• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi

Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur yang baru menetas mempunyai bentuk oval, datar, kilat dan berwarna putih dengan dikelilingi warna hitam sebelum menetas. Telur mempunyai ukuran dengan panjang 0,75-1,25 mm dan rata-rata 0,95 mm. periode inkubasi adalah antara 6 hari dengan rata-rata 5,13 hari (Yalawar dkk, 2010).

Gambar 1. Telur C. sacchariphagus

Larva dapat mencapai panjang sekitar 2-4, 6-9, 10-15, 15-20, 20-30 mm selama instar 1 sampai 5. Larva berwarna jingga dan terdapat garis putus-putus hitam pada bagian dorsalnya dengan kepala berwarna coklat kehitaman. Pada instar 1 dan 2 larva hanya berada pada pelepah daun, namun setelah instar 3 larva mulai menggerek batang Lama stadia larva 37-54 hari (Capinera, 2009).

(2)

Gambar 2. Larva C. sacchariphagus

Larva menjelang jadi pupa akan keluar dari liang gerek dan memilih bagian tanaman yang agak kering kemudian setelah 10-18 jam pupa terbentuk.

Garis-garis segmen akan semakin jelas dan setelah 1-2 hari warna pupa berubah jadi cokelat cerah kemudian akhirnya cokelat tua. Pupa terletak di dekat lubang atau pintu keluar pada tebu bekas gerekan. Masa pupa 6-7 hari (Way dkk, 2004).

Gambar 3. Pupa C. sacchariphagus

Ngengat berwarna kekuningan atau kuning kecoklatan. dengan lebar sayap 18-28 mm pada ngengat jantan dan 27-39 mm pada ngengat betina. Sayap yang tersembunyi pada betina berwarna putih tetapi pada jantan lebih gelap.

Ngengat bersifat nokturnal, bersembunyi pada siang hari. Oviposisi terjadi saat dan berlanjut pada malam hari. Ngengat betina dapat mengasilkan telur sampai

(3)

empat hari. Umur ngengat jantan adalah 4-8 hari dan ngengat betina adalah 4-9 hari (Capinera, 2009).

Gambar 4. Imago C. sacchariphagus

1.2 Gejala Serangan

Penggerek batang tebu merupakan hama yang serius. Pada tanaman dewasa menyerang bagian ujung sampai mati, terkadang patah. Pada tanaman muda, daun yang belum membuka mati, dan kondisi ini disebut mati hati (dead heart). Jumlah sari gula yang diekstrak dari gula berkurang ketika penggerek ini

muncul dan hasil sukrosa berkurang 10-20%. Terakhir, saat tebu diserang, lubang gerekan pada masing-masing benih menyebabkan benih mudah terinfeksi jamur (Capinera, 2009).

Gambar 5. Gejala Serangan C. sacchariphagus

(4)

1.3 Pengendalian

Salah satu pengendalian penggerek batang bergaris adalah dengan menggunakan perangkap berupa feromon buatan. Hasil percobaan di Marromeu diperoleh bahwa pada sebuah botol tertangkap 14 ngengat C. sacchariphagus selama delapan malam. Jumlah total ngengat tertangkap adalah sebanyak 74 ekor dalam waktu lima malam. Penangkapan tertinggi dengan perangkap tunggal yaitu diperoleh Sembilan individu (Way dkk, 2004).

Pengendalian penggerek batang bergaris juga dapat menggunakan parasitoid Xanthopimpla stemmator dari penangkapan 30 telur dengan waktu pencarian dua jam, diperoleh bahwa 29 diantaranya terparasit secara total.

Sementara secara umum juga ditemui bahwa C. sacchariphagus memparasit larva.

Banyak larva ditemukan mati karena terinfeksi oleh Bacillus thuringiensis.

Sedangkan jamur entomopatogen Beauveria bassiana, ditemukan tiga larva yang mati karena terinfeksi. Dari 240 larva dan pupa yang ditemukan, 6,3% mati pada saat pengumpulan, dimana 5% terinfeksi oleh patogen dan 1,3% terparasit oleh serangga (Conlong dan Goebel, 2002).

Pengendalian penggerek batang bergaris dengan parasitoid telur antara lain adalah dengan menggunakan parasitoid Trichogramma australicum. Tumidiclava sp. Telur yang terparasit adalah 64,8%, dengan nilai maksimum 99-100% selama bulan Juni, Juli, Agustus dan Desember. Parasitoid larva yang ditemukan adalah C. flavipes yang merupakan spesies predominan (Way dkk, 2004).

(5)

2. Chilo auricilius Dudgeon. (Lepidoptera: Crambidae) 2.1 Biologi

Telur berbentuk oval, bagian dorsal rata, bergelombang dan pada saat telur baru diletakkan berwarna putih kekuningan, tersusun dalam 2-5 kelompok barisan parallel, telur kembali hitam setelah beberapa hari (Gambar 6),

Gambar 6. Telur C. auricilius

Lama stadia telur 5-6 hari. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor imago

betina sekitar 285 - 412 butir dan diletakkan pada malam hari (Anderson dan Nguyen, 2012).

Larva memiliki panjang badan larva yang baru menetas + 2 mm, sedang larva dewasa sekitar 11,5 - 21 mm. Kepala dan protoraks berwarna coklat kehitaman hingga hitam, sedang warna bagian badan yang lain putih kekuningan (Gambar 7).

Gambar 7. Larva C. auricilius

(6)

Lama stadia larva 21-41 hari dengan melalui 5-9 kali pergantian kulit. Seekor larva mampu menggerek 1-3 ruas dan di dalam satu ruas biasanya dijumpai seekor larva, tetapi kadang-kadang dapat juga dari 1 ekor larva (Pramono, 2005)

Stadia pupa terjadi di dalam lobang gerekan ruas tebu. Panjang pupa sekitar 10-15,8 mm. Pupa betina lebih panjang dan besar dari pada pupa jantan (Gambar 8)

Gambar 8. Pupa C. auricilius

Warna pupa semula kuning muda, selanjutnya makin lama makin coklat kehitaman. Pada bagian kepala terdapat 2 tonjolan semacam tanduk. Lama masa stadia pupa sekitar 5-7 hari (Pramono, 2005).

Imago memiliki ciri khusus yang terletak pada sayapnya. Sayap depan berwarna kecoklatan dengan noda berwarna hitam ditengahnya. Di dalam noda hitam tersebut terdapat bintik-bintik berwarna mengkilat (Gambar 9).

(7)

Gambar 9. Imago C. auricilius

Bangun sayap belakang agak menyudut lima dan berwarna abu-abu muda dengan rumbai-rumbai putih keabu-abuan. Lama stadia imago 4-5 hari (Anderson dan Nguyen, 2012).

2.2 Gejala Serangan

Gejala pada daun berupa luka-luka berbenuk lonjong atau bulat. Luka pada daun ini dibatasi oleh warna cokelat. Pada daun muda juga terdapat lubang-lubang yang terjadi sewaktu ulat tersebut menggerek masuk ke dalam pupus daun yang masih menggulung. Pada tanaman yang masih sangat muda gerekan ulat dapat juga mengakibatkan terjadinya gejala mati puser (Gambar 10).

Gambar 10. Gejala Serangan C. auricilius

(8)

Kerusakan yang ditimbulkan penggerek batang berkilat mengakibatkan penurunan bobot batang tebu serta kemunduran kualitas nira dan kuantitas nira.Tanaman yang terserang berat akan mati atau batangnya mudah patah. Luka-luka bekas gerekan larva dapat menjadi tempat infeksi beberapa macam pathogen.

(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

2.3 Pengendalian

Umumnya pengendalian penggerek batang tebu berkilat (C. auricilius Dudgeon.) adalah :

1. Dengan penanaman varietas tebu yang tahan / toleran terhadap serangan penggerek biasanya memiliki ciri daunnya yang tegak, berbulu, pelepahdaun sulit di klentek, kulit batang keras.

2. Secara kultur teknis dengan sanitasi lingkungan ari berbagai gulma yang bisa merupakan inang alternatif (misal: Gelagah/tebu liar, gulma Rottboelia spp.) 3. Secara mekanis dengan pengacauan perkawinan imago saat musim

penerbangan yang dilakukan pada awal musim hujan (mating distribution) menggunakan feromon seks.

4. Secara Biologis dengan menggunakan musuh alami (misal: Trichogramma spp.)

5. Secara Kimiawi dengan menggunakan berbagai insektisida golongan organofosfat, karbamat, dan hidrokarbon berklor yang merupakan alternatif terakhir (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010).

(9)

3. C. flavipes Cam. (Hymenoptera: Braconidae) 3.1 Biologi

Lama siklus hidup C. flavipes adalah sekitar 20 hari. Setelah 12-16 hari C. flavipes keluar dari inang dan membentuk pupa putih (Gambar 11), yang

biasanya masih diselimuti bangkai inangnya. C. flavipes dewasa dapat bertahan hidup 1 sampai 3 hari tanpa makanan, tetapi C. flavipes dapat hidup sampai 6 hari bila diberi pakan madu (Muirhead dkk, 2010).

Telur menetas dalam waktu 3-4 hari pada inang dan instar pertama larva parasitoid mulai makan di dalam tubuh inang. Larva parasitoid terdiri dari 3 instar dalam tubuh inang, periode larva rata-rata adalah 11 hari. Setelah menyelesaikan perkembangannya larva muncul dari tubuh inang dengan mengunyah integumen.

Setelah muncul, larva instar terakhir segera membentuk kokon. Periode pra-pupa dan pupa menjadi 4-5 hari. Di alam, kokon ditemukan di dalam batang bekas gerekan larva inang. Perkembangan selesai dalam 16 hari pada suhu 300C (periode larva 11,5 hari, pra-pupa dan pupa periode 4,5 hari) (Abraha, 2003).

Gambar 11. (a) kokon C. flavipes.

Cotesia flavipes adalah parasitoid hitam. Kaki dan antena pendek berwarna merah kecuali untuk bagian basal kaki belakang berwarna kecoklatan.

(10)

Antena pada jantan lebih panjang dibandingkan parasitoid betina (Gambar 13) Tegulae, stigma dan vena sayap coklat kemerahan. Segmen abdomen pertama melebar di belakang. Ovipositor pada parasitoid betina pendek. Parasitoid betina dapat meletakkan telur hingga 20 butir dalam tubuh inang. Imago parasitoid dapat hidup 5 sampai 7 hari (Pinheiro dkk, 2010).

Gambar 12. (a) imago C. flavipes jantan, (b) imago C. flavipes betina

Semakin banyak oviposisi, ukuran kelompok telur yang diletakkan pada inang akan semakin menurun. Setelah oviposisi larva inang yang kedua, kebanyakan betina telah meletakkan seluruh telurnya atau kurang lebih 85% dari keseluruhan jumlah telur. Walaupun semua betina telah meletakkan seluruh telur mereka pada inang yang ketiga, beberapa parasitoid masih mengoviposisi inang tetapi tidak meletakkan telur (Muirhead dkk, 2010).

3.2 Perilaku

Cotesia flavipes adalah endoparasitoid gregarious koinobiont yang

menyimpan telurnya di dalam hemocele larva inang dengan kemampuan untuk memanipulasi fisiologi inang dengan mengakomodasi perkembangan stadia telur sampai larva. Kompetisi sengit dalam system inang-parasitoid menunjukkan bahwa parasitoid mengalahkan sistem pertahanan inangnya. Kompetisi ini

(a) (b)

(11)

bergantung pada laju perkembangan, jumlah telur, perkembangan stadia larva, oviposisi dan interval waktu antar oviposisi (Mesquito dkk, 2011).

Pemilihan inang seekor imago parasitoid sangat berpengaruh terhadap kelangsungan keturunannya. Oleh karena itu, di samping faktor nutrisi, ketersediaan ruang yang sesuai juga merupakan hal yang penting. Parasitoid C. flavipes hanya memilih larva berukuran 1,5 cm yang dianggap sesuai bagi

keberhasilan hidup keturunannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa C. sacchariphagus yang terparasit C. flavipes hanya larva dengan ukuran besar

(instar 5, panjang> 1,5 cm). Larva dengan ukuran kecil maupun sedang tidak berhasil diparasit oleh C. flavipes (Purnomo, 2006).

Tingkah laku kawin dari imago dan nisbah kelamin perlu diteliti dalam serangga entomofagus. Banyak serangga entomofagus telah hilang karena gagal dalam perkawinan atau memiliki nisbah kelamin yang tidak sesuai dengan kondisi tempat perbanyakan serangga. Bila telur dihasilkan dalam jumlah yang besar maka rasio kelaminnya tinggi, dimana akan lebih banyak betina daripada jantan (teliotoki) (Sembel, 2010).

Jenis kelamin parasitoid sangat ditentukan oleh ada tidaknya pembuahan telur oleh sperma sebelum imago betina meletakkan telurnya pada inang.

Parasitoid hymenoptera yang meletakkan telurnya sebelum kawin akan menghasilkan telur-telur jantan. Nisbah kelamin dipengaruhi oleh suhu.

Ketahanan parasitoid jantan dan betina berbeda terhadap suhu dingin. Larva, prapupa, pupa dan imago betina diduga mempunyai ketahanan lebih rendah dibanding dengan jantan sehingga kemunculannya dari telur inang terhambat. Hal

(12)

ini terlihat dari nisbah kelamin betina jantan dan persentase betina yang rendah setelah mendapat perlakuan suhu 9oC (Murtiyarini dkk, 2006).

Parasitoid betina dalam meletakkan telur pada permukaan kulit inang atau dengan tusukan ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang.

Larva yang keluar dari telur menghisap cairan tubuh inangnya dan menyelesaikan perkembangannya dapat dari luar tubuh inang (ektoparasit) dan sebagian besar dari dalam tubuh inang (endoparasitoid) (Soviani, 2012).

Efek parasitisasi C. flavipes pada pada inang menimbulkan dua reaksi seluler yaitu enkapsulasi dan pembentukan nodul hemocyte. Enkapsulasi adalah reaksi selular yang utama inang melawan endoparasitoid. Sebagai gambaran, pada serangga inang nonpermisif hemocyte membentuk dan menyebar kemudian berkembang membentuk lapisan pelindung (Mahmoud dkk, 2011).

Gambar

Gambar 1. Telur C. sacchariphagus
Gambar 2. Larva C. sacchariphagus
Gambar 4. Imago C. sacchariphagus
Gambar 7. Larva C. auricilius
+5

Referensi

Dokumen terkait