tanah Longsor Di Panawangan, Ciamis). Tesis. Bandung : ITB Central Library.

Telford, W M, et al. (1990). Applied Geophysics Second Edition. New York : Cambridge University Press..

(44)

55

Utomo Wiji Yunanto. (2014). Tanah Longsor Bencana Paling Mematikan Tahun 2014. Kompas (15 Desember 2014).

Van Zuidam. R.A.. (1988). Annual Photo interpretation in Terrain Analysis and Geomorphic Mapping. International Institute for Aerospace Survey and earth science, ITC, Smith Publisher The Hague.

Varnes, D.J. (1978). Slope Movement Types and Processes. Special Report 176; Landslides; Analysis and Control, Eds : R.L. Schuster dan R.J. Krizek, Transport Research Board, National Research Council, Washington, D.C. hlm. 11-33.

Wahid, A., (2007). Analisis Keberadaan Batuan Gamping (Limestone) Berdasarkan Nilai Resistivitasnya, Media Exacta, Journal of Science and Engineering, vol.8, no.2, Juli 2007,hlm 1056-1062, ISSN: 1412-3703, Mandiri.

Wakhidah, N dkk. (2014). Identifikasi Pergerakan Tanah Dengan Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger di Deliksari Gunung Pati Semarang. Unnes Physics journal. Prodi fisika. Fmipa. Universitas Negeri Semarang. Hlm. 2.

Gambar

Gambar 1. Peta kerentanan longsor DIY (BPBD DIY, 2013)
Gambar 4.  a)
Gambar 6. Aliran Batuan (Rahmawati, 2009)
Tabel 1. Bagian-bagian longsoran (Varnes,1978 dalam BAPEKOINDA, 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini Menggunakan metode Geolistrik tahanan jenis dengan konfigurasi Schlumberger untuk mengetahui Tahanan jenis batuan yang tersebar dibawah permukaan

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas sehingga penulis memilih judul: ” ANALISIS TAHANAN JENIS BATUAN DAN MINERAL BAWAH PERMUKAAN DENGAN METODE GEOLISTRIK DI

Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas 2D Konfigurasi Dipole - dipole untuk Menentukan Struktur Bawah Permukaan di Kawasan Gunung Sadeng Kabupaten Jember ;

Beberapa penelitian sebelumnya tentang identifikasi pola aliran sungai bawah tanah di Mudal, Pracimantoro dengan metode geolistrik oleh Dimas Noer Karunia dkk menduga

Telah dilakukan penelitian untuk mencari konfigurasi yang tepat dalam eksplorasi sumber daya air (air tanah) dengan metode geolistrik tahanan jenis dengan

Hal ini disebabkan karena metode geolistrik sangat bagus un- tuk mengetahui kondisi atau struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi tahanan jenis batuannya, terutama

Pendugaan sebaran air lindi di bawah permukaan tanah dilakukan dengan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner-Schlumberger dengan menggunakan nilai dugaan

Di dalam karya tulis ini pula dituliskan beberapa gagasan penulis yang terkait dengan pengembangan metode geolistrik mapping konfigurasi pole dipole untuk menentukan