• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEBANGAN SENI KERAJINAN GERABAH KASONGAN YOGYAKARTA Oleh: Dr. Timbul Raharjo, M. Hum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEBANGAN SENI KERAJINAN GERABAH KASONGAN YOGYAKARTA Oleh: Dr. Timbul Raharjo, M. Hum."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEBANGAN SENI KERAJINAN GERABAH KASONGAN YOGYAKARTA Oleh: Dr. Timbul Raharjo, M. Hum.

Intisari

Sepuluh tahun terakhir Kasongan mengalami perubahan signifikan terutama pada perubahan kreativitas pengrajin yang ditandai dengan perubahan produk seni gerabah yang semakin bervariasi. Sejak dicanangkannya Kasongan sebagai destinasi pariwisata sejak tahun 1970-an, para pengajin bergairah untuk selalu membuat produk terbaiknya yakni berbagai macam varian teknik temple dan pengembangan bentuk guci. Produk itu mengalami metamorfose secara simultan seiring dengan gerak perubahan pasar dunia. Sampai pada kejayaannya dengan 300 container setiap bulan dari tahun 2000 sampai datangnya krisis global tahun 2008 hingga menjatuhkan gerak pertumbuhan itu pada titik nol. Namun masyarakat Kasongan adalah manusia kreatif yang terbiasa mencipta produk seni gerabah baru atau desain baru, mereka mempertahankan gairah berkaryanya seiring dengan kreativitas dan gerak perubahan trend produk seni dunia. Maka sampai 2015 banyak muncul produk seni kerajinan yang bervariasi baik bahan maupun bentuknya. Kata Kunci: Perkembangan, kerajinan seni, dan Gerabah

A. Pengantar

Kasongan telah menjadi trade mark seni gerabah di Indonesia, hal ini akibat perkembangan pariwisata dan bisnis kerajinan. Keduanya memiliki hubungan yang erat, para wisatawan yang notabene ingin berkunjung dan melihat sesuatu yang menarik di lokasi yang baru yang belum pernah dikunjunginya, mereka menginginkan cinderamata, karena dibuat dengan cara tradisional kerja tangan. Ketertarikan itu membuat mereka mencoba berbisnis seni kerajinan kerajinan dan dijual di negaranya (Dwi Budiwiwaramulya, 1998). Tidak sedikit para wisatawan itu kemudian berubah menjadi pelancong yang juga pebisnis. Bisnis seni kerajinan merupakan komodite yang potensial karena produk yang dihasilkan bertumpu pada material lokal, ketekunan pengrajin jadilah aneka produk handicrafts yang mengandalkan ketrampilan tangan. Sifat handmade ini merupakan aspek penting disaat barang pabrikan yang kian melanda di pasaran dan dianggap kurang manusiawi. Oleh karena itu sentuhan manual mengandalkan kerja tangan yang rajin mendapat tempat tersendiri dihati penggunanya (Timbul Raharji, 2011)

Perubahan wajah desa Kasongan kian hari kian meningkat dengan perkembangan sentra yang semakin meluas. Perputaran kerja kreativitas dan bisnis ini tidak saja berkaitan dengan distribusi lokal saja namun eksport ke manca negara maka perubahan yang sifatnya menyesuaikan dengan kebutuhan akan kerja bisnis kerajinan gerabah untuk konsumsi eksport dilakukan sesuai kepentingan. Mulailah mereka mengeluarkan jurus-jurus untuk meraih pangsa pasar itu.

B. Perajin dan Pengusaha Gerabah

Industri seni kerajinan gerabah telah menjadi mata pencaharian penduduk desa Kasongan. Hampir semua penduduk Kasongan menggantungkan hidupnya membuat kerajinan gerabah. Beberapa pengrajin bertempat tinggal di pinggir jalan Kasongan dan membuka artshop, mereka memiliki usaha penjualan langsung kepada konsumen yang berkunjung di Kasongan, juga mendapat pesanan. Mereka mulai mempekerjakan pengrajin lain yang tidak memiliki artshop untuk bekerja di tempat pengusaha tersebut. Ketika order semakin banyak, mereka mulai kewalahan, di antaranya masalah tempat

(2)

produksi, maka pengrajin yang semula bekerja pada perusahaan tersebut mulai membawa pekerjaannya ke rumah mereka. Munculah pengusaha baru dengan skala lebih kecil dimana mereka menyetor hasil produknya ke pengusaha yang semula majikannya. Sistemnya kerja umumnya dengan cara borongan, beberapa fasilitas yang dimiliki para pengusaha penyetor tersebut terbatas, mereka hanya menyetor barang setengah jadi, misalnya hanya memproduksi barang yang belum jadi atau belum di bakar, sedangkan proses pembakaran dilakukan oleh perusahaan penerima. Pengusaha penerima memproses bagian-bagian misalnya pembakaran, finishing, dan penjualan serta tentu saja pengepakan (Nangsib, 2014)

Perajin yang memproduksi di rumah sendiri masing-masing memiliki spesialisasasi tergantung tingkat kemampuan mereka. Ada dua kelompok perajin dilihat dari hasil produksinya yaitu gerabah untuk keperluan dapur dan gerabah untuk keperluan seni. Produk keperluan dapur makin-lama makin terdesak oleh peralatan dari bahan non gerabah sehingga daya saingnya rendah saat ini jika dibandingkan dengan produk keperluan seni jauh lebih banyak. Dapat dikatakan 80 % mereka memproduksi barang-barang gerabah untuk keperluan seni. Permintaan pasar meningkat mulai kewalah menerima order terutama dari manca Negara, mulailah mereka mencari alternatif lain untuk lebih mengefektifkan proses produksi, pada tahun 1999 mulai melirik pengrajin lain di luar Kasongan yang memiliki ketrampilan dalam membuat gerabah yaitu perajin dari Brebes Jawa Tengah dengan ketrampilan teknik putar tendangan kaki. Teknik ini dikuasai dengan mudah oleh para perajin pendatang tersebut sehingga perannya di desa Kasongan cukup besar. Di Kasongan pekerjaan memutar umumnya hanya dikerjakan oleh kaum perempuan. Sementara kaum lelaki di Kasongan sebagai penghias body keramik yang telah diputar oleh perajin brebes tersebut. Mulailah pekerjaan memutar dilakukan para pengrajin yang berasal dari Brebes Jawa Tengah.

C. Jumlah Perajin dan Pengusaha

Jumlah perajin gerabah Kasongan terjadi pasang-surut tergantung pada banyak sedikitnya pesanan yang dikerjakan. Pasang surut karyawan lumrah karena mereka bekerja dengan cara borongan dan harian, jika borongan maka berapa hasil jumlah gerabah yang dapat diselesaikan atau berapa hari mereka bekerja. Pengusaha selalu menambah dan mengurangi karyawannya secara otomatis. Belakangan jumlah pengusaha dan perajin menyusut seiring dengan gerak perubahan pasar gerabah di dunia internasional terutama dunia perdagangan atas pengaruh krisil ekonomi global yang masih terasa, juga yang semakin rumitnya regulasi dengan keberadaan pasar bebas dunia yang makin banyak aturan.

Para perajin yang memiliki usaha sendiri di rumahnya mulai memperluas pasar dengan tidak menyetor pada satu pengusaha, namun mereka juga menyetor hasil gerabah setengah jadinya pada kebeberapa pengusaha lain yang memerlukan. Jadilah mereka pengusaha medium memilki kurang-lebih 3-10 karyawan. Sementara itu jumlah karyawan untuk pengusaha yang dipandang besar berkisar 30-100 orang. Jumlah pengusaha saat ini kurang lebih 350 (terutama yang memiliki astshop di Jalan Saptohoedojo Kasongan, dan 3 pengusaha asing, didukung kurang lebih 2000 tenaga kerja (pengrajin dan pegawai harian pada perusahaan gerabah). Mereka bersaing baik kreativitas produk dan pasar produk gerabah itu.

(3)

Pembinaan diawali keterlibatan Larasati Sulaiman Suliantoro dengan cara memesan produk vas bunga sebagai pelengkap rangkaian bunganya. Pot yang semula polos diberi hiasan dengan teknik tempel pada bagian badan sebagai dekorasi. Tampaknya metode penyuluhan dengan cara mengkaitkan antara penciptaan kreativitas Larasati kemudian membelinya untuk dipakai sebagai dasar atau dudukan kreativitas merangkai bunga. Dua hal yang dikaitkan itu membuat produk gerabah Kasongan saat itu (1970) dikenal baik di Indonesia. Kemudian Sapto Hoedojo yang dapat mendongkarak perkembangan Kasongan menjadi sentra industri gerabah seni dengan desain “nogokukilo”(bentuk patung perturungan burung dan ular) yang ngremit dan rumit. Sapto Hoedojo memberi inspirasi yang lebih dengan teknik tempelnya. Beliau mengajak Ngadiyo salah satu pengajin Kasongan ke Jepang untuk mendemokan karya kuda dan nogokukilo dengan teknik temple. Kemudian Kasongan dikenal salah satu desa pembuat keramik teknik temple terbanyak di dunia.

Selanjutnya para mahasiswa ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia yang saat ini menjadi ISI Yogyakarta) seperti Widayat, Gustami, Narno, A. Zaenuri, Ponimin, Timbul Raharjo, dan lainnya. Mereka yang banyak mengadakan studi praktek lapangan di Kasongan juga ikut memberikan arahan desain baru bagi perkembangan Gerabah Kasongan. Pihak-pihak swasta yang membeli dengan desain baru juga ikut mendukung perkembangannya. Pihak pemerintah melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi banyak membina dengan peningkatan kualitas bahan dan peralatan. Juga beberapa instansi terkait seperti dinas pariwisata dengan penataan wisata, dinas tenaga kerja dengan bantuan tungku glasirnya dan lain sebagainya (Gustami, 2015).

E. Pengaruh Kerajinan dari Luar Daerah

Pengaruh luar terjadi disemua lini baik cara hidup, kreativitas, produksi, dan pemasaran. Pengaruh luar terutama pada cara mereka membuat desain baru selalu dipengaruhi dari luar terutama luar negeri, sebab desain gerabah dibuat atas dasar permintaan pasar. Para importer datang ke Kasongan dengan desain spesialnya, desain yang cocok dengan pasar mereka. Mereka adalah orang-orang yang mengerti pasar, pelaku pasar secara langsung bersinggungan dengan pasar enduser, sehingga desain menjadi penting untuk bersaing ke di pasar dunia. Pengaruh produksi dan distribusi, yakni semakin dapat beradaptasi dengan pembeli yang tertip dan efisien. Juga cara-cara eksport dengan domkumen eksportnya (Timbul Raharjo, 2013).

Perkembangan selanjutnya adalah banyaknya pengrajin yang membuka artshops baru di sepanjang jalan Kasongan. Perajin tersebut tidak lagi dari daerah sekitar, namun telah banyak pendatang dari luar daerah Kasongan atau bahkan pengusaha asing luar negeri yang semula menjadi pembeli kerajinan gerabah Kasongan. Mereka dengan cara mengontrak atau juga membeli tanah sepanjang jalan menuju Kasongan untuk dijadikan tempat memasarkan hasil usahanya. Mulailah mereka berjualan seni kerajinan di daerah ini dengan hasil produk aneka kerajinan, seperti kerajinan dari bambu, resin, kayu, rangkaian dun-daun keraing (natural produk) dan lain sebagainya. Dengan demikian wilayah ini adalah tempat pemasaran yang potensial untuk barang kerajinan, karena nama Kasongan telah dikenal sebagai sentra kerajinan gerabah dengan banyak pengunjung yang datang. Mereka mencoba menawarkan produk kerajin lain sebagai alternatif dalam belenja mereka. Pada kenyataannya perkembangannya cukup baik.

Aneka kerajinan yang mereka tawarkan adalah hasil produk perajin lain yang ada diwilayah Yogyakarta. Sebagai daerah wisata pada suatu saat wilayah Kasongan menjadi

(4)

pusat pemasaran kerajinan. Wilayah-wilayah tersebut antara lain Pundong, Pandak, Kasihan, Imogiri dan lain-lain. Jika diamati dapat di sejajarkan dengan wilayah Ubud Bali, semula wilayah Ubud hanya memproduksi kerajinan kayu saja namun seiring dengan perkembangan, Ubud bukan saja penghasil kerajinan kayu namun telah terdapat aneka kerajian baik batu, besi, resin dan lain sebagainya (Timbul Raharjo, 2009).

F. Pemasaran/Nilai Penjualan

Dalam dunia usaha pemasaran memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup sebuah usaha. Banyak perajin dapat membuat tapi tidak dapat menjual. Sementara disisi lain ada juga dapat menjual tapi tidak dapat membuat. Tampaknya dua persoalan tersebut terlihat bertolak belakang, namun apabila dipadukan maka akan dicapai suatu keselarasan. Keselerasan dapat diperoleh dengan mengaitkan dua persoalan tersebut. Untuk mengaitkannnya diperlukan media penghubung. Media penghubung dalam hal ini dapat berupa artshops, pameran, media internet dan lain sebagainya. Bentuk media informasi atau penghubung antara si buyers dan produsen tersebut yang biasa kita sebut dengan jurus pemasaran.

Awalnya produk Kasongan dijual dengan cara yang sederhana seperti menjajakan berkeliling, dititip dipasar-pasar yang telah ditampung oleh broker. Namun seiring dengan perkembangan, banyak dibina dari berbagai macam instansi baik pemerintah maupun pihak swasta, maka mereka mulai menyediakan ruang pajang yang saat ini disebut "warung"(artshops). Dari warung tersebut mereka mendapatkan pembeli atau konsumen. Bagi pengusaha gerabah yang cukup besar pemasaran telah dilakukan di samping memiliki artshops mereka juga telah merambah melalui internet. Media ini merupakan suatu cara menginformasikan dan memperoleh informasi dengan cara cepat dan murah.

Tahun awal 2000-an hampir 90 % gerabah Kasongan diekspor ke luar negeri, namun ketika krisis global melanda sejak tahun 2009 ekspor melemah dan terjadi penurunan produksi mencapai 70 %, sehingga penguatan pasar lokal menjadi preoritas juga disaat ekonomi dalam negeri mulai menggeliat. Maka perbandingan ekspor dan pasar domestic menemui perimbangan. Tahun 2015 data terakhir continer yang dikirim ke manca Negara tidak lebih dari 20 continer. Jika tiap kontiner seharga 70 juta maka tiap bulan nilai penjualannya 1.400.000.000,-. Ada juga beberapa produk yang cara produksinya dilakukan diluar Kasongan, mereka adalah pengusaha diluar Kasongan yang banyak memesan di Kasongan.

G. Distribusi Pemasaran

Pasar dalam negeri meliputi kota-kota besar di Indonesia Jakarta, Surabaya, Semarang, Denpasar, Ubud dan lain sebagainya. Namun juga produk-produk ini dikonsumsi oleh masyarakat konsumen sejenis bangsa Indonesia yaitu wilayah Asia, seperti Singapore, Malaysia, Thailan, Korea, Cina, Jepang dan lain sebagainya. Pada umunya dapat dibedakan dengan konsumen Eropa-Amerika, perbedaannya antara lain yaitu pada teknik finishing, untuk konsumen Asia banyak menyukai warna-waran yang cerah menyala dan Erapa-Amerika banyak menyukai warna-warna antik dan lebih natural. Namun informasi perbedaan kesukaan warna tersebut tidak selalu benar, sebab trend desaign senantiasa berubah (Peter Dormer, 1994)

Seperti dijelaskan di atas tentang buyer dari manca Negara yang berubah dari perkembangan wisata di Indonesia. Pada awalnya mereka sebagaian hanya sebagai touris yang datang ke Indonesia, khususnya dalam hal ini yang banyak ke Bali. Oleh karena

(5)

para touris itu tertarik dengan produk kerajian dibeli sebagai oleh-oleh mereka, namun ketika barang tersebut banyak diminati dinegaranya mulailah mereka membisniskan barang-barang kerajinan dari Indonesia itu ke negaranya jadilah mereka menjadi importir, mengingat barang kerajinan Indonesia memiliki craftmanships yang tinggi juga harga murah.

Jangkauan pemasaran telah merambah pada negara seperti Kanada, Inggris, Belanda, Australia, Amerika, Spanyol, Itali, Perancis, Arab Saudi, Israel, dll. Perkiraan distribusi produk gerabah dari Kasongan Eropa 30 %, Australia 20 %, 10 % untuk negara lainnya, dan 40 % Pasar lokal. Saat ini perimbangan pasar lokal dan ekspor menjadi tantangan tersendiri bagi masayarakat Kasongan untuk mengembangkan kreativitasnya untuk memperoleh kejayaan pasar ekspor kembali.

H. Penutup

Kasongan sebagai sentra gerabah terbesar di Indonesia dapat dijadikan model pengembangan sebuah industry gerabah di Indonesia. Model itu dapat dilihat bagaimana masyarakat Kasongan dengan produk gerabah yang dapat bertahan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Pola hidup tercermin pada pola garap gerabah yang meskipun secara tradisional, namun kreativitas desainnya mampu menembus pasar ekspor hingga saat ini. Pola perubahan dalam bidang pemasaran juga memberikan dampak pengembangan karena interaksi dengan para importer manca Negara.

Pengembangan produk yang menyesuaikan dengan trend desain, mampu memberikan pengaruh kreativitas bagi usahanya. Terlihat beberapa pengusaha selalu menciptakan desain baru dari prediksi pasar di tahun tertentu untuk diikutka pada sebuah pameran bertaraf internasional.

I. Kepustakaan

Dwi Budiwiwaramulya, 1998, Gerabah Kasongan: Tinjauan Visual Tentang Perkembangan Produk Gerabah Hias Kasongan sejak tahun 1960-1997, Tesis, Program Magister Seni Rupa dan Desain Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.

Nangsib, Wawancara, 23 Agustrus 2014.

Peter Dormer, 1994, The New Ceramics: Trend and Tradition, Thames and Hudson, London.

SP. Gustami, dkk, 2015, Keramik Kasongan Heritage, Diterbitkan oleh direktorat Pengembangan Seni Rupa, Jakarta.

Timbul Raharjo, 2009, Globalisasi Seni Kerajinan Keramik Kasongan, Penerbit: Program Pascasarjana ISI Yogyakarta, Yogyakarta.

………, 2013, The Impact of Global Culture on Javanese culture in the Craftmen Society of Earthenware Craft Art of Pundong Bantul Yogyakarta, IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), Volume 16, Isue 6 November – Desember 2013.

……….., 2011, Bisnis Kerajinan Bikin Londo Keranjingan, Penerbit Program Pasca sarjana ISI Yogyakarta,

(6)

Lampiran

Gambar 1. Gerabah dengan teknik tempel berbentuk kuda ukir dan nogokukilo. Produk ini merupakan cikal bakar yang membuat Desa Kasongan dikenal sampai manca negara

(Foto: Timbul Raharjo)

Gambar 2. Gerabah berbentuk Guci variasi bentuk dan finishingnya memiliki daya jual ke manca Negara khususnya Eropa, Australia, dan Amerika. (Foto: Timbul Raharjo)

Gambar

Gambar 1. Gerabah dengan teknik tempel berbentuk kuda ukir dan nogokukilo. Produk  ini merupakan cikal bakar yang membuat Desa Kasongan dikenal sampai manca negara

Referensi

Dokumen terkait