• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SURAT BERHARGA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Dikenal bermacam-macam surat yang pada umumnya orang mengatakan itu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II SURAT BERHARGA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Dikenal bermacam-macam surat yang pada umumnya orang mengatakan itu"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SURAT BERHARGA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Pengertian dan Unsur-Unsur Surat Berharga

Dikenal bermacam-macam surat yang pada umumnya orang mengatakan itu sebagai surat berharga di dalam dunia perusahaan dan perdagangan,. Orang mengatakan itu surat berharga berdasarkan kenyataan bahwa surat itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang atau apa yang tersebut dalam surat itu dapat dinilai atau ditukar dengan uang. Surat-surat itu berupa wesel, aksep, cek, saham, obligasi, konosemen, ceel, karcis kereta api, surat penitipan barang, dan lain-lain.21

Terdapat beberapa istilah yang identik dengan surat berharga yaitu negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, commercial papers dan

waardepapieren.22

Istilah surat berharga ini dapat dijumpai dalam berbagai perundang-undangan Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak membataskan ruang lingkup surat berharga, namun ditinjau dari sudut tujuan penerbitannya, surat berharga digunakan sebagai alat pembayaran giral dalam lalu lintas pembayaran, di antaranyaada yangdapatatau tidak dapat dialihkan, atau diperdagangkan kepada orang lain, sehingga

21

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga (Bandung: Citra Aditya Bakti,1998), Hlm. 4.

22Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm.

(2)

ada yang membedakannya atas surat berharga dan surat yang mempunyai harga atau nilai.23

Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapatdiperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukar dengan uang tunai atau negotiable instruments.24

Sementara itu Abdulkadir Muhammad membedakan atas surat berharga dan surat yang mempunyai harga. Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. Adapun surat yang mempunyai harga atau nilai, bukan alat pembayaran, penerbitannya tidak untuk diperjualbelikan, melainkan sekedar sebagai alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang berhak atas apa yang disebutkan atau untuk menikmati hak yang disebutkan di dalam surat itu. Bahkan bagi yang berhak, apabila surat bukti itu lepas dari penguasaannya, ia masih dapat memperoleh barang atau haknya itu dengan menggunakan alat bukti lain.25

Demikian pula M. N Purwosutjipto membedakan antara surat berharga dan surat yang berharga. Dikatakan bahwa surat berharga itu surat tuntutan utang, pembawa hak

23Ibid. 24

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Wesel, Cek dan Aksep di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1992),hlm. 34.

25 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung Citra

(3)

dan mudah diperjualbelikan. Untuk surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan.26

Pengertian lain dari Munir Fuady menyatakan, bahwa surat berharga adalah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, sehingga berfungsi sebagai alat bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihak-pihak yang memegang surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut telah dialihkan.27

Perundang-undangan merumuskan pengertiannya dalam artian yang luas dan sempit. Dalam artian luas, di mana mencakup pula derivatif atau turunan dari surat berharga yang bersangkutan, sedangkan dalam artian sempit, terbatas pada surat berharga yang diperjualbelikan atau diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. Perundang-undangan memberikan pengertian istilah surat berharga dengan cara menyebutkan, menunjuk, atau merinci bentuk-bentuk surat atau warkat yang termasuk dalam kategori surat berharga.28

Ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 merumuskan pengertian surat berharga dengan cara memerinci yaitu “Surat Berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang”. Sedangkan dalam Pasal ketentuan

26H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia jilid 7 (Bandung:

Djambatan, 1990), Hlm. 6.

27 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2008), Hlm. 163.

(4)

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal merumuskan pengertian istilah efek sebagai surat berharga yaitu “ Efek adalah surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek”.29

a. Hanyalah surat-surat yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang, yaitu surat-surat berharga yang sering diperjualbelikan pada bursa efek dan lembaga bank.

b. Bentuknya berupa surat tagihan utang, tanda keanggotaan/penyertaan dari suatu perusahaan dan surat yang berdaya hukum kebendaan (zakenrechtelijke papieren).

c. Dibatasi pada surat-surat yang lazim diperdagangkan, yaitu surat-surat yang hak-haknya dapat dengan mudah dialihkan kepada pihak lain.

d. Bentuknya tidak terbatas pada apa yang disebutkan atau dirinci oleh Undang-Undang, melainkan berkembang termasuk setiap derivative securities dari surat berharga yang bersangkutan.

Jadi, secara sederhana surat berharga dapat diartikan sebagai suatu dokumen atau surat yang di dalamnya memuat suatu kesanggupan, janji, atau perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu pula, yang diperuntukkan sebagai alat pembayaran atau jaminan dan serta yang dibuat dengan sengaja untuk dapat diperjualbelikan atau diperdagangkan. Secara yuridis suatu surat berharga mempunyai fungsi sebagai berikut:

(5)

a. Sebagai alat pembayaran (alat tukar).

b. Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjualbelikan). c. Sebagai surat legitimasi (surat bukti tagih).

Kemudian yang menjadi unsur-unsur dari surat berharga tersebut adalah:30 a. Berbentuk tertulis.

b. Memiliki nama.

c. Adanya jumlah tertentu yang tertulis. d. Adanya perintah/janji tanpa syarat. e. Nama orang yang harus membayar. f. Hari pembayaran.

B. Jenis-Jenis Surat Berharga

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka surat berharga memiliki berbagai macam jenis. Jenis-jenis surat berharga itu memiliki bentuk dan karakteristik yang berbeda-beda antara satu surat berharga dengan surat berharga yang lain. Jenis-jenis surat berharga tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Wesel

Wesel adalah terjemahan atau berasal dari istilah Belanda wissel. Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tempat tertentu, di mana

30Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: PT.

(6)

penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.31

a. Istilah “wesel” harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis.

Menurut ketentuan Pasal 100 KUHD, setiap surat wesel harus memuat syarat-syarat formal berikut ini:

b. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. c. Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut).

d. Penetapan hari bayarnya (hari jatuh).

e. Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan.

f. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan. g. Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan.

h. Tanda tangan yang menerbitkan

Ada 5 (lima) macam bentuk surat wesel yang diatur oleh undang-undang: a. Wesel atas pengganti penerbit

Bentuk surat wesel atas pengganti penerbit (aan eigen order, to own order) dimungkinkan oleh Pasal 102 ayat 1 KUHD yang menyatakan penerbit dapat menerbitkan surat wesel yang berbunyi atas pengganti penerbit. Maksudnya penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai pemegang pertama. Kekhususan bentuk surat wesel macam ini ialah bahwa kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.32

b. Wesel atas penerbit

31 arida Hasyim,Hukum Dagang (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hlm. 240. 32 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. Hlm. 62.

(7)

Menurut ketentuan Pasal 102 ayat 2 KUHD surat wesel dapat diterbitkan atas penerbit sendiri. Maksudnya penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tersangkut. Kekhususannya ialah kedudukan penerbit sama dengan kedudukan tersangkut. Jika wesel ini diakseptasi, penerbitnya terikat baik sebagai penghutang regres maupun sebagai akseptan. Wesel dalam bentuk ini biasanya diterbitkan oleh kantor pusat, yang memerintahkan kantor cabangnya untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat wesel tersebut. biasanya dilakukan dalam satu lingkungan perusahaan, misalnya di kalangan perbankan.33

c. Wesel untuk perhitungan orang ketiga

Bentuk surat wesel dimungkinkan oleh Pasal 102 ayat KUHD yang menyatakan bahwa surat wesel dapat diterbitkan untuk perhitungan orang ketiga (voor rekenig van een derde, for account of a third party). Penerbitan surat wesel ini bisa terjadi jika orang ketiga itu untuk tagihannya dimungkinkan untuk diterbitkan surat wesel, artinya ia mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia minta kepada pihak lain untuk menjadi penerbit surat wesel atas perhitungan rekeningnya itu. Biasanya pihak yang diminta jadi penerbitnya itu adalah bank di mana orang ketiga itu mempunyai rekening. Bank inilah bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk

(8)

perhitungan bertindak untuk sebagai penerbit surat wesel untuk perhitungan orang ketiga yang menyuruh menerbitkan wesel atas perhitungan rekeningnya.34

d. Wesel incasso

Wesel incasso (incasso wissel, collection draft) adalah bentuk surat wesel yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberi kuasa kepada pemegang pertama menagih sejumlah uang, tidak untuk diperjualbelikan. Kedudukan penerbit adalah sebagai pemberi kuasa, sedangkan kedudukan pemegang pertama adalah pemegang kuasa untuk menagih uang. Wesel incasso dimungkinkan oleh Pasal 102a ayat 1 KUHD. Menurut ketentuan Pasal ini, jika dalam wesel itu penerbit memuatkan kata-kata “harga untuk ditagih”, atau “dalam pemberian kuasa”, atau “untuk incasso” , atau lain-lain kata yang berarti memberi perintah untuk menagih semata-mata, maka pemegang pertama bisa melakukan semua hak yang timbul dari surat wesel itu, tetapi ia tidak bisa mengendosemenkan kepada orang lain, melainkan dengan cara pemberian kuasa.35

e. Wesel berdomisili

Menurut ketentuan Pasal 100 ayat 5 KUHD surat wesel harus memuat nama tempat di mana tersangkut harus melakukan pembayaran. Umumnya pembayaran itu dilakukan di tempat kediaman tersangkut. Tetapi ketentuan ini tidak selalu demikian. Menurut ketentuan Pasal 103 KUHD ada surat wesel yang harus dibayar di tempat tinggal orang ketiga, baik di tempat tinggal tersangkut, maupun di tempat lain. Surat wesel ini disebut surat wesel berdomisili.36

2. Surat cek

34Ibid. Hlm. 65-66. 35Ibid. Hlm. 69. 36Ibid. Hlm. 71-72.

(9)

Cek berasal dari istilah cheque (bahasa Perancis). Definisi tentang cek sebenarnya tidak dirumuskan dalam perundang-undangan dan yang ada hanyalah peraturan tentang syarat-syarat formal sepucuk surat cek, yang terdapat dalam Pasal 178 KUHD. Atas dasar ini maka dapat disimpulkan definisi surat cek. Surat cek adalah surat yang memuat kata cek yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, di mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu.

Menurut hukum surat berharga yang diatur dalam KUHD surat cek berbeda dengan surat wesel, walaupun kedua-duanya dapat dibayar dan atas penglihatan. Oleh karena itu kedua macam surat berharga ini pengaturannya berbeda dalam KUHD walaupun ada juga persamaannya antara lain sebagai berikut:37

a. Fungsi ekonomis dalam lalu lintas pembayaran. Surat wesel menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran kredit, yaitu untuk memperoleh uang kredit. Adapun surat cek menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran tunai, hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 205 ayat 1 KUHD. Setiap cek harus dibayar pada waktu yang diperlihatkan.

(10)

b. Waktu peredaran sebagai alat pembayaran kredit. Surat wesel mempunyai waktu peredaran yang lama bahkan bisa melebihi satu tahun, sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran tunai mempunyai waktu peredaran yang singkat yaitu 70 hari (Pasal 206 ayat 1 KUHD).

c. Surat wesel sebagai alat pembayaran kredit harus dibayar pada waktu tertentu yang telah ditetapkan dalam surat wesel, sedangkan surat cek harus dibayar pada waktu diperlihatkan (Pasal 205 ayat 1 KUHD).

d. Penerbitan surat wesel dapat diterbitkan atas bankir atau bukan bankir. Sebagai alat pembayaran kredit, pemegang surat wesel dapat memperoleh pembayaran sebelum hari bayar dengan jalan mengendosemenkan surat wesel itu kepada orang lain. Adapun surat cek sebagai alat pembayaran tunai harus diterbitkan atas bankir. Apabila ingin memperoleh pembayaran, langsung saja diperlihatkan kepada banknya.

e. Lembaga akseptasi sebagai alat pembayaran kredit surat wesel mengenal lembaga akseptasi, artinya sebelum hari bayar tiba perlu memperoleh kepastian terlebih dahulu dari tersangkut, sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran tunai tidak mengenal lembaga akseptasi. Jadi, setiap waktu diperlihatkan oleh bankir, ia harus dibayar.

(11)

f. Klausul berbeda walaupun dapat diterbitkan atas penglihatan (op zicht), surat wesel bersifat bersifat atas pengganti (aan order). Adapun surat cek dapat diterbitkan atas pengganti dan dapat juga atas tunjuk (aan toonder). Pada umumnya, surat cek diterbitkan atas tunjuk sehingga peralihannya cukup dari tangan ke tangan.

3. Bilyet Giro

Bilyet Giro atau lebih dikenal dengan nama giro merupakan surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk memindahbukuan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya atau nomor rekening pada bank yang sama atau bank lainnya. Sama seperti halnya dengan cek , bilyet giro juga dapat ditarik dari bank lain yang bukan penerbit rekening giro. Proses penarikannya juga melalui kliring untuk dalam satu kota dan inkaso untuk luar kota atau luar negeri.38

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa bilyet giro bukanlah alat pembayaran tunai, berbeda dengan cek, melainkan alat pembayaran giral, dalam hal ini berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan. Oleh karena itu, bilyet giro tidak dapat atau sukar diperdagangkan dalam pasar modal maupun pasar uang dan juga dapat beralih dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Dengan

(12)

perkataan lain, bilyet giro tidak termasuk dalam golongan surat berharga, melainkan surat yang mempunyai harga. Bilyet giro berfungsi sebagai warkat pemindahbukuan sejumlah dana dari rekening penarik (nasabah bank) kepada rekening penerima (nasabah bank) melalui tertarik (bank).

Secara sederhana surat promess atas atas pembawa atau unjuk (promesse an toonder) itu berisikan kesanggupan penandatangan untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu pada saat diperlihatkan kepada pemegang/tertunjuk. Sebagaimana hal surat sanggup, dalam penerbitan promess hanya melibatkan dua pihak saja, yaitu pihak penandatangan sebagai penerbit dan pihak pemegang/tertunjuk.

4. Saham

Saham adalah surat tanda bukti pemilikan suatu perseroan terbatas sebagai suatu investasi modal yang akan memberikan hak

atas dividen perusahaan yang bersangkutan. 39

39

Edilius dan Sudarsono,Kamus Ekonomi Uang dan Bank, (Jakarta:Rineka Cipta, 1994), hlm. 239.

Implikasi dari kepemilikan atas saham mencerminkan kepemilikan atas suatu perusahaan. Berbeda dengan obligasi, saham tidak memiliki jatuh tempo dan tidak memberikan pendapatan tetap.

(13)

Nilai suatu saham dapat dipandang dalam 4 (empat) konsep yang memberikan makna berbeda-beda, yaitu:40

a. Nilai nominal (state value), yaitu nilai per lembar saham yang berkaitan dengan kepentingan akuntansi dan hukum. Nilai nominal tidak mengukur nilai riil suatu saham, tetapi hanya digunakan untuk menentukan besarnya modal disetor penuh dalam neraca, yakni nilai nominal saham dikalikan jumlah saham yang dikeluarkan perusahaan.

b. Nilai buku per lembar saham (book value pershare), yaitu total ekuitas dibagi jumlah saham beredar. Nilai buku ini menunjukkan nilai aktiva bersih per lembar saham yang dimiliki oleh pemegangnya.

c. Nilai pasar (market value), nilai suatu saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham di bursa saham.

d. Nilai fundamental, tujuan perhitungan nilai saham fundamental adalah untuk menentukan harga wajar suatu saham agar harga saham tersebut mencerminkan nilai saham yang sebenarnya (riil value), sehingga tidak terlalu mahal (overpriced). Perhitungan nilai fundamental suatu saham adalah mencari nilai sekarang (present value) dari semua aliran kas di masa mendatang baik yang berasal dari deviden maupun capital gain/capital loss.

40 Dyah Ratih Sulistyastuti, Saham dan Obligasi Ringkasan Teori dan Praktek, Universitas

(14)

Ada dua sumber pendapatan saham, yaitu capital gain dan deviden. Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham apabila harga jual saham melebihi harga belinya. Sebaliknya capital loss, yaitu kerugian akibat harga beli saham lebih tinggi dibanding harga saham ketika dijual.41Deviden merupakan bagian

keuntungan perusahaan yang menjadi hak pemegang saham. Deviden adalah laba bersih perusahaan setelah dipotong pajak (net income after tax / NIAT) atau laba ditahan (retained earning) yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai berbagai aktifitas perusahaan seperti ekspansi penelitian maupun inovasi perusahaan.42

5. Obligasi (Bonds)

Obligasi (bonds) adalah surat hutang jangka menengah dan jangka panjang yang dapat dialihkan. Obligasi berisi janji dari pihak penerbit obligasi untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi. Jadi, transaksi obligasi dapat berakibat hukum terjadinya utang piutang. Perusahaan penerbit obligasi disebut pihak yang memiliki utang (berutang/debitor), sedangkan pembeli obligasi disebut pihak yang memiliki piutang (berpiutang/kreditor).43

6. Sertifikat Bank Indonesia

41 Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal di Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta,

2009. Hal 18

42Ibid.

43 Iswi Hariyani dan Ir. R. Serfianto, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal, Visi Media.

(15)

Sertifikat Bank Indonesia atau disingkat dengan nama SBI mulai diatur penerbitannya dengan Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1984 tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia yang mengacu pada

undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Central.44

7. Sertifikat Dana

Dalam pasal 1 angka 2 SK Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta intervensi rupiah, dijelaskan bahwa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas tunjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskont

Sertifikat dana adalah sertifikat yang diterbitkan oleh PT. Danareksa berdasarkan dukungan dana yang dihimpunnya denga cara membeli banyak saham dari beberapa perusahaan go public yang bonafit. Pemegang sertifikat dana mendapat dividen dari PT. Danareksa pada umumnya dua kali setahun. Sertifikat dana diterbitkan atas unjuk, sehingga dapat dialihkan/dijual dengan mudah.45

8. Sertifikat Saham

Sertifikat saham adalah sertifikat yang diterbitkan oleh PT Danareksa selaku pengelola dan pengumpul dana dari masyarakat yang membuktikan bahwa pemegangnya memiliki sebagian, satu atau beberapa lembar saham dari perseroan terbatas tertentu. Pemegangnya mendapat

dividen dari PT Danareksa sesuai dengan dividen perseroan terbatas yang

44 Muhamad Djumhana,Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti,2006), hlm. 372.

45

(16)

menerbitkan sahamnya. Sertifikat saham diterbitkan atas unjuk, sehingga dapat diperjualbelikan dengan mudah.46

C. Sumber Hukum Surat Berharga

Penerbitan surat berharga juga menjadi kegiatan usaha perbankan melalui pasar uang. Jenis-jenis produk surat berharga yang dapat diterbitkan oleh perbankan yang merupakan kegiatan usaha perbankan disebutkan dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Adapun usaha bank umum bila dikaitkan dengan penerbitan surat berharga antara lain sebagai berikut:47

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Menerbitkan surat pengakuan hutang.

3. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

a. Surat-surat wesel, termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud.

b. Surat-surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud. c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.

46

Ibid., hlm. 269.

47 Merupakan ketentuan dari pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1992 sebagaimana yang

(17)

d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI). e. Obligasi.

f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu tahun).

g. Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai 1 (satu) tahun; 4. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada

bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.

Dari sebagian ketentuan dalam Pasal 6 UU Perbankan di atas, dapat diketahui bahwa surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar uang terbatas kepada surat-surat berharga yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun, dan surat-surat berharga tersebut memang lazim diterbitkan oleh bank, untuk selanjutnya diperjualbelikan dan ditukarkan dengan uang tunai. Secara fisik surat berharga hanyalah merupakan sepucuk surat, tetapi mengapakah dia begitu kuatnya secara hukum. Adapun yang merupakan alasan yuridis, sehingga surat berharga mempunyai kekuatan mengikat sebagai dasar penerbitan surat berharga, maka ada 4 (empat) teori yang terkenal yang membahas masalah tersebut yaitu:

a. Teori kreasi atau penciptaan (creatietheorie)

Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Einert seorang sarjana hukum Jerman tahun 1839, kemudian diteruskan oleh Kuntze dalam bukunya “Die Lehre von den Inhaberpapieren” (1857). Menurut teori ini adalah yang menjadi dasar hukum mengikatnya suatu surat berharga antara penerbit dan pemegang ialah perbuatan menandatangani surat berharga itu. Artinya dengan membubuhkan tanda tangan di atas

(18)

surat berharga itu akan menimbulkan suatu perikatan bagi orang yang menandatangani terhadap orang lain yang memperoleh surat berharga tersebut.48

Keberatan terhadap teori ini ialah bahwa pernyataan sepihak dengan tanda tangan saja tidak mungkin menimbulkan perikatan. Supaya timbul perikatan, harus ada dua pihak yang mengadakan persetujuan (toestemming, meeting of minds) sebab tanpa persetujuan tidak mungkin ada kewajiban. Demikian juga jika surat berharga itu jatuh ke tangan orang yang tidak berhak atau tidak jujur misalnya dicuri, penerbit yang menandatangani tetap terikat untuk membayar. Padahal menurut Pasal 1977 ayat 2 KUHPerdata seorang yang kehilangan surat itu karena dicuri masih berhak menuntut kembali surat itu dari si pencuri atau penemunya selama tenggang waktu 3 (tiga) tahun, kecuali pemegang memperolehnya dari pasar umum (pelelangan di muka umum). Karena ada beberapa keberatan, lalu teori ini ditinggalkan.49

b. Teori kepantasan (redelijkheidstheorie)

Sebagai pelopor (grondlegger) teori ini adalah Grunhut seorang sarjana hukum Jerman. Di Jerman teori ini disebut Redlichkeitstheorie. Teori ini masih berdasarkan pada teori kreasi atau penciptaan, hanya dengan dengan pembatasan. Jika teori kreasi atau penciptaan menyatakan bahwa penerbit yang menandatangani surat itu tetap terikat untuk membayar kepada pemegang, meskipun pemegang yang tidak jujur, teori kepantasan tidak menerima akibat yang demikian itu. Pembatasannya ialah penerbit (penandatangan) hanya bertanggung jawab atau terikat pada pemegang yang memperoleh surat berharga secara pantas (redelijk, reasonable). Pantas artinya menurut cara yang lazim, yang diakui oleh masyarakat dan dilindungi oleh hukum. Pemegang

48 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga(Yogyakarta: Penerbit

Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1993), Hlm. 24.

(19)

yang demikian ini disebut pemegang yang jujur (te goeder trouw, in good faith). Pemegang yang jujur menurut sistem Anglo Saxon disebut holder in due course.50

Keberatan kepada teori ini ialah karena masih berdasarkan pada teori penciptaan, bahwa penandatanganan surat berharga itu menimbulkan perikatan. Padahal pernyataan sepihak tidak mungkin menimbulkan perikatan, jika tidak ada persetujuan dari pihak lainnya.51

c. Teori perjanjian (Overeenkomsttheorie)

Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara penerbit dan pemegang ialah suatu perjanjian yang merupakan perbuatan dua pihak yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang pertama yang menerima surat berharga itu. Dalam perjanjian disetujui bahwa jika pemegang pertama memperalihkan surat itu kepada pemegang berikutnya penerbit tetap terikat untuk membayar atau bertanggung jawab untuk membayar. Dalam keadaan normal teori ini bisa diterima, karena masih tetap didasarkan pada isi perjanjian. Pelopor dari teori ini adalah Thol.52

Keberatan pada teori ini ialah tidak memberikan penyelesaian yang memuaskan jika surat berharga itu beredar secara tidak normal, misalnya karena hilang ataupun dicuri. Dalam hal ini penerbit masih bertanggung jawab terhadap pemegang atau pembawa surat berharga itu yang memperolehnya secara tidak normal. Menghadapi persoalan demikian ini lalu timbul pertanyaan yakni apa dasar hukumnya penerbit masih bertanggung jawab terhadap pemegang yang memperoleh surat berharga secara tidak normal itu? Oleh karena itu teori ini akhirnya secara murni tidak dapat dipakai dikarenakan teori ini tidak mampu menerangkan mengapa penerbit masih tetap

50 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. hlm. 17. 51Ibid.

(20)

bertanggung jawab kepada pemegang, walaupun jatuhnya surat berharga tersebut ke tangan pemegang di luar kehendak si penerbit atau secara tidak normal. Dengan kata lain teori ternyata mengalami jalan buntu.53

Namun demikian masih ada sarjana yang berusaha memecahkan persoalan iu dengan mengemukakan teori lagi yang disebut teori perjanjian dengan tambahan. Sarjana itu adalah Molengraaff dan Scheltema. Menurut pendapat kedua sarjana ini, tanggung jawab penerbit terhadap pemegang pemegang itu tetap didasarkan pada perjanjian antara penerbit dan pemegang pertama. Jika surat berharga itu jatuh ke tangan pemegang berikutnya, penerbit mempunyai kewajiban baru terhadap pemegang yang baru itu berdasarkan pada hukum positif, yaitu Pasal-Pasal yang terdapat dalam KUHD dan KUHPerdata.54

Jika sudah menunjuk kepada hukum positif, tidak perlu lagi mencari teori untuk memecahkan suatu masalah, karena semua orang harus tunduk kepada hukum positif atau undang-undang yang sudah ada. Wirjono Prodjodikoro tidak menyetujui jalan pikiran kedua sarjana ini, malahan dikatakan bahwa jalan keluar yang ditempuh oleh Molengraaff dan Scheltema itu adalah usaha orang-orang berputus asa dalam mencari teori-teori lain.55

d. Teori penunjukan (vertoningstheorie)

Teori ini dikemukakan oleh sarjana hukum yang terkenal yaitu Land dalam bukunya Beginselen van het hedendaagsche wisselrecht (1881), dan Wittenwaall dalam bukunya Het toonderpapier (1893), dan di Jerman oleh Rieser. Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara penerbit dan pemegang ialah

53Ibid. Hlm. 18 54Ibid.

(21)

perbuatan penunjukan surat itu kepada debitur. Debitur yang pertama adalah penerbit, oleh siapa surat berharga itu disuruh dipertunjukkan pada hari bayar. Sejak itulah timbul perikatan, dan penerbit selaku debitur wajib membayarnya. Teori ini tidak sesuai dengan fakta dan terlalu jauh bertentangan dengan ketentuan undang-undang.56

Dikatakan tidak sesuai dengan fakta , karena pembayaran itu adalah pelaksanaan dari suatu perjanjian (perikatan), dengan demikian perikatannya harus sudah ada terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya. Bagaimana pemegang memperoleh pembayaran kalau tidak ada dasar hukumnya yaitu perikatan yang terjadi sebelumnya antara penerbit dan pemegang itu. Persoalan yang timbul lagi, bagaimana seandainya penerbit menolak pembayaran terhadap pemegang, dengan alasan belum ada perikatan? Kepada siapa pemegang itu memperoleh pembayaran? Persoalan ini tidak dapat dipecahkan oleh teori ini.57

Dikatakan terlalu jauh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, karena undang-undang (KUHD) sendiri menentukan bahwa perikatan itu sudah ada sebelum hari bayar dan sebelum penunjukan surat berharga itu. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 142 KUHD yang menyatakan “ Pemegang surat wesel bisa melaksanakan hak regresnya kepada para endosan, kepada penerbit, dan kepada para debitur wesel lainnya pada hari bayarnya apabila terjadi non pembayaran. Bahkan sebelum hari bayarnya (dari kata-kata “bahkan sebelum hari bayarnya” dapat ditarik kesimpulan bahwa perikatannya sudah ada terlebih dahulu, bukan pada saat penunjukan. Demikian juga dari kata-kata “akseptasi sebagian atau seluruhnya ditolak” dapat ditarik kesimpulan bahwa perikatannya sudah ada sebelum penunjukan, bahkan pada saat

56Ibid. Hlm. 18-19 57Ibid. Hlm. 19

(22)

penunjukan. Maksud akseptasi pada surat wesel itu ialah untuk memastikan pelaksanaan perjanjian yaitu pembayaran pada hari bayar, bukan untuk menemukan adanya perikatan) :

a. Apabila akseptasi seluruhnya atau sebagian ditolak.

b. Dalam hal pailitnya tersangkut, baik tersangkut akseptan, maupun bukan akseptan, dan mulai saat berlakunya penundaan pembayaran yang diberikan kepadanya.

c. Dalam hal pailitnya penerbit surat wesel yang tidak bisa diperoleh akseptasinya.58

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan di atas, menurut Abdulkadir Muhammad, teori perjanjian lebih banyak pengaruhnya dalam hukum surat-surat berharga. Hal ini disebabkan karena perjanjian antara penerbit dan pemegang pertama merupakan sumber hukum dari perikatan yang timbul pada surat berharga. Terbitnya surat berharga tidak lain dari pemenuhan isi perjanjian, karenanya penerbit dan pemegang surat berharga itu telah sepakat untuk menanggung segala akibatnya jika surat berharga itu dipindahtangankan kepada pemegang berikutnya.59

Pemindahtanganan surat berharga itupun didasarkan juga pada isi perjanjian yang tersurat dalam teks surat berharga itu misalnya dengan klausula atas tunjuk dan atas pengganti. Klausula ini menunjukkan bahwa surat berharga itu telah disetujui oleh penerbitnya, apabila pemegang pertama memindahtangankan surat itu kepada pemegang berikutnya. Pemegang berikutnya juga mau menerima peralihan tersebut

58Ibid.

(23)

karena percaya, bahwa perjanjian antara penerbit dan pemegang pertama itu memang ada seperti terbaca pada teks surat berharga itu.60

Apabila penerbit tidak menyeujui surat berharga itu dipindahtangankan kepada pemegang berikutnya, sudah tentu dalam surat berharga itu akan dimuat suatu klausula yang menunjukkan maksud penerbit tidak menyetujui jika surat berharga itu dipindatangakankan kepada pemegang berikutnya. Hal ini dapat dilihat pada surat wesel. Jika penerbit tidak menghendaki surat wesel itu dipindahtangankan menurut hukum wesel, ia akan mencantumkan klausula rekta yang berbunyi “tidak atas pengganti” (niet aan order). Hal ini juga terdapat pada surat cek (Pasal 110 ayat 2 KUHD untuk surat wesel dan Pasal 191 ayat 2 KUHD untuk surat cek).61

Ini berarti pemegang pertama tidak dibolehkan memperalihkan surat wesel atau cek itu kepada pemegang berikutnya menurut hukum surat berharga, yaitu dengan endosemen. Jika pemegang pertama memperalihkan juga kepada pihak lainnya, akibat hukumnya penerbit tidak bertanggung jawab menurut hukum surat berharga, kepada pemegang yang baru itu.62

Apabila surat berharga itu jatuh ke tangan orang lain yang tidak berhak, maka sepantasnya pula orang tidak berhak itu tidak mendapat perlindungan. Yang perlu dilindungi itu hanyalah orang yang sebenarnya berhak atau orang yang jujur. Adalah tidak masuk akal dan bertentangan dengan norma hukum dan norma kepatutan yang berlaku dalam masyarakat jika seorang pencuri surat berharga atau yang memperoleh tanpa hak mendapat perlindungan hukum.

60Ibid. 61Ibid.

(24)

D. Pihak-Pihak dalam Penerbitan Surat Berharga

Perkembangan surat berharga komersial ini di Indonesia diawali pada tahun 1980 di mana pemerintah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan deregulasi pada sektor riel, sektor finansial, sektor investasi di mana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar finansial.Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 49/52/UPG yang masing-masing bertanggal 11 Agustus 1995 tentang Persyaratan Perdagangan dan Penerbitan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) melalui bank umum di Indonesia, di mana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial.

Penerbitan surat berharga komersial di Indonesia juga harus memperoleh peringkat dari Lembaga Pemeringkat Kredit(Credit Rating). Di Indonesia dikenal dengan nama PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) yang berdiri pada tahun 1993.

Definisi commercial paper di Indonesia diartikan sebagai suatu obligasi jangka pendek dengan jangka waktu jatuh tempo berkisar 2 sampai 270 hari, yang dikeluarkan oleh bank atau perusahaan atau peminjam lain kepada investor yang mempunyai uang tunai untuk sementara waktu. Instrumen tersebut tidak ada jaminannya (unsecured instrument) dan biasanya diberikan secara discount namun ada juga yang memberikan bunga tertentu.

(25)

Syarat-syarat penerbitan surat berharga komersial ini dapat ditemukan pada ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 5 dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995 yaitu :

1. Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari

2. Diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dalam Pasal 1 angka 9 surat keputusan ini. 3. Mencantumkan

a. Klausula sanggup di dalam teksnya dan dinyatakan dalam bahasa Indonesia.

b. Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

c. Penetapan hari bayar.

d. Penetapan pembayaran.

e. Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantinya.

f. Tanggal dan tempat surat sanggup diterbitkan

g. Tanda tangan penerbit

Pada halaman muka commercial paper sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal sebagai berikut :

1. Kata-kata "Surat Berharga Komersial" (Commercial Paper) yang ditulis kata-kata "Surat Sanggup"

2. Pernyataan “tanpa protes” dan “tanpa biaya” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 176 jo Pasal 145 KUHD ;

3. Nama bank atau perusahaan efek dan nama serta tanda tangan pejabat bank atau perusahaan efek yang ditunjuk sebagai agen tanda keaslian Commercial Paper, tanpa penempatan logo atau perusahaan efek secara mencolok ;

(26)

4. Nama dan alamat bank atau perusahaan yang ditunjuk sebagai pembayar tanpa penempatan logo bank atau perusahaan secara mencolok ;

5. Nomor seri Commercial Paper ;

6. Keterangan cara penguangan Commercial Paper sebagaimana diatur dalam pasal 4 surat keputusan ini.

Pada halaman belakang Commercial Paper dicantumkan hal-hal sebagai berikut :

1. Pernyataan mengenai endosemen blanko tanpa hak regres dengan klausula "Untuk saya kepada pembawa tanpa hak regres".

2. Cara perhitungan nilai tunai.

Pada penerbitan surat berharga saham dan obligasi yakni diterbitkan oleh emiten. Emiten merupakan pihak yang menjadi penerbit atau yang mengeluarkan saham dan obligasi untuk dijual kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang Pasar Modal pengertian Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. Kata “pihak” sendiri dalam Undang-Undang Pasar Modal didefinisikan sebagai orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau kelompok yang terorganisasi.63

E. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Surat Berharga

Berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, seorang penerbit yang menandatangani sebuah surat berharga dan memperalihkan atau mengedarkannya kemudian dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu, yakni:64

1. Kewajiban untuk menjamin aksepatasi atas wesel itu yang dilakukan oleh tersangkut (Pasal 108 ayat 1 KUHD).

63 A. Setiadi. Op.Cit. Hal 39. 64Emmy Pngaribuan, Op Cit. Hlm. 39.

(27)

Kewajiban ini juga terlihat dalam Pasal 142 ayat 2 angka 1 yaitu bahwa penerbit dapat dituntut pembayarannya apabila terjadi penolakan akseptasi oleh tersangkut. Jadi, pemegang menuntut pembayaran tagihan atas wesel itu kepada penerbit. 2. Kewajiban untuk menjamin adanya pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh

tersangkut atau akseptan. Tersangkut yang telah mengakseptir maka ia telah memberikan pernyataan di atas wesel bahwa ia sanggup membayar pada hari jatuh tempo.

Menurut pasal 189 KUHD bahwa penerbit akan menjamin pembayaran dan setiap klausula, dimana ia meniadakan kewajiban itu dianggap tidak ada, dengan kata lain bahwa si penerbit ada pada tersangkut (drawee), oleh karena itu setiap penerbit harus menyimpan dananya yang cukup pada tersangkut.

Pasal 190a KUHD menekankan bahwa penerbit atau orang untuk tanggungan siapa diterbitkan cek diwajibkan supaya mengusahakan dana yang diperlukan pada saat dibayarkan ada pada si tersangkut, bahkan bilamana jika cek ditentukan dapat dibayarkan pada orang ketiga. Pasal 189KUHD “kalau pada saat diuangkan surat cek tidak ada dana, maka surat cek itu dapat dikatakan surat cek kosong.”

Referensi

Dokumen terkait