• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PERAWAT DALAM PEMANTAUAN CONTINOUS BLADDER IRIGATION PADA PASIEN BPH POST OP TURP DI RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN PERAWAT DALAM PEMANTAUAN CONTINOUS BLADDER IRIGATION PADA PASIEN BPH POST OP TURP DI RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PERAWAT DALAM PEMANTAUAN CONTINOUS BLADDER IRIGATION PADA PASIEN BPH POST OP TURP DI RSUD Dr. SOEDIRAN

MANGUN SUMARSO WONOGIRI

ARTIKEL ILMIAH

Oleh :

Achmad Luthfi Fathoni S12001

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2016

(2)

PERAN PERAWAT DALAM PEMANTAUAN CONTINOUS BLADDER IRIGATION PADA PASIEN BPH POST OP TURP DI RSUD Dr. SOEDIRAN

MANGUN SUMARSO WONOGIRI

Achmad Luthfi Fathoni1) Wahyu Rima Agustin2) Ika Subekti Wulandari3)

1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2)3)Dosen Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Continuous bladder irrigation (CBI) merupakan tindakan pengirigasian atau mengaliri bladder secara terus menerus. Irigasi dilakukan untuk mencegah obstruksi, mengeluarkan darah, dan klot yang mungkin terjadi setelah proses pembedahan TURP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perawat dalam pemantauan continuous bladder irrigation pada pasien BPH post op TURP. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian ini perawat di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri berjumlah 3 orang, diambil dengan tekhnik purposive sampling. Metode yang digunakan dengan indep interview semi structure.

Hasil penelitian di dapatkan 10 tema: 1) Dasar penetapan diagnose, 2) Monitoring terhadap tanda syok, 3) Perlindungan legal etis, 4) Pemecahan masalah, 5) Hambatan dalam konseling 6) Proses edukasi 7) Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain 8) Kolaborasi dengan keluarga 9)Kebutuhan koordinasi 10) Pemberharuan metode. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para perawat yang bekerja di rumah sakit. Untuk mengetahui tentang bagaimana peran perawat dalam pemantauan continuous bladder irrigation pada pasien BPH post op TURP.

Kata kunci : Peran perawat, Continuous bladder irrigation, Pemantauan Daftar pustaka : 32 (2001-2016)

(3)

PENDAHULUAN

Benign Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan masalah klinis yang umum pada lansia, dikarekteristikan dengan peningkatan jumlah sel stroma dan epithelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel ini dikarenakan gangguan program kematian sel yang mngakibatkan akumulasi sel (Roehrborn, 2011).

Peningkatan jumlah sel stroma dan epithelia pada periuretra mengakibatkan pembesaran pada prostat. Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Kandung kemih harus berkonsentrasi lebih kuat guna melawan tahanan pada saat mengeluarkan urin, dan pada (BPH) perubahan struktur kandung kemih tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) (Purnomo, 2008; Syamsuhidat, 2005).

BPH tidak dapat dicegah, dan kebanyakan kasus BPH di Indonesia merupakan kasus BPH bergejala, yang sudah menimbulkan gangguan elminasi.

Penanganan masalah BPH di Indonesia, paling banyak dilakukan melalui prosedur bedah, yaitu TURP.

Transurethral resection of prostat

(TURP) merupakan prosedur baku dalam penatalaksanaan hiperlasia prostat yang disertai retensi urin yang berulang atau akut. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan alat resectoscope yang dimasukkan melalui uretra untuk mencapai kelenjar prostat. Alat ini dapat memotong jaringan yang menonjol ke dalam uretra prostatika dalam bentuk potongan-potongan kecil. Potongan jaringan hasil reseksi kemudian dievakuasi dari kandung buli-buli dengan menggunakan cairan irigasi (Leslie, SW., 2006). Salah satu tindakan post operatif yang dilakukan perawat adalah pemantauan continuous bladder irrigation (CBI) atau irigasi bladder yaitu pengirigasian atau mengaliri bladder secara terus menerus. Irigasi dilakukan untuk mencegah obstruksi, mengeluarkan darah, dan klot yang mungkin terjadi setelah proses pembedahan TURP. Pemantauan cairan irigasi penting dilakukan oleh perawat.

Perawat harus mengobservasi jumlah cairan irigasi yang masuk serta menghitung berapa banyak cairan irigasi beserta urin yang keluar. Perawat juga harus memastikan jenis cairan yang digunakan untuk irigasi adalah cairan yang tepat dan sesuai (Giatrininggar, 2013).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran perawat dalam

(4)

pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

METODE PENELITIAN

Tempat penelitian dilakukan di bangsal anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada bulan Juni sampai Juli. Penelitan ini menggunakan penelitian kualitaitif dengan rancangan deskriptif fenomenologi. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 3 partisipan. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode in depth interview dengan wawancara semiterstruktur dan di analisa menggunakan metode Colaizzi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara terhadap 3 partisipan dari peran perawat dalam pemantauan continous bladder irigation pada pasien BPH post op TURP di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri ini menemukan sepuluh tema.

1. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP

a. Tema : Dasar penetapan diagnose

Dasar penetapan diagnose terdiri dari 3 kategori. Kategori pengkajian diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Pemberi pelayanan sesuai dengan pengkajian, diagnose

… “evaluasi”.” (P.1)

“Kita melakukan pengkajian, intervensi,

… “evaluasi”.” (P.2)

“Ya melakukan head to toe dari pengkajian, samapai evaluasi keperawatan dalam kasus CBI mas.” (P.3) Dalam menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien, untuk itu maka diperlukan pengkajian keperawatan untuk mempermudah perawat dalam menentukan diagnosa yang di alami oleh pasien (Nurjannah, 2012). Dalam dasar penetapan diagnose juga dilakukan

partsipan dengan

mengumpulkan data subyektif dan obyektif yang diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut:

(5)

“Ya pasien mengungkapkan perasaannya mas.

Misal pasien

mengatakan tidak enak saat di kateter.” (P.1)

“Kebanyakan pasien mengatakan kurang nyaman saat di pasangkateter pertama kali.” (P.2)

“Ya pasien

mengatakan tidak nyaman atau tidak betah saat di pasang kateter pertama kali.”

(P.3)

Data subyektif adalah deskripsi verbal klien

mengenai masalah

kesehatannya. Hanya klien yang dapat memberikan data subyektif. (Fundamental keperawatan, 2009). Hasil dari ungkapan partisipan mengenai data obyektif sebagai berikut:

“Kita melihat pasien pasien terlihat meringis karna tidak nyaman waktu di kateter.” (P.1)

“Bisa pasien telah terpasang kateter.”

(P.2)

“Kita periksatanda- tanda vitalnya.” (P.3) Pada data obyektif didapatkan hasil yaitu pasien telah terpasang kateter dan pasien terlihat mringis karena tidak nyaman saat di pasang kateter. Data obyektif adalah hasil observasi atau

pengukuran dari status kesehatan klien. (Fundamental keperawatan, 2009).

a. Tema : Monitoring tanda syok Monitoring tanda syok terdiri dari 2 kategori. Kategori perdarahan diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Yang pertama kita kaji apakah ada perdarahan atau tidak”(P1)

“…terus ada

perdarahan tidak,”

(P.2)

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). Bisa dikatakan syok hipovelemik jika kehilangan darah sekitar 20%

dari total volume cairan (Dewi

& Rahayu, 2010). Monitoring tanda syok juga mendapatkan kategori urin output

(6)

diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Yang pertama kita monitor input output urin per 24 jam” (P1)

“Ya pantau input out put urin 24 jam” (P.2)

“Di pantau cairan masuk dan urin yang keluar selama 24 jam.” (P.3)

Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume massive yang disebabkan oleh:

perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal hemoragi, atau kondisi yang menurunkan volume sirkulasi intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction, peritonitis, acute pancreatitis, ascites, dehidrasidari excessive perspiration, diare berat atau muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intake cairan yang tidak adekuat (Dewi &

Rahayu, 2010).

2. Mengidentifikasi peran perawat sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP

a. Tema : Perlindungan legal etis Perlindungan legal etis terdiri dari 2 kategori. Kategori

perlindungan perawat diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Advocad atau advokasi ya… itu sebagai pembela perawat …”inform consen”.” (P1)

“Sebagai pembela mengenai status kesehatan klien

“inform consen” .”

(P.2)

“Pembela perawat dan klien mas. …

“surat persetujuan”

(P.3)

Pada perlindungan perawat didapatkan hasil perawat melakukan inform consent pada pasien atau keluarga dan dilindungi oleh hukum dalam setiap melakukan tindakan keperawatan, Pasal 27 (1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. (2) Tenaga

kesehatan dalam

melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan

dan meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. (3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana

(7)

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pmerintah. Penjelasan dari pasal 27 di atas, tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum apabila pasien sebagai konsumen kesehatan menuduh/merugikan tenaga kesehatan dimana tenaga kesehatan sudah melakukan tugas sesuai ke ahliannya serta kewajiban

mengembangkan dan

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dimaksudkan agar tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan

perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi baru. (Undang-Undang Nomor 36, 2009). Kategori hak pasien diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Kita harus membela dan memberikan hak- hak “klien”.” (P1)

“Kita harus membela dan memberikan hak- hak yang harus diterima pasien atau klien” (P.2).

“Untuk membela dan memenuhi hak-hak yang harus diterima pasienatau klien.”

(P.3)

Pada hak pasien didapatkan hasil jika perawat harus memberikan dan memenuhi hak-hak yang harus diterima pasien. Kepuasan pasien dapat juga diartikan sebagai suatu sikap konsumen, yakni beberapa derajat

kesukaan atau

ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang pernah dirasakannya. Minat seseorang untuk berperilaku membeli dipengaruhi oleh sikap, tapi minat untukmenggunaakan kembali jasa pelayanan keperawatan akan sangat

dipengaruhi oleh

pengalamannya yang lampau waktu memakai jasa yang sama. Minat pasien untuk menggunakan rumah sakit sangat besar dipengaruhi oleh pengalaman kepuasan dalam menerima pelayanan (Lamiri, 2008).

3. Mengidentifikasi peran perawat sebagai pemberi bimbingan konseling (conselor) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP.

(8)

a. Tema : Pemecahan masalah Pemecahan masalah terdiri dari 3 kategori. Kategori solusi perawat diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Ya kita bisa memberikan informasi dan bisa juga tanya

jawab serta

memberikan solusi atau memecahkan masalah.” (P1)

“Kita memberikan penjelasan untuk memecahkan

masalah” (P.2)

“Kita berdiskusi dengan pasien atau keluarga untuk memecahkan masalah yang di hadapi.” (P.3) Pada pemecahan masalah didapatkan kategori solusi, sumber informasi dan diskusi. Pada solusi didapatkan hasil bahwa perawat memberikan penjelasan, berdikusi dan memberikan solusi untuk memecahkan masalah.Suatu konflik harus dikelola dengan baik karena jika tidak, konflik dapat menjadi isu dalam patient safety dan lingkungan pelayanan kesehatan (Sherman, 2012). Kategori

sumber informasi diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Jadi kita harus bisa memberikanpengaraha n dan informasi untuk memecahkan

masalah” (P1)

“Memberikan

pengarahan untuk memecahkan masalah yang dialami pasien.

(P.2)

“Ya ngasih informasi atau pengetahuan kepada keluarga dan klien.” (P.3)

Pada sumber informasi didapatkan hasil perawat memberikan pengarahan dan informasi atau pengetahuan untuk memecahkan masalah yang dialami keluarga dan klien. Peran sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.

Peran ini dilakukan atas pemintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2004).

Kategori diskusi diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Dengan tanya jawab tentang kondisi pasien” (P1)

(9)

“Ya dengan tanya jawab mas” (P.2)

“Dengan diskusi atau tanya jawab mas.”

(P.3)

Pada diskusi

didapatkan hasil bahwa perawat melakukan tanya jawab dengan pasien maupun keluarga pasien. Peran sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas pemintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2004).

b. Tema : Hambatan dalam konseling

Hambatan dalam konseling terdiri dari 2 kategori. Kategori respon keluarga pasien diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Kalau dari keluarga pasien sih ada juga yang kurang aktif”

(P1)

“Keluarga pasien ada juga yang pasif.” (P.2)

“Biasanyakeluarga pasien yang leda-lede hehe apa ya mas

bahasane?

“Kurang aktif pak”.”

(P.3)

Pada hambatan konseling didapatkan kategori respon keluarga pasien dan tidak paham. Dari respon keluarga pasien didapatkan hasil jika keluarga pasien ada yang pasif. Perawat sebagai educator atau pendidik dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Hidayat, 2004).

Kategori tidak paham diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Klien atau keluarga tidak mendengarkan atau tidak mudeng-mudeng mas.” (P1)

“klien atau keluarga susah mengerti atau memahami apa yang kita jelaskan mas.” (P.2)

“Pasien atau keluarga sulit untukpaham dengan apa yang kita jelaskan mas.” (P.3)

Sedangkan pada kategori tidak paham didapatkan hasil meliputi pasien maupun keluarga sulit untuk mengerti atau memahami apa yang dijelaskan perawat. Perawat sebagai educator atau pendidik

(10)

dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Hidayat, 2004).

4. Mengidentifikasi peran perawat sebagai pendidik klien (educator) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP

a. Tema : Proses edukasi

Proses edukasi terdiri dari 3 kategori. Kategori media edukasi diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Ya kita bisa melakukan pendidikan kesehatan secara lisan atau lembar bolak- balik tentang CBI itu sendiri atau masalah yang belum dimengerti klien atau keluarga.”

(P1)

“Bisa memberikan pendkesatau

memberikan lefleat CBIke klien” (P.2)

“Memberikan

pendkesatau flipchart juga bisa tentang CBI

ke klien atau keluarga.” (P.3) Pada media edukasi didapatkan hasil bahwa perawat melakukan pendidikan

kesehatan dengan

menggunakan lisan, media leaflet dan lembar bolak-balik.

Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh

pendidik dalam

menyampaikan bahan pegajaran / pendidikan. Alat bantu ini lebih sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses pendidikan / pengajaran (Notoatmodjo, 2007). Kategori tujuan edukasi diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Untuk memberikan informasi atau pengetahuan tentang CBI kepada keluarga dan klien.” (P1)

“Ya memberikan informasi dan pengetahuan” (P.2)

“Memberikan penjelasan,

pendidikan, dan pengetahuan tentang CBI mas” (P.3) Media edukasi tersebut akan memunculkan kategori lain yaitu tujuan eduksi. Pada tujuan edukasi

(11)

didapatkan hasil perawat memberikan informasi dan pengetahuan kususnya tentang CBI pada pasien maupun keluarga. Perawat sebagai educator atau pendidik dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Perry & Potter, 2005). Kategori metode edukasi diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Jadi kita harus menjelaskan sampai mereka mengerti.”

(P1)

“Kita harus menerangkan sampai klien dan keluarga mengerti.” (P.2)

“Ya kayak tadi mas menjelaskan sampai klien dan keluarga paham.” (P.3)

“Sebelumnya kita pasti memberikan gambaran atau pengetahuan” (P.2)

“Ya ada mas tapi sebelumnya menjelaskan dan memberikan pendidikan dulu.” (P.3)

Berdasarkan proses edukasi perawat atau pendidik juga memerlukan metode edukasi. Metode edukasi dari ungkapan partisipan

mendapatkan hasil perawat memberikan gamabaran atau pengetahuan sampai pasien dan keluarga mengerti. Metode pengajaran yang digunakan oleh perawat adalah metode yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan orang- orang yang dekat dengan klien sepertikeluarganya (Perry &

Potter, 2005).

5. Mengidentifikasi peran perawat untuk berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (collaborator) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP

a. Tema : Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain terdiri dari 2 kategori. Kategori bantuan tenaga kesehata lain diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Ya kita bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.

Contohnya kita melakukan cek darah

kita akan

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang ada di lab bagian darah.” (P1)

(12)

“Ya tentunya kolaborasi sama tenaga kesehatan lain.Ini contoh ya mas

seumpama ada

perawat baru yang menangani klot yang meyumbat kateter dan gak bisa menangani pasti kan meminta

perawat lain

membantu menangani nya.” (P.2)

Dalam penelitian hasil yang didapatkan dari partisipan perawat berkolaborasi atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain contohnya dengan petugas lab dalam cek darah. Perawat dapat menjalin kerjasama dengan dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan, termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya (Hidayat, 2004).

Kategori planning

diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Menurut saya, ya mengkordinasi dengan perawat lain” (P1)

“Ya kita berkordinasi dengan perawat lain”

(P.2)

“Ya kita berkordinasi dengan perawat lain mas.” (P.3)

“Ya setiap operan jaga dan setiap saat nanti kita juga catat di buku status kesehatan” (P1)

“Ya setiap operan jaga mas.” (P.2)

“Ya setiap operan jaga dengan perawat jaga selanjutnya mas.”

(P.3)

“Ada prekonfrence dan poskonfrence, lha disitu nanti

“selanjutnya” (P1)

“Saat operan jaga kan

ada pre dan

poskonfrence” (P.2)

“Pas ada pre dan poskonfrence” (P.3) Dalam planning didapatkan hasil bahwa perawat melakukan pre conference dan post conference setiap operan jaga.

Mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Hal ini merupakan tugas perawat sebagai seorang pembaharu (Hidayat, 2004).

b. Tema : Kolaborasi dengan keluarga

Kolaborasi dengan keluarga terdiri dari 1 kategori.

Kategori bantuan keluarga diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

(13)

“Melakukan tindakan keperawatan CBI atau kita membutuhkan bantuan tenaga kesehatan lain ataupun keluarga”

(P1)

“Setiap kita

memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan lain juga keluarga”

(P.2)

“setiap kita

memerlukan bantuan dalam melakukan pemantauan CBI pada klien.” (P.3)

Bantuan keluarga dalam penelitian ini mendapatkan hasil dari ungkapan partisipan perawat tidak bisa mengandalkan kemampua individu dalam pemantauan CBI. Contohnya dalam pemantauan CBI seumpama kateter macet nanti keluarga bisa melapor ke perawat. Nurdiana dkk (2007, h. 2) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan oleh pasien di rumah sehingga akan menurunkan angka kekambuhan. Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008),

menyatakan bahwa keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan, meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta pasien dapat beradaptasi kembali pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

6. Mengidentifikasi peran perawat sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber potensi klien (Coordinator) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP.

a. Tema : Kebutuhan koordinasi Kebutuhan koordinasi terdiri dari 2 kategori. Kategori tidak tahu perkembangan pasien diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Ya penting mas, kalau kita tidak ada kordinasi kita tidak tahu perkembangan pasien dan disitu akan merugikan pasien itu sendiri.” (P1)

“Ya untuk mengetahui perkembangan pasien.

Tambah baik atau malah buruk kondisi pasien.” (P.3)

Pada tidak tahu perkembangan pasien didapatkan hasil melakukan kordinasi sangat penting bagi

(14)

perawat karena mengetahui perkembangan pasien itu penting untuk meakukan atau menentukan intervensi berikutnya. Peran perawat dalam Care giver adalah peran yang dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar klien yangmembutuhkan. Melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar klien, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai yang kompleks (Hidayat, 2004). Kategori bingung diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Jika tidak ada kordinasi kita bekerja pada bingung mas terus kondisi pasien bagaimana? Kalau sudah bingung kita akan melakukan tindakan seperti apa

juga akan susah.”

(P.2)

“bagaimana kita tahu

keadaan dan

perkembangan pasien kalau tidak ada kordinasi? Dan pasti

perawat jaga

selanjutnya juga akan bingung menentukan tindakan berikutnya.”

(P.3)

Sedangkan dari kategori bingung didapatkan hasil kordinasi juga akan mempengaruhi proses kerja dari perawat tanpa kordinasi perawat akan menjadi kacau atau bingung dalam melaksanakan tugasnya. Peran sebagai koordinator dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. Bekerja melalui tim kesehatan penting dilakukan perawat sebagai peran kolaborator (Hidayat, 2004).

7. Mengidentifikasi peran perawat sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk untuk mengadakan perubahan-perubahan (Change agent) dalam pemantauan

(15)

Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP

a. Tema : Pemberharuan metode Pemberharuan metode terdiri dari 1 kategori. Kategori metode lama diungkapkan oleh 3 partisipan sebagai berikut:

“Perawatmelakukan inovasi”... “sehat”.

Seumpamanya pasien dengan pengirigasian

bladder yang

menggunakan NaCl, selain menggunakan NaCl kita bisa menggunakan NLH atau natrium laktat hipertonip.” (P1)

“Perawat melakukan inovasi dalam berpikir

“keperawatan”.

Dalam pengirigasian

bladder kita

menggunakan kateter threeway beda dengan kateter biasanya.

Disitu kan ada perkembangan atau inovasi baru dalam tindakan

keperawatan”(P.2)

“Ya pemberharuan cara atau metode kita bisa melakukan inovasi untuk tindakan keperawatan yang lebih efektif.” (P.3)

“Ya saat cara lama atau tindakan keperawatan kurang efektif.” (P1)

“Saat menemukan inovasi tindakan keperawatan yang lebih efektif” (P.2

“Saat metode lama kurang bisa efektif

dalam melakukan tindakan

keperawatan.” (P.3) Dalam peran perawat sebagai change agent kita mendapatkan bahwa metode sudah lama dan memerlukan pemberharuan metode Pada pemberharuan metode didapatkan kategori metode lama. Dalam metode lama didapatkan hasil perawat harus melakukan inovasi dalam berpikir dan melakukan tindakan keperawatan.

Mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Hal ini merupakan tugas perawat sebagai seorang pembaharu (Hidayat, 2004).

SIMPULAN DAN SARAN 1. SIMPULAN

a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Tema yang dihasilkan adalah dasar penetapan diagnose meliputi pengkajian, data subyektif dan obyektif.

(16)

Tema yang kedua monitoring terhadap tanda syok meliputi perdarahan dan urine output.

b. Peran perawat sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Tema yang dihasilkan adalah perlindungan legal etis meliputi perlindungan perawat dan hak pasien.

c. Peran perawat sebagai pemberi bimbingan konseling (conselor) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Tema yang dihasilkan adalah pemecahan masalah meliputi solusi, sumber informasi, diskusi. Tema yang kedua hambatan konseling meliputi respon keluarga pasien dan tidak paham.

d. Peran perawat sebagai pendidik klien (educator) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Tema yang dihasilkan adalah proses edukasi meliputi media edukasi, tujuan edukasi, metode edukasi.

e. Peran perawat untuk berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (collaborator) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Tema yang dihasilkan adalah kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan planning.

Tema yang kedua kolaborasi dengan keluarga meliputi bantuan keluarga.

f. Peran perawat sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber potensi klien (Coordinator) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Tema yang dihasilkan adalah kebutuhan kordinasi meliputi tidak tahu perkembangan pasien dan bingung.

g. Peran perawat sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk untuk mengadakan perubahan- perubahan (Change agent) dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Tema yang dihasilkan adalah pemberharuan metode meliputi metode lama.

(17)

2. SARAN

Bagi rumah sakit perawat dapat mengetahui peran perawat dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op TURP. Bagi institusi pendidikan dapat dijadikan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan. Bagi peneliti lain dapat meneliti kembali peran perawat dalam pemantauan Continuous Bladder Irrigation, sehingga dapat menambah pengetahuan bagi peneliti lain. Bagi peneliti menambah pengetahuan tentang peran perawat dalam pemantauan pemantauan Continuous Bladder Irrigation pada pasien BPH post op

TURP. Serta dapat

mengaplikasikan saat dirumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Esti Giatrininggar. FIK UI. (2013).

Continous Bladder Irrigation (CBI) pada klien Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) Post Op Transurethral

Resection Prostate (TURP) di Ruang Anggrk Tengah Kanan RSUP Persahabatan. diambil pada 17 Februari 2016.

Dewi Enita & Rahayu,Sri. 2010.

KEGAWATDARURATAN SYOK HIPOVOLEMIK https://publikasiilmiah.ums.a c.id/bitstream/handle/11617/

2043/BIK_Vol_2_No_2_8_

Enita_Dewi.pdf?sequence=1 [Accessed 10 Agustus 2016].

Dinosetro. 2008. Hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kemandirian kehidupan sosial

bermasyarakat pada klien Skizofrenia post perawatan di Rumah Sakit Jiwa Menur.

http://dinosetro.multiply.com/

guestbook?&=&page=3.

Diunduh pada tanggal 10 Agustus 2016.

Fundamental keperawatan. (2009).

Hidayat. (2007). Peran Perawat Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan. Jakarta

Lamiri. 2008. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Minat Perilaku Penderita Rawat Inap Di RSI Samarinda. Samarinda : Journal Management

(18)

Pelayanan Kesehatan

http://202.137.25.13/ejurnal/p df/PerandanFungsiManajeme nKeperawatandalamManajem enKonflik.pdf [Accessed 10 Agustus 2016].

Leslie, SW. Transurethral Resection of the Prostate. Medical College of Chio : Kidney Stone Research Center, 2006.

Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rhineka Cipta.

Nurjannah, I. 2012. Intan’s Screening Diagnoses

Assessment (ISDA) [Online].

Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM. Available:

http://keperawatan.ugm.ac.id/

berita-psik-fk-ugm/13-berita- psik-fk-ugm/7-intans-

screening-diagnoses-

assesment-isda.html

[Accessed 10 Agustus 2016].

Perry, Potter, 2005, Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek Vol. 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Purnomo. (2008). Dasar-Dasar Uronologi, Edisi Kedua. Jakarta : CV. Sagung Seto P. 68-85.

Roehrborn, C. G., & McConnell, J.

D. (2011). Benign prostatic hyperplasia:

etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history.

Campbell-Walsh Urology. (10th ed).

Philadelphia: Saunders Elsevier.

Referensi

Dokumen terkait