• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Para pencari keadilan datang ke pengadilan untuk mendaftarkan perkaranya baik ke Pengadilan Umum maupun Pengadilan Agama yang keduanya mengalami kenaikan pendaftaran perkara. Di satu sisi, perkara tersebut perlu segera diselesaikan agar dapat mewujudkan program peradilan berupa one day publish and minuts. Namun di sisi lain, karena keterbatasan administrasi, pegawai, jajaran struktural dan fungsional pengadilan, menyebabkan pihak berperkara harus menunggu lama untuk panjangnya antrean pendaftaran perkara ataupun sidang perkara. Selain itu pihak berperkara harus keluar masuk ke pengadilan untuk mengikuti serangkaian dari tahapan persidangan dimana periode waktunya tidak dapat diperkirakan sehingga akan banyak biaya dan waktu yang tersita.

Selain karena adanya berbagai masalah terkait administrasi peradilan, yang melatarbelakangi munculnya sistem e-Court di lembaga peradilan adalah tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan adanya pelayanan administrasi perkara di pengadilan secara lebih efektif dan efisien, serta adanya semangat modernisasi Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk membangun peradilan modern dengan menetapkan prinsip persidangan cepat, akurat, dan biaya ringan. Hadirnya e-Court merupakan wujud dari upaya pengadilan guna memberikan akses kemudahan kepada masyarakat dan para pencari keadilan.

(2)

2

Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi pada era modern berkembang sangat signifikan. Hampir seluruh sektor kehidupan manusia menggunakan teknologi informasi. Beragam hal yang sifatnya baru dalam dunia teknologi baik itu dinamis ataupun inovatif merupakan ciri utamanya.

Penerapan teknologi informasi ditemukan pada berbagai bidang/sektor, diantaranya sektor pendidikan, sektor bisnis, dan sektor perbankan. Laju perkembangan teknologi informasi pada akhirnya juga menuntut semua sektor penyelenggara negara untuk mengadopsi penggunaan teknologi informasi.

Terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi, Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara pemegang kekuasaan kehakiman, dewasa ini melakukan inovasi untuk perkembangan peradilan di Indonesia. Pada tanggal 29 Maret 2018 Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Selanjutnya pada tanggal 6 Agustus 2019 aturan di dalam Perma tersebut disempurnakan dengan lahirnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Secara umum cakupan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 hanya sebatas administrasi perkara saja sedangkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 selain mencakup adminsitrasi perkara secara elektronik, juga mengakomodir pelaksanaan persidangan secara elektronik.

Lahirnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 ini merupakan inovasi sekaligus komitmen bagi Mahkamah Agung Republik

(3)

3

Indonesia dalam mewujudkan reformasi di dunia peradilan Indonesia (Justice reform) yang mensinergikan peran teknologi informasi (IT) dengan hukum acara (IT for Judiciary).” Jika sebelumnya hanya terdapat pengadministrasian perkara saja, setelah terbitnya PERMA tersebut, persidangan juga dapat dilakukan secara elektronik atau yang lebih dikenal dengan istilah e-Litigasi. Selain itu, penyempurnaan PERMA tersebut dilakukan dengan melihat kondisi Indonesia pada saat pandemi Covid-19 yang tidak hanya berakibat pada stabilitas sektor ekonomi dan sosial saja, namun terdampak juga pada tatanan sistem layanan perkara peradilan khususnya Pengadilan Agama. Dengan kebijakan pemerintah yang menganjurkan untuk pekerja Work From Home (WFH) dan penerapan social distancing guna mengurangi kerumunan masyarakat untuk memutus rantai penyebaran virus.

Persidangan secara elektronik dilakukan dengan acara penyampaian gugatan atau permohonan atau bantahan atau intervensi disertakan perubahannya, jawaban seperti replik, duplik, pembuktian, pembacaan putusan. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2019. Lalu, pada Pasal 1 juga disebutkan bahwa Pengadilan yang termasuk adalah Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, dan Pengadilan Tata Usaha Negara.1

Pengenalan e-Court memberikan ruang terhadap pendaftaran sebuah perkara di pengadilan secara online (e-filling), taksiran biaya panjar secara online (e-skum),pembayaran panjar biaya perkara secara online (e-payment)

1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara Elektronik

(4)

4

dan pemanggilan pihak berperkara secara online (e-summons). Keempat layanan dalam aplikasi e-Court tersebut terintegrasi dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Sistem Informasi Perkara (SIAP) Mahkamah Agung dan Direktori Putusan.

Tujuan dari lahirnya e-Court ini adalah sebagai langkah modernisasi pengadministrasian perkara dan persidangan untuk mengatasi kendala dalam proses penyelenggaraan peradilan, serta sebagai upaya untuk mewujudkan pengadilan yang transparan, efektif dan efisien. E-Court diharapkan dapat mewujudkan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yang jika diterapkan maka akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat.

Dengan hadirnya e-Court juga diharapkan dapat mendukung terwujudnya penyelesaian perkara yang profesional, transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Esensi pelayanan secara elektronik ini akan membatasi pihak berperkara untuk bertemu aparatur pengadilan sehingga mengurangi terjadinya pajak ilegal dan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, integritas pengadilan dan aparatur peradilan akan tetap terjaga.

E-Court merupakan lompatan besar dalam keseluruhan upaya besar melakukan perubahan administrasi di pengadilan. Sistem e-Court Mahkamah Agung memungkinkan penggugat melakukan permohonan atau gugatan perdata, perdata agama, TUN di seluruh Indonesia secara elektronik tanpa perlu datang langsung ke gedung pengadilan. Pembayaran panjar biaya perkara juga jadi semakin ringkas, karena sistem e-Payment memungkinkan pembayaran dilakukan dari bank apapun dengan saluran pembayaran elektronik apapun.

(5)

5

Undang - Undang Republik Indonesia No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Pasal 49 menyebutkan Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama di kalangan umat Islam baik tentang perkawinan, warisan, wasiat, tunjangan, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.2 Dalam Islam, perkawinan didefinisikan sebagai pernikahan atau ikrar sangat kuat atau mitsaqah galidzan sebagai bentuk taat pada perintah Allah dan mewujudkannya merupakan ibadah.

Selain itu, perkawinan bukan hanya sebagai perikatan perdata, tetapi juga perikatan adat sekaligus perikatan kekerabatan dan ketetanggan. Jadi perkawinan tidak hanya menciptakan hubungan-hubungan hukum perdata seperti hak dan kewajiban suami isteri, harta bersama, status anak, hak dan tanggung jawab orang tua, tetapi juga dalam kaitannya dengan hubungan adat istiadat, warisan, dan keagamaan.3

Sebuah perkawinan memiliki tujuan untuk membangun sebuah rumah tangga yang sejahtera dan abadi. Dapat dipahami bahwa perkawinan hendaknya berlaku untuk seumur hidup dan tidak diperbolehkan untuk putus begitu saja. Namun pemutusan yang disebabkan oleh kematian diberikan pembatasan khusus. Sehingga pemutusan yang berbentuk perceraian hidup menjadi pintu terakhir dari rumah tangga ketika tidak ada jalan keluar lagi.

2 Pengadilan Klaten, “Sosialisasi E-Court Memahami Peradilan Elektronik Manfaat Dan Tantangan” https://www.pa-klaten.go.id/berita-seputar-peradilan/199-sosialisasi-e- court- memahami-peradilan-elektronik-manfaat-dan-tantangan) Diakses Tanggal 17 Februari 2022, Pukul 00.50

3 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, 2007, hal. 8.

(6)

6

Bahkan secara yuridis perceraian telah diatur dalam Pasal 38 huruf b Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di dalamnya dijelaskan bahwa putusnya suatu perkawinan dapat terjadi karena adanya kematian, perceraian, dan putusan pengadilan. Dalam undang-undang tersebut terlihat jelas bahwa putusnya perkawinan karena perceraian berbeda halnya dengan putusnya perkawinan karena kematian.4

Saat memutuskan untuk menjatuhkan talak, sang suami harus mengajukan perkaranya ke pengadilan dengan dasar-dasar pertimbangan yang menjadi alasan ia ingin menceraikan isterinya. Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memang cenderung mempersulit terjadinya suatu perceraian.

Namun bila suatu perkara tidak dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan oleh pihak-pihak yang berperkara, maka jalan terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan cara meminta bantuan kepada Pengadilan Agama dengan mengajukan permohonan gugatan oleh si isteri kepada suaminya. Bila Pengadilan Agama telah memproses dan memutuskan untuk menceraikan, maka akta cerai dapat dikeluarkan oleh Pengadilan Agama.

Perceraian semacam ini disebut dengan cerai gugat, namun bila suami yang melaporkan isterinya ke Pengadilan Agama dan perceraian pun diputuskan, maka cerai semacam ini lazim disebut dengan cerai talak.8

4 Linda Azizah, “Analisis Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam”, Jurnal Al ‘Adalah, Vol. 10 No. 4, 2012, hal. 416.

5Ibid.

(7)

7

Dengan terjadinya perceraian, sebagaimana juga dengan perkawinan, akan menimbulkan serangkaian akibat hukum, salah satunya adalah berkaitan dengan harta bersama dalam perkawinan. Pembagian harta bersama diatur dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku secara Nasional terdapat dalam Bab VII Pasal 35 sampai dengan Pasal 37.

Dalam Undang - Undang tersebut ditentukan bahwa semua harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama suami dan isteri yang penggunaannya harus dengan persetujuan kedua belah pihak, sedangkan harta benda yang dibawa oleh suami atau isteri pada saat sebelum perkawinan berlangsung harta tersebut dikuasai masing-masing, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian. Masalah harta perkawinan merupakan masalah yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan suami - isteri sehingga di dalam hukum perkawinan itu sendiri sudah memainkan peranan penting dalam kehidupan keluarga bahkan sewaktu perkawinan masih berjalan mulus.6

Ada 21 isu penting terkait kasus perkawinan yang ditangani Pengadilan Agama Jambi. Salah satu diantaranya membahas tentang harta bersama antara suami dan isteri.

Berikut ini merupakan tabel data pendaftaran perkara harta bersama yang telah didaftarkan di Pengadilan Agama Jambi.

6 Evi Djuniarti, “Hukum Harta Bersama Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan KUH Perdata”, Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 17 No. 4, 2017, hal. 446.

(8)

8

Tabel 1. Jumlah Pendaftaran dan Penyelesaian Perkara Harta Bersama Tahun 2019 – 2021

Tahun

Jumlah Pendaftaran Perkara Jumlah Penyelesaian Perkara

Secara

Manual

Secara E-Court

Perkara Selesai

Sisa Perkara E-Litigasi Konvesional

2019 3 1 2 6 0

2020 4 1 4 9 0

2021 7 2 6 15 0

Total 14

1 4

4 12

30 0

16

Berdasarkan data tabel diatas dapat dilihat bahwa pendaftaran dan penyelesaian perkara harta bersama di Pengadilan Agama Jambi pada tahun 2019 dengan jumlah pengguna e-Court sebanyak 3 perkara dari total 6 perkara yang diselesaikan, di tahun 2020 dengan jumlah pengguna e-Court sebanyak 5 perkara dari total 9 perkara yang diselesaikan, lalu pada tahun 2021 dengan jumlah pengguna e-Court sebanyak 8 perkara dari total 15 perkara yang diselesaikan. Sehingga jumlah data pengguna e-Court mencapai 16 perkara dari 30 perkara yang diselesaikan oleh Pengadilan Agama Jambi dalam periode waktu tahun 2019 hingga tahun 2021.

Data tersebut menunjukan bahwa tingkat pendaftaran maupun penyelesaian perkara melalui e-Court lebih unggul dibandingkan secara manual. Hal ini menjadi salah satu wujud efesiensi pelayanan dari sistem e- Court. E-Court muncul sebagai sarana untuk membenahi sistem pelayanan dalam rangka meningkatkan percepatan penyelesaian perkara.

(9)

10

Proses administrasi perkara di pengadilan menjadi lebih ringkas, misalnya agenda persidangan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena berkas perkara dapat disampaikan secara online. Aplikasi e-Court dapat diakses dari mana saja, oleh siapa saja (selama memiliki account) dengan berbekal koneksi internet dan perangkat yang memiliki web browser.

Pengadilan Agama Jambi merupakan salah satu Lembaga Peradilan yang telah mengaktifkan sistem layanan e-Court di dalam prosesnya.

Bagaimana pelaksanaannya dan apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penyelesaian perkara khususnya harta bersama merupakan kajian menarik yang perlu dibahas secara mendetail. Mengingat persidangan elektronik ini merupakan sistem baru yang diperkenalkan di pengadilan, pentingnya informasi ini tidak kurang sebagai sumber wawasan bagi para peneliti dan mahasiswa hukum.

Berdasarkan latar belakang yang penulis jabarkan diatas, maka penulis menarik judul yaitu: “PENYELESAIAN PERKARA HARTA BERSAMA BERBASIS E-COURT DI PENGADILAN AGAMA JAMBI DALAM UPAYA PENERAPAN PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan dalam latar belakang diatas, timbul permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan Penyelesaian Perkara Harta Bersama Melalui e-Court di Pengadilan Agama Kelas 1A Jambi?

(10)

11

2. Bagaimana Efektivitas sistem e-Court terhadap Penyelesaian Perkara Harta Bersama di Pengadilan Agama Kelas 1A Jambi dalam upaya penerapan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan?

C. Tujuan Penelitian

Diharapkan dengan keseluruhan permasalahan di atas, jelas bahwa hal tersebut akan penulis jadikan tujuan penulisan skripsi ini. Tujuan yang hendak didapatkan yaitu sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis Pelaksanaan Penyelesaian Perkara Harta Bersama melalui e-Court di Pengadilan Agama Kelas 1A Jambi 2. Untuk menganalisis Efektivitas sistem e-Court terhadap

Penyelesaian Perkara Harta Bersama di Pengadilan Agama Kelas 1A Jambi dalam upaya penerapan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya khazanah intelektual, meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan dalam hal ilmu pengetahuan, terutama tentang sistem e-Court dalam penyelesaian perkara harta bersama guna mewujukan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian pertama ditujukan kepada Pengadilan Agama Jambi,

(11)

12

yang diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi pembaruan dalam mengimplementasikan e-Court agar semakin dikenal oleh masyarakat. Yang kedua, ditujukan untuk Masyarakat, yang diharapkan dapat menjadi sebuah pemahaman yang lebih baik dalam mempelajari layanan e-Court yang terlihat awam pada kalangan masyarakat, sehingga dapat digunakan sebagai sistem yang membantu masyarakat dalam mencapai perkara yang sederhana di Pengadilan.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka teori yang diperoleh dari penelaah studi kepustakaan yang manfaatnya dapat dipergunakan untuk memudahkan dalam memahami hipotesis yang diajukan.7 Adapun konsep- konsep tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penyelesaian Sengketa

Terlebih dahulu harus diketahui arti kata sengketa, bahwa sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran.

Sengketa juga bermakna situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, tidak mendapatkan apa yang harusnya didapatkan, serta pihak yang lain merasa tidak melakukannya. Sedangkan kata penyelesaian berasal dari kata dasar selesai, penyelesaian memiliki arti dalam kelas nominal atau kata benda sehingga penyelesaian dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda yang dibendakan sebagai proses, cara,

7 Irwansyah, Penelitian Hukum : Pilihan Metode dan Praktik Penulisan Artikel, Mitra Buana Media, Yogyakarta, 2020, hal. 174

(12)

13

perubahan, pemberesan dan pemecahan. Sehingga penyelesian sengketa jika dilihat dari makna kata adalah segala upaya dan bentuk yang diambil untuk mengakhiri suatu situasi dimana adanya pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain.8

2. Harta Bersama

Harta bersama dalam perkawinan merupakan realitas yang hadir dalam masyarakat Indonesia yang pada mulanya timbul dan berkembang atas dasar adat/tradisi masyarakat. Dilihat dari kosa katanya, harta bersama terbentuk dari dua kata yang mempunyai makna berbeda, yaitu harta dan bersama. Harta artinya barang berupa uang dan barang lainnya yang menjadi kekayaan maupun barang milik seseorang. Sedangkan kata bersama memiliki arti berbarengan, serentak. Jadi harta bersama merupakan kekayaan yang diperoleh secara bersamaan ketika masih dalam masa ikatan perkawinan.

Sedangkan rumusan makna harta bersama yang dikemukakan oleh beberapa pakar menyebutkan bahwa harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di luar warisan atau hadiah. Maksudnya ialah harta yang diperoleh suami/istri karena usahanya dalam masa perkawinan, baik mereka bekerja bersama ataupun hanya suami saja yang bekerja, sedangkan istri berada dirumah untuk mengurus rumah tangga.

Rumusan sama juga disebutkan oleh Sayuti Thalib mengemukakan bahwa harta bersama ialah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di

8 Sarwohadi, “Cara Penyelesaian Perkara Debitor Wanprestasi Dalam Sengketa Ekonomi Syariah”, Skripsi Sarjana Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 45

(13)

14

luar hadiah atau warisan.9 Dari rumusan ini dapat digaris bawahi bahwa harta bersama merupakan harta yang diperoleh suami dan isteri sejak dilakukannya ikrar nikah dalam perkawinan. Dengan demikian dapat dimaklumi bahwa konsekuensi hukum dari harta yang diperoleh selama perkawinan itu milik bersama suami isteri.

Dalam Al-Qur’an konsepsi harta bersama dapat dirujuk pada ketentuan Surat An-Nisa` ayat 32, yang berbunyi:

اَّمِِّم ٌبْي ِصَن ِءۤاَسِِّنلِل َو ۗ ا ْوُبَسَتْكا اَّمِِّم ٌبْي ِصَن ِلاَج ِِّرلِل ۗ ٍضْعَب ىٰلَع ْمُكَضْعَب ٖهِب ُ هاللّٰ َلَّضَف اَم ا ْوَّنَمَتَت َلَ َو اًمْيِلَع ٍء ْيَش ِِّلُكِب َناَك َ هاللّٰ َّنِا ۗ ٖهِلْضَف ْنِم َ هاللّٰ اوُلَٔـْس َوۗ َنْبَسَتْكا

Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.

(karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 32).

3. E-Court

E-Court tersusun dari dua kata yaitu electronic dan court. Secara bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata “elektronik” merupakan alat yang dibuat berdasarkan prinsip elektronika, hal atau benda yang menggunakan alat-alat yang dibentuk atas dasar elektronika. Sedangkan kata court secara bahasa masuk ke dalam bahasa Inggris atau english yaitu bahasa jemarik yang pertama kali dituturkan di Inggris pada abad pertengahan awal, court dalam bahasa indonesia berarti pengadilan, mahkamah atau sidang pengadilan. E-Court secara istilah ialah

9 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 108.

(14)

15

suatu instrument dalam rangka memberikan pelayanan kepada pencari keadilan baik berupa pendaftaran perkara, pembayaran biaya panjar perkara, pemanggilan sidang dan persidangan yang keseluruhan pelayanan tersebut dilakukan secara online.10

E-Court merupakan layanan bagi pengguna terdaftar untuk mendaftarkan perkara secara online, memperoleh perkiraan biaya secara online, melakukan pembayaran secara online, pemanggilan para pihak melalui saluran elektronik dan melakukan persidangan secara elektronik.

Untuk pendaftaran online, pengacara serta pengguna terdaftar lainnya dapat menggunakan fasilitas ini. Oleh karena itu, pengguna terdaftar (advokat) dan pengguna insidentil (non advokat) dapat mengajukan tuntutan hukum di semua pengadilan yang saat ini aktif dalam penerapannya.11

Tujuan dari lahirnya e-Court ini adalah sebagai langkah modernisasi pengadministrasian perkara dan persidangan untuk mengatasi kendala dalam proses penyelenggaraan peradilan, serta sebagai upaya untuk mewujudkan pengadilan yang transparan, efektif dan efisien. E-Court juga diharapkan dapat mewujudkan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yang jika benar-benar diterapkan maka akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang mencari keadilan.12

Secara garis besar e-Court adalah sarana dari Mahkamah Agung untuk memberikan akses kemudahan kepada masyarakat dan para pencari keadilan (justice seeker).

10 Roni Pebrianto, Ikhwan, Zainal Azwar, “Efektifitas Penerapan E-Court Dalam Penyelesaian Perkara” Journal Al-Ahkam, Vol 22 No. 1, 2021, hal. 182.

11 Mahkamah Agung Indonesia, Buku Panduan e-Court (The Electronic Justice System) Jakarta, 2019

12Roni Pebrianto, hal. 182.

(15)

16

4. Pengadilan Agama

Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara- perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang - Undang Nomor 50 Tahun 2009 Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

5. Penerapan Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan

Makna dan tujuan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan dimaksudkan agar dalam penyelesaian perkara di pengadilan dilakukan secara efektif dan efisien sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.13 Sederhana mengandung arti pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien. Asas cepat, asas yang bersifat universal, berkaitan dengan waktu penyelesaian yang tidak berlarut- larut. Asas cepat ini terkenal dengan adagium justice delayed justice denied, yang bermakna “proses peradilan yang lambat tidak akan memberi keadilan kepada para pihak”. Asas biaya ringan mengandung arti biaya perkara dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.14

13 Gracia, Majolica dan Ronaldo, “Eksistensi E-Court Untuk Mewujudkan Efisiensi Dan Efektivitas Pada Sistem Peradilan Indonesia Di Tengah Covid-19” Jurnal Syntax Transformation, Vol 2, No. 4, 2021, hal. 501.

14 M. Yasin, 2018, “Peradilan yang Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan”

(https://www.hukumonline.com/berita/a/peradilan-yang-sederhana--cepat--dan-biaya- ringan- lt5a7682eb7e074) Diakses tanggal 4 April Pukul 11.00

(16)

17

Penerapan peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan bukan sekedar menitik-beratkan unsur kecepatan dan biaya ringan. Bukan berarti pemeriksaan perkara dilakukan seperti ban berputar. Tidak demikian maknanya, asas ini tidak bertujuan menyuruh hakim untuk memeriksa dan memutus perkara dalam tempo satu atau setengah jam. Yang dicita-citakan ialah suatu proses yang relatif tidak memakan jangka waktu lama sampai bertahun-tahun sesuai dengan kesederhanaan hukum acara itu sendiri. Apa yang sudah memang sederhana, jangan dipersulit oleh hakim ke arah proses yang berbelit-belit dan tersendat-sendat. Penerapan asas ini pada proses peradilan sangatlah penting dengan tidak menghilangkan suatu prosedur yang dapat mengurangi pertimbangan hakim melalui kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan dalam memutus suatu perkara.

Dalam mewujudkan peradilan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019, maka pelayanan administrasi perkara dan persidangan dilakukan secara elektronik untuk mewujudkan reformasi di dalam dunia peradilan Indonesia (Justice Reform) yang mensinergikan peran teknologi informasi (IT) pada suatu hukum acara (IT for Judiciary) sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin modern sehingga e-Court merupakan pilihan terbaik di zaman ini.

F. Landasan Teoritis

Adapun elemen utama juga penting dalam menulis sebuah penelitian yaitu kecermatan dan ketepatan seorang peneliti dalam menentukan teori yang akan digunakan pada landasan teori penelitian. Teori yang digunakan adalah Teori Efektivitas Hukum.

(17)

18

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-undang atau peraturan.15

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke alam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.16

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap

15 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta. Balai Pustaka. hal 284.

16 Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Kencana, Jakarta, 2010. hal. 37.

(18)

19

masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya. Sebagaimana yang diketahui, bahwa kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat compliance, identification, internalization.17

Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam penegakan perundang-undangan tersebut.18

Sedangkan Soerjono Soekanto menggunakan tolok ukur efektivitas dalam penegakan hukum pada lima hal yakni :

1. Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.19

17 Ibid.

18 Ibid., hal 39.

19 Ibid., hal 45.

(19)

20

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam penegakan hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.20 3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, jika tidak dilengkapi dengan kendaraa n dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.21

4. Faktor Masyarakat

Masyarakat adalah salah faktor yang sangat penting dalam suatu negara, dimana suatu negara akan maju apabila negara tersebut bisa mensejahterakan masyarakatnya. Jika mengacu pada Pasal 1 angka 2 UUD

20 Ibid.

21 Ibid., hal 46.

(20)

21

1945 yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang - Undang Dasar.” Dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang menjadi faktor penentu efektif atau tidaknya suatu aturan hukum atau yang akan diterapkan di lingkungan masyarakat. Setiap warga masyarakat harus mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang.22

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai kebudayaan merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu.23

Kelima faktor di atas saling berkaitan erat karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.

22 Ibid., Hal. 47

25 Iffah Rohmah, “Penegakan Hukum”, http://pustakakaryaifa.blogspot.com, Diakses Tanggal 19 September 2022, Pukul 01.20.

(21)

22

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Dimana menurut Bodgan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.24 Penelitian ini bersifat kualitatif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana penerapan peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta penerapan tersebut pada Pengadilan Agama Jambi dalam penyelesaian perkara harta bersama melalui wawancara oleh para pihak berperkara serta aparatur peradilan dalam hal ini ketua, hakim dan panitera.

Adapun unsur- unsur dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lokasi Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di latar belakang penelitian, maka peneliti akan melakukan penelitian di Pengadilan Agama Kota Jambi.

2. Tipe Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian yuridis empiris, atau lebih tepatnya non-doktrin. Penelitian ini didasarkan kepada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di lapangan. Untuk tipe penelitian yuridis empiris, Menurut Bahder Johan Nasution, yang mengemukakan:

“Ciri atau karakter penelitian ilmu hukum empiris yang secara lengkap ciri atau karakter utama dari penelitian hukum empiris tersebut meliputi:

24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2018, hal. 3.

(22)

23 a. Pendekatannya pendekatan empiris

b. Dimulai dengan pengumpulan fakta-fakta sosial/fakta hukum

c. Pada umumnya menggunakan hipotesis untuk diuji

d. Menggunakan instrumen penelitian (wawancara, kuesioner) e. Analisisnya kualitatif, kuantitatif atau gabungan keduanya f. Teorinya kebenarannya korespondensi

g. Bebas nilai, maksudnya tidak boleh dipengaruhi oleh subyek peneliti, sebab menurut pandangan penganut ilmu hukum empiris kebebasan subyek sebagai manusia yang mempunyai perasaan dan keinginan pribadi, sering tidak rasional sehingga sering terjadi manipulasi, oleh karena itu ilmu hukum harus bebas nilai dalam arti pengkajian terhadap ilmu hukum tidak boleh tergantung atau dipengaruhi oleh penilaian pribadi dari peneliti.”25

3. Sumber Data

Berdasarkan karakter penelitian yuridis empiris, maka dipergunakan data penelitian berupa data primer dan data sekunder (bahan hukum).

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh penulis secara langsung melalui wawancara secara langsung kepada informan, serta media lain untuk mendapatkan data berupa penyelesaian perkara harta bersama melalui e-Court di Pengadilan Agama Jambi sejak dijalankannya PERMA Nomor 1 Tahun 2019.

b. Data Sekunder

Data sekunder disebut juga sebagai bahan hukum yang terdiri dari:

(1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini.

25 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal 124-125.

(23)

24 (2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari literatur-literatur maupun bacaan ilmiah yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

(3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia.

4. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Terkait populasi dalam suatu penelitian, Bahder Johan Nasution mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah:

“seluruh objek, seluruh individu, seluruh gejala atau seluruh kejadian termasuk waktu, tempat, pola sikap, tingkah laku dan sebagainya yang mempunyai ciri atau karakter yag sama dan merupakan unit satuan yang diteliti.” Dari tahun 2019 sampai 2021 peneliti menemukan sebanyak 30 perkara harta bersama yang diselesaikan dengan 14 perkara dilakukan secara manual dan 16 perkara dilakukan secara e-Court.

b. Sampel Penelitian

Penarikan sampel responden dalam penelitian ini dilakukan dengan Teknik Purposive Sampling, yaitu “memilih berdasarkan penilaian tertentu karena unsur- unsur atau unit-unit yang dipilih dianggap mewakili populasi”26 Bahwa dalam penelitian ini penulis mengambil kriteria berdasarkan individu yang berperkara serta aparatur pengadilan yang menyelesaikan perkara.

26 Ibid., hal. 159.

(24)

25 Oleh karena itu yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah : 1) 5 pihak berperkara harta bersama

2) Aparatur pengadilan yang menyelesaiakan perkara yang dalam hal ini Ketua, Hakim dan Panitera

3) Advokat yang menangani perkara kliennya yang dalam hal ini perkara harta bersama

5. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara:

a. Wawancara

Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan memberikan beberapa pertanyaan guna mendapatkan informasi yang akurat.

b. Studi Pustaka

Studi Pustaka merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.27 Metode yang penulis lakukan adalah menelaah catatan dokumen untuk memperoleh data arsip terkait sistem e-Court di Pengadilan Agama Jambi.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Penulis memakai metode deduktif dengan cara menggabungkan data empiris yang diperoleh melalui fakta di Pengadilan Agama Jambi dan masyarakat yang berperkara di Pengadilan tersebut untuk mengkaji realitas empiris dari yang bersifat umum ke yang bersifat khusus.

27 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung, PT.

Alfabet, 2016, hal. 308.

(25)

26

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari pembahasan skripsi ini, maka penulis memberikan pembahasan yang sistematis. Adapun sistematika yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah terdiri atas 4 (empat) bab yang secara garis besarnya diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN, Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang masalah yang merupakan titik tolak bagi penulis dalam menulis skripsi ini, selain itu bab ini juga menguraikan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual, landasan teoritis, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA, HARTA BERSAMA, DAN E-COURT, Pada bab ini penulis akan menguraikan mulai dari tentang konsep penyelesaian sengketa, harta bersama, serta e-Court sebagai alternatif terbaik dalam sistem peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, yang kemudian dijadikan penulis sebagai bahan analisa untuk memperoleh hasil penelitian.

BAB III PENGADILAN AGAMA JAMBI DAN PELAKSANAAN SISTEM E-COURT, Pada bab ini penulis akan menguraikan ulasan inti berbentuk analisi sistem e-Court dalam penyelesaian harta bersama di Pengadilan Agama Jambi. Penulis menganalisis data yang diperoleh dari sumber primer dan sekunder untuk kemudian dihubungkan dengan teori pembahasan pada BAB II.

(26)

27

Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan implementasi dari e-Court di Pengadilan Agama Jambi sebagai perwujudan penerapan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.

BAB IV PENUTUP, Bab ini merupakan ringkasan dari keseluruhan uraian sebelumnya yang dimuat dalam beberapa kesimpulan dan ditutup dengan saran-saran yang bermanfaat.

Referensi

Dokumen terkait

E-Court Mahkamah Agung RI adalah layanan bagi pengguna terdaftar untuk pendaftaran perkara secara online, mendapatkan taksiran panjar biaya perkara secara online, pembayaran

Jika SOP tidak dilaksanakan, maka penyelesaian perkara pidana anak tidak akan berjalan - Sistem Informasi Penelusuran Perkara - Register Induk Perkara Pidana Anak8. -

Persentase percepatan penyelesaian perkara melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) diambil dari perbandingan jumla perkara yang yang telah diinput

2 Switch atau hub adalah perangkat pendukung jaringan komputer dan jumlah ”port” bisa dilihat dari jumlah lubang untuk kabel data yang disambungkan pada switch atau hub

Uang kartal adalah uang dalam bentuk kertas dan logam. Uang saku yang kalian bawa ke sekolah merupakan uang kartal. Uang kartal biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Agung yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, karunia dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat

Berdasarkan rangkaian kegiatan pengabdian yang dilaksanakan dari tahap perencanaan, pelaksanaan pelatihan hingga tahap evaluasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa: (1)

Pada akhirnya hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari kedua citra yang telah dilakukan penelitian memiliki hasil nilai ketelitian yang memenuhi standar ketelitian peta