• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Tata Letak Fasilitas

Tata letak fasilitas adalah susunan fasilitas-fasilitas produksi untuk memperoleh efisiensi pada suatu produksi.1

Tata letak fasilitas yang dirancang dengan baik pada umumnya akan memberi kontribusi yang positif dalam optimalisasi proses operasi perusahaan dan pada akhirnya akan menjaga kelangsungan hidup perusahaan serta keberhasilan perusahaan. Perancangan sistem fasilitas, perancangan tata letak, dan perancangan

material handling pada dasarnya mempunyai ikatan dasar yang tak terpisahkan.

Yang sering terjadi adalah bahwa perancangan tata letak dan material handling dilakukan terlebih dahulu, sedang perancangan sistem fasilitas menyesuaikan dengan tata letak yang dirancang. Untuk itu, perancangan tata letak diusahakan sefleksibel mungkin, karena dengan adanya perubahan permintaan, penemuan

Perancangan tata letak mengikuti pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area yang tersedia untuk penempatan mesin-mesin, bahan-bahan, perlengkapan untuk operasi, personalia dan semua peralatan serta fasilitas yang digunakan dalam proses produksi. Perancangan tata letak juga harus menjamin kelancaran aliran bahan-bahan, penyimpanan bahan, baik bahan baku, bahan setengah jadi, maupun produk-produk jadi.

1

Hari Purnomo. 2004. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal: 117-118.

(2)

produk baru, proses baru, metode kerja baru dan sebagainya, perusahaan terpaksa harus melakukan perancangan tata letak ulang. Untuk itu, perancangan harus melihat jauh ke depan agar perubahan-perubahan tata letak dapat diminimalkan, karena biaya yang digunakan dalam proses perancangan ini relatif cukup besar.

Untuk mengetahui apakah tata letak fasilitas produksi baik atau tidak, dapat dilihat dari beberapa gejala berikut:2

1. Lantai pabrik dipenuhi oleh work in progress 2. Pemindahan bahan terjadi secara berlebihan

3. Jarak tempuh dalam pemindahan bahan-bahan relatif besar

4. Para operator dan supervisor banyak melakukan jalan-jalandi lantai pabrik 5. Aliran bahan dalam lintasan produksi sering mengalami bottleneck

6. Pengawasan kegiatan di lantai pabrik mengalami kesulitan

Jika salah satu atau lebih gejala di atas diteukan maka dapat dipastikan rancangan layout perusahaan bersangkutan sedang bermasalah sehingga perlu dilakukan perbaikan. Masalah yang ditimbulkan oleh layout yang tidak dirancang dengan baik bukan hanya pada biaya produksi yang tinggi tetapi juga berkontribusi dalam peningkatan waktu proses sehingga mengancam waktu ketepatan pengiriman produk kepada pelanggan.

2

(3)

Beberapa tujuan perancangan tata letak fasilitas yaitu:3 1. Memanfaatkan area yang ada.

Perancangan tata letak yang optimal akan memberikan solusi dalam penghematan penggunaan area yang ada, baik area untuk produksi, gudang,

service dan untuk departemen lainnya.

2. Pendayagunaan pemakatabelian mesin, tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih besar.

Pengaturan yang tepat akan dapat mengurangi investasi di dalam peralatan dan perlengkapan produksi. Peralatan-peralatan dan perlengkapan dalam proses produksi dapat dipergunakan dalam tingkat efisiensi yang cukup tinggi. Begitu juga dengan fasilitas produksi lainnya akan dapat berdaya guna.

3. Meminimumkan material handling.

Selama proses produksi akan selalu terjadi aktivitas perpindahan baik itu bahan baku, tenaga kerja, mesin ataupun peralatan produksi lainnya. Proses perpindahan ini memerlukan biaya yang cukup besar. Dengan demikian, perancangan tata letak yang baik harus mampu meminimalkan aktivitas-aktivitas pemindahan bahan. Tata letak sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga jarak angkut dari masing-masing fasilitas dapat diminimalisir.

4. Mengurangi waktu tunggu dan mengurangi kemacetan.

Waktu tunggu dalam proses produksi yang berlebihan dapat dikurangi denganpengaturan tata letak yang terkoordinasi dengan baik. Banyaknya

3

(4)

perpotongan dari suau lintasan produksi menyebabkan terjadinya kemacetan-kemacetan.

5. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi tenaga kerja.

Para tenaga kerja tentu saja menginginkan bekerja di dalam lingkungan yang aman, nyaman dan menyenangkan. Hal-hal yang dianggap membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan kerja harus dihindari.

6. Mempersingkat proses manufaktur.

Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya, maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dapat dipersingkat pula. Dengan demikian, total waktu produksi juga dapat dipersingkat.

7. Mengurangi persediaan setengah jadi.

Persediaan barang setengah jadi (work in process inventory) terjadi karena belum selesainya proses produksi dari produk yang bersangkutan. Persediaan barang setengah jadi yang tinggi, tidak menguntungkan perusahaan karena dana yang tertanam tersebut sangat besar. Perancangan tata letak yang baik hendaknya memperhatikan kesinambungan lintasan (line balancing), karena menumpuknya barang setengah jadi salah satunya disebabkan oleh tidak seimbangnya lintasan produksi.

8. Memperudah aktivitas supervisi.

Penempatan ruangan supervisor yang tepat akan memberikan keleluasaan bagi supervisor untuk mengawasi aktivitas yang sedang berlangsung di area kerja.

(5)

3.2. Jenis Tata Letak Berdasarkan Fasilitas Sistem Produksi 3.2.1. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Rendah

Jenis fasilitas produksi yang biasanya terkait dengan sebaran kuantitas produksi antara 1 hingga 100 unit/tahun adalah jenis job-shop yang menghasilkan produk khusus dan unik dalam jumlah produksi yang rendah.4

Komponen-komponen kecil yang membentuk produk besar sering dibuat dalam suatu pabrik yang memiliki tata letak proses, yang mana peralatan produksi diatur berdasarkan fungsinya. Masing-masing komponen itu umumnya memerlukan urutan proses yang berbeda. Tata letak proses ini ditekankan pada fleksibilitasnya, artinya dapat mengakomodasi tingginya variasi urutan operasi untuk konfigurasi komponen yang berbeda.

Produk yang dihasilkan biasanya kompleks misalnya kapsul ruang angkasa, pesawat terbang dan mesin-mesin khusus. Produksi job-shop juga meliputi proses pembuatan komponen produk. Order dari pelanggan jenis ini sering bersifat khusus dan order berulang hampir tidak pernah terjadi.

Job-shop harus dirancang hingga mencapai fleksibilitas yang maksimum

untuk menghadapi banyaknya macam dan banyaknya variasi produk. Bila produksinya berat dan besar sehingga sulit berpindah dalam pabrik, maka produk ini tetap berada di lokasi yang sama, setidaknya selama proses perakitan akhir berlangsung. Pekerja dan peralatan produksi mendatangi produk, bukan produk yang mendekati peralatan produksi seperti pada umumnya. Jenis tataletak pabrik semacam ini dikenal dengan istilah fixed-position layout (tata letak posisi tetap).

4

Mikell P Groover. 2005. Otomasi Sistem Produksi dan Computer-Integrated Manufacturing. Surabaya: Guna Widya. Hal: 5-8

(6)

3.2.2. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Medium

Dalam sebaran kuantitas produksi menengah (100-10.000 unit/tahun), dikenal dua jenis fasilitas yang berbeda, tergantung pada variasi produk. Bila terdapat variasi produk yang banyak maka pendekatan tradisional yang dipakai adalah jenis produk batch, dimana salah satu batch produk selesai dibuat fasilitas produksi diubah untuk produksi selanjutnya, dan seterusnya. Pesanan utnuk masing-masing produk biasanya berulang. Laju produksi lebih besar dari laju permintaan dari tiap jenis produk. Demikian juga satu peralatan dapat dipakai untuk beragam jenis produk. Proses produksi ini dipakai biasanya pada kasus

make to stock, dimana sejumlah produk harus dibuat untuk memenuhi kapasitas

gudang yang secara perlahan mulai berkurang seiring dengan permintaan. Peralatan produksi biasanya diatur dalam tataletak proses.

Pendekatan alternatif yang memungkinkan untuk proses produksi medium ini bila variasi produknya bersifat lemah. Dalam hal ini tidak diperlukan banyak penggantian dan untuk proses berikutnya mungkin tidak diperlukan pergantian lagi. Seringkali dimungkinkan untuk menata konfigurasi peralatan sehingga sekelompok produk atau komponen sejenis dapat dibuat pada mesin yang sama tanpa harus kehilangan waktu pergantian yang signifikan. Pemrosesan atau perakitan suatu komponen/produk dapat diselesaikan dalam sel-sel yang terdiri dari sejumlah mesin atau stasiun kerja. Istilah cellular manufacturing seringkali dikaitkan dengan jenis produk ini. Setiap sel dirancang untuk memproduksi produk dengan variasi konfigurasi komponen yang terbatas, tapi lebih

(7)

dikhususkan dalam memproduksi satu set komponen/produk jenis mengikuti prinsip-prinsip teknologi kelompok (group technology).

3.2.3. Fasilitas Sistem Produksi Bervolume Banyak

Produksi dengan sebaran kuantitas banyak (antara 10.000 hingga jutaan unit/tahun) dikenal dengan nama produksi massal (mass production). Kondisi seperti ini dicirikan oleh laju permintaan produk yang banyak dan fasilitas produksinya memang diperuntukkan bagi pembuatan produk tersebut. Umumnya dikenal dua kategori dalam produksi massal yaitu produksi kuantitas dan produksi mengalir. Produksi kuantitas meliputi produksi massal untuk pembuatan komponen tunggal pada satu unit peralatan. Metode produksi biasanya menggunakan mesin-mesin standar yang dilengkapi dengan perkakas potong khusus, karenanya mesin-mesin tersebut khusus dipakai memproduksi satu macam komponen saja. Tata letak pabrik yang khusus untuk jenis produksi kuantitas tinggi adalah tataletak proses.

Sistem produksi mengalir mencakup penyusunan stasiun kerja multiple secara berurutan dimana komponen atau produk rakitan secara fisik berpindah melewati urutan proses yang ada hingga selesai menjadi produk. Stasiun kerja terdiri dari mesin-mesin produksi dan atau pekerja yang dilengkapi dengan peralatan khusus. Kumpulan dari stasiun-stasiun itu dirancang spesifik untuk memaksimalkan efesiensi proses pembuatan produk tersebut. Tata letak untuk produksi ini dikenal dengan nama tata letak produk (product layout) dan stasiun

(8)

kerja disusun mengikuti satu aliran yang panjang atau dalam rangkaian segmen-segmen stasiun yang saling terkait.

Tipe-tipe fasilitas dan tata letak yang digunakan untuk berbagai tingkat kuantitas produksi dan variasi produk dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Job Shop Batch Production Cellular Manufacturing Kuantitas Mengalir Produksi Massa Tata letak posisi tetap Tata letak produk Tata letak cellular Tata letak proses Variasi Produk Kuantitas Produksi 100 10.000 1.000.000

Sumber: Mikell P Groover. Otomasi Sistem Produksi dan Computer-Integrated Manufacturing.

Gambar 3.1. Tipe-Tipe Fasilitas dan Tata Letak yang Digunakan untuk Berbagai Tingkat Kuantitas Produksi dan Variasi Produk

3.3. Tipe-Tipe Tata Letak Pabrik

3.3.1. Perencanaan Tata Letak Fasilitas dengan Pendekatan Process Layout

Dalam Process/Functional Layout semua operasi dengan sifat yang sama dikelompokkan dalam departemen yang sama pada suatu pabrik/industri.5

5

Opcit. Hari Purnomo. Hal 69-75.

Mesin, peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dikelompokkan menjadi satu, misalnya semua mesin bubut dijadikan satu departemen, mesin bor dijadikan satu departemen dan mill dijadikan satu departemen. Dengan kata lain, material

(9)

dipindah menuju departemen-departemen sesuai dengan urutan proses yang dilakukan.

Process Layout dilakukan bila volume produksi kecil, dan terutama untuk

jenis produk yang tidak standar, biasanya berdasarkan order. Kondisi ini disebut sebagai job-shop. Tata letak tipe Process Layout banyak dijumpai pada sektor industri manufaktur maupun jasa, misal, bank, rumah sakit, perguruan tinggi dan industri jasa lainnya yang mengatur segala fasilitas berdasarkan kelompok-kelompok fungsionalnya. Begitu pula pada sektor industri manufaktur, beberapa bengkel permesinan akan mengatur tata letak mesinnya berdasarkan kelompok-kelompok mesin yang memiliki fungsi sejenis.

Kelebihan atau keuntungan menggunakan layout tipe ini antara lain adalah, total investasi yang rendah karena digunakan mesin yang umum (general

purpose). Tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih fleksibel karena sanggup

mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk. Pengendalian dan pengawasan lebih mudah dan lebih baik, khususnya untuk pekerjaan yang sulit dan memerlukan ketelitian tinggi, dan yang terakhir adalah mudah untuk mengatasi breakdown dari pada mesin, yaitu dengan cara memindahkannya ke mesin yang lain dan tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam proses produksi. Process Layout digambarkan seperti pada Gambar 3.2.

(10)

Storage Saw Grind Weld Lathe Lathe Drill Mill Mill Drill Assembly Paint Warehouse

Sumber: Richard L Francis, dkk. Facility Layout and Location: An Analytical Approach.

Gambar 3.2. Process Layout

Sedangkan sisi kelemahannya adalah terjadi aktiviatas pemindahan material, karena tata letak mesin tergantung pada macam proses atau fungsi kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi. Juga memerlukan penambahan space area untuk work-in-process-storage. Waktu yang diperlukan untuk proses produksi pun lebih lama. Selain itu banyaknya macam produk yang harus dibuat menjadikan proses dan pengendalian produksi menjadi lebih kompleks dan diperlukan pula skill operator yang tinggi untuk menangani berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki bermacam-macam variasi. Model penyelesaian masalah tata letak diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendekatan optimasi dan heuristik.6

6

Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: ANDI. Hal: 101-119.

Semua algoritma optimasi untuk masalah tata letak memiliki keterbatasan berkaitan dengan kebutuhan memori serta waktu komputasi yang sangat tinggi dan meningkat secara eksponensial sesuai dengan meningkatnya ukuran masalah. Berdasarkan hal ini, pendekatan heuristik banyak dikembangkan. Pendekatan heuristik terbagi menjadi beberapa metode yaitu:

(11)

1. Metode Pembobotan Kedekatan

Metode pembobotan kedekatan sebenarnya sebuah pendekatan coba-coba. Namun, teknik yang digunakan memanfaatkan score atau bobot sesuai dengan tingkat kedekatan susunan mesin atau fasilitas. Metode demikian merupakan metode untuk pengaturan mesin atau fasilitas pada tata letak berdasarkan produk.

2. Metode Hoiller

Metode Hoiller menggunakan data from to chart perpindahan bahan antar fasilitas. Metode demikian tidak membutuhkan data dimensi fasilitas serta tidak membutuhkan penetapan urutan awal fasilitas atau mesin yang ditata letak.

3. Metode Modified Spanning Tree

Metode Modified Spanning Tree merupakan metode untuk menentukan urutan fasilitas. Data yang diperlukan adalah from to chart simetris dan ukuran panjang fasilitas. Metode ini mengurutkan fasilitas berdasarkan nilai bobot. 4. Metode Pertukaran Berpasangan

Metode pertukaran berpasangan merupakan metode untuk mennetukan urutan fasilitas. Metode demikian membutuhkan from to chart simetris dan ukuran panjang fasilitas. Fungsi objektif metode ini adalah total jarak perpindahan bahan atau dapat pula total biaya perpindahan bahan. Cara kerjanya menjajangi seluruh kemungkinan urutan fasilitas dan memilih urutan yang memiliki total jarak perpindahan terkecil.

(12)

5. Metode Pembobotan Berbasis Graph

Pengenalan mengenai teori graph sebagai alat matematis dalam menyelesaikan masalah tata letak telah muncul pada tahun 1960-an. Konsep dasar dalam metode ini adalah membangun graph kedekatan yang diwakili simpul sebagai departemen yang dihubungkan busur antar kedua simpul. Perancangan tataletak dengan menggunakan metode grafik pada dasarnya hampir sama dengan metode SLP.7

Prosedur metode grafik yang sering digunakan dalam membangun metode grafik adalah dengan membuat metode grafik kedekatan yang dilakukan secara tahap demi tahap dengan mendahulukan pasangan departemen yang

Sebagai dasar pembuatan rancangan tataletak ini seperti halnya SLP menggunakan peta keterkaitan aktivitas atau peta dari-ke (from-to

chart). Dalam metode grafik ini ada beberapa lambang atau simbol yang

digunakan antara lain, untuk departemen atau aktivitas dilambangkan oleh sebuah node, untuk menghubungkan antara departemen yang satu dengan departemen lainnya digunakan suatu busur, sedangkan untuk tingkat kedekatan (closeness) digunakan angka-angka untuk menggantikan huruf yang dipakai pada SLP.

Metode grafik merupakan metode perancangan tata letak yang menggunakan grafik kedekatan (adjacency graph) sebagai penghubung antara departemen-departemen atau fasilitas-fasilitas yang ada, dengan tujuan memperoleh bobot terbesar. Bobot terbesar diperoleh dengan menjumlahkan masing-masing nilai dari busur-busur yang dibuat.

7 Opcit. Hari Purnomo. Hal 137-143.

(13)

mempunyai bobot kedekatan terbesar. Langkah-langkah dalam metode grafik yaitu:

a. Dari peta dari-ke pada Tabel 3.1, dipilih pasangan departemen yang mempunyai bobot terbesar. Bobot terbesar adalah departemen 1 dan departemen 3, yaitu sebesar 100. Buat garis penghubung antara node 1 dan node 3.

Tabel 3.1. Peta Dari-Ke

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

1 3

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.3. Grafik Kedekatan Departemen 1 dan 3

b. Langkah selanjutnya adalah memilih departemen yang akan masuk ke dalam grafik. Dengan cara menjumlahkan bobot masing-masing departemen yang belum terpilih dengan departemen 1 dan departemen 3. Kemudian dipilih pasangan departemen yang mempunyai bobot terbesar.

(14)

Tabel 3.2. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Ketiga

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Nilai terbesar adalah pasangan departemen 4 dengan 1 dan 3 yaitu sebesar 130, maka departemen 4 dipilih untuk masuk ke dalam grafik. Dari Gambar 3.3, tarik garis untuk dihubungkan dengan node 4 sehingga terbentuk grafik berbentuk bidang segitiga.

1 3

4

50 80

100

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.4. Bidang Segitiga

c. Dari langkah kedua di atas terbentuk suatu bidang segitiga yang dibatasi oleh busur-busur pembatas 1-3, 3-4 dan 4-1. Kita menamai bidang segitiga tersebut sebagai bidang 1-3-4. Berikutnya adalah memilih departemen yang akan dimasukkan dalam bidang grafik tersebut, dengan menambahkan bobot departemen yang belum terpilih, yaitu departemen 2 dan 5.

(15)

Tabel 3.3. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Keempat

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Departemen 2 terpilih untuk dimasukkan ke dalam bidang 1-3-4 karena mempunyai nilai yang lebih besar yaitu 165. Penempatan departemen 2 pada bidang segitiga ditempatkan di tengah bidang segitiga untuk menghindari perpotongan busur.

1 3 4 2 80 50 100 65 60 40

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.5. Departemen 2 Masuk dalam Grafik

d. Karena tinggal 1 departemen yang tersisa (departemen 5) yang belum masuk ke dalam grafik, maka tugas selanjutnya adalah menentukan bidang yang akan dijadikan tempat untuk memasukkan departemen 5 tersebut. Terdapat 4 bidang segitiga yang terbentuk yaitu bidang 1-2-3, 1-2-4, 1-3-4, dan 2-3-4.

(16)

Tabel 3.4. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Kelima

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Terdapat dua bidang dengan nilai yang sama, yaitu bidang 1-2-4 dan bidang 2-3-4. Kita pilih bidang 1-2-4 maka gambar grafik akhir adalah sebagai berikut. 1 3 4 2 5 30 65 10 0 60 80 40 50 100

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.6. Grafik Kedekatan Terakhir

e. Langkah terakhir adalah menyusun ulang block layout yang sesuai. Cara yang dilakukan untuk menyusun block layout dianalogikan seperti metode SLP. Suatu rancangan block layout yang didasarkan atas grafik kedekatan dapat ditunjukkan pada Gambar 3.7.

(17)

1 3 4 2 5 30 65 10 0 60 80 40 50 100

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.7. Block Layout dengan Grafik Kedekatan

3.3.2. Perencanaan Tata Letak Fasilitas dengan Pendekatan Group

Technology Layout

Tipe tata letak ini, biasanya komponen yang tidak sama di kelompokkan ke dalam satu kelompok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, mesin atau peralatan yang dipakai. Pengelompokkan bukan didasarkan pada kesamaan penggunaan akhir. Mesin-mesin di kelompokkan dalam satu kelompok dan ditempatkan dalam sebuah manufacturing cell.

Kelebihan tata letak berdasarkan kelompok teknologi ini adalah dengan adanya pengelompokan produk sesuai dengan proses pembuatannya maka akan dapat diperoleh pendayagunaan mesin yang maksimal. Juga lintasan aliran kerja menjadi lebih lancar dan jarak perpindahan material akan lebih pendek bila dibandingkan tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout). Tata letak berdasarkan kelompok teknologi atau produk dapat pula menciptakan suasana kerja yang lebih baik. Selain itu karena pada dasarnya pengaturan tata

(18)

letak tipe kelompok ini merupakan kombinasi dari Product Layout dan Process

Layout maka secara otomatis memiliki keuntungan-keuntungan yang bisa

diperoleh dari Product Layout dan Process Layout.

Seperti halnya tipe tata letak fasilitas yang lain, tipe tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk juga mempunyai kekurangan-kekurangan diantaranya adalah diperlukannya tenaga kerja dengan kemampuan dan keterampilan tinggi untuk mengoperasikan semua fasilitas produksi yang ada. Kelancaran kerja sangat tergantung pada kegiatan pengendalian produksi khususnya dalam hal menjaga keseimbangan aliran kerja yang bergerak melalui individu-individu sel yang ada. Bila tidak maka diperlukan buffer dan

work-in-process-storage. Selain itu, akan dijumpai kerugian-kerugian seperti halnya dalam Product dan Process Layout. Yang perlu diperhatikan pula adalah sulitnya

mengaplikasikan fasilitas produk tipe khusus.

Dengan demikian tata letak berdasarkan kelompok produk atau produk teknologi itu mencoba mengkombinasikan efisiensi aliran dari tipe Product

Layout dan fleksibilitas dari tipe Process Layout. Group Technology Layout

(19)

Storage

Saw

Weld

Paint

Paint

Lathe Mill Drill

Assembly

Warehouse

Grind Mill Drill

Lathe Group A

Group B

Sumber: Richard L Francis, dkk. Facility Layout and Location: An Analytical Approach.

Gamabar 3.8. Group Technology Layout

Group Technology (GT) adalah sebuah filosofi manajemen yang mencoba

mengelompokkan produk dengan kesamaan desain atau karakteristik manufaktur atau keduanya.8

8

Sunderesh S. Heragu. 2006. Facilities Design. New York: iUniverse, Inc. Hal: 291.

Cellular Manufacturing (CM) dapat didefenisikan sebagai sebuah aplikasi dari GT yang meliputi pengelompokan mesin yang didasarkan pada komponen yang diproduksi. Tujuan utama dari CM adalah untuk mengidentifikasi sel mesin dan kelompok komponen secara simultan, dan untuk mengalokasikan kelompok produk ke sel mesin dengan meminimasi pergerakan intersellular dari komponen-komponen. Untuk mengimplementasikan konsep CM secara sukses, analisis harus dikembangkan dari tata letak mesin dalam sel sehingga meminimasi inter- dan intrasellular biaya pemindahan bahan. CM merupakan sebuah konsep yang baru dan telah sukses diaplikasikan di banyak lingkungan manufaktur dan dapat mencapai keuntungan yang signifikan. Perusahaan yang disurvei di Wemmerlov dan Hyer telah mengalami hasil sebagai berikut:

(20)

1. Pengurangan waktu setup

2. Pengurangan persediaan work in process 3. Pengurangan biaya material handling

4. Pengurangan biaya pekerja langsung dan tidak langsung 5. Peningkatan kualitas

6. Peningkatan aliran material 7. Peningkatan utilitas mesin 8. Peningkatan utiitas ruang 9. Peningkatan moral pekerja

Sebuah part family adalah sekelompok komponen yang memiliki beberapa kesamaan spesifikasi dan kesamaan karakteristik rancangan atau proses produksi.9 Sebuah part family dapat dikelompokkan dengan komponen yang memiliki kesamaan karakteristik rancangan seperti bentuk geometrik, ukuran, material dan lain-lain sedangkan sebuah part family yang dikelompokkan atas kesamaan proses produksi berdasarkan mesin-mesin, proses-proses, operasi-operasi, peralatan dan lain-lain. Untuk aplikasi produksi dari konsep Grup Technology, sebuah kelompok mesin untuk sebuah part family atau lebih dibentuk untuk memproses komponen-komponen yang memiliki kesamaan operasi-operasi menggunakan mesin-mesin.10 Pada umumnya, perencanaan grup technology layout mencakup tiga jenis masalah yang akan diselesaikan yaitu:11

1. Pembentukan kelompok mesin.

2. Permasalahan tata letak dari kelompok mesin yang ditetapkan.

9 Inyong Ham, dkk. 1985. Group Technology. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing. Hal: 9. 10 Ibid. Hal: 15.

(21)

3. Permasalahan tata letak dari individual mesin untuk masing-masing kelompok mesin.

Model tata letak matematik yang mencakup tiga masalah tata letak untuk grup

technology belum dikembangkan. Di antara tiga masalah dalam perencanaan tata

letak berdasarkan grup technology, masalah dalam pembentukan kelompok mesin dipertimbangkan sebagai masalah yang paling penting oleh banyak peneliti. Pada dasarnya, masalah pengelompokan mesin didefenisikan sebagai berikut: disediakan matriks komponen-mesin yang menunjukkan mesin yang dibutuhkan untuk memproses masing-masing komponen, temukan kelompok mesin dan part family dengan cara masing-masing komponen di dalam sebuah

family dapat diproses sepenuhnya di dalam sebuah kelompok mesin. Metode yang

paling sederhana untuk memcahkan masalah ini adalah menyusun ulang baris dan kolom dari matriks berdasarkan trial and error hingga sebuah solusi yang baik diperoleh. Metode ini berguna untuk masalah yang memiliki jumlah mesin dan komponen yang relatif sedikit. Namun, metode ini memiliki dua kesulitan karena didasarkan oleh heuristik dan membutuhkan beberapa usaha komputerisasi untuk menentukan kelompok mesin dan part family yang tepat untuk masalah yang besar. Untuk menanggulangi masalah ini, beberapa metode yang berguna telah dikembangkan. Satu yang terutama adalah metode berdasarkan pengelompokan (cluster).

(22)

Metode pengelompokan dalam Grup Technology dibagi menjadi dua bagian yaitu:12

1. Metode klasifikasi

Metode klasifikasi digunakan untuk membuat kelompok komponen berdasarkan bentuk desainnya. Metode ini terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis pertama adalah metode inspeksi visual yaitu metode dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap bentuk komponennya secara visual. Penggunaan metode inspeksi visual mudah namun untuk jumlah komponen yang banyak penggunaannya sangat terbatas. Jenis kedua adalah metode pengkodean, yaitu pengelompokan komponen berdasarkan bentuk geometri dan kompleksitas, dimensi, tipe material yang digunakan, bentuk bahan baku serta kebutuhan akurasi komponen akhir.

2. Metode pengklasteran.

Metode pengelompokkan berusaha untuk menemukan dan menunjukkan kesamaan cluster atau kelompok pada objek yang diinput atau objek atribut dari data matriks.13

12 Opcit. Rika Ampuh Hadiguna ST, MT dan Heri Setiawan ST, MT. Hal 129-148. 13 Opcit. Sunderesh S. Heragu. Hal: 297-298.

Teknik ini bertujuan untuk menyusun ulang baris dan kolom dari matriks masukan, khususnya sebuah matriks biner yang menentukan ada atau tidaknya sebuah komponen yang diproses pada sebuah mesin khusus. Metode pengklasteran lebih terbatas pada metode mengenai identifikasi sel mesin, famili komponen yang memiliki kemiripan, atau keduanya. Beberapa metode utama yang termasuk metode pengklasteran yaitu:

(23)

a. Rank Order Clustering (ROC) Algorithm

Metode Rank Order Clustering yang dikembangkan oleh King adalah metode yang sederhana dan merupakan teknik analisis yang efektif untuk membentuk kelompok komponen-mesin.14 Metode Rank Order Clustering (ROC) menentukan sebuah bilangan biner untuk setiap baris dan kolom, menyusun baris dan kolom secara menurun berdasarkan bilangan binernya, kemudian mengidentifikasi kelompok.15

1) Tetapkan bobot biner BWj=2m-j untuk masing-masing kolom j dari matriks indikator proses komponen-mesin.

Setiap kelompok mendefinisikan kelompok mesin dan kelompok komponen yang sesuai. Dalam langkah algoritma ROC di bawah ini, m dan n menunjukkan jumlah mesin dan komponen. Langkah dari metode ROC adalah sebagai berikut:\

2) Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap baris i menggunakan formula:

DEi = ∑𝑚𝑚𝑗𝑗 =12m−jaij

3) Urutkan baris secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali baris sesuai peringkat ini. Jika tidak ada penyusunan ulang yang dibutuhkan, berhenti, lanjut ke langkah 4.

4) Untuk setiap penyusunan ulang baris dari matriks, tetapkan bobot biner BWi=2n-i.

5) Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap kolom j menggunakan formula:

14 Opcit. Inyong Ham, dkk. Hal: 164. 15

(24)

DEi = ∑𝑚𝑚𝑗𝑗 =12m−jaij

6) Urutkan kolom secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali kolom sesuai peringkat ini. Jika tidak ada penyusunan ulang yang dibutuhkan, berhenti, lanjut ke langkah 1.

Contoh berdasarkan matriks indikator proses komponen-mesin pada Tabel 3.5. Tentukan diagonal blok dari penyusunan ulang baris dan kolom matriks menggunakan algoritma ROC.

Tabel 3.5. Matriks Indikator Proses Komponen-Mesin

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Penyelesaian dapat dilihat sebagai berikut.

Bobot biner untuk setiap kolom dan desimal ekuivalen DE dari nilai biner setiap baris dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Nilai Biner dan Bobot Setiap Baris dan Kolom dari Matriks Indikator Proses Komponen-Mesin

(25)

Bobot biner untuk setiap kolom dan desimal ekuivalen DE dari nilai biner setiap kolom dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Penyusunan Ulang Baris dari Matriks Tabel 3.6 berdasarkan Nilai DE dan Penentuan Nilai dan Bobot Biner Selanjutnya

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Proses dengan langkah 1 hingga 3 dari algoritma ROC diperoleh matriks pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Penyusunan Ulang Kolom dari Matriks Tabel 3.7 berdasarkan Nilai DE dan Penentuan Nilai dan Bobot Biner Selanjutnya

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Proses dengan langkah 4 hingga langkah 6 dari algoritma ROC diperoleh matriks pada Tabel 3.8. Karena penyusunan ulang tidak dibutuhkan maka algoritma dihentikan. Matriks akhir pada Tabel 3.9 menunjukkan struktur blok diagonal.

(26)

Tabel 3.9. Penyusunan Ulang Akhir Baris dari Matriks Tabel 3.8 berdasarkan Nilai DE

Sumber: Sunderesh S Heragu. Facilities Design.

Metode dalam pengurutan urutan mesin yang cukup praktis dan populer digunakan adalah metode Hollier.16

1) Buatlah from to chart dari data routing part. Data yang digunakan dari

routing part menunjukkan indikasi jumlah komponen yang berpindah

antar fasilitas dan akan ditata letak.

Metode Hollier menggunakan data from

to chart perpindahan bahan antar fasilitas. Metode demikian tidak

membutuhkan data dimensi fasilitas serta tidak memerlukan penetapan urutan awal fasilitas atau mesin yang akan ditata letak. Ada dua metode Hollier, yaitu Hollier 1 dan Hollier 2. Perbedaan keduanya hanyalah untuk mempermudah proses pengaturan urutan mesin atau efisiensi dalam proses dalam proses perhitungan.

Metode Hollier 1 menggunakan jumlah aliran from and to setiap fasilitas yang akan diurutkan. Langkah-langkah metodenya sebagai berikut:

(27)

2) Hitung jumlah baris from dan kolom to. Caranya adalah dengan menjumlahkan setiap kolom dan setiap baris. Untuk menempatkan hasil penjumlahan, tambahkan baris dan kolom baru.

3) Berdasarkan hasil penjumlahan kolom dan baris, tentukan cara menata fasilitas dengan memilih nilai penjumlahan terkecil. Jika nilai minimum diperoleh pada to maka fasilitas ditempatkan pada awal urutan. Jika nilai minimum diperoleh pada from maka fasilitas ditempatkan di akhir urutan. Jika hasil penjumlahan memiliki nilai-nilai yang khusus maka aturan pemecahan sebagai berikut:

a) Jika menemui jumlah to minimum atau jumlah from minimum, maka pilihlah fasilitas dengan rasio from atau to terkecil.

b) Jika jumlah from dan to adalah sama untuk fasilitas terpilih, maka fasilitasnya diabaikan dan fasilitas yang memiliki nilai terkecil berikutnya yang dipilih.

c) Jika jumlah to minimum adalah sama untuk dengan jumlah from, maka fasilitasnya dipilih dan ditempatkan masing-masing di awal dan di akhir urutan.

4) Perbaiki from to chart, setelah fasilitas yang dipilih ditata, maka from to

chart direstrukturisasi dengan cara menghilangkan baris dan kolom

fasilitas yang terpilih. Hitung kembali baris dan kolom dan lakukan langkah 2 dan 3 hingga seluruh fasilitas tertata.

Metode Hollier 2 merupakan metode yang memperbaiki kinerja metode Hollier 1. Prinsip kerja metode Hollier 2 masih berdasarkan penjumlahan

(28)

baris dan kolom dari from to chart. Langkah-langkah metode Hollier 2 sebagai berikut:

1) Buatlah from to chart dengan prinsip yang sama dengan Hollier 1.

2) Hitung rasio from atau to setiap fasilitas. Caranya adalah dengan menjumlahkan semua perpindahan from dan perpindahan to setiap fasilitas. Penjumlahan from dilakukan dengan menjumlahkan baris, sedangkan to dilakukan dengan menjumlahkan kolom. Setelah memperoleh nilai penjumlahan di setiap kolom dan di setiap baris, lakukan perhitungan rasio from atau to dengan membagi nilai from dengan to. Hasil perhitungan rasio ditempatkan pada kolom tambahan baru.

3) Langkah selanjutnya adalah menata fasilitas berdasarkan nilai rasio terbesar hingga terkecil. Fasilitas yang memiliki rasio from atau to tertinggi berarti mendristribusikan banyak perpindahan dan menerima pekerjaan lebih sedikit dari fasilitas lain, demikian sebaliknya. Pengaturan fasilitas berdasarkan hal demikian artinya fasilitas dengan rasio tertinggi ditempatkan di awal urutan, sedangkan fasilitas dengan rasio terendah ditempatkan di akhir urutan. Dalam kasus tertentu dimana rasio sama besarnya, pemilihannya adalah dengan memilih fasilitas dengan nilai from tertinggi yang ditempatkan di depan fasilitas yang memiliki nilai from terkecil.

(29)

b. Bond Energy (BE) Algorithm

Bond Energy (BE) Algorithm adalah sebuah metode heuristik yang

berusaha untuk memaksimalkan jumlah dari bond energy untuk masing-masing elemen dalam matriks mesin-komponen. Jika ada satu atau banyak elemen yang bottleneck yang mencegah pembnetukan struktur diagonal blok, metode ini tidak berjalan dengan baik. Keuntungan dari metode ini adalah kelompok akhir yang teridentifikasi tidak terpengaruh dengan matriks awal.

c. Row and Column Masking (R&CM) Algorithm

Metode pengelompokan ini dimulai dari sebuah baris yang terpilih secara acak dan mencakup semua kolom yang memiliki sebuah masukan pada baris itu. Kemudian, akan mencakup semua baris dengan sebuah masukan pada cakupan kolom. Prosedur ini akan berlanjut hingga tidak memungkinkan untuk beranjak ke baris atau kolom yang tidak tercakup yang baru dan kemudian sebuah kelompok mesin dan famili komponen yang memiliki kesamaan terbentuk. Prosedur ini akan berulang untuk menemukan kelompok lainnya. Sebuah kelemahan utama dari metode ini adalah jika ada satu atau lebih mesin yang bottleneck atau exceptional

part, metode ini akan memberikan solusi dengan semua mesin di dalam

sebuah sel dan semua komponen akan berada dalam sebuah famili komponen.

(30)

d. Similarity Coeficient (SC) Algorithm

Similarity Coeficient Algorithm diperoleh dari sistem pengklasifikasian

menurut angka dan berusaha untuk mengukur koefisien similaritas diantara masing-masing pasangan mesin dan komponen. Metode ini menambahkan sebuah mesin ke sebuah sel yang ada jika nilai koefisien similaritas di antara mesin baru dan mesin yang ada dalam sel melewati tingkat yang ditetapkan. Kelemahan yang nyata dari pendekatan ini adalah bahwa mesin yang memiliki koefisien similaritas yang tinggi dengan mesin yang ada di dalam sel akan secara otomatis masuk ke dalam sel meskipun koefisien similaritas diantara mesin baru dan mesin lainnya yang ada dalam sel sangat rendah.

3.4. Permasalahan Material Handling

Masalah utama dalam proses produksi ditinjau dari segi kegiatan atau proses produksi adalah bergeraknya material dari suatu tingkat ke tingkat proses produksi berikutnya.17

17

Opcit. Hari Purnomo. Hal: 239-240.

Hal ini terlihat sejak material diterima di tempat penerimaan kemudian dipindahkan ke tempat pemeriksaan dan selanjutnya disimpan dalam gudang. Pada bagian produksi juga terjadi perpindahan material yang diawali dengan mengambil material dari gudang, kemudian diproses pada proses pertama dan berpindah pada proses berikutnya sampai akhirnya dipindah ke gudang barang jadi. Untuk memungkinkan proses produksi dapat berjalan dibutuhkan adanya kegiatan pemindahan material yang disebut material handling.

(31)

Pada sebuah pabrik, material handling menyerap tenaga kerja sekitar 25% dari seluruh tenaga kerja, menggunakan ruangan sekitar 55% dari seluruh ruangan dan 87% dari waktu produksi. Penanganan material diperkirakan menggunakan 15% sampai dengan 70% dari total biaya manufaktur. Oleh sebab itu, penanganan material menjadi masalah yang penting untuk dianalisis dalam rangka melakuka n pengurangan biaya. Di samping itu, penanganan material juga menyebabkan baik atau tidaknya kualitas material dan diperkirakan antara 3% sampai 5% dari seluruh material yang ditangangi mengalami kerusakan.

3.4.1. Material Handling

Pengertian pemindahan bahan (material handling) berdasarkan American

Material Handling Society (AMHS), yaitu sebagai suatu seni dan ilmu yang

meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), pembungkusan/ pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) sekaligus pengendalian pengawasan (controlling) dari bahan atau material dengan segala bentuknya.18

18

Sritomo Wignjosoebroto. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya: Guna Widya. Hal: 212-213.

Dalam kaitannya dengan pemindahan bahan, maka proses pemindahan bahan ini akan dilaksanakan dari satu lokasi ke lokasi yang lain baik secara vertikal, horizontal maupun lintasan yang membentuk kurva. Demikian pula lintasan ini dapat dilaksanakan dalam suatu lintasan yang tetap atau berubah-ubah. Selanjutnya, material yang dipindah dapat berbentuk gas, cairan ataupun padat. Dalam pengertian umum, aktivitas pemindahana bahan lebih ditujukan untuk pemindahan material dalam bentuk fisik dan padat.

(32)

3.4.2. Tujuan Kegiatan Material Handling

Tujuan kegiatan pemindahan bahan yaitu:19 1. Menaikkan kapasitas

2. Memperbaiki kondisi kerja

3. Memperbaiki pelayanan para pelanggan

4. Meningkatkan pemanfaatan ruang dan peralatan 5. Mengurangi ongkos

3.4.3. Minimasi Material Handling

Masalah pemindahan bahan mencakup bahwa sumber atau tujuan dapat dipergunakan sebagai titik antara dalam mencari hasil optimal.20 Minimasi

material handling adalah kegiatan untuk memperkecil jumlah perpindahan yang

dapat dirumuskan sebagai berikut: Min Mp = ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1∑ 𝑥𝑥𝑛𝑛𝑗𝑗 𝑖𝑖𝑗𝑗𝑑𝑑𝑖𝑖𝑗𝑗

Dimana: 𝑥𝑥𝑖𝑖𝑗𝑗 = frekuensi perpindahan material dari mesin i ke mesin j. 𝑑𝑑𝑖𝑖𝑗𝑗 = jarak perpindahan dari mesin i ke mesin j.

n = jumlah mesin.

19

James M. Apple. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Bandung: ITB. Hal:378. 20

Mega Helprita Saragih. 2012. Perancangan Ulang Tataletak Fasilitas dengan Pendekatan Group

Technology Berdasarkan Rank Order Clustering (Roc) dan Algoritma Bloclpan di Pt.

(33)

3.4.4. Sistem Pengukuran Jarak Material Handling

Sistem pengukuran jarak material handling dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:21

1. Jarak Euclidean

Jarak euclidean adalah jarak yang diukur lurus antara pusat fasilitas satu dengan pusat fasilitas lainnya. Sistem pengukuran dengan jarak euclidean sering digunakan karena lebih mudah dimengerti dan mudah digunakan. Contoh aplikasi dari jarak euclidean misalnya pada beberapa model conveyor, dan juga jaringan transportasi dan distribusi. Formula yang digunakan yaitu: Dij = [(xi-xj)2 + (yi-yj)2]1/2

Dimana: xi = kordinat x pada pusat fasilitas i yi = kordinat y pada pusat fasilitas i dij = jarak antara pusat fasilitas i dan j 2. Jarak Rectilinear

Jarak rectilinier sering disebut juga dengan jarak Manhattan merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Disebut juga dengan jarak Manhattan, mengingatkan jalan-jalan di kota Manhattan yang berbentuk garis-garis paralel dan saling tegak lurus antara satu jalan dengan jalan lainnya. Pengukuran dengan jarak rectilinier sering digunakan karena mudah perhitungannya, mudah dimengerti dan untuk beberapa masalah lebih sesuai, misalnya untuk menentukan jarak antar kota, jarak antar fasilitas dimana

21

(34)

peralatan pemindahan bahan hanya dapat bergerak secara tegak lurus. Formula yang digunakan yaitu:

Dij = |xi-xj| + |yi-yj| 3. Square Euclidean

Square euclidean merupakan ukuran jarak dengan mengkuadratkan bobot

terbesar suatu jarak antara dua fasilitas yang berdekatan. Relatif untuk beberapa persoalan terutama menyangkut persoalan lokasi fasilitas diselesaikan dengan penerapan square euclidean. Formula yang digunakan yaitu:

Dij = [(xi-xj)2 + (yi-yj)2] 4. Aisle

Aisle distance akan mengukur jarak sepanjang lintasan yang dilalui alat

pengangkut pemindah bahan. Dari Gambar 3.9 (a) ukuran jarak aisle antara departemen K dan M merupakan jumlah dari a, b dan d. Sedang Gambar 3.9 (b) jarak aisle departemen 1 dengan departemen 3 merupakan jumlah dari a, c, f dan h. Aisle distance pertama kali diaplikasikan pada masalah tata letak dari proses manufaktur.

(35)

a c d Dept M Dept L Dept K

Dept 1 Dept 2 Dept 3

Dept 4 Dept 5 Dept 6 a b c d e f g h (a) (b)

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

Gambar 3.9. Aisle Distance

5. Adjacency

Adjacency merupakan ukuran kedekatan antara fasilitas-fasilitas atau

departemen-departemen yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dalam perancangan tata letak dengan metode SLP, sering digunakan ukuran

adjacency yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat kedekatan antara

departemen satu dengan departemen lainnya. Kelemahan ukuran jarak

adjacency adalah tidak dapat memberi perbedaan secara riil jika terdapat dua

pasang fasilitas di mana satu dengan lainnya tidak berdekatan. Sebagai contoh (Gambar 3.10) jarak antara departemen K dan departemen N yang tidak saling berdekatan berjarak 40 m, dan jarak antara departemen M dan departemen N yang berjarak 75 m, hal ini bukan berarti antara departemen K dan departemen N mempunyai tingkat kedekatan yang lebih tinggi. Dalam hal ini kedua-duanya baik dkn (tingkat kedekatan departemen K dan N) dan dmn (tingkat

(36)

kedekatan departemen M dan N) dalam adjacency akan sama-sama diberi nilai 0. Sebaliknya meskipun departemen M dan departemen N masing-masing jika diukur dengan jarak rectilinear maupun jarak euclidean sama dengan departemen L, bukan berarti mempunyai nilai adjacency yang sama. Bisa saja antara departemen M dan departemen L mempunyai jarak adjacency yang lebih dibandingkan jarak adjacency antara departemen N dan departemen L. Misalkan antara departemen M dan L nilai adjacency sebesar 3, sedang antara departemen N dan L nilai adjacency sebesar 1.

Dept L Dept K

Dept M Dept N

Sumber: Hari Purnomo. Perencanaan & Perancangan Fasilitas.

(37)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Barata Indonesia (Persero) Medan yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Km 7,5 No. 273 Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada November 2016 hingga Januari 2017.

4.2. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah tata letak lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan.

4.3. Jenis Penelitian

Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian terapan (applied research) karena penelitian ini memecahkan masalah tata letak lantai produksi yang dihadapi perusahaan (Sukaria Sinulingga, 2014) dan memberikan rancangan tata letak lantai produksi usulan yang mengurangi momen perpindahan bahan.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis produk dan volume produksi

Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis produk dan jumlah produk yang diproduksi dalam satu tahun terakhir (2016).

(38)

2. Jenis dan jumlah mesin

Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis mesin dan jumlah mesin yang memiliki fungsi kerja yang sama di lantai produksi.

3. Jenis dan jumlah komponen

Variabel ini menunjukkan banyaknya jenis komponen dalam sebuah produk dan jumlah komponen yang memiliki bentuk, ukuran, dan fungsi yang sama. 4. Luas mesin dan stasiun kerja

Variabel ini menunjukkan luasan yang terbentuk dari garis terluar dari mesin yang membentuk area persegi atau persegi panjang dan luasan yang terbentuk dengan mengikutsertakan luas mesin, luas bahan, dan luas operator.

5. Proses produksi

Variabel ini menunjukkan aliran bahan yang terbantuk dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya.

6. Ukuran dan bentuk ruangan produksi

Variabel ini menunjukkan luasan yang terbentuk dari dinding terluar ruangan bagian produksi sementara bentuknya persegi panjang yang terbagi menjadi tiga bagian dimana terdapat departemen lain di dalamnya.

7. Jarak perpindahan

Variabel ini menunjukkan besarnya jarak antar stasiun kerja satu dengan stasiun kerja lainnya yang berhubungan membentuk aliran bahan dalam proses produksi.

(39)

8. Frekuensi perpindahan

Variabel ini menunjukkan jumlah perpindahan yang dilakukan dari stasiun kerja satu dengan stasiun kerja lainnya yang berhubungan membentuk aliran bahan dalam proses produksi berdasarkan kapasitas pengangkut.

(40)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder.

5.1.1. Data Primer

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data jenis dan jumlah komponen masing-masing produk tahun 2016 2. Luas mesin dan stasiun kerja

3. Proses produksi komponen masing-masing produk tahun 2016 4. Block layout bagian produksi

5.1.2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data jenis produk dan volume produksi tahun 2016

2. Data jenis dan jumlah mesin 3. Block layout pabrik

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Perhitungan Frekuensi Perpindahan

Frekuensi perpindahan diperoleh dari pembangian antara volume produksi dengan kapasitas alat angkut. Contoh perhitungan frekuensi perpindahan dari

(41)

stasiun kerja A menuju stasiun kerja C untuk komponen A1 yaitu: 4/1 = 4 kali/tahun. Perhitungan frekuensi perpindahan untuk stasiun kerja lainnya dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas.

5.2.2. Perhitungan Jarak Perpindahan Awal

Jarak perpindahan dihitung dengan menggunakan metode aisle. Lintasan yang dilalui pemindah bahan pada tata letak awal lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Jarak antar stasiun kerja pada layout awal lantai produksi di PT. Barata Indonesia (Persero) Medan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jarak Antar Stasiun Kerja pada Layout Awal Lantai Produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan

Jarak (Meter) i/j A1 A2 B C1 C2 D1 D2 E F G H I J K L M A1 48,25 46,51 48,96 48,66 42,9 A2 40,16 28,15 38,31 20,6 32,55 B 38,02 41,58 28,27 38,43 36,63 20,72 32,67 14,12 C1 28,1 17,75 C2 42,31 D1 48,96 40,19 43,61 37,61 D2 18,35 30,3 24,3 E 37,67 15,06 18,61 40,46 F 42,98 G 28,03 H 22,75 I 24,71 J 18,4 K 37,42 L 21,17 M

(42)

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.1. Lintasan Pemindah Bahan pada Layout Awal Lantai Produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Medan

(43)

5.2.3. Perhitungan Momen Perpindahan Awal

Momen perpindahan merupakan hasil perkalian antara jarak dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya dengan frekuensi perpindahan. Rumus:

𝑍𝑍0 = � � 𝑓𝑓𝑖𝑖𝑗𝑗𝑑𝑑𝑖𝑖𝑗𝑗 𝑛𝑛 𝑗𝑗 =1 𝑛𝑛 𝑖𝑖=1 Keterangan:

𝑍𝑍0 = nilai total momen perpindahan awal (meter/tahun) 𝑓𝑓𝑖𝑖𝑗𝑗 = frekuensi perpindahan dari stasiun i ke j

𝑑𝑑𝑖𝑖𝑗𝑗 = jarak antar stasiun i dengan j

Contoh perhitungan momen perpindahan untuk perpindahan dari stasiun kerja A1 ke C1 sebagai berikut.

Frekuensi perpindahan dari A1 ke C1 = 4 kali/tahun Jarak perpindahan dari A1 ke C1 = 48,25 meter

Momen perpindahan = 4 x 48,25 = 193 meter/tahun

Perhitungan momen perpindahan untuk stasiun kerja lainnya dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas. Total jarak dan momen perpindahan pada layout awal lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) adalah sebesar 8041,6 meter dan 17537,47 meter per tahun.

5.2.4. Perancangan Ulang Tata Letak Lantai Produksi dengan Pendekatan Process Layout

Perancangan ulang tata letak lantai produksi dengan pendekatan process

(44)

5.2.4.1. Pembentukan From To Chart

From To Chart digunakan untuk memperlihatkan data frekuensi

perpindahan total antar stasiun kerja dari masing-masing komponen. From To

Chart yang dibentuk menjumlahkan frekuensi perpindahan stasiun kerja yang

sejenis. From To Chart frekuensi perpindahan antar stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. From To Chart Frekuensi Perpindahan Antar Stasiun Kerja

Frekuensi Perpindahan (Kali/Tahun)

To A B C D E F G H I J K L M From A 40 63 6 9 35 B 4 22 5 9 2 6 3 C 2 43 D 1 8 40 36 6 E 6 9 5 F 8 G 9 H 53 I 9 J 186 K 9 L 9 M

Sumber: Pengolahan Data

5.2.4.2. Pembentukan Grafik Kedekatan

Langkah-langkah pembentukan grafik kedekatan dengan metode grafik adalah sebagai berikut:

1. Pasangkan stasiun kerja yang memilki nilai frekuensi perpindahan yang terbesar.

Bobot terbesar adalah frekuensi perpindahan dari stasiun kerja J ke stasiun kerja K yaitu 186. Buat garis penghubung antara stasiun kerja J ke stasiun kerja K, seperti Gambar 5.2.

(45)

J 186 K

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.2. Grafik Kedekatan Stasiun Kerja J dan K

2. Pilih stasiun kerja ketiga yang akan masuk ke dalam grafik

Caranya adalah dengan menjumlahkan frekuensi perpindahan masing-maasing stasiun kerja yang belum terpilih dengan stasiun kerja J dan K. Kemudian dipilih stasiun kerja yang mempunyai bobot terbesar, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Pembobotan untuk Memilih Stasiun Kerja Ketiga

Stasiun Kerja J-K Stasiun Kerja Ketiga A 35+0=35 - B 6+3=9 - C 43+0=43 - D 36+6=42 - E 5+0=5 - F 8+0=8 - G 0+0=0 - H 53+0=53 Terpilih I 0+9=9 - L 0+9=9 - M 0+0=0 -

Sumber: Pengolahan Data

Nilai terbesar adalah pasangan stasiun kerja H dengan stasiun kerja J dan K yaitu sebesar 53, maka stasiun kerja H dipilih untuk memasuki grafik sehingga dapat ditarik garis untuk dihubungkan dengan stasiun kerja H membentuk segitiga seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.

(46)

J K H

186

53 0

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.3. Bidang Segitiga Stasiun Kerja J-K-H

3. Pilih stasiun kerja berikutnya hingga stasiun kerja terakhir yang akan masuk ke dalam grafik

Caranya adalah sama dengan langkah kedua. Iterasi berakhir di stasiun kerja akhir yaitu stasiun kerja M. Grafik kedekatan akhir diperlihatkan pada gambar berikut. Grafik kedekatan akhir dan block layout dapat dilihat pada Gambar 5.4 (a) dan (b). J K H D A C B E F I G L M 53 0 6 186 36 40 35 63 9 43 40 2 3 22 6 6 5 6 0 8 8 0 9 0 9 0 0 9 0 0 9 0 0 (a)

(47)

J K H D A C B E F I G L M 53 0 6 186 36 40 35 63 9 43 40 2 3 22 6 6 5 6 0 8 8 0 9 0 9 0 0 9 0 0 9 0 0 (b)

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.4. (a) Grafik Kedekatan Akhir dan (b) Block Layout

Karena stasiun kerja sudah memiiki ukurannya masing-masing maka penyusunan stasiun kerja dilakukan berdasarkan grafik kedekatan akhir dengan memperhatikan frekuensi perpindahan dan ruangan produksi. Tata letak lantai produksi usulan dengan dengan pendekatan Process Layout dapat dilihat apada Gambar 5.5.

(48)

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.5. Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout

(49)

Jarak perpindahan dihitung dengan menggunakan metode aisle. Lintasan yang dilalui pemindah bahan pada tata letak lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout dapat dilihat pada Gambar 5.6. Jarak antar stasiun kerja pada layout lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Jarak Antar Stasiun Kerja pada Layout Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout

Jarak (Meter) i/j A B C D E F G H I J K L M A 33 31,5 22,38 24,74 15,13 B 21,63 38,89 27,15 7,95 32,13 13,84 29,19 C 43,96 25,67 D 50,72 56,25 11,1 25,06 19,06 E 36,2 27 15,05 F 31,2 G 12,45 H 18,3 I 45,18 J 15,36 K 22,18 L 21,52 M

(50)

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.6. Lintasan Pemindah Bahan pada Tata Letak Lantai Produksi Usulan dengan Pendekatan Process Layout

(51)

Momen perpindahan merupakan hasil perkalian antara jarak dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja berikutnya dengan frekuensi perpindahan. Rumus:

𝑍𝑍0 = � � 𝑓𝑓𝑖𝑖𝑗𝑗𝑑𝑑𝑖𝑖𝑗𝑗 𝑛𝑛 𝑗𝑗 =1 𝑛𝑛 𝑖𝑖=1

Contoh perhitungan momen perpindahan untuk perpindahan dari stasiun kerja A ke C untuk komponen A1 sebagai berikut.

Frekuensi perpindahan dari A ke C = 4 kali/tahun Jarak perpindahan dari A ke C = 33 meter

Momen perpindahan = 4 x 33 = 132 meter/tahun

Perhitungan momen perpindahan stasiun kerja lainnya dilakukan dengan cara yang sama seperti contoh di atas. Total jarak dan momen perpindahan pada pada layout lantai produksi usulan dengan pendekatan Process Layout adalah sebesar 6267,7 meter dan 14252,11 meter per tahun.

5.2.5. Perancangan Ulang Tata Letak Lantai Produksi dengan Pendekatan Group Technology Layout

Perancangan ulang tata letak lantai produksi dengan pendekatan Group

Technology Layout dilakukan dengan menggunakan metode Rank Order Clustering (ROC).

5.2.5.1. Pembentukan Kelompok Komponen Mesin

Langkah-langkah pembentukan kelompok komponen-mesin dengan metode Rank Order Clustering (ROC) adalah sebagai berikut:

(52)

1. Tetapkan bobot biner untuk masing-masing kolom dari matriks insiden komponen-mesin.

Matriks insiden berisi bobot biner (0 dan 1) dimana nilai 0 menyatakan bahwa mesin j tidak mengerjakan komponen i sedangkan nilai 1 menyatakan bahwa mesin j mengerjakan komponen i. Matriks insiden dapat dilihat pada Tabel 5.5.

2. Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap baris i menggunakan formula:

DEi = ∑𝑚𝑚𝑗𝑗 =12m−jaij

Dimana: aij = bobot biner yang terdapat pada baris ke-i kolom ke-j m = nomor urut komponen

Desimal ekuivalen untuk A1

Dari matriks insiden, didapat bahwa bobot biner A1 adalah: 1-0-1-0-0-0-0-0-0-1

Maka:

DEA1 = 1 x 29 + 0 x 28 + 1 x 27 + 0 x 26 + 0 x 25 + 0 x 24 + 0 x 23 + 0 x 22 + 0 x 21 + 1 x 20 = 641

Hal yang sama juga dilakukan untuk menghitung nilai desimal ekuivalen pada komponen selanjutnya. Nilai desimal ekuivalen untuk semua komponen dapat dilihat pada Tabel 5.6.

3. Urutkan baris secara menurun berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali baris sesuai peringkat ini. Setiap penyusunan ulang baris dari matriks, tetapkan

(53)

bobot biner. Urutan baris sesuai dengan peringkat dapat dilihat pada Tabel 5.7.

4. Tentukan desimal ekuivalen DE dari nilai biner untuk setiap kolom j menggunakan formula:

DEi = ∑𝑚𝑚𝑗𝑗 =12n−jaij

Dimana: aij = bobot biner yang terdapat pada baris ke-i kolom ke-j n = nomor urut mesin

Perhitungan desimal ekivalen kolom sama dengan perhitungan desimal ekivalen baris. Nilai desimal ekuivalen untuk semua komponen dapat dilihat pada Tabel 5.8.

5. Urutkan kolom dari kiri ke kanan berdasarkan nilai DE-nya. Susun kembali kolom sesuai peringkat ini. Setiap penyusunan ulang kolom dari matriks, tetapkan bobot biner. Urutan kolom sesuai dengan peringkat dapat dilihat pada Tabel 5.9.

6. Setelah diperoleh urutan DE baris dan kolom, terdapat urutan yang berbeda pada baris, maka penyusunan ulang dibutuhkan sehingga dilakukan kembali langkah 3. Urutan baris hasil penyusunan ulang sesuai dengan peringkat dapat dilihat pada Tabel 5.10.

7. Urutan DE baris dan kolom sudah sesuai dengan peringkat dan tidak membutuhkan penyusunan ulang sehingga iterasi berhenti.

(54)

V-104

Tabel 5.5. Matriks Insiden Komponen-Mesin Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 Komponen A1 1 1 1 A2 1 1 1 A3 1 1 A4 1 1 1 A5 1 1 1 A6 1 1 1 A7 1 1 A8 1 1 A9 1 1 A10 1 1 1 A11 1 1 1 A12 1 1 1 A13 1 1 1 A14 1 1 1 A15 1 1 1 A16 1 1 1 A17 1 1 1 A18 1 1 1 A19 1 1 1 A20 1 1 1 A21 1 1 1 A22 1 1 1 A23 1 1 A24 1 1 A25 1 1 A26 1 1 1 A27 1 1 1 A28 1 1 1 A29 1 1 1 A30 1 1 1 A31 1 1 1 A32 1 1 A33 1 1 1 A34 1 1 1

(55)

Tabel 5.5. Matriks Insiden Komponen-Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 B1 1 1 1 1 B2 1 1 1 B3 1 1 1 B4 1 1 1 B5 1 1 1 B6 1 1 1 B7 1 1 1 B8 1 1 1 B9 1 1 1 B10 1 1 B11 1 1 1 B12 1 1 1 B13 1 1 1 B14 1 1 1 B15 1 1 B16 1 1 B17 1 1 1 B18 1 1 1 B19 1 1 1 B20 1 1 1 B21 1 1 B22 1 1 1 B23 1 1 1 B24 1 1 1 B25 1 1 1 B26 1 1 1 B27 1 1 B28 1 1 C1 1 1 1 C2 1 1 1 C3 1 1 C4 1 1 1 C5 1 1 1 C6 1 1 1

(56)

Tabel 5.5. Matriks Insiden Komponen-Mesin (Lanjutan) Mesin M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 C7 1 1 1 C8 1 1 C9 1 1 1 C10 1 1 1 C11 1 C12 1 C13 1 D1 1 1 1 1 D2 1 1 D3 1 1 1 D4 1 1 1 D5 1 1 1 1 D6 1 1 1 D7 1 1 1 1 D8 1 1 1 1 D9 1 1 1 D10 1 1 D11 1 1 1 1 D12 1 1 1 1 D13 1 1 1 1 D14 1 1 1 1 D15 1 1 1 1 D16 1 1 1 D17 1 1 1 D18 1 1 1 1

(57)

Tabel 5.6. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Komponen Mesin Desimal Ekuivalen M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 Komponen A1 1 1 1 641 A2 1 1 1 641 A3 1 1 513 A4 1 1 1 641 A5 1 1 1 385 A6 1 1 1 641 A7 1 1 513 A8 1 1 513 A9 1 1 513 A10 1 1 1 321 A11 1 1 1 321 A12 1 1 1 321 A13 1 1 1 289 A14 1 1 1 577 A15 1 1 1 577 A16 1 1 1 289 A17 1 1 1 321 A18 1 1 1 641 A19 1 1 1 577 A20 1 1 1 641 A21 1 1 1 577 A22 1 1 1 641 A23 1 1 513 A24 1 1 513 A25 1 1 513 A26 1 1 1 321 A27 1 1 1 321 A28 1 1 1 321 A29 1 1 1 289 A30 1 1 1 577 A31 1 1 1 577 A32 1 1 513 A33 1 1 1 289 A34 1 1 1 321

(58)

Tabel 5.6. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Komponen (Lanjutan) Mesin Desimal Ekuivalen M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 B1 1 1 1 1 645 B2 1 1 1 608 B3 1 1 1 577 B4 1 1 1 577 B5 1 1 1 641 B6 1 1 1 608 B7 1 1 1 608 B8 1 1 1 641 B9 1 1 1 641 B10 1 1 513 B11 1 1 1 577 B12 1 1 1 641 B13 1 1 1 608 B14 1 1 1 641 B15 1 1 513 B16 1 1 513 B17 1 1 1 577 B18 1 1 1 641 B19 1 1 1 608 B20 1 1 1 577 B21 1 1 513 B22 1 1 1 577 B23 1 1 1 577 B24 1 1 1 261 B25 1 1 1 577 B26 1 1 1 577 B27 1 1 513 B28 1 1 513 C1 1 1 1 641 C2 1 1 1 641 C3 1 1 513 C4 1 1 1 385 C5 1 1 1 641 C6 1 1 1 608

(59)

Tabel 5.6. Nilai Desimal Ekuivalen untuk Semua Komponen (Lanjutan) Mesin Desimal Ekuivalen M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 C7 1 1 1 577 C8 1 1 513 C9 1 1 1 577 C10 1 1 1 261 C11 1 256 C12 1 256 C13 1 256 D1 1 1 1 1 705 D2 1 1 257 D3 1 1 1 321 D4 1 1 1 321 D5 1 1 1 1 298 D6 1 1 1 321 D7 1 1 1 1 298 D8 1 1 1 1 337 D9 1 1 1 321 D10 1 1 513 D11 1 1 1 1 298 D12 1 1 1 1 298 D13 1 1 1 1 581 D14 1 1 1 1 581 D15 1 1 1 1 581 D16 1 1 1 517 D17 1 1 1 517 D18 1 1 1 1 581

(60)

Tabel 5.7. Urutan Baris Sesuai Dengan Peringkat Mesin Desimal Ekuivalen M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 Komponen D1 1 1 1 1 705 B1 1 1 1 1 645 A1 1 1 1 641 A2 1 1 1 641 A4 1 1 1 641 A6 1 1 1 641 A18 1 1 1 641 A20 1 1 1 641 A22 1 1 1 641 B5 1 1 1 641 B8 1 1 1 641 B9 1 1 1 641 B12 1 1 1 641 B14 1 1 1 641 B18 1 1 1 641 C1 1 1 1 641 C2 1 1 1 641 C5 1 1 1 641 B2 1 1 1 608 B6 1 1 1 608 B7 1 1 1 608 B13 1 1 1 608 B19 1 1 1 608 C6 1 1 1 608 D13 1 1 1 1 581 D14 1 1 1 1 581 D15 1 1 1 1 581 D18 1 1 1 1 581 A14 1 1 1 577 A15 1 1 1 577 A19 1 1 1 577 A21 1 1 1 577 A30 1 1 1 577 A31 1 1 1 577

(61)

Tabel 5.7. Urutan Baris Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) Mesin Desimal Ekuivalen M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 B3 1 1 1 577 B4 1 1 1 577 B11 1 1 1 577 B17 1 1 1 577 B20 1 1 1 577 B22 1 1 1 577 B23 1 1 1 577 B25 1 1 1 577 B26 1 1 1 577 C7 1 1 1 577 C9 1 1 1 577 D16 1 1 1 517 D17 1 1 1 517 A3 1 1 513 A7 1 1 513 A8 1 1 513 A9 1 1 513 A23 1 1 513 A24 1 1 513 A25 1 1 513 A32 1 1 513 B10 1 1 513 B15 1 1 513 B16 1 1 513 B21 1 1 513 B27 1 1 513 B28 1 1 513 C3 1 1 513 C8 1 1 513 D10 1 1 513 A5 1 1 1 385 C4 1 1 1 385 D8 1 1 1 1 337 A10 1 1 1 321

(62)

Tabel 5.7. Urutan Baris Sesuai Dengan Peringkat (Lanjutan) Mesin Desimal Ekuivalen M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 A11 1 1 1 321 A12 1 1 1 321 A17 1 1 1 321 A26 1 1 1 321 A27 1 1 1 321 A28 1 1 1 321 A34 1 1 1 321 D3 1 1 1 321 D4 1 1 1 321 D6 1 1 1 321 D9 1 1 1 321 D5 1 1 1 1 298 D7 1 1 1 1 298 D11 1 1 1 1 298 D12 1 1 1 1 298 A13 1 1 1 289 A16 1 1 1 289 A29 1 1 1 289 A33 1 1 1 289 B24 1 1 1 261 C10 1 1 1 261 D2 1 1 257 C11 1 256 C12 1 256 C13 1 256

Gambar

Gambar 3.1. Tipe-Tipe Fasilitas dan Tata Letak yang Digunakan untuk  Berbagai Tingkat Kuantitas Produksi dan Variasi Produk
Gambar 3.2. Process Layout
Tabel 3.6. Nilai Biner dan Bobot Setiap Baris dan Kolom dari Matriks  Indikator Proses Komponen-Mesin
Tabel 3.7. Penyusunan Ulang Baris dari Matriks Tabel 3.6 berdasarkan Nilai  DE dan Penentuan Nilai dan Bobot Biner Selanjutnya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menjelang jatuhnya ORDE LAMA atau akan dimulainya sebuah tatanan baru kedalam sebuah ORDE BARU (tahun 1964), pemerintah Indonesia pada saat itu sempat melakukan

Pada tahun 2010 penggunaan lahan domestik dalam sistem DAS Duriangkang diprediksi akan meningkat menjadi 1656,09 ha dan beban pencemar yang dihasilkan diprediksi sebesar 2804,45

Berdasarkan uraian permasalahan serta pemaparan penelitian yang pernah dilakukan terdahulu maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam usaha

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu kinerja Keuangan yang diwakili dengan Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio (CR),

Baik dalam bidang pendidikan, bidang ketakmiran dan bidang umum.Yayasan Kiai Haji Mas Mansyur berdiri sejak tahun 1979 yang dipegang oleh pak Abdul Qadir, 68

Dengan adanya wakil dari industri dan komuniti pada seminar KTP pada hari ini, saya berharap peluang ini dapat digunakan sebaik mungkin oleh pensyarah UniMAP untuk

Baca petikan prosa klasik di bawah dengan teliti, kemudian jawab soalan-soalan yang berikutnya dengan menggunakan ayat anda sendiri?. Megat Iskandar dan Megat

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independen yang merupakan komponen fraud triangle terhadap kecurangan laporan keuangan (financial statement