• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDAR MORAL DALAM PENDIDIKAN KRISTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STANDAR MORAL DALAM PENDIDIKAN KRISTEN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Page 125

STANDAR MORAL DALAM PENDIDIKAN KRISTEN

Rachel Anita Setiawati, S.Pd., B.Ed.

UPH College

rachel.setiawati@uphcollege.com

Ariani Tandi Padang, M.Pd.

Universitas Pelita Harapan

ariani.padang@uph.edu

Abstract

Moral education is important in education. However, teachers often have an understanding of various moral values, this is because each person is formed on the basis of a different environment and culture that plays a role in the formation of moral philosophy. Therefore, it is necessary to set moral standards in education so that every student does not experience moral dilemmas in his life. Especially in Christian education which cannot be separated from the Bible as the basis for the course of education. The purpose of this paper is to examine the importance of moral standards in Bible-based Christian education. In this writing, the writer uses a writing method based on literature review and is compiled on relevant sources to support writing. The conclusion of this paper is that Christian education needs to set moral standards based on the Bible, this is because the Bible is the only source that contains the true truth from God which there are values that Christ taught in it. Therefore, it is fitting for the Bible to be the moral standard in Christian education. The advice to Christian educators is to focus on the goal of Bible-based moral standards. The purpose of Bible-based moral standards is not just basic things, namely so that students can obey everything that is taught but enter into more complex things, namely living these morals.

(2)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 126 Keywords: Moral Standards, Bible, Christian Education

Abstrak

Pendidikan moral merupakan hal yang penting dalam pendidikan. Akan tetapi guru seringkali memiliki pemahaman mengenai nilai moral yang beragam, hal ini dikarenakan setiap pribadi dibentuk atas dasar lingkungan maupun budaya yang berbeda yang berperan dalam pembentukan filosofi moral. Oleh karena itu, maka perlu ditetapkan standar moral dalam pendidikan supaya setiap siswa tidak mengalami dilema moralitas dalam hidupnya. Terutama dalam pendidikan Kristen yang mana tidak terlepas dari Alkitab sebagai dasar jalannya pendidikan. Tujuan penulisan ini ialah mengkaji pentingnya standar moral dalam pendidikan Kristen berdasarkan Alkitab. Pada penulisan ini penulis menggunakan metode penulisan berdasarkan kajian literatur dan disusun atas sumber-sumber yang relevan untuk mendukung penulisan. Kesimpulan dari tulisan ini ialah pendidikan Kristen perlu menetapkan standar moral berdasarkan Alkitab, hal ini dikarenakan Alkitab merupakan satu-satunya sumber yang berisikan kebenaran sejati dari Allah yang mana terdapat niali-nilai yang Kristus ajarkan di dalamnya. Oleh karena itu, tepat bila Alkitab dijadikan sebagai standar moral dalam pendidikan Kristen. Saran kepada para pendidik Kristen ialah berfokus kepada tujuan dari standar moral berdasarkan Alkitab. Tujuan dari standar moral berdasarkan Alkitab bukan sekedar hal dasar yaitu supaya siswa dapat mentaati setiap apa yang diajarkan melainkan masuk kepada hal yang lebih kompleks yaitu menghidupi moral tersebut.

Kata Kunci: Standar Moral, Alkitab, Pendidikan Kristen Pendahuluan

Pendidikan memiliki fungsi untuk memperlengkapi seorang anak baik dalam pengetahuan, keterampilan maupun pembentukan karakter. Di Indonesia pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak serta menumbuhkan

(3)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 127 karakter bangsa sebagai tujuan utama yang harus dicapai dalam sebuah pendidikan (Sujana, 2019). Oleh karena itu, dapat dikatakan di antara berbagai aspek dalam dunia pendidikan, penanaman karakter atau moral adalah hal yang sangat penting. Sama seperti halnya seorang anak, meskipun sangat berprestasi tetapi jika tidak memiliki moral maupun karakter yang baik dapat dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan tersebut gagal.

Di Indonesia tujuan atau fungsi dari pendidikan tertulis dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 mengenai fungsi sistem pendidikan nasional, yang dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional mengedepankan pembangunan dalam ranah sikap, karakter serta transformasi nilai filosofis negara Indonesia (Sujana, 2019). Hal ini sesuai dengan kebudayaan Indonesia dimana norma atau moral merupakan hal yang sangat penting dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat yang teratur dan beradab. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di Indonesia seharusnya dapat tercapai sesuai nilai filosofis bangsa Indonesia yang mengedepankan sikap serta karakter.

Dari teori- teori di atas dapat terlihat bahwa penanaman nilai moral merupakan hal yang penting dalam pendidikan. Namun dilihat pada kenyataan sesungguhnya penanaman nilai moral mengalami hambatan disebabkan pendidikan saat ini mengalami krisis moral. Dikutip dari website KPAI, berdasarkan survei penelitian yang di lakukan oleh Internasional Center for Research on Women (ICRW) sebanyak 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Hal ini menarik perhatian Bupati Bandung tahun 2017, Dadang Naser yang mana beliau mengatakan bahwa seharusnya sekolah dapat menjalankan fungsinya dalam menanamkan moral yang baik, tetapi yang terjadi malah hal sebaliknya (Setyawan, 2017).

Krisis moral yang sedang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia harus segera mengatasi permasalahan tersebut dengan fokus kepada pendidikan moral. Namun yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah seperti apa moral yang baik? Secara umum setiap manusia mengetahui apa yang baik maupun tidak, hal ini didasari oleh dorongan hati nurani sebagai wahyu umum yang diberikan oleh Allah. Setiap orang mengenal suatu moral berdasarkan budaya maupun lingkungan yang dapat membentuk moral tersebut. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwa suatu moralitas memberikan kesan relatif sebab setiap orang tentu memiliki lingkungan maupun budaya yang berbeda-beda yang dapat membentuk moralitasnya.

(4)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 128 Moralitas yang relatif seakan menekankan bahwa tidak ada suatu standar moral yang absolut atau tetap. Hal ini diperkuat oleh paham relativisme yang mana mempercayai bahwa tidak ada nilai moral yang absolut. Setiap orang memiliki pandangannya sendiri mengenai apa yang baik maupun tidak baik, hal ini terkait dengan budaya dari moralitas yang membangun kepercayaan dari orang tersebut (Jaya & Arafat, 2017). Budaya dan lingkungan memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan suatu moral yang dianut oleh seseorang.

Secara umum para pendidik menanamkan moralitas kepada siswa supaya siswa menjadi lulusan yang memiliki karakter serta moralitas yang baik. Hal ini seakan mendukung filsafat humanisme, yang mana filsafat humanisme menekankan nilai-nilai kemanusiaan yang cocok dalam pendidikan moral (Jumarudin, Gafur, & Suardiman). Humanisme mengajarkan empati, simpati dan toleransi kepada siswa sebagai makhluk sosial untuk terjun ke dalam komunitas. Akan tetapi pada dasarnya, fokus serta tujuan dari pendidikan moral seperti ini tidak dapat diadopsi ke dalam pendidikan Kristen.

Pendidikan Kristen merupakan pendidikan yang berlandaskan pada kebenaran firman Tuhan, yang mana Alkitab merupakan standar moral dalam menyatakan benar maupun salah. Hal ini dikarenakan Alkitab merupakan suatu standar atau dasar absolut yang mana Allah sendiri yang menetapkan. Tertulis dalam 2 Timotius 3:16 yang menyatakan bahwa Alkitab merupakan tulisan yang diilhamkan langsung oleh Allah yang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Tidak ada kebenaran atau standar moral yang bertentangan dengan kebenaran Alkitab. Hal tersebut berbeda dengan relativisme dan humanisme yang mana standar moral terletak pada diri sendiri sesuai standar yang dianut oleh setiap pribadi.

Melalui Alkitab manusia memilki arah dan tujuan hidup sehingga dapat menentukan langkah yang sesuai dengan kehendak Allah termasuk kehidupan moralnya. Alkitab adalah sumber kebenaran sejati yang dapat dipegang manusia, sebab tanpa adanya Alkitab manusia akan kehilangan arah dan tinggal di dalam kegelapan (Hodge, 2005). Hal ini sama seperti dalam pendidikan Kristen, Alkitab berfungsi untuk mengarahkan suatu pendidikan supaya dapat menjalankan tugasnya sebagai sarana yang Allah pakai. Pendidikan Kristen harus memiliki sebuah standar moral yang tidak diciptakan oleh manusia tetapi Allah yaitu melalui standar berdasarkan Alkitab.

(5)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 129 Pendidikan merupakan suatu amanat agung dan Allah mempercayakan para pendidik untuk menggembalakan siswa. Menurut Khoe Yao Tung (2016) Prijanto dalam (2017) pendidik Kristen perlu menyadari peran, hakikat serta fungsinya untuk menciptakan sekolah dan pendidikan Kristen yang ideal. Melalui pendidikan Kristen seorang anak dapat mengalami transformasi untuk dapat semakin serupa dengan Allah. Oleh karena itu, dapat dikatakan pendidikan merupakan tugas yang penting yang harus dipertanggungjawabkan secara langsung kepada Allah.

Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pentingnya sebuah standar moral terutama dalam pendidikan Kristen. Dalam pendidikan Kristen standar moral berdasarkan Firman Tuhan merupakan hal yang paling tepat sebab sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dalam pendidikan Kristen. Dalam melakukan penulisan, penulis menggunakan metode kajian literatur. Setiap sumber yang penulis dapatkan berasal dari buku-buku maupun jurnal-jurnal yang relevan demi mendukung penyusunan tulisan ini.

Aksiologi

Setiap kehidupan manusia tidak terlepas dengan apa yang dipandang baik maupun buruk. Apa yang baik maupun buruk terkandung dalam suatu filsafat yaitu filsafat Aksiologi. Secara umum Aksiologi merupakan cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari nilai-nilai manusiawi seperti etika dan estetika serta bagaimana mempraktekkannya di dalam lingkup sosial (Mufid, 2012). Filsafat ini menekankan kepada praktikal dari nilai yang dianut seseorang terhadap kehidupannya dalam lingkup sosial. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa Aksiologi merupakan suatu filsafat yang mengandung nilai-nilai seperti etika maupun estetika yang dapat berguna bagi kehidupan manusia.

Filsafat Aksiologi merupakan sebuah filsafat yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan nilai-nilai dalam kehidupan manusia. Menurut Abadi (2016), Aksiologi merupakan sebuah filsafat yang mengkaji mengenai nilai-nilai yang berguna bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut dapat berguna bagi manusia sebagai pengetahuan atau pedoman bagi dalam memandang maupun bertingkah laku. Hal ini terkait dengan kehidupan manusia yang mana tidak pernah terlepas dari suatu sistem nilai yang berguna sebagai dasar atau tatanan kehidupan.

(6)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 130 Aksiologi juga dapat dimaknai sebagai filsafat yang memandang sesuatu yang terlihat secara nyata kemudian dipraktikan dalam sebuah tindakan. Aksiologi dapat diartikan sebagai salah satu filsafat yang membahas mengenai baik dan buruk, serta apa yang dipandang indah maupun tidak indah yang dikenal sebagai etika dan estetika (Sudibyo, Triyanto, & Suswandari, 2014). Suatu pandangan mengenai baik maupun buruk terkandung dalam cabang etika sedangkan apa yang dipandang indah maupun tidak terkandung dalam cabang estetika. Setiap pandangan ini secara langsung dapat mempengaruhi tindakan maupun perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu.

Dalam Aksiologi terdapat cabang yang berfokus terhadap tingkah laku manusia yang dikenal sebagai cabang etika. Etika merupakan sebuah studi tentang tingkah laku manusia. Etika dapat dikatakan sebagai nilai-nilai yang menjadi pegangan seseorang dalam mengatur tingkah laku sesuai norma yang ada (Sagala, 2013). Nilai-nilai yang terkandung dalam etika dikenal sebagai nilai moral yang menjadi dasar maupun pengarah bagi manusia mengambil suatu tindakan. Oleh karena itu, dapat dikatakan setiap perilaku etika yang dilakukan oleh seseorang tidak akan terlepas dari aturan suatu moral yang telah dipegang atau percayai.

Etika tidak pernah terlepas dari pengaruh moral yang dianut oleh seseorang. Etika sendiri lebih melihat kepada praktikal yang dilakukan oleh manusia apakah membawa kebaikan atau keburukan di dalam lingkungan yang dikenal sebagai moralitas. Etika bukan hanya menjabarkan mengenai baik buruk suatu tingkah laku, tetapi juga menjabarkan mengenai manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkahlaku manusia (Siregar, 2015). Oleh karena itu, dapat dikatakan etika memiliki fungsi untuk mengatur tingkah laku manusia demi menciptakan suatu kehidupan yang baik dan teratur sesuai dengan moralitas yang telah ditetapkan.

Berdasarkan berbagai teori yang telah dijabarkan Aksiologi merupakan sebuah filsafat yang menekankan kepada nilai-nilai seperti etika maupun estetika yang berguna bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai yang terkandung dalam etika maupun estetika memiliki fungsi untuk mengatur maupun mengarahkan manusia dalam memandang maupun bertindak untuk menciptakan suatu kehidupan yang baik. Suatu tindakan atau tingkah laku yang dilakukan oleh manusia diatur dalam sebuah etika yang tidak pernah terlepas dari pengaruh moral. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa etika merupakan suatu sistem nilai yang berguna untuk mengatur

(7)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 131 atau mengarahkan setiap tindakan maupun tingkah laku manusia demi menciptakan suatu kehidupan yang tertib atau teratur sesuai moral yang dianut oleh seseorang.

Standar Moral

Dalam masyarakat global baik maupun buruk dalam berperilaku ditetapkan oleh suatu standar yang dikenal sebagai standar moral. Dunia memandang bahwa standar moral merupakan suatu standar yang terfokus kepada nilai-nilai yang dianggap oleh individu dan masyarakat sebagai sesuatu yang baik dan patut (Hudi, 2017). Suatu moralitas mengenai apa yang baik dan patut dapat ditentukan oleh pandangan maupun kepercayaan seseorang maupun masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini mengakibatkan suatu standar moral memberikan kesan relatif, sebab setiap orang maupun masyarakat dapat memiliki standarnya tersendiri mengenai moralitas.

Standar moral adalah suatu standar yang sering kali berubah-ubah sesuai pandangan atau keyakinan yang seseorang percayai. Setiap manusia diberikan wahyu umum oleh Allah yaitu hati nurani yang dapat berguna untuk melihat apa yang baik dan tidak. Didukung oleh seorang filsuf moral dan sosial Amerika yaitu Abraham Edel yang mengatakan bahwa standar moral pada puncaknya adalah sesuatu yang sering kali mengalami perubahan, standar moral pada hari ini bisa saja berubah pada keesokan harinya (Stott, 2010). Standar moral yang diyakini oleh seseorang dapat mengalami perubahan seiring dengan waktu maupun kondisi yang dialami, perubahan ini diakibatkan seseorang tidak memiki sebuah standar yang tetap dikarenakan standar moral tersebut hanya disusun berdasarkan hati nurani.

Pandangan dunia hingga saat ini tidak mempercayai adanya suatu standar moral yang tetap. Hal ini terkait dengan paham relativisme yang mana menyatakan bahwa suatu standar moral adalah suatu kerelativitasan, setiap orang memiliki kebebasan dalam menentukan suatu standar dan memiliki berbagai cara dalam mengartikan sebuah moral (Dawson-Tunik et al., 2004). Kebebasan dalam menentukan suatu standar moral disebabkan oleh setiap orang memiliki pandangannya sendiri sesuai apa yang baik menurut hati nurani. Apa yang baik menurut seseorang dapat berubah-ubah sehingga akan menyebabkan suatu standar moral memiliki kecenderungan tidak tetap.

(8)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 132 Berbeda dengan kekristenan yang meyakini bahwa terdapat standar moral adalah standar yang berasal dari Allah yaitu melalui Firman Allah sebagai wahyu khusus. Standar dari nilai moral yang baik dan sempurna hanya dapat terlihat dari apa yang Yesus lakukan sebagai teladan dan tertulis dalam Firman Allah (Nuhamara, 2018). Seorang yang mengaku Kristen tentu haruslah memegang suatu standar berdasarkan pandangan kekristenan yaitu melaui Firman Allah. Hal ini disebabkan Firman Allah adalah sumber kebenaran yang absolut yang mana Allah secara khusus mewahyukan perkataanNya kepada manusia.

Firman Allah merupakan standar moral dari setiap orang percaya yang memberikan arahan dalam kehidupan, sesuai dengan yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16 yang menyatakan bahwa segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran. Didukung kembali dengan teori yang menyatakan bahwa Firman Allah merupakan sumber pengetahuan, petunjuk hidup serta pedoman yang mengajarkan kebenaran tentang tingkah laku berdasarkan kehendak Allah (Tety & Wiraatmadja, 2017). Firman Allah merupakan perkataan Allah yang diwahyukan secara khusus kepada manusia untuk menjadi pedoman dalam kehidupan orang percaya. Oleh karena itu Firman Allah dapat menjadi suatu standar yang tepat bagi setiap orang percaya.

Berdasarkan berbagai teori yang telah dijabarkan standar moral merupakan suatu standar mengenai nilai-nilai yang dianggap baik dan patut yang mana setiap Berdasarkan berbagai teori yang telah dijabarkan standar moral merupakan suatu standar mengenai nilai-nilai yang dianggap baik dan patut yang mana setiap pribadi memiliki standarnya sendiri mengenai moralitas berdasarkan pedoman hati nurani. Hal ini menyebabkan standar moral merupakan suatu standar yang sering kali mengalami perubahan dan cenderung relatif seiring waktu maupun kondisi yang dapat mempengaruhi standar moral tersebut. Bagi orang percaya standar moral yang tepat yaitu berdasarkan Firman Allah yang berdiri atas pandangan Allah dan bukan pandangan manusia. Melalui Firman Allah setiap orang percaya memiliki standar moral absolut yang dapat mengarahkan setiap orang percaya dalam bertindak maupun bertingkah laku sesuai dengan apa yang baik menurut kehendak Allah.

(9)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 133 Pendidikan Kristen

Setiap lembaga pendidikan tentunya memiliki visi misi tersendiri sama halnya dengan Pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen sendiri memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan yang lain pada umumnya. Dapat dikatakan bahwa pendidikan Kristen adalah sebuah pendidikan yang berpusat kepada Kristus yang mana pendidikan ini secara langsung mempresentasikan kasih Allah (Tety & Wiraatmadja, 2017). Hal ini yang membuat pendidikan Kristen memiliki perbedaan dengan pedidikan lainnya. Hal ini disebabkan pendidikan Kristen menjadikan Kristus sebagai pusat dari pendidikan.

Menjadikan Kristus sebagai pusat dari pendidikan memiliki arti bahwa setiap program maupun tujuan dari pendidikan tersebut mengarah kepada Kristus. Hal ini dapat terlihat dari sifat pendidikan Kristen yaitu bersifat alkitabiah, baik dalam penanaman materi, nilai, para pendidik serta tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan Kristen tersebut (Widianing, 2018). Pendidikan Kristen secara langsung menyadari bahwa fokus utama pendidikan tersebut bukan hanya pekerjaan semata tetapi juga pelayanan yang Tuhan berikan. Sehingga setiap visi maupun misi yang dibangun dalam pendidikan Kristen sudah semestinya memilki dasar yaitu Alkitabiah.

Pendidikan Kristen bukan sekedar pendidikan biasa melainkan sebuah tantangan bagi para pendidik Kristen. Dalam pendidikan Kristen setiap elemen yang berperan harus menyadari makna sesungguhnya dari suatu pendidikan yang berpusat kepada Kristus. Pendidikan Kristen harus terus mengingat bahwa Tuhan adalah pencipta yang senatiasa memelihara dan memperlengkapi setiap pribadi untuk hidup dalamNya serta menjadikan Kristus sebagai pusat otoritas dalam pendidikan (Wulanata, 2018). Disini pendidikan Kristen akan diuji apakah mampu untuk menghidupi setiap perintah dan kehendak Allah dalam jalannya setiap program dalam pendidikan tersebut. Hingga akhirnya pendidikan Kristen dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam membimbing siswa menuju perjumpaan dengan Kristus.

Pendidikan Kristen merupakan sebuah pendidikan yang didasari dengan pandangan kekristenan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan Kristen adalah sebuah pendidikan yang berdiri atas dasar filosofi Kristen (Knight, 2009). Berdiri atas dasar filosofi Kristen memiliki makna bahwa pendidikan Kristen berdiri di atas dasar Alkitabiah. Alkitab adalah

(10)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 134 sumber dari kebenaran yang sejati yaitu berdasarkan perkataan Allah yang diwahyukan secara khusus kepada manusia. Melalui filosofi ini maka sudah sepantasnya dikatakan bahwa pendidikan Kristen adalah pendidikan yang paling tepat sebab berdiri atas filosofi yang benar yaitu pandangan Alkitab.

Karakteristik yang dimiliki oleh pendidikan Kristen juga berbeda dari pendidikan pada umumya. Pendidikan yang dibangun atas dasar alkitabiah dengan fokus utama kepada Kristus maka memiliki karakteristik yaitu sebuah pelayanan yang diberikan secara langsung oleh Allah. Menurut Edlin dalam Nadeak & Hidayat (2017) Pendidikan Kristen memiliki karakteristik yaitu pendidikan yang memiliki perspektif kekristenan serta memiliki tugas khusus yaitu membimbing siswa untuk dapat memuliakan Allah dalam hidup mereka melalui pengajaran maupun penanaman nilai. Sehingga melalui karakteristik inilah pendidikan Kristen menyadari fungsinya sebagai alat Allah dalam membimbing siswa supaya dapat semakin serupa dengan gambar dan rupa Allah.

Berdasarkan berbagai teori yang telah dijabarkan pendidikan Kristen merupakan suatu pendidikan yang memiliki karakteristik khusus yaitu berpusat kepada Kristus serta memiliki dasar yaitu Alkitabiah. Pendidikan Kristen memegang standar moral yang tepat yaitu berdasarkan Firman Allah yang mana berdiri atas wahyu Allah. Melalui Firman Allah pendidikan Kristen memiliki standar moral absolut yang dapat mengarahkan komponen dalam pendidikan Kristen baik guru, siswa maupun orang-orang yang berperan di dalamnya untuk bertindak maupun bertingkah laku sesuai dengan apa yang baik menurut kehendak Allah. Pendidikan Kristen juga harus menyadari otoritas yang dimilikinya ialah otoritas yang berasal dari Allah sehingga harus digunakan dan dipertanggungjawabkan kembali kepada Allah. Oleh karena itu, pendidikan Kristen harus menyadari tujuannya yaitu sebagai sarana yang telah Allah ciptakan untuk membimbing siswa menuju perjumpaan akan Allah serta mengembalikan gambar dan rupa Allah yang telah tercemar oleh dosa di dalam siswa.

Guru Kristen

Sebuah pendidikan tidak pernah terlepas dari peran seorang guru. Sama halnya dalam pendidikan Kristen, seorang guru Kristen memberikan pengaruh yang besar kepada siswa sebagai perpanjangan dari tangan Allah. Guru Kristen adalah guru yang menyadari otoritasnya sebagai pelayan Allah

(11)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 135 serta memilki tugas untuk menuntun siswa supaya semakin serupa dengan Allah melalui teladan kasih serta buah Roh yang ditunjukkan (Brummelen, 2009). Oleh karena itu, seorang guru Kristen dapat dikatakan sebagai seorang guru yang memiliki tugas besar yaitu sebagai seorang pelayanan yang mencerimkan Allah melalui teladan yang ditunjukkannya.

Guru Kristen merupakan orang-orang yang dipilih oleh Kristus untuk mengerjakan tugas yang mulia. Menurut Knight (2006, hal.256) dalam Imran et al. (2019) guru Kristen merupakan individu yang bekerja di dalam Kristus serta memiliki tugas untuk membimbing siswa supaya dapat semakin serupa dengan Allah. Guru Kristen adalah seorang guru yang memahami bahwa dirinya adalah individu yang dipakai oleh Tuhan untuk melakukan pekerjan baik yang telah Allah siapkan. Oleh karena itu, para guru Kristen senantiasa

harus memahami bahwa seluruh pekerjaannya akan

dipertanggungjawabkan langsung kepada Allah.

Guru Kristen menyadari dengan jelas bahwa otoritas yang dimilikinya bukan sekedar otoritas yang biasa. Guru Kristen merupakan seorang gembala yang menyadari bahwa otoritas yang dimilikinya digunakan sebagai penatalayan pekerjaan Tuhan yaitu untuk menggiring siswa menuju perjumpaan kepada Kristus, Tung (2016, pp.5) dalam Tafona’o (2019). Otoritas yang dimiliki oleh seorang guru Kristen merupakan suatu pemberian khusus oleh Allah. Oleh karena itu, setiap guru Kristen harus menyadari bahwa otoritas yang telah Allah berikan harus dapat dikerjakan dan dipertanggungjawabkan kembali kepada Allah.

Di dalam pendidikan Kristen, guru memiliki peran yang sangat khusus. Peran seorang guru Kristen bukan hanya bertugas untuk mentransferkan nilai dan pengetahuan kepada siswa tetapi lebih daripada hal tersebut. Menurut Knight (2006) dalam Priyatna (2017) seorang guru Kristen memiliki peran yang besar sebab bertugas sebagai agen rekonsiliasi dan restorasi yang bertugas untuk mengembalikan gambar dan rupa Allah dalam siswa. Melalui peran dari guru Kristen diharapkan setiap siswa dapat mengalami transformasi sehingga dapat semakin serupa dengan Allah.

Pendidik Kristen atau guru-guru Kristen haruslah memiliki suatu standar profesionalitas dalam menjalankan tugasnya. Menurut Joe dan James, pendidik Kristen harus memenuhi standar seperti berpendidikan, berkompeten, mandiri, memiliki hati yang melayani atau berdedikasi serta memiliki etika dan estetika dalam mendidik berdasarkan Alkitab

(12)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 136 (Sirait, 2017). Standar ini dimiliki oleh setiap guru Kristen agar mendukung setiap pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, setiap guru Kristen harus diperlengkapi untuk mempersiapkan dirinya menjalankan tugas atau pelayanan yang telah Allah siapkan. Berdasarkan berbagai teori yang telah dijabarkan guru Kristen adalah seorang pribadi yang terbatas namun diberi kemampuan dan kekuatan oleh Allah untuk dapat bersama-sama dengan siswa menuju keserupaan dengan Allah melalui penanaman nilai dan pengetahuan yang benar di dalam kelas.

Guru Kristen tidak terlepas dari pribadi yang berdosa, sehingga membutuhkan peran Roh Kudus dalam membimbing dan mengarahkan sehingga guru Kristen dapat mengerjakan tugas yang telah Allah berikan kepadanya. Guru Kristen harus menjadi seorang guru yang memberikan teladan kasih dan menghasilkan buah Roh yang mencerminkan gambaran Allah dalam pribadinya. Guru Kristen adalah seorang guru yang menyadari tugasnya sebagai pemberian khusus dari Allah sehingga harus dikerjakan dan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Melalui pentingnya kesadaran ini guru Kristen diharapkan dapat mengerjakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai anugerah yang telah Allah percayakan kepada setiap pribadi.

Metode Penelitian

Metode penulisan paper ini adalah menggunakan teknik penelitian deskriptif kualitatif. Melalui metode ini penulis melakukan pengumpulan data menggunakan berbagai sumber dan hasil penelitian yang revelan dalam proses penyusunan tulisan ini untuk memperdalam serta memperkuat topik pembahasan dalam tulisan ini.

Pembahasan

Saat ini Indonesia sedang mengalami krisis moral dalam dunia pendidikan. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran dari komponen-komponen pada dunia pendidikan dalam menanamkan moral kepada anak. Padahal penanaman moralitas kepada anak merupakan hal yang penting demi membangun karakter yang baik. Banyak komponen-komponen yang kurang menyadari bahwa pendidikan moral merupakan suatu dasar penting yang dapat mempengaruhi karakter maupun nilai yang dianut seorang anak.

(13)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 137 Kekerasan maupun perilaku tidak baik yang terjadi dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat semakin memperkeruh dan mempengaruhi moral yang dianut oleh seorang anak.

Dalam pendidikan sekuler etika atau moralitas ditanamkan kepada siswa menurut pandangan institusi maupun seorang guru. Setiap institusi maupun guru sering kali menanamkan suatu moralitas kepada siswa menurut apa yang dipandangnya baik. Hal ini disebabkan setiap orang memiliki pemahamannya sendiri mengenai moralitas yang dibangun atas dasar hati nurani atau budaya. Hal ini pada akhirnya yang mengakibatkan standar moral cenderung beragam.

Seperti halnya dalam pandangan global yang menunjukkan bahwa moral memiliki sifat yang relatif. Hampir seluruh standar moral memberikan kesan yang relatif dan pandangan global hanya berpatok kepada kejujuran sebagai standar moral. Dunia saat ini juga menekankan kebebasan kepada setiap manusia dalam menganut pandangan, keyakinan maupun nilai. Setiap orang memiliki kebebasan dalam menentukan standar moralitas yang diyakini baik bagi dirinya maupun lingkungan. Hal ini seakan mendukung filsafat relativisme yang menyatakan bahwa segalanya dapat dipandang secara relatif.

Relativisme adalah suatu filsafat yang banyak mempengaruhi standar moral di dunia. Relativisme menekankan bahwa terdapat banyak sekali standar moralitas di dunia. Hal ini dikarenakan individu berhak dalam menentukan standar moral menurut keyakinan maupun pandangannya secara pribadi (Dawson-Tunik et al., 2004). Dalam pandangan dunia segala sesuatu dipandang relatif karena setiap orang dibentuk melalui budaya maupun lingkungan berbeda yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap pandangan dan keyakinannya.

Dalam pendidikan di Indonesia filsafat yang sangat mempengaruhi pendidikan moral ialah filsafat humanisme. Hal ini sejatinya terlihat dari tujuan pendidikan yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu untuk memanusiakan manusia dalam artian pendidikan merupakan proses humanisasi sehingga tanpa pendidikan manusia tidak akan menjadi seorang manusia sepenuhnya (Yunita, 2017). Penekanan dalam penanaman karakter dan moral hanya sekedar memandang siswa sebagai mahluk sosial yang harus menjunjung tinggi nilai empati, simpati maupun toleransi. Pendidikan di Indonesia seakan mengenyampingkan alasan dari penanaman moral yang

(14)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 138 mana memandang siswa sebagai mahluk religius yang harus mempertanggungjawabkan segala tindakannya kepada Allah.

Standar moral dalam dunia pendidikan berdasarkan paham relativisme maupun humanisme tentu akan memberikan dampak yang besar bagi siswa. Filsafat relativisme dapat memberikan dampak yaitu kebimbangan terhadap siswa dalam menentukan suatu landasan moral yang baik. Suatu standar moral yang seringkali berubah-ubah dapat menyebabkan suatu kekacauan dalam diri siswa saat memandang sesuatu. Begitupun dengan filsafat humanisme yang mana seakan melupakan tujuan dari penerapan moral yang dilakukan oleh seorang manusia sebagai ciptaan yang mencerminkan gambar diri Allah.

Berbicara mengenai standar moral sejatinya standar moral merupakan sebuah standar yang digunakan sebagai landasan dari nilai-nilai yang dianggap baik untuk dilakukan. Moral atau nilai merupakan suatu kajian yang terdapat pada filsafat Aksiologi yang mana mengkaji tentang nilai-nilai yang dipandang baik maupun buruk yang dapat dipraktekkan secara langsung dalam kehidupan manusia (Mufid, 2012). Standar ini dapat berguna dalam mengarahkan maupun membatasi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku. Sebuah standar moral terbentuk atas pengaruh waktu, keadaan, lingkungan budaya. Hal ini yang menyebabkan standar moral memiliki sifat tidak tetap sebab seringkali mengalami perubahan- perubahan.

Dalam pendidikan Kristen tentunya tidak dapat mengadopsi filsafat seperti relativisme atau humanisme sebagai landasan dikarenakan relativisme dan humanisme cukup bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan. Oleh karena itu pendidikan Kristen harus berdiri di atas dasar filosofi Kristen (Knight, 2009). Berdiri atas dasar filosofi Kristen memiliki artian bahwa pendidikan Kristen berdiri atas landasan Alkitab dan Kristus adalah pusat dalam pembelajaran. Oleh karena itu, setiap jalannya proses pendidikan tidak pernah terlepas dari dasar Alkitab itu sendiri.

Dalam pendidikan Kristen Alkitab merupakan sebuah landasan yang paling tepat. Hal ini disebabkan Alkitab tidak disusun oleh pemikiran dan kehendak manusia melainkan oleh Allah. Alkitab merupakan tulisan dari perkataan Allah yang diwahyukan secara khusus kepada manusia (Hodge, 2005). Perkataan Allah yang dituliskan ke dalam Alkitab dapat dikatakan sebagai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akan sangat tepat bila

(15)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 139 pendidikan Kristen berdiri dalam sebuah landasan yang absolut.

Alkitab diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai pedoman manusia untuk hidup. Alkitab merupakan perkataan Allah yang berfungsi untuk menopang, membimbing, mengajar, serta mengingatkan manusia di dalam setiap aspek kehidupan. Melalui Alkitab manusia dapat tetap hidup menurut kehendak Allah. Oleh karena itu suatu pendidikan Kristen tidak dapat dilepaskan dari Alkitab sebagai landasan yang tepat.

Dalam pendidikan Kristen, Alkitab dijadikan sebuah landasan dalam pendidikan moral yang paling tepat. Hal ini disebabkan yang pertama Alkitab merupakan tulisan dari perkataan Allah dan bukan manusia. Meskipun Allah menciptakan manusia sebagai mahluk bermoral dosa telah mencemari manusia sehingga manusia tetap membutuhkan Alkitab sebagai pedoman (Hodge, 2005). Di dalam Alkitab tertuliskan apa yang baik dan patut menurut standar pemikiran Allah bukan pemikiran manusia. Oleh karena itu, standar moral yang dibangun atas dasar Alkitab dapat dikatakan sebagai suatu standar moral yang absolut dan tetap sebab berasal dari pemikiran dan kehendak Allah.

Alkitab merupakan tulisan dari perkataan Allah kepada orang percaya untuk menjadi panduan dalam menentukan moralitas. Hal ini sesuai dengan yang tertulis dalam 2 Timotius 3:16 yang menyatakan bahwa segala tulisan yang diilhamkan Allah bermanfaat mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam kebenaran. Alkitab berguna supaya orang percaya tidak terjebak dalam dilema moralitas yang sering terbentuk berdasarkan hati nurani (Beeke & Jones, 2012). Oleh karena itu Alkitab dapat menjadi suatu standar moral dalam dunia pendidikan supaya siswa tidak mengalami sebuah dilema dalam menentukan suatu moralitas yang tepat. Hal ini dikarenakan, penentuan suatu standar moral yang tetap merupakan hal yang penting untuk membangun landasan fundamental seorang anak.

Allah merupakan sumber standar moral dan di dalamNya terdapat atribut moral yang tertinggi. Prinsip moral yang Allah ciptakan dan kehendakNya akan tetap selamanya sama dan tertulis di dalam Alkitab. Oleh karena itu merupakan hal yang tepat jika pendidikan Kristen menggunakan Alkitab sebagai standar moral. Hal ini disebabkan Alkitab merupakan sumber yang absolut sebab tidak disusun atas dasar hati nurani atau pengetahuan yang dimiliki oleh manusia melainkan berdasarkan Allah

(16)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 140 sendiri.

Hati nurani dan pengetahuan tidak dapat menjadi sebuah patokan dalam menentukan suatu standar moral. Hal ini dikarenakan hati nurani maupun pengetahuan yang dimiliki oleh manusia pada dasarnya terbatas. Dosa juga telah mencemari hati, pikiran, dan tindakan manusia sehingga manusia tidak dapat hidup menurut apa yang dipandangnya baik. Manusia seharusnya melakukan sesuatu bukan atas dasar hati nurani atau pengetahuannya sendiri melainkan dengan melakukan apa yang baik dan benar di mata Tuhan (Dominian, 1970). Dengan melakukan apa yang baik dan benar di mata Tuhan manusia dapat hidup berkenan di hadapan Tuhan. Menjadikan Alkitab sebagai standar moral dalam kehidupan memiliki artian bahwa orang percaya menghidupi Firman Tuhan dalam setiap tindakannya. Hal ini terlihat melalui teladan maupun Firman yang telah Tuhan Yesus tunjukkan di dalam Alkitab yang dihidupi oleh setiap orang percaya. Orang percaya menyadari bahwa hidup yang dimilikinya ialah hidup yang mencerminkan karakter Allah sehingga setiap tindakan maupun apa yang dilakukannya tidak terlepas dari Firman Allah. Penerapan standar moral berdasarkan Alkitab dapat terlihat dari setiap buah yang dihasilkan yang mana tujuannya bukan sekedar menjadi seseorang yang baik tetapi mengerjakan kehendak Allah di dalam hidupnya. Hal ini telah dituliskan di dalam FirmanNya yang mana Allah menghendaki supaya kita dapat sempurna seperti Bapa di sorga (Matius 5:48).

Dalam pendidikan Kristen menetapkan suatu standar moral yang tetap dan absolut merupakan hal yang penting. Hal ini supaya siswa tidak diombang- ambingkan oleh dilema moralitas yang sering ditawarkan oleh pandangan dunia. Relativisme dan humanisme menawarkan berbagai pandangan moralitas menurut apa yang manusia pandang baik, tetapi tentunya akan sangat berbeda dari kekristenan. Kekristenan memandang bahwa segala sesuatu dikatakan baik semuanya berasal dari pandangan Allah. Siswa harus dikenalkan kepada suatu standar moral absolut dan tetap yang berasal dari pemikiran Allah sehingga dapat mencerminkan pribadi Allah dalam dirinya.

Dalam pendidikan Kristen guru Kristen memiliki peran yang sangat besar dalam menanamkan moral kepada siswa. Guru Kristen merupakan seorang guru yang dapat menjadi teladan bagi siswa sehingga siswa dapat melihat rupa Allah dalam diri guru (Brummelen, 2009). Begitupun dalam

(17)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 141 menanamkan moral kepada siswa, guru Kristen bukan hanya mengajarkan suatu moral melainkan juga memberikan teladan dalam pikiran, ucapan maupun tingkah laku yang baik berdasarkan Firman Tuhan yang dapat teraplikasikan ke dalam peraturan kelas seperti rulles and procedure maupun melalui manajemen kelas yang dilakukan guru. Teladan tersebut dapat terlihat dari buah Roh yang dihasilkan oleh guru tersebut melalui setiap tindakan ataupun kebijakan yang dilakukan oleh guru.

Guru Kristen merupakan pendamping atau penuntun bagi siswa dalam mengenalkan suatu moral yang baik. Oleh karena itu, guru Kristen harus menghidupi kasih dan kepedulian kepada siswa sebagai teman moral sehingga siswa dapat merasakan peran guru sebagai teladan (Badley & Brummelen, 2012). Melalui hal tersebut guru Kristen dapat mengajarkan dan berbagi kepada siswa mengenai suatu moral berdasarkan Alkitab sebagai salah satu fungsi dari guru Kristen. Dengan siswa mengenal suatu moral yang baik berdasarkan kebenaran Allah maka guru telah mengerjakan perannya dalam mentransformasi siswa supaya dapat semakin serupa dengan Allah.

Guru Kristen memiliki otoritas dalam menerapkan standar moral, yang mana otoritas tersebut diberikan oleh Allah supaya setiap guru dapat mengerjakan tugasnya dengan baik. Guru Kristen menyadari bahwa penerapan suatu standar moral berdasarkan Alkitab bukan untuk menghukum anak-anak yang melanggar moral tersebut. Fungsi suatu standar moral bukan sekedar agar seorang anak menghindari hukuman atau mendapat penghargaan melainkan menyadari dirinya sebagai ciptaan yang mencerminkan sifat Allah (Habermas, 2009). Oleh karena itu, guru harus menggunakan otoritasnya untuk membimbing siswa supaya mengerti tujuan dari penerapan standar moral dalam pendidikan Kristen.

Tujuan dari penanaman moral dalam pendidikan Kristen ialah untuk memperlengkapi seorang anak supaya dapat serupa dengan Allah. Tertulis dalam 2 Timotius 3:17 yang mengatakan bahwa tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. Penanaman moral dalam pendidikan Kristen ialah supaya seorang anak dapat diperlengkapi dan memegang nilai-nilai yang benar sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Nilai-nilai tersebut dapat menjadi pedoman hidup bagi anak yang mana bukan hanya terlihat baik di mata manusia tetapi juga di mata Allah.

(18)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 142 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dari tulisan ini ialah standar moral berdasarkan Alkitab dalam pendidikan Kristen merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini supaya siswa tidak diombang-ambingkan oleh nilai-nilai moral berdasarkan filsafat relatif atau humanis yang dapat menciptakan dilema moralitas atau lemahnya landasan moral dalam hidup seorang siswa. Standar moral berdasarkan Firman Allah merupakan hal yang tepat dalam pendidikan Kristen karena Firman Allah merupakan sumber pengetahuan yang mengajarkan kebenaran maupun pedoman hidup yang diberikan oleh Allah kepada setiap orang percaya. Tujuan dari pentingnya penerapan standar moral dalam pendidikan Kristen ialah supaya setiap komponen dalam Pendidikan Kristen dapat menghidupi moral dengan melakukan apa yang baik menurut Allah sehingga dapat menghasilkan buah dan mencerminkan kemuliaan Allah dalam hidupnya.

Saran kepada para pendidik Kristen hendaknya berfokus kepada tujuan dari standar moral berdasarkan Alkitab. Tujuan dari standar moral berdasarkan Alkitab bukan sekedar hal dasar yaitu supaya siswa dapat mentaati setiap apa yang diajarkan melainkan masuk kepada hal yang lebih kompleks yaitu menghidupi moral tersebut. Dengan menghidupi standar moral berdasarkan Alkitab maka siswa mengerti tujuan dari setiap yang dilakukannya. Hal ini supaya siswa mengerti bahwa apa yang dilakukannya bukan sekedar dipandang baik oleh manusia melainkan Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, T. W. (2016). Aksiologi: Antara Etika, Moral, dan Estetika. KANAL: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2), 187.

https://doi.org/10.21070/kanal.v4i2.1452

Badley, K., & Brummelen, H. van. (2012). The Metaphors We Teach By: How Metaphors Shapes What We do in Classrooms. Wipf & Stock, an Imprint of Wipf and Stock Publishers.

Beeke, J. R., & Jones, M. (2012). A PURITAN THEOLOGY. Leornardo St. NE, Amerika Serikat: Reformation Heritage Books.

(19)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 143 Brummelen, H. v. (2009). Berjalan dengan Tuhan di dalam Kelas.

Tangerang, Banten, Indonesia: Universitas Pelita Harapan Press. Dawson-Tunik, T. L., Stein, Z., Dawson, T. L., & Stein, Z. (2004). The

development of relativism. Devtestserviceorg, August, 169

http://devtestservice.org/PDF/Relativism.pdf%5Cnhttp://www.lectic

a.info/P DF/Relativism.pdf

Dominian, J. (1970). Human and Divine Love. In New Blackfriars (Vol. 51, Issue 604). Cascade Books, an Imprint of Wipf and Stock Publishers.

https://doi.org/10.1111/j.1741-2005.1970.tb07814.x

Habermas, R. (2009). Introduction to Christian Education and Formation. Hodge, C. (2005). Systmatic theology - Volume I. I.

https://www.ccel.org/ccel/hodge/theology1.html

Hudi, I. (2017). Pengaruh Pengetahuan Moral Terhadap Perilaku Moral Pada Siswa Smp Negeri Kota Pekan Baru Berdasarkan Pendidikan Orang Tua. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 2(1), 30–44.

http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JMK

Imran, S., Hidayat, D., & Winardi, Y. (2019). Peran Guru Kristen Dalam Pembelajaran Matematika Di Suatu Sekolah Kristen Di Tangerang [Christian Teacher’S Role in Learning Mathematics At a Christian School in Tangerang] JOHME: Journal of Holistic Mathematics

Education,

2(2), 71. https://doi.org/10.19166/johme.v2i2.1683

Jaya, B. M., & Arafat, M. R. (2017). Universalism vs cultural relativism dan implementasinya dalam hak kebebasan beragama di Indonesia. Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum, 56-65.

Jumarudin, Gafur, A., & Suardiman, S. P. (n.d.). Pengembangan model pembelajaran humanis religius dalam pendidikan karakter di sekolah dasar. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi.

Knight, G. R. (2009). Filsafat & Pendidikan; Sebuah Pendahuluan dari Perspektif Kristen. Tangerang, Banten, Indonesia: Universitas Pelita Harapan Press.

(20)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 144 https://books.google.co.id/books?id=hFFADwAAQBAJ&pg=PA88&dq =aks

iologi+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi7gteQx_jpAhUXXn0KHVFa DnAQ6AEILzAB#v=onepage&q=aksiologi adalah&f=false

Nadeak, E. H., & Hidayat, D. (2017). Karakteristik Pendidikan yang Menebus. A Journal of Language, Literature, Culture, and Education POLYGLOT, Vol. 13 No, 87–97.

Nuhamara, D. (2018). Pengutamaan Dimensi Karakter Dalam Pendidikan Agama Kristen. Jurnal Jaffray, 16(1), 93.

https://doi.org/10.25278/jj71.v16i1.278

Priyatna, N. (2017). Peran Guru Kristen sebagai Agen Restorasi dan

Rekonsiliasi dalam Mengembangkan Karakter Kristus pada Diri Remaja sebagai Bagian dari Proses Pengudusan. Jurnal Polyglot, 13(1), 1–7. Reeve, J. M., Warren, C. S., Duchac, J. E., Wahyuni, E. T., Soepriyanto, G.,

Jusuf,A. A., & Djakman, C. D. (2009). Pengantar Akuntansi-Adaptasi Indonesia.

Jakarta: Salemba Empat.

Setyawan, D. (2017, Februari 22). Berita: KPAI. Retrieved from Situs Resmi KPAI: https://

www.kpai.go.id/berita/indonesia-peringkat-tertinggi-kasus-kekerasan- di-sekolah

Stott, J. (2010). The Radical Disciple (Murid yang Radikal). (M. K. Santosa, G. Makitan, Eds., & P. Tumanan, Trans.) Surabaya, Jawa Timur, Indonesia: Perkantas Jatim. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=FpIL66Sny0C&printsec=frontcov

er&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=falsed alah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi7gteQx_jpAhUXXn0KHVFaDnAQ6A EIPzAD#v=onepage&q=aksiologi%20adalah&f=false

Sujana, I. W. (2019). Fungsi dan tujuan pendidikan Indonesia. ADI WIDYA: Jurnal Pendidikan Dasar, 29-39

Sudibyo, L., Triyanto, B., & Suswandari, M. (2014). Filsafat Ilmu. Sleman, Yogyakarta, Indonesia:Deepublish. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=VDI8DAAAQBAJ&pg=PA76&dq=a

(21)

KAIROS: Jurnal Ilmiah Vol 1, No. 2, Jul 2021 Page 145 Sagala, S. (2013). ETIKA DAN MORALITAS PENDIDIKAN (Pertama). Prenada

Media.

https://books.google.co.id/books?id=mFFADwAAQBAJ&printsec=frontc over&dq=etika+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwivrbSo4PjpAhVYAHI K HYQcCSI4ChDoAQhqMAk#v=onepage&q=etika adalah&f=false Sirait, J. E. (2017). Pendidik Kristen Profesional, Inspiratif dan Menarik.

DUNAMIS (Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristiani), 1(2),117–139. http://www.sttintheos.ac.id/ejournal/index.php/dunamis/article/view /110/108

Siregar, F. (2015). Etika Sebagai Filsafat Ilmu (Pengetahuan). Jurnal De’Rechtsstaat, 1(1), 54–61.

Sujana, I. W. C. (2019). Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia. Adi Widya:

Jurnal Pendidikan Dasar, 4(1), 29.

https://doi.org/10.25078/aw.v4i1.927

Tafonao, T. (2019). Kepribadian guru Kristen dalam perspektif 1 Timotius 4:1116. Evangelikal: Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga

Jemaat, 3(1),62–81.

https://journal.sttsimpson.ac.id/index.php/EJTI/article/view/115

Tety, & Wiraatmadja, S. (2017). Prinsip-Prinsip Filsafat Pendidikan. Evangelikal: Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga Jemaat, 7558(1), 55–60.

Widianing, O. J. (2018). Pendidikan Kristen di Sekolah: Sebuah Tugas Ilahi Dalam Memuridkan Jiwa. Jurnal Teologi Berita Hidup, 1(1), 78–89. https://doi.org/10.38189/jtbh.v1i1.6

Wulanata, I. (2018). Peran dan Karya Roh Kudus serta Implikasinya

terhadap Pengembangan Pribadi dan Kualitas Pengajaran Guru Kristen. Jurnal Polyglot, 14, 19–30.

Yunita, N. (2017). Pendidikan Humanistik Ki Hadjar Dewantara Dalam Konteks Pendidikan Kontemporer Di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA, 20, 2–11.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat

Bagi individu yang memiliki derajat trait anxiety yang tinggi dan mudah menilai suatu situasi sebagai ancaman, namun jika cognitive appraisal memandang bahwa

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai hambatan aliran udara persisten, progresif, dan berhubungan dengan

Pada bab ini disajikan data dan pembahasan, penelitian yang berjudul “Efektifitas Pengembangan Lembar Kerja Siswa Geografi Dengan Metode Stad (

Web portal bertajuk Probability SPM telah menggunakan satu sistem pengurusan kursus yang dinamakan Moodle ( Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment )

Perubahan dengan meningkatnya kesadaran kelompok lansia dalam memeriksakan kesehatan diri telah berhasil terwujud melalui aksi Program Promosi Kesehatan yaknsi

mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja karyawan pada PT. Bumi Sentosa Dwi Agung. Bumi Sentosa Dwi Agung. Sebaliknya apabila terjadi penurunan lingkungan kerja, maka

Sedangkan, skor maksimal yang diharapkan (Tsh) adalah 208. Jadi, berdasarkan perhitungan review ahli I secara keseluruhan tersebut dapat disimpulkan bahwa produk modul ajar MRL