PENDIDIKAN INKLUSIF BERBASIS KEARIFAL LOKAL DALAM MENGHADAPI ERA SOCIETY 5.0: KAJIAN LITERATUR DAN
SITEMATIKA REVIEW DI INDONESIA
Shinta Malida [email protected] Universitas Pendidikan Indonesia
Submitted
November 18, 2020 Revised
December 23, 2020 Accepted
December 28, 2020 https://doi.org/10.17509/jpis.v29i2.29501
ABSTRACT
In the Era of Society 5.0 contextual development is humans, where technology is the product of human culture, which the answer of challenges in industrial revolution era 4.0. Global and Nation both of them has concered about that. The Sustainable Development Goals (SDGs) were sparked with the aim of creating an Inclusive Education and Society. The purposes of this Systematic Review are to synthesize existing theory of local wisdom, the aspects of local wisdom raised, and the factors that affect Inclusive Education. The electronik databases; Mendeley, Google Schoolar, and Proceedings were systematically searched for articles published until June 2020. Three empirical studies informed the implementation of Inclusive Education based on local wisdom and relligions, two other literature studies describe of Local Wisdom-based Education in Indonesia. Inclusive education is not only about the adoption of a system or only about disabilities,but is related to the conditions of the Nation Plurality in Indonesia (including: diversity of race, ethnicity, religion, physical variation, status economy) and the philosophy of Pancasila as the ideology all aspects of life including education.
Keywords: Inclusive Education, Local Wisdom, Era Society 5.0, Systematic Literatur Review.
ABSTRAK
Di Era Society 5.0 konteks utama pembangunan adalah manusia, dimana teknologi merupakan hasil kebudayaan manusia, dan merupakan jawaban dari tantangan era revolusi industry 4.0. Secara Global maupun Nasional hal ini menjadi pusat perhatian, sehingga tercetuslah Sustainable Development Goals (SDGs) dengan tujuan diantaranya menciptakan Pendidikan dan Masyarakat yang Inklusif. Tujuan dari Sistematika review ini adalah untuk mensintesiskan teorisasi kearifan lokal, aspek kearifan lokal yang diangkat, dan faktor yang mempengaruhi terhadap Pendidikan Inklusif. Pengambilan data berbasis elektonik; Mendeley, Google Schoolar, dan berbagai Prosiding digunakan untuk mencari artikel yang terbit hingga Juni 2020. Tiga studi empiris menginformasikan mengenai pelaksanaan Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal dalam berbagai Kebudayaan dan Agama, dua kajian Pustaka lainnya mengenai gambaran Pendidikan berbasis Kearifan Lokal di Indonesia. Pendidikan Inklusif bukan hanya adopsi sistem atau hanya mengenai disabilitas, melainkan erat kaitannya dengan kondisi pluralitas bangsa Indonesia (keberagaman ras, suku, agama, variasi fisik, status ekonomi) dan Filsafat Pancasila sebagai ideologi yang melandasi segala aspek kehidupan termasuk Pendidikan.
Keywords: Pendidikan Inklusif, Kearifan Lokal, Era Society 5.0, Sistematika Literatur Review.
PENDAHULUAN
Saat ini kita memasuki era di- mana teknologi berkembang cepat, pesat, drastis dan dramatis dibanding- kan era sebelumnya. Saat ini kita berada dalam sebuah awal revolusi yang dengan kecepatan eksponensial yang merubah cara hidup, bekerja dan inetraksi sosial [1], [2], [3]. Era ini dikenal dengan Revolusi Industri 4.0 dimana meng-integrasi dunia digital, fisik, dan biologis sekaligus [2], [4], [5].
Jepang telah mencetuskan gerakan society 5.0 untuk menghadapi industry 4.0. Pada era ini, kita akan dihadapkan dengan kemajuan teknologi yang di-kenal dengan era Abudance dan saat ini kita berada di era Destruptif, dimana kecerdasan buatan atau Artificial Intelligent (AI) digadang- gadang dapat menggantikan Sebagian tenaga manusia sehingga menyempit- nya lahan pekerjaan dan memudahkan segala urusan dengan teknologi.
Sementara itu era Society atau masyarakat 5.0 merupakan konsep teknologi berbasis masyarakat yang berpusat pada manusia yang ber- kolaborasi dengan teknologi [4], [5].
Manusia merupakan pusat peradaban, dan teknologi adalah hasil dari kebudayaan, sehingga bukan manusia menjadi objek tenologi melain- kan manusia yang menjadi subjek dalam mengendalikan teknologi atau dikenal dengan Human Centered Society.
Baik secara Global, Indonesia juga terlibat dalam suatu rencana aksi yang disepakati oleh para pemimpin dunia pada 25 September 2015, tujuan- nya adalah untuk mengakhiri kemiskin- an, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Hal itu ter- rangkum dalam 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030 yang dikenal dengan SDGs (Sustainable Development Goals) atau
tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dari tujuhbelas target tersebut terdapat dua tujuan yang berkaitan dengan menciptakan lingkungan yang inklusif.
Tujuan keempat yaitu mengenai Pendidikan Bermutu, “memastikan Pen- didikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua”.
Tujuan keenambelas yaitu Perdamaian dan Kelembagaan yang kuat, “men- dukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan ber- kelanjutan, menyediakan akses ter- hadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif disemua level” [6].
Inklusif telah menjadi tren yang mendunia dalam setiap aspek ke- hidupan. Inklusif sendiri belum memiliki definisi yang dapat digunakan sebagai suatu aturan yang baku. Beberapa negara secara internasional masih berusaha mengartikan bagaimana men- ciptakan inklusif yang sesungguhnya [7], [8]. Banyak penulis berpendapat bahwa Pendidikan inklusif akan dipahami secara berbeda disetiap negara baik pelaksanaan maupun konteksnya [8].
Indonesia merupakan negara dengan tingkat Pluraritas yang tinggi.
Untuk menyatukan keberagaman di Indonesia Founding Father atau Pendiri bangsa telah merangkum sebuah ideologi bernama Pancasila. Pendidikan Inklusif diharapkan menjadi awal ter- ciptanya lingkungan dan masyarakat yang dapat menghargai perbedaan dan kebaragaman, karena Pendidikan me- rupakan ujung tombak peradaban manusia. Tujuan dari Pendidikan Inklusif untuk meningkatkan akses, partisipasi, dan hasil untuk semua populasi siswa yang beragam secara tradisional dikecualikan dari Pendidikan Formal [9], [10]. Penelitian serupa mengenai
Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal telah banyak dilakukan, namun tidak men-jelaskan secara terstruktur mengenai konsep dan konteks dari permasalahan tersebut, hanya sebatas kajian literatur, sehingga tujuan dari tersusunnya study literatur sistematika review ini ingin mensintesiskan mengenai Pendidikan Inklusif yang diterapkan di Indonesia berbasis Kearifan Lokal berdasarkan hasil penelitian sebelumnya.
KAJIAN PUSTAKA Pendidikan Inklusif
Pada dasarnya Pendidikan inklusif menerapkan prinsip LRE (Least Restrictive Environment) atau lingkung- an yang paling tidak membatasi. LRE sendiri merupakan hak legal bagi anak berkebutuhan khusus untuk diikutserta- kan dan dididik dengan teman sebaya- nya yang bukan disabilitas [11].
Definisi Pendidikan Inklusif yang dikembangkan Unesco dalam Guidelines for Inclusion: Ensuring Access to Education for All, yaitu: “Inklusi di- pandang sebagai suatu proses me- respon keragaman kebutuhan semua peserta didik melalui peningkatan par- tisipasi pembelajaran, budaya, dan masyarakat, serta mengurangi pe- ngecualian dalam dan dari pendidik. Hal ini melibatkan perubahan dan modifi- kasi dalam isi, pendekatan, struktur, dan strategi, dengan visi Bersama yang mencangkup semua anak dari rentang usia yang tepat dan pentingnya tanggung jawab dan pengaturan untuk mendidik semua anak [12]. Pengertian resmi Pendidikan Inklusif di Indonesia, yaitu “sistem layanan Pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus, untuk belajar bersama dengan anak sebaya-nya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya[13].
Di Indonesia pendidikan Inklusif dilaksanakan lebih dari satu decade sejak tahun 2005. Pada tahun 2008 di Indonesia tercatat mulai memiliki 814 sekolah Inklusif yang tersebar di- beberapa daerah [14]. Pendidikan Inklusif erat kaitannya dengan pem- berian layanan Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) agar mendapatkan Pendidikan yang sama [15], [10]. Secara implementasi, Pendidikan Inkluisf di Indonesia lebih diarahkan dalam pemenuhan hak Pendidikan bagi PDBK untuk dapat belajar Bersama dengan peserta didik lain dalam lingkungan sama [15]. Lebih luas lagi, Pendidikan Inklusif hendaknya dapat mengakomodasi kebutuhan dari setiap peserta didik, baik yang memiliki disabilitas ataupun siswa yang mem- butuhkan layanan khusus. Hal ini tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 32 Tentang Sistem Pendidikan Nasional: (i) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. (ii) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi [16], [17]. Pendidikan Inklusif juga memiliki subjek Pendidikan yang sangat luas seperti anak dengan hambatan belajar karena geografis, faktor sosial ekonomi dan budaya, dan anak yang berisiko putus sekolah karena korban bencana, konflik, maupun anak yang mengalami korban perkosaan dan kehamilan serta anak yang berisiko putus sekolah karena kesehatan tubuh
yang rentan/penyakit dan terinfeksi HIV dan AIDS [13].
Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan Masyarakat [18]. Kearifan lokal dalam hal ini merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai yang diwariskan secara turun temurun [19]. Fraenkel (1977) bahwa Nilai (value) kearifan lokal merupakan wujud dari aspek afektif serta berada dalam diri se-seorang menjadi kesatuan sistem. Sistem nilai ini sangat dominan menentukan perilaku dan kepribadian seseorang [20].
Pada dasarnya Indonesia identik dengan masyarakat yang multikultural.
Di Indonesia terdapat enam agama yang diakui oleh negara (Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu). Kebudayaan di Indonesia sangat beragam, kemdikbud mencatat pada tahun 2018 Indonesia memiliki 225 Warisan Budaya Takbenda (WBTb), terdiri dari beragam tradisi dan ekspresi lisan, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritus, perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta, serta kemahiran kerajinan tradisional [21].
Dalam Pendidikan Inklusif hal-hal tersebut sangat menjadi perhatian, bagaimana menciptakan lingkungan dan masyarakat yang inklusif dalam menerima keberagaman.
Penelitian ini menggunakan Pen- dekatan yang dilakukan oleh Pantic (2015), mengenai studi empiris Analisis yang dilakukannya terhadap Lembaga guru haruslah memiliki konseptual kejelasan dan variable yang sesuai dengan apa yang diteliti [22].
Sistematika review ini bertujuan untuk (a) mengeksplorasi cara berteori yang komperehensif dan jelas mengenai Pendidikan Inklusif berbasis Kearifan
local, (b) menidentifikasi unit empiris mengenai Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal yang telah diteliti sebelumnya, (c) meringkas faktor-faktor yang telah diidentifikasi memberikan pengaruh terhadap Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal.
Berikut ini merupakan pertanya- an penelitian yang memandu ulasan dalam analisis sistematika review ini:
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana Teorisasi Kearifan Lokal dalam Pendidikan Inklusif berdasarkan literatur yang dikaji?
2. Apa saja aspek Kearifan Lokal dalam Pendidikan Inklusif?
3. Apa saja faktor Kearifan Lokal yang mendukung agar selaras dengan Pendidikan Inklusif?
METODE PENELITIAN
Untuk mengidentifikasi literatur empiris dengan menggunakan pendeka- tan sistematika review menggunakan empat Langkah penelitian yaitu:
mengumpulkan data penelitian dengan analisis data sekunder (secondary search), mengumpulkan bab buku, melakukan review, dan membuka konteks artikel yang dikaji agar men- dapatkan pandangan yang terhadap masalah yang diteliti.
Sumber referensi dan kajian empiris Pendidikan Inklusif berbasis Kearifan lokal masih sangat terbatas, namun peneliti memberikan kriteria atas literatur yang dikaji yaitu: Pertama, artikel diterbitkan dalam waktu sepuluh tahun terakhir agar mengandung nilai kebaharuan, artikel merupakan peneliti- an yang dilakukan di Indonesia, yang mengkaji Pendidikan secara umum dan/
Pendidikan Inklusif dengan berlandas- kan Nilai Kearifan lokal yang diangkat pada daerah/suku/budaya/agama. Ke- dua, sumber publikasi berdasarkan mesin pencarian online. Selain artikel
ilmiah, adapun sumber literatur yang digunakan yaitu bab buku, laporan teknis, dan website yang dikelola oleh Lembaga formal baik pemerintah mau- pun swasta. Ketiga, peserta studi diantaranya: guru (Pendidikan umum dan/Pendidikan khusus), PDBK dan regular, kepala sekolah, staf sekolah, dan masyarakat di lingkungan sekolah;
filosofi yang mendasari dan kegiatan yang diobservasi mengenai Pendidikan Inklusif dan Kearifan lokal yang. Ke- empat, hanya artikel empiris berbasis data primer atau sekunder saja yang terpilih. Ulasan literatur, editorial, atau makalah laporan yang mengadopsi poin konseptual dari kearifan lokal dan Pendidikan inklusif. Kelima, artikel lain yang dibutuhkan untuk menjadi landasan bagi peneliti untuk mengana- lisis dengan tepat sesuai dengan me- tode penelitian.
Selanjutnya, dilakukan pencarian sistematis melalui dua database online, yaitu Mendeley dan Google Schoolar.
Pencarian secara sistematis berdasar- kan tahun terbaru berbentuk Jurnal Ilmiah maupun Pencarian awal meng- hasilkan 5 artikel dari Mendeley dan 4.490 dari Google Schoolar. Setelah menghilangkan duplikasi, membaca Judul dan Abstrak teridentifikasi se- banyak 19 artikel yang telah direview.
Artikel Bahasa Indonesia yang dipilih mengenai Implementasi Pendidikan Inklusif; Pendidikan Inklusif yang di- aplikasikan dalam sekolah berbasis Agama, kearifan lokal budaya dan Nilai- nilai di Indonesia; Penelitian mengenai kearifan lokal; Pendidikan Karakter Pancasila; dan Pendidikan di Era Society 5.0 ataupun Era Revolusi 4.0. Untuk lite- ratur Bahasa Inggris mengenai Inslusif berbasis kebudayaan, pelaksanaan Inklusif di berbagai negara, dan Pan- dangan Inklusif secara Global.
Adapun artikel yang memenuhi kriteria: tiga studi empiris menginfor- masikan mengenai pelaksanaan Pen- didikan Inklusif berbasis kearifan lokal dalam berbagai Kebudayaan dan Agama, dua kajian Pustaka lainnya mengenai gambaran Pendidikan ber- basis Kearifan Lokal di Indonesia. Se- hingga total lima artikel dilakukan analisis melalui pendekatan sistematika review.
Untuk mengidentifikasi me- ngenai Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal maka dibutuhkan analisis dari pertanyaan penelitian: (Pertanyaan Penelitian 1) artikel yang dipilih diperiksa mengenai pendekatan penelitian, partisipan, dan pendekatan teoritis yang digunakan dalam menganalisis teorisasi Pendidikan Inkluisf berbasis Kearifan lokal. (Pertanyaan Penelitian 2) ke- mudian dilanjutkan menganalisis aspek kearifan lokal yang diangkat, hal ini untuk me-ngungkap fokus penelitian dari masing-masing artikel yang direview. Adapun aspek dari kearifan lokal yaitu (a) gagasan, pemikiran, akal budi yang sifatnya abstrak; dan (b) kearifan lokal yang berupa hal-hal konkret (Istiawati, 2016:6). (Pertanyaan Penelitian 3) Analisis dilanjutkan dengan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal. Adapun teori yang akan dihubung- kan dalam pembahasan mengintegrasi- kan antara Konsep Pendidikan Inklusif yang dirangkum oleh UNICEF dan Filsafat Pendidikan Pancasila yang di- jabarkan melalui kajian Antropologi filsafat Manusia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini menyajikan secara deskriptif mengenai hasil temuan sistematika review dari kajian literatur terhadap lima artikel. Tabel 1 menyajikan kesimpulan dari kajian empiris yang
direview yaitu: menjabarkan metode yang digunakan, partisipan, pendekatan teoritis, teorisasi kearifan lokal, aspek Kearifan lokal, faktor kearifan lokal, dan daerah atau budaya yang diteliti. Tabel 2 menyajikan secara deskriptif mengenai aspek kearifan lokal yang ada pada konteks pelaksanaan pendididikan Inklusif di Indonesia. Gambar 1 me- nunjukkan keterkaitan antara Pen- didikan Pancasila dan Pendidikan Inklusif yang ditinjau melalui pendekat- an yang diadaptasi [23].
Teorisasi Kearifan Lokal
Berdasarkan artikel empiris yang diteliti: Metode penelitian yang digunakan dalam kajian yang direview yaitu 40% menggunakan pendekatan deskriptif, 20% study kasusus, dan 40%
study pustaka/kajian literatur. Partisipan dalam kajian yang direview yaitu 60%
subjeknya adalah manusia, dan 40%
objek pada kebudayaan seperti study kepustakaan dan data mengenai kearifan lokal. 100% study yang direview menggunakan pendekatan sosiokultu- ral. Aspek kearifan lokal yang diangkat 80% melihat secara konkrit (perilaku yang Nampak), dan 20% melihat dari sudut pandang abstrak (gagasan/
pemikiran).
Kerangka Kontekstual Kearifan Lokal Kerangka konteksual ini meng- informasikan mengenai konteks Pendidikan Inklusif yang termasuk dalam aspek kearifan lokal. 26,7%
konteks dalam Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal yang telah dieteliti termasuk kedalam aspek yang bersifat abstrak dan 73,3% bersifat konkrit dalam tinjauan kearifan lokal.
Berdasarkan hasil review yang telah dilakukan terhadap pelaksanaan Pen- didikan Inklusif, yang termasuk kedalam konteks kearifan lokal yang bersifat
abstrak diantaranya: menjaga perilaku, perkataan dan berpandangan positif terhadap orang lain, mengembangkan sikap toleransi dalam keberagaman, pemahaman mengenai sikap inklusif, dan memaknai keberagaman.
Selanjutnya yang bersifat kon- krit, diantaranya: mengakui dan meng- hargai adanya keberagaman ras, suku, agama, budaya, dan variasi fisik termasuk disabilitas; inklusif bukan pada individu, melainkan bagaimana men- ciptakan lingkungan yang inklusif;
berinteraksi dengan orang yang berbeda keyakinan; penanaman dan pembiasaan terhadap sikap inklusif;
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan inklusif; melakukan eva- luasi dengan cara refleksi; menghormati orang lain dengan cara tidak melihat kelemahannya tetapi melihat kele- bihannya; menghargai hubungan deng- an orang lain; kearifan dalam bertutur kata, dan menciptakan serta meman- faatkan teknologi yang dapat diman- faatkan oleh semua kalangan termasuk ramah disabilitas (aksesi-bilitas, tekno- logi adaptif).
Faktor Kearifan Lokal
Kelima studi yang telah dieks- plorasi, semua hasil menunjukkan adanya faktor yang menjadi pendukung bahwa pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Indonesia sejalan dengan kearifan lokal yang menjadi landasan bagi Sebagian masyarakat baik didaerah maupun secara nasional (lihat tabel 1).
Kerangka konseptual pada pembahasan ini (lihat gambar 1) merupakan fakto yang mendukung dan/ memengaruhi dari Pendidikan inklusif berbasis kearifan lokal, yaitu mengenai kerangka konseptual Pendidikan inklusif itu sendiri dan kearifan lokal yang diambil dari Pendidikan Pancasila.
Table 1. Ringkasan Kajian Empiris
Penulis dan Tahun
Meto de Penel
itian
Partisipan
Pende katan Teoriti
s
Teorisasi Kearifan Lokal
Aspek Kearifan Lokal yang
diangkat
Faktor Kearifan Lokal
Daerah/
Kebuday aan yang
diteliti Alti,
Witra (2020)
Deskr iptif Kualit atif
Pengurus sekolah, guru, siswa, dan tenaga kependidikan di
sekolahalam Minangkabau
Sosiok ultural
Sekolah yang menyatu dengan alam
Akhlak, budaya, kepemimpi nan (abstrak dan Konkrit)
Hal yang diyakini:
1. Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan.
2. Beradab dan tidak
membedakan orang lain.
Padang (Minang- kabau)
Winda nti &
Sudars ana (2020)
Deskr iptif kualit atif
Guru agama Hindu di Kelas XI SMA Dwijendra Denpasar
Sosiok ultural
Sikap toleransi antar beragam a
kepemimpi nan, kemanusiaa n, dan keterampila n (Konkrit)
1. Faktor Internal : toleransi dan pengalaman 2. Faktor
eksternal : pembiasaan pada seluruh anggota sekolah
Bali
Faridi (Juni 2020)
Study Kasus Tung gal
Kepala sekolah, penggagas B’Religi, wakil ketua
kurikulum, wakil ketua kesiswaan, guru
Sosiok ultural
Komunik asi, interaksi , dan toleransi
Pendidikan itu “tahu, mengerti, dan mengaplika sikannya”
(konkrit)
1. Sikap toleransi 2. Pemahaman
inklusif
3. Mengaplikasika n pengetahuan 4. Refleksi untuk
evaluasi.
Malang
Rouf, Ahmad (2019)
Studi Pusta ka
Menelaah dan membanding kan sumber kepustakaan.
Sosiok ultural
kearifan lokal dalam bentuk literasi dan permain an adat
pelestarian sumber daya manusia, pengemban gan
kebudayaan dan ilmu pengetahua n. (konkrit)
1. Mikul dhuwur mendhem jero.
2. Halal bi halal.
3. Kearifan tutur lisan pesan moral.
4. Teknologi
Indonesi a
Sularso (2016)
Studi Pusta ka
Data mengenai Pendidikan Dasar dan Kearifan lokal
Sosiok ultural
peserta didik mengeta hui nilai dasar dan akar sejarah budaya.
positif disiplin (konkrit)
1. terjaganya identitas budaya
2. terpetakannya .
keberagaman
3. memaknai keberagaman
Indonesi a
Tabel 2. Aspek Kearifan Lokal pada Konteks Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Indonesia
Aspek Kearifan Lokal Konteks Inklusif berbasis Kearifan Lokal gagasan, pemikiran, akal
budi yang sifatnya abstrak
• menjaga perilaku dan perkataan dan berpandangan positif terhadap orang lain
• mengembangkan sikap toleransi dalam beragama
• pemahahaman mengenai sikap inklusif
• memaknai keberagaman kearifan lokal yang
berupa hal-hal konkret, dapat dilihat
• mengakui dan menghargai adanya keberagaman ras, suku, agama, budaya, dan variasi fisik termasuk disabilitas
• meyakini bahwa setiap orang memiliki kelebihan, sehingga bermanfaat bagi dirinya bahkan orang lain
• inklusif bukan pada individu, melainkan bagaimana menciptakan lingkungan yang inklusif
• berinteraksi dengan orang yang berbeda keyakinan
• penanaman dan pembiasaan terhadap sikap inklusif
• mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan inklusif
• melakukan evaluasi dengan cara refleksi
• menghormati orang lain dengan cara tidak melihat kelemahannya tetapi melihat kelebihannya
• menghargai hubungan dengan orang lain
• kearifan dalam bertutur kata
• menciptakan dan memanfaatkan teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan termasuk ramah disabilitas (aksesibilitas, teknologi adaptif)
Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Inklusif berbasis Kearifan Lokal sumber. Adaptasi Priestley et al. (2016).
Dimensi Iterasional mengungkap mengenai sejarah filsafat Pendidikan
Pancasila yang merupakan value dari bangsa Indonesia yaitu “Bhineka
Tunggal Ika” yang terbentuk atas pluralitas bangsa. Melihat pada latar belakang Pendidikan Inklusif (UNICEF) yang merupakan upaya merespon ke- beragaman kebutuhan semua peserta didik melalui peningkatan partisipasi dalam pembelajaran, budaya dan komunitas, dan mengurangi ekslusi dalam Pendidikan [24].
Dimensi Praktikal dan Evaluasi mengungkap secara structural, kulturan, dan material. Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal secara structural yaitu mengenai aturan dalam Pendidikan Inklusif diantaranya: sekolah menerima siswa tanpa pandang bulu, menguntungkan siswa, diantaranya ABK yang rumahnya jauh dari Sekolah khusus, dan sekolah berupaya mengakomodasi kebutuhan setiap siswa dalam pembelajaran. Sehingga berimplikasi terhadap kebijakan yang telah dilakukan di Indoensia, diantaranya: tahun 2005 awal munculnya sekolah inklusif, tahun 2018 mulai diterapkannya system zoonasi sekolah, kolaborasi antara Guru kelas dan Guru Pendidikan khusus, GPK, dan resourch center. Sementara itu dari segi kultural diantaranya: Indonesia kaya akan keberagaman masyarakatnya, Pendidikan berbasis kearifan local disesuaikan dengan daerah masing- masing, dan Memiliki semboyan
“Bhineka Thunggal Ikha” dalam menerima keberagaman dan pemersatu bangsa. Dari aspek Material yaitu:
Kurikulum yang mengarah pada student center, Teknologi Asistive, dan Aksesibilitas.
Dimensi Proyektif yaitu meng- gambarkan mengenai visi dan misi dari Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal. Adapun jika dilihat dari Tujuan Pendidikan Nasional UU No. 20 tahun 2003 “Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab [16]. Sementara itu Kerangka Konseptual dalam Pendidikan inklusif (UNICEF) yaitu: Kebijakan dan strategi untuk mempromosikan hak untuk mengakses Pendidikan, Hak atas Pendidikan yang berkualitas, dan Penghormatan terhadap hak dalam lingkungan belajar [24].
DISKUSI
Telah dijelaskan sebelumnya mengenai bagaimana memahami Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal. Peneliti merujuk pada bukti empiris dari artikel yang dipilih dan ditarik kesimpulan dengan meng- hubungkan antara konteks Pendidikan Inklusif dan Pendidikan Pancasila sebagai falsafah kearifan lokal di Indonesia.
Teorisasi Pendidikan Inklusif berbasis Kearifan Lokal
Kerangka konseptual dalam penelitian ini berangkat dari kesadaran terhadap pentingnya Pendidikan yang tidak terlepas dari proses kebudayaan yang dikenal dengan teori belajar sosiokultural. Pendidikan merupakan sarana transformasi dari nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki sebuah bangsa. Melalui Pendidikan nilai-nilai kearifan lokal akan ditularkan secara sistematis dan ilmiah sesuai dengan konteks bidang yang diajarkan. Budaya dan peradaban merupakan satu keseluruhan yang kompleks, yang dibangun atas pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan atau kebiasaan lain yang merupakan hasil dari manusia sebagai bagian dari masyarakat [25].
Inklusif adalah sebuah proses kebhinekaan menurut [26] yang mengandung arti bahwa inklusif dibentuk atas pencarian mengenai bagaimana me-nemukan cara yang lebih baik dalam menanggapi keberagaman.
Dalam inklusif bertujuan untuk menguntung-kan semua pihak tanpa mendiskriminasi. Pendidikan inklusif berusaha agar dapat menguntungkan semua Peserta Didik tanpa terkecuali
“No Child Left Behind”.
Tujuan Pendidikan inklusif juga berkaitan dengan nilai-nilai Nasionalis- me [26] yaitu dapat menghargai perbedaan, menjunjung tinggi hak orang lain, berkeadilan, tidak men- diskriminasi yang dituangkan dalam tujuan pembelajaran. Inklusif mengenai kehadiran, partisipasi dan prestasi dari semua peserta didik tanpa kecuali.
Aspek Pendidikan Inklusif berbasis Kearifan Lokal
Komponen pertama dari adap- tasi kerangka konseptual mengenai ke- arifan lokal (lihat tabel 2) meng- gambarkan dua aspek yang mem- bangun kearifan lokal yang ada pada pelaksanaan Pendidikan Inklusif baik secara abstrak dan konkrit. Gambaran mengenai Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal di Minang mendeskripsikan mengenai nilai-nilai kearifan Minangkabau yang muncul dalam pelaksanaan Pendidikan Inklusif yang memiliki makna nilai menghargai kekurangan dan kelebihan orang lain serta adab dalam memperlakukan orang lain [27]. Mengenai pelaksana-an Pendidikan inklusif di Bali yang ragam akan budaya dengan tingkat tolerasi umat beragama yang tinggi, hal ini dijadikan sebagai agenda pembiasaan di kelas agar mengembangkan sikap inklusif dalam menghargai perbedaan [28]. Study kasusus tunggal sekolah di
Malang men-deskripsikan aplikasi pengetahuan ter-hadap toleransi dan inklusif [29]. Sedangkan kajian literatur mengenai nilai yang popular di masyarakat Indonesia secara garis besar yaitu “Mikul dhuwur mendhem jero” dan kegiatan halal bi-halal merupakan Sebagian dari ke-budayaan masyarakat yang mengan-dung nilai inklusif [4]. Dan [30] mengungkap manfaat dari adanya Pendidikan berbasis kearifan lokal, yaitu terjaganya identitas budaya, terpeta- kannya keberagaman, dan memaknai keberagaman.
Faktor yang mempengaruhi Pendidikan Inklusif berbasis Kearifan Lokal
Pancasila mengandung arti lima dasar, yang dijadikan bangsa Indonesia dalam mengatur setiap aspek kehidup- an. Adapun untuk mengurai lebih jelas mengenai Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal, diantaranya: Nilai dan Konsep, Pendidikan Pancasila meng- hargai keberadaan peserta didik tanpa mendiskriminasi, begitupula dengan Pendidikan inklusif yang berusaha mengakomodasi kebutuhan semua ter- masuk PDBK; Nasionalisme dan Demokrasi, dalam Pendidikan inklusif ditandai dengan menerima kebe- ragaman, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi hak orang lain [25]. Di Indonesia dalam pelaksanaan Pendidikan Inklusif telah jelas, baik secara structural yang diatur dalam perundang-undangan, kultural yang mengandung nilai-nilai berbasis kearifan lokal, dan material yang merupakan sumber pengajaran dan pembelajaran dalam menciptakan lingkungan yang inklusif, tentunya sesuai dengan Pandangan hidup bangsa ideologi Pancasila.
Implikasi Pendidikan Inklusif berbasis Kearifan Lokal
Berdasarkan kajian literatur dan sistematika review yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan mengenai implikasi terhadap pelaksana- an Pendidikan Inklusif berbasis kearifan lokal yang dapat dibangun dari dua aspek, yaitu: Sifatnya abstrak yang berkenaan dengan gagasan, pemikiran, dan akal budi. Hal Ini adalah mengenai bagaimana konteks inklusif dapat dimaknai sebagai sebuah gagasan Pendidikan yang dapat mengakomodasi kebutuhan setiap siswa tanpa me- mandang ras, suku, agama, kondisi fisik, dan status sosial. Sifatnya konkrit yang berkenaan dengan kearifan lokal yang berupa hal-hal yang dapat dilihat.
Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang berbentuk gagasan dan perilaku atau yang bersifat konkrit, sehingga Pendidikan inklusif tidak hanya sebatas konsep melainkan ditunjukan dengan perilaku seperti saling menghargai, toleransi, tidak dis- kriminasi, dan berlaku inklusif pada segala aspek kehidupan.
REKOMENDASI
Penelitian ini diharapkan dapat mengingatkan Kembali bahwa untuk melaksanakan setiap aspek kehidupan termasuk pendidikan tidak terlepas dari kaitannya dengan Filsafat Pancasila, karena hal itu merupakan akar budaya yang harus dipertahankan. Banyak negara maju dengan mempertahankan nilai kearifan lokalnya. Begitupula dengan pelaksanaan Pendidikan Inklusif yang fleksibel tanpa meninggalkan nilai lama namun dapat mengikuti per- kembangan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] K. Schwab, “The Fourth Industrial Revolution,” World Econ. Forum, 2016.
[2] G. Sumarno, S., & Gimin, “NALISIS
KONSEPTUAL TEORETIK
PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN SEBAGAI SOLUSI DAMPAK ERA INDUSTRI 4.0 DI INDONESIA,” J.
Ilm. Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekon.
dan Ilmu Sos., vol. 13, no. 2, pp. 1–
14, 2019.
[3] Z. Abdullah, R., & Zuhrawati,
“Interaksi Sosial Dalam Bentuk Toleransi Antara Masyarakat Masuk dan Masyarakat Asli di Indrapuri Kabupaten Aceh Besar,” J. Serambi Akad., vol. 7, no. 6, pp. 872–886, 2019.
[4] A. Rouf, “Reaktualisasi dan Kontekstualisasi Kearifan Lokal dengan Manhaj Global: Upaya menjawab Problematika dan tantangan Pendidikan di Era Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0.,” Semin. Nas. Pascasarj. 2019, 2019.
[5] A. Nanggala, “Citizenship Education as a Democracy Learning for Students in Higher Education,” IJECA (International J.
Educ. Curric. Appl., vol. 3, no. 1, pp.
69–80, 2020.
[6] SDGs, Sustainable Development Goals. 2015.
[7] E. W. DEd, “Global Concerns and Local Realities: The ‘Making Education Inclusive’ Conference in Johanesburg,” Interv. Sch. Clin., vol. 50, no. 3, pp. 173–177, 2015.
[8] I. Armstrong, D., Armstrong, A., &
Spandagou, “Inclusion: By choice or by chance?,” Int. J. Incl. Educ., vol. 15, no. 1, pp. 29–39, 2011.
[9] F. R. Kozleski, E. B., Artiles, A. J., &
Waitoller, “Equity in inclusive education: A cultural historical comparative education,” A. L., Florida (Ed), SAGE Handb. Spec.
Educ., vol. 1, pp. 231–250, 2014.
[10] P. Dianti, “Integrasi Pendidikan Karakter dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengembangkan karakter siswa,” J. Pendidik. Ilmu Sos., vol.
23, no. 1, 2014.
[11] J. Bolourian, Y., Tipton-Fisler, L.A.
& Yassine, “Special Education Placement Trends: Least Restrictive Environment Across Five Years in California,” Contemp Sch. Psychol, vol. 24, pp. 164–173, 2020.
[12] UNESCO, Guidelines for Inclusion:
Ensuring Access to Education for All. 2005.
[13] A. S. Handayani, Titik., Rahadian,
“Peraturan Perundangan dan Implementasi Pendidikan Inklusif,” Lemb. Ilmu Pengetah.
Indones., vol. 39, pp. 1–2013, 2013.
[14] PKLK, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011.
[15] . Irvan, Muchamad., Jauhari,
Muhammad Nurrohman,
“Implementasi Pendidikan Inklusif Sebagai Perubahan Paradigma Pendidikan di Indonesia, Buana Pendidikan,”
FKIP Unipa Surabaya, Tahun XIV, No. 26. Oktober 2018, 2018.
[16] U. N. 20 T. 2003 T. S. P. Nasional, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003.
[17] S. Siriat, L., & Nurbayani,
“Pendidikan Multikultural Berbasis Kearifan Lokal dalam Pembentukkan Karakter Peserta Didik di Tanjungpinang-Kepri,” J.
Pendidik. Ilmu Sos., vol. 27, no. 2, pp. 150–155, 2018.
[18] Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan pada Pasal 1 ayat 30, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan pada Pasal 1 ayat 30.
2009.
[19] R. Syafri., Bahri, Syamsul.,
“Perilaku Masyarakat Berwawasan Lingkungan Ditinjau dari Aspek Sikap dan Kearifan Lokal di Daerah Sempadan Sungai Kota Maros Kabupaten Maros,” J.
Plado Madani, vol. 7, 2018.
[20] J. R. Fraenkel, “No TitleHow to Teach about Values: An Analytic:
Approach.,” New Jersey Prentice- Hall, Inc, 1977.
[21] D. F. Anisa, “Indonesia Tetapkan 225 Warisan Budaya Takbenda,”
Indonesia, 2018.
[22] L. Pantić, N., & Florian, “No TitleDeveloping teachers as agents of inclusion and social justice,” Educ. Inq., vol. 6, no. 3, pp. 333–351, 2015.
[23] S. Priestley, M., Biesta, G., &
Robinson, “Teacher agency: An ecological approach,” Bloom.
Acad., 2016.
[24] A. Farkas, “Conceptualizing Inclusive Education and Contextualizing it within the UNICEF Mission,” United Nations Child. Fund, 2014.
[25] Edward B. Taylor, “Primitive Culture: Researches into the Developmen of Mythology, Philosophy, Religion, Art, anf Cumtom,” New York Henry Holt, 1887.
[26] I. Yuwono, “Cultivating Nationalism Values Through Inclusive Education Paradigm,”
Proceeding Int. Semin. Build. Educ.
Based Natl. Values, 2016.
[27] W. Alti, “Pendidikan Inklusi Berbasis Nilai Kearifan Lokal di Sekolahalam Minangkabau Kota Padang Sumatera Barat,” . Cult.
Soc. J. Antropol. Reasearch, vol. 1,
no. 5, 2020.
[28] Windati & Sudarsana,
“Penanaman Sikap Inklusif Keberagaman Hindu,” Kamaya J.
Ilmu Agama, vol. 3, no. 1, 2020.
[29] Faridi, “Urgensi Pendidikan Inklusif: Studi Kasus Pada
Kegiatan B’Religi di SMA Negeri 3 Malang,” J. Pendidik. Agama Islam, vol. 6, no. 2, 2020.
[30] Sularso, “Revitalisasi Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Dasar,” J.
Pendidik. Sekol. Dasar, vol. 2, no. 1, 2016.