PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN PENILAIAN PROYEK TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA SISWA
Ni Made Sri Ayu Lestari1, Desak Putu Parmiti2, I Wayan Widiana3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
email:[email protected]1,[email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model PBL dan penilaian proyek terhadap kemampuan berpikir kritis IPA. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD di gugus II Kecamatan Abang tahun pelajaran 2015/2016 dan sampel penelitian sebanyak 82 siswa yang ditentukan dengan teknik random sampling. Data dikumpulkan dengan instrumen tes.
Teknik analisis data menggunakan anava dua jalur dan uji-t. Berdasakan hasil analisis data, diperoleh: (1) terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model PBL dan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional dengan sig.0,041<0,05; (2) terdapat pengaruh interaksi antara model (PBL dan konvensional) dan penilaian proyek terhadap kemampuan berpikir kritis IPA dengan sig.0,026<0,05; (3) pada kelompok siswa yang menggunakan penilaian proyek, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model PBL dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional dengan sig.0,006<0,05; dan (4) pada kelompok siswa yang menggunakan penilaian konvensional, terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model PBL dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional dengan sig.0,023<0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model PBL dan penilaian proyek terhadap kemampuan berpikir kritis IPA.
Kata kunci: model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), penilaian proyek, kemampuan berpikir kritis IPA.
Abstract
This study aims to determine the influence of PBL models and assessment of the project on critical thinking skills IPA. This study is quasi-experimental. The population in this study were all fourth grade students in group II Abang District school year 2015/2016 and samples are 82 students were determined by random sampling technique. Data collected by the test instrument. Data were analyzed using ANOVA two lines and t-test. Based on the analysis of data, obtained: (1) there is a difference between the critical thinking skills of students that learned IPA with PBL models and that learned with conventional learning models with sig.0,041 <0.05; (2) there is an interaction effect between the model (PBL and conventional) and the assessment of the project on critical thinking skills IPA with sig.0,026 <0.05; (3) on a group of students who use the project appraisal, there are differences in the ability to think critically IPA between groups of students that learned with the model PBL and student groups that learned with conventional learning with sig.0,006 <0.05; and (4) in the group of students who use the conventional assessment, there are differences in the ability to think critically IPA between groups of students that learned with the models PBL and student groups that learned with conventional learning with sig.0,023 <0.05. It can be concluded
that there are significant PBL models and assessment of the project on critical thinking skills IPA.
Keywords: learning model Problem Based Learning (PBL), project assessment, critical thinking skills IPA.
PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan suatu bangsa. Tanpa pendidikan suatu bangsa tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lainnya, maka pendidikan yang berkualitas perlu dilaksanakan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing.
Menurut UU.RI. No. 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal I menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekolah merupakan lembaga formal penyelenggara pendidikan, diantaranya sekolah dasar merupakan salah satu lembaga formal dasar yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Inti dari kegiatan pendidikan di sekolah adalah proses belajar mengajar dan inti dari proses belajar mengajar adalah siswa belajar. Melalui proses belajar diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat tercapai dengan optimal.
Melalui kegiatan pengajaran, siswa- siswi SD yang berada pada tahap operasional konkret sudah semestinya
dibekali dengan ilmu pengetahuan dasar dan keterampilan dasar yang dalam hal ini adalah mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiah (SD/MI) untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Pengajaran di kelas tidak terlepas dari aktivitas belajar siswa. Melalui aktivitas belajar tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengalaman belajar sehingga proses pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Pelaksanaannya pun harus dilaksanakan dengan pendekatan belajar yang relevan dengan paradigma pendidikan sekarang.
Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, dengan penekanan siswa lebih aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan.
Selain siswa, guru juga sangat diperlukan kontribusinya di dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam pembelajaran khususnya di sekolah dasar, guru merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran karena guru yang berhubungan serta berinteraksi langsung dengan siswa sebagai subjek dan obyek belajar. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum dan lengkapnya sarana prasarana pendidikan namun jika tidak diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikan ilmunya, maka proses pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Tujuan pembelajaran akan tercapai jika guru mampu mengemas sebuah pembelajaran yang menarik bagi siswa dengan cara menerapkan berbagai strategi, metode dan model pembelajaran yang bervariasi, sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan guru didalam memilih serta menerapkan model dan media pembelajaran yang bervariasi juga
merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Di sekolah dasar, siswa diajarkan sejumlah mata pelajaran, salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Susanto (2014:171) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) sebagai berikut.
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari, 3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesdaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, 4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, 5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, 6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan tuhan, dan 7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke ke jenjang SMP/MTs.
Dapat dilihat dari rendahnya prestasi belajar siswa yang diindikasikan dengan rendahnya tingkat pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis terhadap suatu masalah yang sedang diajukan.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara di sekolah, adapun masalah yang dapat diidentifikasi sebagai faktor penyebab rendahnya tingkat pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kritis dalam mata pelajaran IPA adalah sebagai berikut: 1) pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa didalam proses pembelajaran terlihat pasif, Hal ini
dapat dilihat dari proses pembelajaran siswa pada gugus II kecamatan Abang, saat proses pembelajaran terlihat guru yang lebih aktif dikelas memberikan ceramah, sehingga siswa hanya menerima saja pengetahuan yang diperolehnya tanpa menggali pengetahuan yang dirolehnya lebih dalam lagi, 2) didalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA, model pembelajaran yang diterapkan oleh guru kurang bervariasi, sehingga di dalam mengikuti proses pembelajaran siswa sering merasa bosan dan kurang tertarik mengikuti pelajaran ketika jam pelajaran berlangsung. Mereka lebih banyak bermain-main ketika proses pembelajaran berlangsung tanpa memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi pelajaran.
Pada dasarnya dalam pembelajaran IPA siswa lebih dituntut agar dapat bereran aktif di dalam mengikuti proses pembelajaran melalui kegiatan eksperimen, praktikum atau percobaan, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan bermakna bagi siswa, 3) penggunaan media benda konkret dalam proses pembelajaran IPA jarang diterapkan oleh guru, sehingga hal inilah yang menyebabkan siswa susah dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan. Seperti yang kita ketahui siswa yang masih pada jenjang sekolah dasar, merupakan anak-anak yang masih berada pada tahap operasional konkret, yaitu dimana anak lebih mudah memahami suatu hal dengan melihat langsung sesuatu/ benda secara langsung (konkret).
Sehingga ada baiknya jika di dalam proses pembelajaran IPA guru menggunakan media benda konkret untuk mengajarkan siswa agar siswa mudah menerima dan mengeti materi yang diajarkan oleh guru.
Saat ini, banyak model, strategi, dan media pembelajaran yang inovatif dan keratif yang dapat diterapkan dan di kembangkan oleh guru saat melaksanakan proses pembelajaran di sekolah dasar.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran IPA adalah Model Problem Based Learning.
Menurut Syarif Sumantri (2015 : 42) pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan intelektual, pemecahan masalah, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.
Selain menggunakan model pembelajaran yang sesuai, alat ukur yang dapat diterapkan di sekolah hendaknya terdiri dari berbagai macam alat ukur, bukan menggunakan tes sumatif maupun formatif saja. Penggunaan penilaian berdasarkan pendekatan konvensional seperti tes essay maupun objektif saja belum memberikan gambaran yang lengkap tentang kemampuan individu yang dinilai. Oleh karena itu penilaian proyek penting dilaksanakan dalam pembelajaran IPA. Pada penilaian proyek siswa dilatih untuk aktif dalam melaksanakan suatu kegiatan, karena di dalam penilaian proyek siswa diajak untuk menginvestigasi suatu masalah, sehingga siswa memahami materi yang ia pelajari dan tidak hanya sekedar mengikuti pelajaran di kelas.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakteristik utama penilaian tidak hanya untuk mengukur hasil belajar secara kognitif tetapi secara lengkap memeberikan informasi yang lebih jelas tentang kemampuan siswa.
Berdasarkan uraian tersebut, untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning dan penilaian proyek terhadap kemampuan berpikir kritis IPA siswa maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Penilaian Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas IV Gugus II Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016”
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen) terhadap siswa-siswa dalam suatu kelas.
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah (non equivalent post-test only control group design) dengan rancangan faktorial 2 x 2 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. non equivalent post-test only control group design
Terdapat dua kelompok yang dipilih, salah satu sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol.
Populasi dalam penelitian ini adalah adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri yang ada di gugus II kecamatan Abang, yang secara keseluruhan berjumlah 137 orang yang tersebar dalam 7 sekolah. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan teknik random sampling. Dari populasi penelitian yang berjumlah 137 orang siswa, 82 orang siswa digunakan sebagai sampel.
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Adapun variabel bebas dari penelitian ini yaitu model Problem Based Learning dan penilaian proyek sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis IPA siswa. Untuk mengumpulkan data kemampuan berpikir kritis IPA digunakan metode tes. Tes yang digunakan untuk memperoleh data kemampuan berpikir kritis IPA siswa adalah tes essay.
Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data yang meliputi mean, median, modus, varians dan standar deviasi. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis meliputi pengaruh model pembelajaran Problem Based Leraning dan konvensional terhadap kemampuan berpikir kritis IPA dan pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan penilaian terhadap kemampuan berpikir kritis IPA.
Analisis data menggunakan uji ANAVA dua jalur untuk menguji hipotesis pertama dan kedua. Apabila uji Anava dua jalur menunjukkan H1 diterima pada hipotesis ke-2 yakni terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan penilaian terhadap kemampuan berpikir kritis IPA,
E : X1 O1
K : X2 O2
maka perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui kelompok mana yang unggul dengan menggunakan Uji-t. hasil uji-t ini menjawab hipotesis 3 dan 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam kelompok data yaitu : (1) skor kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok eksperimen (A1), (2) skor kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok kontrol (A2), (3) skor kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok eksperimen dengan menggunakan penilaian proyek (A1B1), (4) skor kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok eksperimen dengan menggunakan penilaian konvensional (A1B2), (5) skor kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok kontrol dengan menggunakan penilaian proyek (A2B1), dan (6) skor kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok kontrol dengan menggunakan penilaian konvensional (A2B2).
Skor kemampuan berpikir kritis IPA kelompok eksperimen yaitu mean (M)
=28,4286 median (Md) =27,4286 modus (Mo) =25,00 varians (s2) =46,934 dan standar deviasi (s)=6,85082. Berdasarkan grafik histogram, sebanyak 7,14 persen siswa memperoleh skor di sekitar rata-rata, sebanyak 50,00 persen siswa memperoleh skor di bawah rata-rata dan sebanyak 42,86 persen siswa memperoleh skor di atas rata-rata. Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata.
Skor rata-rata jika dikonversikan dengan kriteria acuan skor rata-rata termasuk kategori tinggi.
Sementara itu, skor kemampuan berpikir kritis IPA kelompok kontrol yaitu mean (M) =25,4250 median (Md) =25,00 modus (Mo) =23,00 varians (s2) =46,661 dan standar deviasi (s)=6,83088.
Berdasarkan grafik histogram sebanyak 17,50 persen siswa memperoleh skor di sekitar rata-rata, sebanyak 42,50 persen siswa memperoleh skor di bawah rata-rata dan sebanyak 40,00 persen siswa memperoleh skor di atas rata-rata.
Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Skor rata-rata jika dikonversikan dengan kriteria acuan skor rata-rata termasuk kategori tinggi.
Skor kemampuan berpikir kritis IPA kelompok eksperimen yang menggunakan penilaian proyek yaitu mean (M) =31,5238 median (Md) =33,00 modus (Mo) =34,00 varians (s2) =35,862 dan standar deviasi (s)=5,98848. Berdasarkan grafik histogram sebanyak 4,76 persen siswa memperoleh skor di sekitar rata-rata, sebanyak 38,10 persen siswa memperoleh skor di bawah rata-rata dan sebanyak 47,14 persen siswa memperoleh skor di atas rata-rata.
Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih besar dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata.
Skor rata-rata jika dikonversikan dengan kriteria acuan skor rata-rata termasuk kategori sangat tinggi.
Skor kemampuan berpikir kritis IPA kelompok eksperimen yang menggunakan penilaian konvensional yaitu mean (M)
=25,3333 median (Md) =25,00 modus (Mo)
=25,00 varians (s2) =40,233 dan standar deviasi (s)=6,34298. Berdasarkan grafik histogram sebanyak 23,81 persen siswa memperoleh skor di sekitar rata-rata, sebanyak 42,86 persen siswa memperoleh skor di bawah rata-rata dan sebanyak 33,33 persen siswa memperoleh skor di atas rata-rata. Frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata.
Skor rata-rata jika dikonversikan dengan kriteria acuan skor rata-rata termasuk kategori tinggi.
Skor kemampuan berpikir kritis IPA kelompok kontrol yang menggunakan penilaian proyek yaitu mean (M) =25,2500 median (Md) =25,00 modus (Mo) =23,00 varians (s2) =59,250 dan standar deviasi (s)=7,69740. Berdasarkan grafik histogram sebanyak 25,00 persen siswa memperoleh skor di sekitar rata-rata, sebanyak 45,00 persen siswa memperoleh skor di bawah rata-rata dan sebanyak 30,00 persen siswa memperoleh skor di atas rata-rata.
Frekuensi relatif skor yang berada di atas
rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata.
Skor rata-rata jika dikonversikan dengan kriteria acuan skor rata-rata termasuk kategori tinggi.
Sedangkan skor kemampuan berpikir kritis IPA kelompok kontrol yang menggunakan penilaian konvensional yaitu mean (M) =25,60 median (Md) =26,00 modus (Mo) =23,00 varians (s2) =36,463 dan standar deviasi (s)=6,03847.
Berdasarkan grafik histogram sebanyak 10,00 persen siswa memperoleh skor di sekitar rata-rata, sebanyak 40,00 persen siswa memperoleh skor di bawah rata-rata dan sebanyak 50,00 persen siswa memperoleh skor di atas rata-rata.
Frekuensi relatif skor yang berada di atas
rata-rata lebih besarl dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Skor rata-rata jika dikonversikan dengan kriteria acuan skor rata-rata termasuk kategori tinggi.
Setelah mengetahui hasil uji deskriptif kemudian dilakukan uji hipoteisis.
Namun sebelum itu dilakukan uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dengan menggunakan uji dan uji homogenitas terhadap skor kemampuan berpikir kritis IPA. Berdasarkan uji nirmalitas dan homogenitas didapatkan bahwa data kemampuan berpikir kritis IPA pada keenam kelompok adalah normal dan homogen. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada rangkuman Anava dua jalur berikut ini pada tabel 2.
Uji hipotesis pertama dinyatakan bahwa pada baris A nilai koefisien F sebesar 4,316 dengan nilai signifikansi (Sig.) 0,041. Jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka nilai signifikansi lebih kecil dari α, sehingga H0 ditolak dan H1
diterima. Berarti terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.
Selanjutnya pada uji hipotesis kedua, dapat dilihat bahwa pada baris A*B
nilai koefisien F sebesar 5,116 dengan nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,026. Jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05, makan nilai signifikansi lebih kecil dari α, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan penilaian terhadap kemampuan berpikir kritis IPA. Pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan penilaian proyek terhadap keamampuan berpikir kritis IPA dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Tabel 2. Ringkasan Anava Dua Jalur
Source Type III Sum
of Squares df Mean
Square F Sig.
Corrected Model 588.435a 3 196.145 4.580 .005
Intercept 59418.878 1 59418.878 1387.438 .000
A 184.830 1 184.830 4.316 .041
B 174.716 1 174.716 4.080 .047
A * B 219.106 1 219.106 5.116 .026
Error 3340.455 78 42.826
Total 63545.000 82
Corrected Total 3928.890 81
Gambar 1. Grafik Adanya Pengaruh Interaksi Antara Jenis Model Pembelajaran dan Penilaian Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA Siswa Dilihat pada grafik, menunjukkan
bahwa pada siswa yang menggunakan penilaian proyek, kemampuan berpikir kritis IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning lebih baik daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan dengan pembelajaran konvensional. Pada siswa yang menggunakan penilaian konvensional, kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional lebih baik daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning.
Pada uji hipotesis kedua menunjukkan adanya interaksi sehingga dilakukan uji lanjut untuk mengetahui kelompok mana yang lebih unggul dengan menggunakan uji-t. Pada uji hipotesisi ketiga hasil uji-t dapat dilihat bahwa besar signifikansi (2-tailed) sebesar 0,006. Hasil ini menunjukkan besar signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), sehingga H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada siswa yang menggunakan penilaian proyek.
Selanjutnya pada uji hipotesisi keempat, hasil uji-t dapat dilihat bahwa besar signifikansi (2-tailed) sebesar 0,023.
Hasil ini menunjukkan besar signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), sehingga H0
ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian
terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada isiswa yang menggunakan penilaian konvensional.
Pembahasan
Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Perbedaan signifikansi kemampuan berpikir kritis IPA antara kelompok yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional dapat disebabkan oleh perbedaan dalam proses pembelajaran. Nurhadi (dalam Darpini, 2015:11) mengatakan bahwa Model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang mengutamakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah.
Berbeda halnya dengan pembelajaran konvensional. Pada penerapan pembelajaran konvesional masih berpusat pada guru (teacher center). Pada pembelajaran konvensional, siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Di dalam pelaksanaan pembelajarannya, penjelaskan yang
diberikan oleh guru masih berorientasi pada buku. Selain itu guru juga jarang mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas dengan masalah-masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari- hari, sehingga menyebabkan siswa cenderung menghafalkan setiap konsep yang diberikan tanpa memahami dan mengkaji lebih dalam dari konsep-konsep yang diberikan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi (2013) yang menyatakan bahwa kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan media video lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA. Christiana (2013) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Model Problem Based Learning Berbasis Penilaian Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati, menyatakan bahwa penerapan model Problem Based Leraning berbasis penilaian proyek berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA siswa kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati.
Selanjutnya, hasil uji hipotesis yang menguji ada-tidaknya pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan penilaian terhadap kemampuan berpikir kritis IPA. Menghasilkan nilai koefisien F sebesar 5,116 dengan nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,026. Jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05, makan nilai signifikansi lebih kecil dari α, sehingga H0
ditolak. Jadi terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan penilaian terhadap kemampuan berpikir kritis IPA.
Berdasarkan hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa pada siswa yang menggunakan penilaian proyek, model pembelajaran Problem Based Learning lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis IPA daripada pembelajaran konvensional. Sedangkan pada siswa yang menggunakan penilaian konvensional, pembelajaran konvensional lebih baik diterapkan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis IPA daripada model Problem Based Learning.
Model pembelajaran Problem Based Learning melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk menyelidiki dan memecahkan permasalahan dunia nyata secara sistematis dan analisis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya, mampu menemukan sesuatu yang baru sekaligus dapat mentransfer pengetahuannya ke dalam situasi lain.
Model pembelajaran Problem Based Learning menekankan kepada proses pengolahan informasi, siswa yang aktif mencari dan mengolah informasi yang didapat sehingga siswa akan mengerti konsep-konsep yang dipelajari, mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri dengan memanfaatkan berbagi sumber belajar dan memperdalam matari yang dipelajari sehingga siswa akhirnya mampu memecahkan suatu masalah.
Model pembelajaran Problem Based Learning cocok diterapkan pada siswa yang menggunakan penilaian proyek, karena pada model pembelajaran Problem Based Learning, siswa diajak untuk memecahkan suatu permasalahan secara aktif dan tugas guru hanya sebagai fasilitator.
Menurut Syarif Sumantri (2015:236) penilaian proyek merupakan penilaian terhadap tugas yang mengandung investigasi dan harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Sejalan dengan model Problem Based Learning, penilaian proyek juga dapat digunakan untuk mengetahui
pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan siswa pada mata pelajaran tertentu dengan jelas. Maka dari itu penilaian proyek sangat cocok diterapkan pada model pembelajaran Problem Based Learning.
Sedangkan pembelajaran konvensional lebih didominasi oleh guru di dalam kelas, mulai dari kegiatan awak sampai mengakhiri pembelajaran. Guru mengatur secara ketat proses pembelajaran baik dari segi materi, bahan ajar maupun strategi. Dalam pemebelajaran konvensional, siswa hanya
mengikuti dengan teliti tahapan-tahapan proses pemeblajaran tanpa berusaha memperdalam materi yang dipelajari, sehingga siswa yang menggunakan pemebelajaran konvensional lebih cocok jika menggunakan penilaian konvensional.
Hasil uji hipotesis yang menguji ada- tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA pada siswa yang menggunakan penilaian proyek, anatara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Leraning dan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional menunjukkan hasil yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil uji-t menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,006>0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk siswa yang menggunakan penilaian proyek, kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Leraning lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hasil tersebut membuktikan bahwa, kemampuan berpikir kritis IPA tidak hanya dipengaruhi oleh jenis model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti penilaian dalam pembelajaran. Sehingga di dalam menentukan model pembelajaran, penilaian juga penting diperhatikan agar pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Penilaian proyek sangat cocok diterapkan. Karena dalam penilaian proyek, siswa diajak untuk lebih aktif di kelas. Pada penilaian proyek siswa diajak untuk melakukan investigasi suatu masalah untuk dipecahkan. Dengan menerapkan penilaian seperti ini akan dapat merangsang dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Hasil uji hipotesis yang menguji ada- tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA pada siswa yang menggunakan penilaian konvensional, anatara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Leraning dan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional menunjukkan hasil yang signifikan. Setelah dilakukan uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar
0,023<0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk siswa yang menggunakan penilaian konvensional, kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Leraning.
Tipe individu yang sudah terbiasa mengikuti pembelajaran konvensional cenderung menghindari hal-hal baru yang menantang. Selain itu, pada siswa yang menggunakan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional dan menggunakan penilaian konvensional, seringkali ditemukan bahwa siswa belajar hanya untuk menjawab pertanyaan dalam tes konvensional dengan sedikit mengerti atau kadang-kadang tidak mengerti sama sekali mengapa dan bagaimana prosedur dilakukan. Tidak mengherankan jika sering terjadi saat melakukan penilaian, siswa menjawab benar namun mereka tidak tahu alasan mengapa jawaban itu benar. Jika guru hanya menggunakan teknik penilaian yang dapat mengungkapkan penguasaan siswa terhadap kompetesi yang diharapkan maka akan terjadi kontradiksi.
Di satu sisi siswa dianggap sudah paham dan mengasai materi yang telah diajarkan namun disisi lain ternyata sebenarnya siswa belum mengasai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
PENUTUP
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA dua jaur diperoleh F = 4,316 , dengan nilai signifikansi 0,041. Jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05 maka nilai sig < α. Oleh karena itu, H0 ditolak. Ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA dua jaur diperoleh FAB = 5,116, dengan nilai signifikansi 0,026. Jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05 maka nilai sig < α. Oleh karena itu, H0 ditolak. Ini berarti bahwa terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran (Problem Based Learning dan konvensional) dan
penilaian proyek terhadap kemampuan berpikir kritis IPA.
Uji hipotesis ketiga setelah dianalisis dengan uji-t, dapat dilihat bahwa besar signifikansi (2-tailed) sebesar 0,006. Hasil ini menunjukkan besar signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), sehingga H0
ditolak. Dengan demikian terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada siswa yang menggunakan penilaian proyek.
Uji hipotesis keempat setelah dianalisis dengan uji-t, dapat dilihat bahwa besar signifikansi (2-tailed) sebesar 0,023.
Hasil ini menunjukkan besar signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), sehingga H0
ditolak. Dengan demikian terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada isiswa yang menggunakan penilaian konvensional.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1)Bagi guru yang menemukan permasalahan yang sama dengan penelitian yang dilakukan maka disarankan untuk menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. (2) Peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran Problem Based Learning dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis IPA maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai agar memperhatikan kendala- kendala yang dialami, diantaranya masalah waktu pelaksanaan penelitian sebagai bahan pertimbangan untuk
perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.
Daftar Pustaka
---. Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi.
Christiana, P.P. 2013. Pengaruh Model Problem Based Learning Berbasis Penilaian Proyek Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas V Gugus VIII Kecamatan Sukawati. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Darpini, W.P. 2015. Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Lembar Kerja Siswa Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekeri Pada Peserta Didik Kelas VII 4 Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Amlapura Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi (tidak diterbitkan). Amlapura: STKIP Agama Hindu Amlapura.
Dewi. N.P.A.M. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Video Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Pergung”.
Jurnal Mimbar PGSD. Vol 1, No.1.
(hlm. 1-10).
Susanto, A. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana.
Syarif, S.M. 2015. Strategi PembelajaranTeori dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar. Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada..