Model
Pendidikan
Karakter CAK
di ITS
Menuju Kemuliaan
Hidup Bermartabat
Strategi & ImplementasiTIM
PENYUSUN
Syamsul Arifin
Edy Subali
Lucia Aridinanti
Mardi Santoso
Hasan Ikhwani
Soedarso
Zainul Muhibbin
Nurul Widiastuti
Suyanto
Yusuf Bilfaqih
KATA PENGANTAR
Penggalakan pendidikan karakter bangsa dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.”
Pada dasarnya pembentukan karakter dimulai dari fitrah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, yang kemudian membentuk jati diri dan perilaku. Dalam prosesnya, fitrah tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memilki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan perilaku anak bangsa.
Pada saat ini, pendidikan karakter sedang menjadi isu utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, karena selain dapat menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam menyukseskan Indonesia Emas 2025. Di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan pada semua jenjang, tidak terkecuali pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan karakter juga telah mendapat perhatian yang cukup besar.
Pergutuan tinggi sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan pendidikan karakter bangsa. Setiap perguruan tinggi dapat memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Dalam konteks ini, semua pemangku kepentingan di perguruan tinggi harus mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut. Namun demikian, pendidikan karakter tidak untuk dijadikan sebagai kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran yang alami. Untuk itu diperlukan pelaksanaan pembelajaran secara utuh yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan konatif/psikomotorik (olah pikir, olah hati, olah raga, olah rasa dan olah karsa) serta diperlukan pemberdayaan potensi spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan jasmani.
Dalam buku pendidikan karakter yang diberi judul “Model Pendidikan
Karakter CAK di ITS Menuju Kemuliaan Hidup Bermartabat: Strategi & Implementasi” ini diuraikan berbagai strategi dan implementasi
model pendidikan karakter di lingkungan ITS. Model pendidikan karakter yang didasarkan pada motto Cerdas, Amanah dan Kreatif, yang disingkat CAK; pada dasarnya ditujukan untuk: (a) meningkatkan dan menumbuhkembangkan nilai akhlak mulia dan karakter bangsa, (b) membangun keteladanan di kalangan semua pemangku kepentingan di lingkungan ITS dalam melaksanakan nilai-nilai ahlak mulia, (c) menumbuhkembangkan nilai-nilai-nilai-nilai yang berasal dari tradisi dan adat budaya setempat yang positif, misalnya religius, jujur, toleransi, kerjasama, gotongroyong, adil, sopan santun, hemat, cinta tanah air (nasionalisme), dan (d) menanamkan nilai-nilai positif lainnya seperti kreatif, mandiri, demokratis, saling menghargai, bersahabat, cinta damai, peduli, disiplin, dan tanggung jawab. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada semua anggota tim penyusun buku pendidikan karakter bangsa di lingkungan ITS. Besar harapan model pendidikan karakter CAK yang telah diimplementasikan di lingkungan ITS akan dapat menciptakan
mampu meningkatkan akhlak mulia dan pembangunan karakter bangsa, menumbuhkembangkan pemberdayaan dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya yang mampu meningkatkan akhlak mulia dan pembangunan karakter bangsa, serta menciptakan lingkungan perguruan tinggi yang kondusif dan budaya perguruan tinggi yang positif untuk penanaman akhlak mulia dan pembentukan karakter bangsa.
Surabaya, Desember 2010 Pembantu Rektor I,
PRAKATA
Alhamdulillah, atas berkat rahmat Tuhan YME, kami telah dapat merampungkan Buku Model Pendidikan Karakter Bangsa (PKB) di ITS dengan baik. Buku ini disusun berdasarkan pada keinginan untuk berbagai pengalaman ITS dalam melaksanakan pendidikan karakter selama usianya menginjak tahun yang ke 50.
Begitu penting pendidikan karakter bagi anak-anak bangsa demi kelangsungan peradaban suatu bangsa. Sehingga ada ungkapan yang sangat termashur, kurang lebih menyatakan sebagai berikut, “Sesungguhnya bangsa-bangsa akan tetap berjaya selama akhlak
(karakter) tetap ada. Bila akhlak mereka telah tiada, maka merekapun akan sirna dari peradaban”. Oleh karena itu sangat tepat
jika bangsa ini mencanangkan prioritas pendidika karakter (akhlak) disemua lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan hal tersebut diatas melalui UU No. 20 Tahu 2003, pasal 3, tentang tujuan pendidikan nasional disebutkan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bagsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pembentukan karakter bagai mahasiswa melalui jalur kegiatan pendidikan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler merupakan bagaian yang tak terpisah. Pendedikan karakter yang telah dan akan dijalankan tidak hanya menyentuh ranah kognitif dan kinestetik, tetapi juga masuk dalam ranah afektif. Nilai-nilai yang merupakan jabaran dari pendidikan karakter di ITS adalah sebagai berikut, Etika dan Integritas (Ethics and Integrity), Kreativitas dan inovasi
(Creativity and Innovation), Ekselensi (Excellence), Kepemim-pinan yang kuat (strong Leadership), Sinergi (Synergy), Kebersamaan Sosial dan Tanggung Jawab Sosial (Socio-cohesiveness and Social Responsibility). Kemudian keenam tata nilai dasar tersebut dikolaborasi dalam karakter CAK, yang merupakan akronim dari Cerdas, Amanah dan Kreatif.
Selanjutnya semua upaya pendidikan karakter di ITS mengacu pada nilai-nilai tersebut diatas. Lulusan ITS diharapkan mempunyai karakter (akhlak) yang amanah dalam menjalankan setiap tugas dan pengabdian hidupnya dimasyarakat, dan juga mempunyai pola pikir (mind set) dan tindakan yang cerdas dan kreatif. Lulusan ITS yang mempunyai karakter CAK, pada akhirnya diharapkan akan dapat meningkatkan daya saing (competitiveness) bagi bangsa Indonesia, dan disegani oleh bangsa-bangsa dari negara-negara sahabat diera globalisasi ini.
Buku ini disusun tidak hanya menyajikan pendidikan karakter dalam satu kegiatan kecil disalah satu unit di ITS. Namun berisi penyajian tentang pendidikan karakter yang dijalankan di ITS sebagai suatu institusi yang utuh. Oleh karena itu penjelasan dalam buku ini mencakup model-model pendidikan di ITS yang telah dibangun secara sistimatis dan direncanakan sejak kurikulum tahun 2004 dan diperbaharui pada tahun 2009.
Metodologi penyusunan buku ini dimulai dengan melakukan penelitian terhadap 6 tata nialai dasar dan 3 nilai strategis operasional yang selama ini telah dijalankan di ITS. Sejauh mana tata nilai yang telah dicanangkan oleh ITS tersebut diatas telah menjadi landasan filosofi dan landasan operasional dalam kegiatan belajar ataupun pendidikan di ITS.
Karakter Cerdas, Amanah, dan Kreatif (CAK) untuk Membangun Peradaban Bangsa”. Sarasehan dihadiri oleh narasumber dari tokoh-tokoh dosen dan mahasiswa yang mempunyai karakter kuat di ITS, kelompok-kelompok interes penelitian inovasi, seperti tim mobil hemat energi Sapu Angin, tim Maritime Challenge, tim Technopreneurship, dan kelompok studi Laboratory Base Education (LBE) yang disponsori oleh JICA. Tujuan yang hendak disasar dalam sarasehan tersebut adalah untuk memperoleh masukan-masukan sejauh mana pelaksanaan pendidikan karakter di ITS telah menjadi satu kesatuan dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Simpulan yang diperoleh dari hasil survey dan sarasehan memang sangat mengejutkan, bahwa pendidikan karakter di ITS yang berlandaskan tata nilai cerdas, amanah dan kreatif telah menjadi satu kesatuan yang tidak terpisah dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Hasil survey juga menggambarkan bahwa pendidikan karakter di ITS dijalankan melalui proses pembiasaan dan keteladanan yang baik dari para dosen dan pembina kegiatan kemahasiswaan. Selain itu lingkungan belajar yang mendukung, kurikulum yang didasari oleh kompetensi, dan proses belajar dengan pendekatan student center learnning (SCL). Penjelasan lebih lengkap silahkan dibaca pada bab 5 dan bab 6. Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Kementrian Pendidikan Nasional RI, melalui Direktorat Ketenagaan yang telah membiayai pelaksanaan penyusunan buku ini, dan memilih ITS sebagai salah satu perguruan tinggi yang dipercaya untuk berbagi pengalaman tentang pendidikan karakter. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih pada para narasumber Prof. Mahmud Zaki,M.Sc.(Mantan Rektor ITS), Dr.Ir. Abdullah Sahab (T. Mesin), Prof. Ir. Dr. Imam Robandi (T. Elektro), Prof. Daniel M Rosyid, Ph.D., M.RINA. (Maritime Challenge), Prof. Dr. Ir. Adi
Supriyanto, M.T.(LBE), Dr. M. Nur Yuniarto, ST.,M.Eng.(Tim Mobil Sapu Angin), Drs. Soeharjupri, M.Si. (Tim Technopreneurship), Dr.Ir. Bony PW. Soekarno (IPB), yang telah memberikan banyak ide-ide dan masukan-masukan. Juga kepada seluruh mahasiswa dan dosen ITS yang telah bersedia memberikan pendapatnya melalui lembar kuesioner. Serta pimpinan ITS, mulai dari Rektor, Pembantu Rektor, Dekan sampai Ketua Jurusan yang selalu mendukung baik pada saat survey, sarasehan maupun saat penyusunan buku. Semoga dengan semangat kebersamaan ini, ITS dapat memberikan konstribusi positif yang signifikan dalam pendidikan karakter yang telah dicanankan di negeri tercinta Indonesia.
Akhir kata, buku ini juga tidak luput dari kekurangan, oleh karena itu sangat senang dan sangat berterimaksih jika para pembaca bersedia memeberikan masukan-masukan guna penyempurnaan buku ini. Kami tunggu saran dan masukan melalui email [email protected]. Semoga bermanfaat,
Wassalam,
Surabaya, 27 Desember 2010, TIM PENYUSUN
DAFTAR ISI
MODEL PENDIDIKAN KARAKTER CAK ... I DI ITS ... I KATA PENGANTAR ... III PRAKATA ... VII DAFTAR ISI ... XI DAFTAR GAMBAR ... XV DAFTAR TABEL ... XVII DAFTAR SINGKATAN ...XIX
1 LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS ... 1
1.1 KESEJARAHAN PENDIRIAN ITSYANG MENGINSPIRASI PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS ... 1
1.2 VISI,MISI DAN TATA NILAI PENDIDIKAN DI ITS ... 2
2 TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS ... 11
2.1 TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS ... 11
2.2 TUJUAN PENULISAN BUKU MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS 12 3 NILAI-NILAI YANG DIKEMBANGKAN ... 13
3.1 ENAM NILAI DASAR YANG DIKEMBANGKAN ... 13
3.2 TIGA KARAKTER CAK YANG DIGUNAKAN ... 14
3.2.1 Cerdas ... 14
3.2.2 Amanah ... 15
3.2.3 Kreatif ... 15
3.3 KORELASI 6NILAI DASAR DENGAN KARAKTER CAK ... 17
4 LANDASAN TEORITIS DAN DISKRIPSI MODEL ... 23
4.1 LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN ... 23
4.2.1 Kecerdasan Logis-Matematis ... 31 4.2.2 Kecerdasan Linguistik ... 32 4.2.3 Kecerdasan Spasial ... 33 4.2.4 Kecerdasan Kinestetik ... 34 4.2.5 Kecerdasan Musikal ... 35 4.2.6 Kecerdasan Interpersonal ... 36 4.2.7 Kecerdasan Intrapersonal ... 37 4.2.8 Kecerdasan Naturalis ... 38 4.3 KECERDASAN SPIRITUAL... 41 4.4 KECERDASAN EMOSIONAL ... 49
4.5 MODEL PENDIDIKAN KARAKTER ORANG DEWASA ... 50
4.6 MODEL PENDIDIKAN KARAKTER CAK DI ITS ... 53
4.7 PERSPEKTIF KOMUNIKASI ... 55
5 METODA PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS ... 59
5.1 KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI ... 59
5.2 PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS SCL ... 64
5.3 PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN INTRAKURIKULER DAN KOKURIKULER ... 68 5.3.1 Agenda Kegiatan... 71 5.3.2 Metode Pelaksanaan ... 72 5.3.3 Waktu Pelaksanaan ... 72 5.3.4 Pelaksana ... 73 5.3.5 Sistem Evaluasi ... 73 5.3.6 Kegiatan Pendukung ... 74
5.4 PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN ESKTRAKURIKULER .... 75
6 PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS ... 79
6.1 PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN INTRAKURIKULER (AKADEMIK) ... 80
6.2 PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER .... 89
6.2.1 Program- Program Kegiatan Mahasiswa ITS ... 109
6.3.2 Hasil Survey Jargon CAK di ITS ... 123
6.3.3 Cara Mahasiswa ITS Belajar Karakter CAK ... 154
7 P E N U T U P ... 161
DAFTAR PUSTAKA ... 165
LAMPIRAN ... 169
LAMPIRAN 1: SK REKTOR SKEM ... 169
LAMPIRAN 2: SK REKTOR TIM PKB ITS... 179
LAMPIRAN 3: KUESIONER PKB ... 181
LAMPIRAN 3A: KUESIONER PKB DOSEN ... 182
LAMPIRAN 3B: KUESIONER PKB MAHASISWA ... 183
LAMPIRAN 4: HASIL KUESIONER ... 184
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1PERESMIAN ITS OLEH IR.SOEKARNO,PRESIDEN RI KE-1 ... 2
GAMBAR 4.1KECERDASAN GANDA ... 39
GAMBAR 4.2MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS ... 55
GAMBAR 5.1SISTEM E-LEARNING ITS,SHARE ITS(HTTP://SHARE.ITS.AC.ID) .. 69
GAMBAR 5.2SISTEM INFORMASI AKADEMIK ITS(HTTP://AKADEMIK.ITS.AC.ID) ... 70
GAMBAR 6.1LOGO KARAKTER CERDAS,AMANAH,&KREATIF ... 91
GAMBAR 6.2DIAGRAM ALIR MEKANISME PELAKSANAAN SKEM ... 93
GAMBAR 6.3SIMSKEM ... 95
GAMBAR 6.4IPDJURUSAN DI ITSSEMETER GASAL 09-10 ... 121
GAMBAR 6.5INDEKS PERTANYAAN NO1.3DAN 1.4SEMETER GASAL 2009-2010 ... 121
GAMBAR 6.6 INDEKS PERTANYAAN KINERJA DOSEN NOMOR 2.2 ... 122
GAMBAR 6.7INDEKS PERTANYAAN KINERJA DOSEN NOMOR 2.3 ... 122
GAMBAR 6.8INDEKS KINERJA DOSEN NOMOR 2.5SEMESTER GASAL 09/10 . 123 GAMBAR 6.9TINGKAT PENGENALAN JARGON CAK DI ITS ... 127
GAMBAR 6.10TINGKAT PENGENALAN JARGON CAK DI FTI-ITS ... 129
GAMBAR 6.11TINGKAT PENGENALAN JARGON CAK DI FTSP-ITS ... 129
GAMBAR 6.12TINGKAT PENGENALAN JARGON CAK DI FMIPA-ITS... 130
GAMBAR 6.13TINGKAT PENGENALAN JARGON CAK DI FTK-ITS ... 130
GAMBAR 6.14TINGKAT PENGENALAN JARGON CAK DI FTIF-ITS ... 131
GAMBAR 6.15PENANAMAN KECERDASAN DI ITS ... 134
GAMBAR 6.16PENANAMAN KECERDASAN DI FTI-ITS ... 136
GAMBAR 6.17PENANAMAN KECERDASAN DI FTSP-ITS ... 136
GAMBAR 6.18PENANAMAN KECERDASAN DI FMIPA-ITS ... 137
GAMBAR 6.19PENANAMAN KECERDASAN DI FTK-ITS ... 137
GAMBAR 6.20PENANAMAN KECERDASAN DI FTIF ... 138
GAMBAR 6.21PENANAMAN NILAI AMANAH DI ITS ... 140
GAMBAR 6.22PENANAMAN NILAI AMANAH DI FTI-ITS ... 141
GAMBAR 6.23PENANAMAN AMANAH DI FTSP-ITS ... 142
GAMBAR 6.25PENANAMAN NILAI AMANAH DI FTK ... 143
GAMBAR 6.26PENANAMAN NILAI AMANAH DI FTIF ... 143
GAMBAR 6.27PENANAMAN NILAI KREATIF DI ITS ... 146
GAMBAR 6.28PENANAMAN KREATIF DI FTI... 148
GAMBAR 6.29PENANAMAN NILAI R KREATIF DI FTSP ... 148
GAMBAR 6.30PENANAMAN KREATIF DI FMIPA-ITS ... 149
GAMBAR 6.31PENANAMAN NILAI KARAKTER KREATIF DI FTK ... 149
GAMBAR 6.32PENANAMAN KREATIF DI FTIF ... 150
GAMBAR 6.33CARA PENANAMAN NILAI CAK DI ITS ... 151
GAMBAR 6.34CARA DOSEN FTI MENANAMKAN NILAI CAK ... 152
GAMBAR 6.35CARA DOSEN FTSPMENANAMKAN NILAI CAK ... 152
GAMBAR 6.36CARA DOSEN FMIPA MENANAMKAN NILAI CAK ... 153
GAMBAR 6.37CARA DOSEN FTIF MENANAMKAN NILAI CAK ... 153
GAMBAR 6.38CARA MAHASISWA ITS BELAJAR NILAI KARAKTER ... 156
GAMBAR 6.39MAHASISWA ITSBELAJAR KARAKTER CAK MELALUI PBM .... 157
GAMBAR 6.40MAHASISWA FTI BELAJAR KARAKTER CAK DARI PBM ... 157
GAMBAR 6.41MAHASISWA FTSP BEAJAR KARKATER CAK DARI PBM ... 158
GAMBAR 6.42MAHASISWA FMIPA BELAJAR KARAKTER CAK MELALUI PBM 158 GAMBAR 6.43MAHASISWA FTK BELAJAR DARI PBM ... 159
DAFTAR TABEL
TABEL 1-1 JUMLAH MAHASISWA PROGRAM SARJANA (S1)TAHUN
2005/2006S/D2009/2010 ... 4
TABEL 1-2 JUMLAH LULUSAN PROGRAM SARJANA (S1) TAHUN 2009/2010 WISUDA KE-100DAN KE-101 ... 9
TABEL 3-1MATRIK KORELASI 6NILAI DASAR DENGAN KARAKTER CAK ... 21
TABEL 6-1KULIAH BERSAMA LINTAS JURUSAN... 84
TABEL 6-2MENGIKUTI LOMBA KARYA TULIS ILMIAH ... 99
TABEL 6-3MENGIKUTI LOMBA KREATIFITAS DAN INOVASI ... 100
TABEL 6-4MENGIKUTI KEGIATAN FORUM KOMUNIKASI ILMIAH ... 100
TABEL 6-5KEANGGOTAAN UKM ... 101
TABEL 6-6MENGIKUTI LOMBA MINAT DAN BAKAT... 102
TABEL 6-7SEBAGAI PENGURUS ORMAWA ... 103
TABEL 6-8AKTIF DALAM KEGIATAN YANG DIADAKAN ORMAWA ... 104
TABEL 6-9 AKTIF SEBAGAI PESERTA PELATIHAN KEPEMIMPINAN DAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN ... 105
TABEL 6-10AKTIF MENGIKUTI KEGIATAN KEPEDULIAN SOSIAL ... 105
TABEL 6-11PERTANYAAN IPD... 119
TABEL 6-12SAMPEL DOSEN PER JURUSAN ... 124
TABEL 6-13RESPONDEN MAHASISWA ... 125
TABEL 6-14KATEGORI HASIL SURVEY ... 126
TABEL 6-15KATEGORI TINGKAT PENANAMAN KECERDASAN ... 134
TABEL 6-16PENANAMAN NILAI AMANAH:TANGGUNG JAWAB ... 140
TABEL 6-17PENANAMAN NILAI KARAKTER KREATIF ... 145
TABEL 6-18PENANAMAN NILAI KARAKTER DI FTSP ... 147
TABEL 6-19PENANAMAN KARAKTER DI FTI ... 147
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN KEPANJANGAN
CAK Cerdas, Amanah dan Kreatif ITS Institut Teknologi Sepuluh Nopember
IPTEK Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ICT Information & Communication Teknologi TIK Teknologi Informasi dan Komunikasi KBK Kurikulum Berbasis Kompetensi SCL Student Centered Learning TCL Teacher Centered Learning PBL Problem Based Learning SGD Small Group Discussion FGD Focused Group Discussion
FMIPA Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
FTI Fakultas Teknologi Industri
FTSP Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
FTK Fakultas Teknologi Kelautan
FTIF Fakultas Teknologi Informasi
RI Republik Indonesia SDM Sumber Daya Manusia BPM Badan Pelaksana Mentoring UKM Unit Kegiatan Mahasiswa PQ Physical Quotient IQ Intelligence Quotient EQ Emotinal Quotient
SQ Spiritual Quotient SKS Satuan Kredit Semester
SKEM Satuan Kegiatan Ekstrakurikuler Mahasiswa
SMS Seminar Mid Semester
Subata Studi Baca Tulis Al-Quran
Ormawa Organisasi Mahasiswa
TKK Tim Konsultasi Kemahasiswaan IPS Indeks Prestasi Semester IPK Indeks Prestasi Kumulatif KP Kerja Praktek
TA Tugas Akhir
UPMB Unit Pengelola Matakuliah Bersama
UPMS Unit Pengelola Matakuliah Sosial Humaniora
TPB Tahun Pertama Bersama TPK Tim Pembina Kerohanian
MPK Matakuliah Pengembangan Kepribadian PWK Perencanaan Wilayah dan Tata Kota
1 LATAR BELAKANG
PENDIDIKAN KARAKTER DI ITS
Sesungguhnya bangsa-bangsa akan tetap berjaya selama akhlak (karakter) tetap ada. Bila akhlak mereka telah tiada, maka merekapun akan sirna dari peradaban.
Kesejarahan berdirinya sebuah institusi pendidikan biasanya menjadi landasan filosofi dan spirit yang kuat dalam menetapkan visi, misi dan tujuan pendidikan. Bab ini menjelaskan bagaimana pendidikan karakter di ITS dilandasi oleh nilai-nilai kejuangan, semangat patriotisme dan gairah untuk menyelesaikan persoalan bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang teknologi, sain dan seni.
1.1
Kesejarahan Pendirian ITS Yang
Menginspirasi Pendidikan Karakter di ITS
ITS didirikan dengan semangat kepahlawanan “arek-arek suroboyo” dan kejuangan para pendiri yang sangat gigih untuk memerdekakan bangsanya dari penjajahan dan kebodohan. Maka pada tanggal 10 Nopember 1957 didirikanlah perguruan tinggi teknik pertama di Jawa Timur, tepatnya di Kota Surabaya, yang diberi nama “PERGURUAN TEKNIK 10 NOPEMBER SURABAYA”. Setelah menjadi perguruan tinggi negeri berganti nama menjadi “INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER (ITS)”. ITS merupakan perguruan tinggi pertama yang didirikan oleh kaum pribumi dan diresmikan oleh Presiden RI yang pertama Ir. Soekarno. ITS diharapkan mampu menjadi motor penggerak utama dalam membangun generasi muda yang kompeten di bidang iptek, yang mampu mewarisis semangat perjuangan kemerdekaan, menjadi kader-kader militan yang memilikikemauan dan semangat juang tinggi untuk mewujudkan kemandirian bangsa Indonesia yang bermartabat.
Gambar 1.1 Peresmian ITS oleh Ir. Soekarno, Presiden RI ke-1
Itulah penggalan sejarah yang menginspirasi dan menjadi spirit dalam membangun dan mengembangkan pendidikan karakter di ITS sejak awal hingga saat ini menginjak usianya yang ke 50 tahun, bahkan sampai akhir peradaban dunia nanti.
1.2
Visi, Misi dan Tata Nilai Pendidikan di ITS
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) sebagai salah satu lembaga pendidikan teknik di Indonesia akan mengapresiasi undang-undang tersebut. Wujud dan bentuk apresiasinya dapat disimak dari visi dan misinya.
VISI ITS adalah menjadi perguruan tinggi yang maju pesat di bidang kelautan, permukiman dan energi yang berwawasan lingkungan untuk mencapai pengakuan internasional.
MISI ITS adalah memberikan kontribusi nyata dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat dengan memanfaatkan ICT yang diakui secara internasional.
Berdasar pada visi dan misi ITS tersebut, terutama yang terkandung dalam kata “maju pesat”, “berwawasan lingkungan”, “memberikan
kontribusi nyata”, “untuk kesejahteraan masyarakat” maka persoalan
karakter merupakan prasaratnya. Visi dan misi tersebut hanya menjadi kata-kata kosong tanpa wujud jika SDM-nya tidak berkarakter. Oleh karenanya, makna dan pesan yang terkandung dalam kata-kata yang dicetak miring tersebut mengisyaratkan bahwa bekal karakter cerdas, amanah, kreatif (CAK) dan kepahlawanan, (seperti: keberanian, semangat pantang menyerah, keikhlasan, tanggung jawab, kepeloporan, kejujuran, keadilan, nasionalisme-patriotisme, kesetiakawanan, kepedulian, ketekunan, keuletan, disiplin, percaya diri) merupakan bahan bakar yang akan menggerakkan mesin motor dalam proses mencapai visi tersebut. Perubahan ke arah yang lebih baik tentu ada. Pembangunan telah membawa hasil yang dapat kita lihat dan kita rasakan bersama. Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi, informasi dan transportasi misalnya, telah dapat dinikmati bersama. Akan tetapi, bersamaan dengan itu ada dampak negatif yang justru memerlukan pemecahan yang tidak mudah karena harus melibatkan banyak pihak/institusi dan perlu waktu yang relatif lama untuk mengatasinya. Apa dampak negatif tersebut? Jawabannya antara lain adalah karakter bangsa yang mengalami pergeseran-pergeseran ke arah yang kurang menguntungkan bagi pembangunan bangsa. Dengan dasar kenyataan tersebut maka pendidikan karakter menjadi wacana
hangat segenap lapisan masyarakat, terutama yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Dua hal yang melatarbelakangi pendidikan karakter penting dan mendesak untuk direvitalisasi. Pertama, defisit kemanusiaan/moral. Kedua, pendidikan yang semakin kurang menempatkan pendidikan nilai sebagai hal yang penting. Antara kedua hal tersebut saling berhubungan. Defisit kemanusiaan atau moral menggejala dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari dunia pendidikan kita yang semakin melemahkan porsi menu-menu yang memberikan gizi pada tumbuh-kembangnya bobot kemanusiaan. Peserta didik pasti manusia, tetapi bobot kemanusiaannya perlu diasah, diasih, dan diasuh dengan baik agar kodratnya sebagai manusia yang secara moral memiliki keutamaan-keutamaan dapat dipertahankan sepanjang sejarah. Bisa dibayangkan bagaimana manfaatnya bagi kehidupan ini jika sekian ribu mahasiswa ITS berikut ini dapat memiliki keutamaan-keutamaan moral, seperti cerdas, amanah dan kreatif.
Tabel 1-1 Jumlah Mahasiswa Program Sarjana (S1) Tahun 2005/2006 S/D 2009/2010
NO FAKULTAS JUMLAH MAHASISWA
1 MIPA 1779 2 FTI 4558 3 FTSP 3160 4 FTK 1515 5 FTIF 1433 Jumlah mahasiswa 12445
Data diambil tanggal : 19/12/2010 08:39:53
Pendidikan sangat disayangkan jika hanya menghasilkan manusia robot yang tunareligi, tunarasa, tunasosial dan tuna-tuna
kemanusiaan lainnya. Semua pihak diyakini tidak salah jika merenungkan dan menghayati pernyataan berikut ini.
• Iptek modern tampil memberikan sumbangan bagi pemecahan hidup manusia, yang sekilas bisa dilihat sebagai saingan agama, tetapi bisa juga dilihat sebagai partner agama. Dalam Islam iptek diposisikan sebagai sarana teknis, tetapi dalam perkembangannya, iptek juga menawarkan sebuah gaya dan pandangan hidup yang kemudian menjelma menjadi”pseudo-agama” yang memiliki “pseudo-syariah” sendiri. Fenomena tersebut, terutama di Barat, telah menggeser urgensi agama pada posisi pinggiran. Berbagai persoalan hidup yang dahulu dipecahkan dengan melibatkan Tuhan dalam bentuk doa, sekarang diganti dengan berkonsult pada iptek (Komaruddin Hidayat, 1996:91).
• Kemenangan iptek justru akan lebih memenangkan yang kuat terhadap yang lemah,
• Kemenangan iptek justru akan lebih memenangkan yang kaya terhadap yang miskin,
• Kemenangan iptek justru akan lebih memenangkan yang berpendidikan terhadap yang tidak berpendidikan, • Kemenangan iptek justru akan lebih memenangkan orang
kota terhadap orang desa.
• Terlalu mahal jika nafsu memajukan iptek harus dibayar dengan ongkos mengeroposkan bobot kemusiaan/moral. • Terlalu berani dan gegabah jika nilai-nilai Pancasila:
ketuhanan, kemanusiaan,persatuan/kebersamaan/
kesetiakawanan, kearifan dan keadilan cenderung dimaknai bukan faktor penting yang harus diinternalisasi dalam jiwa manusia muda Indonesia.
• Semua pihak tentu tidak mengharapkan manusia Indonesia terjebak kapitalisme global yang memiliki jiwa atau ruh: swastanisasi, individual, kompetisi, profit, ekonomi pasar dan ujung-ujungnya serakah.
• Apa pun penyebabnya, yang perlu menjadi kesadaran bersama adalah manusia Indonesia yang berkemanusiaan berindikasi semakin menurun. Humanisme yang dinafasi oleh religi dan religiusitas tampak semakin mengering. Tidak sedikit para cerdik pandai dan para elit politik dan pemerintahan yang terkait memberikan pernyataan-pernyataan yang bernada cemas karenanya. Simaklah pernyataan mereka berikut ini.
“Mendiknas mencermati fenomena sirkus, yaitu tercerabutnya karakter asli dari masyarakat. Fenomena anomali yang sifatnya ironis paradoksal menjadi fenomena keseharian, yang dikhawatirkan pada akhirnya dapat mengalami metamorfose karakter.“Memang kadang-kadang menjadi lucu dan mengherankan, betapa tidak mengherankan, penegak hukum yang mestinya harus menegakkan hukum ternyata harus dihukum. Para pendidik yang mestinya mendidik malah harus dididik. Para pejabat yang mestinya melayani masyarakat malah minta dilayani dan itu adalah sebagian dari fenomena sirkus tadi itu. Itu semua bersumber pada karakter” (disampaikan Mendiknas pada upacara peringatan hari pendidikan nasional di Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, Minggu 2/5/2010).
Sejalan dengan perkembangan globalisasi, akhirnya disadari bahwa negara dan bangsa Indonesia diperhadapkan pada suatu situasi pencarian dan penelusuran kembali karakternya. Sebuah bangsa yang dulunya mempunyai karakter saling menghormati satu sama lain, terkenal lembut, malu berbuat penyimpangan, patuh pada aturan dst., kini menjadi bangsa garang yang mudah marah, terkesan
semakin marak melakukan kekerasan, serta mudah disulut. Perilaku masyarakat terkesan semakin tidak beretika dan tidak disiplin dan nilai-nilai luhur budaya terkesan mengalami degradasi. Beberapa figur yang mestinya menjadi penuntun dan teladan hampir di semua lini dipertontonkan secara merata di berbagai media dengan berbagai hujatan dan menjadikan rakyat nyaris tidak percaya siapa-siapa lagi termasuk mungkin mahasiswa terhadap ”guru”nya dan atau pemimpinnya. Perilaku tersebut merupakan contoh-contoh yang mencerminkan rendah atau melemahnya karakter bangsa saat ini, (Laporan Komisi V dalam Seminar Pendidikan Karakter Bangsa di Bogor, 27-29 Agustus 2010).
“Sudahkah pendidikan di negeri ini mampu melahirkan anak-anak bangsa yang visioner; yang mampu membawa bangsa ini berdiri sejajar dan terhormat dengan negara lain di kancah global? Sudahkah “rahim” dunia pendidikan kita melahirkan generasi bangsa yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, dan sosial? Jawaban terhadap semua pertanyaan itu agaknya membuat kita sedikit gerah. Jutaan generasi datang silih-berganti memasuki tembok sekolah. Namun, kenyataan yang kita rasakan, nilai kesalehan, baik individu maupun sosial, nyaris tak terhayati dan teraplikasikan dalam panggung kehidupan nyata. Yang kita saksikan, justru kian meruyaknya kasus korupsi, kolusi, manipulasi, kejahatan krah putih, atau perilaku anomali sosial lain yang dilakukan oleh orang-orang yang notabene sangat kenyang “makan sekolahan”. Yang lebih memprihatinkan, negeri kita dinilai hanya mampu menjadi bangsa “penjual” tenaga kerja murah di negeri orang. Kenyataan empiris semacam itu, disadari atau tidak, sering dijadikan sebagai indikator bahwa dunia pendidikan kita telah “gagal” melahirkan tenaga-tenaga ahli yang memiliki kompetensi untuk bersaing di pasar kerja, meskipun berkali-kali terjadi perubahan kurikulum.”
Pernyataan tersebut tidak berlebih-lebihan. Koentjaraningrat (dalam
Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, 1985:45) sudah sekian
puluh tahun yang lalu menyebutkan kelemahan mentalitas bangsa Indonesia, seperti: (1) mentalitas yang meremehkan mutu, (2) mentalitas yang suka menerabas, (3) sifat tak percaya pada diri sendiri, (4) sifat tak berdisiplin murni, (5) sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
Apa pun keadaan karakter atau mental bangsa kita tentu harus disikapi secara positif dan bijak. Artinya, upaya untuk mengurai dengan benar terhadap persoalan defisit kemanusian harus terus diupayakan. Defisit moral dan kemanusiaan tentu tidak sekedar karena faktor pendidikan. Pendidikan kita yang cenderung kurang bersemangat memberikan menu-menu terkait dengan pendidikan nilai bisa saja karena terjebak tuntutan globalisasi. A. Giddens (1990) mendefinisikan globalisasi sebagai intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan komunitas lokal sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang jauh bisa dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang jauh pula, dan sebaliknya.
Globalisasi memberikan banyak pilihan-pilihan kepada manusia. Transaksi nilai-nilai asing-global telah membentuk atmosfer sosial-budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat demikian liar dan masif dalam mengadopsi kultur global dengan berbagai ikon modernitasnya. Dunia pendidikan pun tak luput dari imbas dan pengaruh yang dihembuskan oleh globalisasi. Globalisasi akan mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi serta orientasi pendidikan. Pemanfaatan teknologi, seperti komputer dan internet, telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan. Sumber pembelajaran menjadi beragam, mengglobal, mudah, murah dan cepat diakses. Artinya, menu yang akan memberi gizi rokhani (karakter dan mentalitas)bagi manusia Indonesia menjadi
kata produk impor, produk lokal, gaya hidup konsumtif, hedonis, materialistis, individualistis merupakan pertanda bahwa globalisasi benar-benar telah memberikan ruang gerak yang longgar bagi predator-predator untuk memangsa indentitas, jati diri dan kepribadian yang kental dengan keutamaan-keutamaan moral, seperti kejujuran, tanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati dan sikap realistis-kritis (Suseno, 1989: 1410).
Lulusan perguruan tinggi setiap tahun tidak semakin sedikit. Harapannya, semakin banyak yang berpendidikan tinggi akan semakin banyak pula manfaatnya bagi kemanusiaan dan kehidupan ini. Hal tersebut terjadi karena semakin berpendidikan tinggi justru mereka semakin memiliki mental dan moral yang baik. Mereka bukan hanya cerdas dan kreatif, tetapi juga amanah. Jika harapan tersebut terlaksana maka dapat diduga kehidupan ini akan aman, damai dan sejahtera.
Di Indonesia terdapat ratusan bahkan ribuan perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi menghasilkan lulusan sesuai dengan bidang disiplin ilmunya. Bisa dibayangkan jika lulusan ITS saja jumlah lulusannya seperti dalam tabel 1-2, dan mereka berkarakter cerdas, amanah dan kreatif. Kehidupan ini jelas akan aman, damai dan sejahtera.
Tabel 1-2 Jumlah Lulusan Program Sarjana (S1) Tahun 2009/2010 Wisuda Ke-100 Dan Ke-101
NO FAKULTAS LULUSAN JUMLAH
1 MIPA 324 2 FTI 966 3 FTSP 630 4 FTK 223 5 FTIF 226 Jumlah lulusan 2369
Keterangan: Data diambil tanggal: 19/12/2010 08:39:53 am.
Manusia adalah makhluk lemah. Hasrat ingin yang segera, yang cepat dan yang instan tanpa proses lama adalah kelemahan setiap manusia. Apalagi globalisasi telah memberikan ruang lebar bagi manusia untuk melakukan transaksi nilai-nilai global. Akibatnya bukan saja terjadi modernisasi, akan tetapi juga westernisasi. Jika westernisasi yang terjadi maka proses penjajahan kultur termasuk fenomena yang mengiringi globalisasi.
Dalam upaya menghadapi “penjajahan kultur” sebagai imbas globalisasi maka para elit pendidikan berdaya upaya mencari dan memberi alternatif pemikiran yang diharapkan mampu menciptakan “sistem imun” terhadap anasir-anasir negatif globalisasi. Salah satu bukti upaya tersebut adalah penulisan buku praktek baik model pendidikan karakter di perguruan tinggi, termasuk di ITS.
2 TUJUAN PENDIDIKAN
KARAKTER DI ITS
Intelligence plus character-that is the true goal of education (Martin Luther King,Jr)
Buku ini disusun dilandasi oleh keinginan berbagi pengalaman dalam pelaksanaan pendidikan karakter di ITS. ITS salah satu peguruan tinggi teknik terbesar di Indonesia mempunyai banyak keragaman dan pengalaman dalam menghasilkan lulusan-lulusan yang berintelligensia dan berkarakter yang kuat. Lulusan yang berkemampuan dan berkarakter cerdas, amanah dan kreatif itulah yang akan mampu meningkatkan daya saing, harkat dan martabat bangsa Indonesia.
2.1
Tujuan Pendidikan Karakter di ITS
Kampus ITS berada di kota terbesar kedua di Indosesia, kota pahlawan, kota industri, kota metropolis. Secara demografis merupakan perpaduan yang potensial dalam pembentukan karakter yang unggul. Nilai-nilai kejuangan para pahlawan; kejujuran, ikhlas berkorban, nasionalisme sejati, kebebasan berfikir dan berekspresi yang sudah menyatu dan menjadi bagian yang tidak terpisah bagi masyarakat Surabaya.
Demikian halnya kondisi di ITS, nilai-nilai tersebut di atas merupakan landasan dasar yang menjiwai pelaksanaan seluruh aktivitas akademika di ITS. Mulai dari kegiatan intrakurikuler, kokurikuler juga ekstrakurikuler semuanya dilandasi dan dijiwai oleh spirit untuk membangun pribadi yang memiliki pengetahuan yang baik dan bermanfaat, meningkatkan ketrampilan, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan karakter yang kuat sebagai bangsa Indonesia yang besar dan bermartabat. Seperti yang diuraikan dalam
Bab 1, landasan dan spirit dinyatakan dalam visi, misi, tujuan pendidikan, 6 tata nilai, yang kemudian dikolaborasi dalam 3 tata nilai Cerdas, Amanah, dan Kreatif yang kemudian dikenal dengan jargon CAK.
2.2
Tujuan Penulisan Buku Model Pendidikan
Karakter di ITS
Penulisan buku model pendidikan karakter CAK di ITS ini adalah upaya yang dilakukan untuk mengeksplorasi tata nilai cerdas, amanah dan kreatif (CAK) yang selama usia ITS sampai ke-50 tahun ini telah mewarnai pendidikan karakter di ITS baik yang terjadi dalam kegiatan belajar intrakurikuler, kokurikuler ataupun ekstrakurikuler. Tujuan khusus dari penulisan buku ini diantaranya adalah,
• Sebagai buku pegangan bagi mahasiswa dan dosen dalam kegiatan belajar di ITS,
• Berbagi pengalaman dengan pembaca dari perguruan tinggi lainnya di Indonesia,
• Memberikan konstribusi positif terhadap perbaikan sistem maupun proses pendidikan tinggi di Indonesia.
Pada akhirnya buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, pembentukan karakter mahasiswa dan civitas akademika, menuju pada kemuliaan hidup dan peradaban bangsa yang bermartabat.
3 NILAI-NILAI YANG
DIKEMBANGKAN
Sesungguhnya tidak diutus para nabi dan rasul, kecuali untuk menyempurnakan nilai-nilai karakter (akhlak) yang mulia.
Pendidikan karakter tidak dapat terlepas dari tata nilai yang melandasinya. Pendidikan karakter di ITS dilandasi oleh 6 tata nilai; etika dan integritas, kreativitas dan inovasi, ekselensi, kepemimpinan yang kuat dan sinergi. Ke enam tata nilai tersebut kemudian dikorelasikan dalam tiga tata nilai yang lebih mendasar dan filosofis, yaitu Cerdas, Amanah dan Kreatif. Ketiga tata nilai tersebut kemudian dikenal sebagai jargon CAK dalam proses pendidikan karakter di ITS.
3.1
Enam Nilai Dasar yang Dikembangkan
Pembentukan karakter bagi mahasiswa melalui jalur kegiatan pendidikan intrakurikuler (akademik), dan ekstrakurikuler (non-akademis) merupakan bagaian yang tak terpisah. Pendidikan karakter yang telah dan akan dijalankan tidak hanya menyentuh ranah kognitif dan kinestetik, tetapi juga masuk dalam ranah afektif. Nilai-nilai yang merupakan jabaran dari pendidikan karakter di ITS adalah sebagai berikut,
Etika dan integritas (ethics and integrity): dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, maupun menjalankan profesinya, selalu berpegang teguh pada norma-norma dan peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat, negara, dan agama.
Kreativitas dan inovasi (creativity and innovation): selalu mencari ide-ide baru untuk menghasilkan inovasi dalam menjalankan tugas/perannya dengan lebih baik.
Ekselensi (excellence): berusaha secara maksimal untuk mencapai hasil yang sempurna.
Kepemimpinan yang kuat (strong leadership): menunjukkan perilaku yang visioner, kreatif, inovatif, pekerja keras, berani melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, dan bertanggung jawab.
Sinergi (synergy): bekerja sama untuk dapat memanfaatkan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki.
Kebersamaan sosial dan tanggung jawab sosial (socio-cohesiveness and social responsibility): menjaga kerukunan dan peduli terhadap masyarakat sekitar.
3.2
Tiga Karakter CAK yang Digunakan
Kemudian keenam nilai-nilai tersebut dikolaborasi dalam tata nilai strategis operasional dalam karakter CAK, yang merupakan akronim dari Cerdas, Amanah dan Kreatif.
3.2.1 Cerdas
Mengandung pengertian:• Tajam pikiran dan berfikir solutif,
• Cepat tanggap terhadap perubahan lingkungannya, • Cepat mengerti dan memahami masalah akibat perubahan
lingkungannya,
• Tajam analisisnya dan memiliki banyak alternatif penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, • Dengan cepat mampu memilih alternatif penyelasaian
masalah yang sesuai dan benar.
quotient), namun juga kecerdasan emosional (emotional quotient),
kecerdasan spiritual (spiritual quotient), dan kecerdasan fisik (physical quotient),. Keempat jenis kecerdasan tersebut dikembangkan dan ditanamkan pada mahasiswa secara berulang-ulang dengan keserasian lingkungan belajar dan keteladanan dosen, baik dalam kegiatan belajar intrakurikuler, kokurikuler ataupun ekstrakurikuler.
3.2.2 Amanah
Amanah mengandung pengertian sebagai sebuah kepercayaan yang harus diemban dalam mewujudkan sesuatu yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, kerja keras, konsisten dan membuat rasa aman bagi fihak lain. Pengertian amanah yang dikembangkan di ITS diantaranya adalah,
• Sikap memiliki tanggung jawab yang tinggi,
• Mampu membangun kemitraan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi,
• Mempunyai kemampuan diri untuk mengembangkan dan menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian
lingkungannya,
• Mempunyai integritas tinggi,
• Bekerja dengan kompetensi dan percaya diri yang tinggi, • Bekerja dengan profesional dan dengan dedikasi yang
tinggi.
3.2.3 Kreatif
Kreatif mengandung pengertian kemampuan daya cipta, berfikir inovatif dan berdaya guna. Pengertian kreatif yang dikembangkan di ITS diantaranya adalah,
• Berkemampuan menciptakan peluang,
• Mengembangkan daya cipta dalam bidang ilmu, teknologi dan seni,
• Trampil mengorganisir gerak tubuh, • Sikap proaktif,
• Memiliki kompetensi yan unggul, yang bermutu dan berdaya guna,
• Memiliki kemampuan yang adaftif terhadap perkembangan dan perubahan zaman,
• Bekerja keras dan pantang menyerah, • Berfikir holistik.
Selanjutnya semua upaya pendidikan karakter di ITS mengacu pada nilai-nilai tersebut di atas, dengan jargon CAK (Cerdas, Amanah dan Kreatif). Lulusan ITS diharapkan mempunyai karakter yang amanah dalam menjalankan setiap tugas dan pengabdian hidupnya di masyarakat, dan juga mempunyai pola pikir (mind set) dan tindakan yang cerdas dan kreatif. Lulusan ITS yang mempunyai karakter CAK, pada akhirnya diharapkan akan dapat meningkatkan daya saing (competitive) bagi bangsa Indonesia, dan disegani oleh bangsa-bangsa dari negara-negara sahabat di era globalisasi ini.
Pada program penyusunan buku model pendidikan karakter bangsa di ITS yang dibiayai oleh Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010, disajikan model-model pendidikan karakter mahasiswa yang telah dilaksanakan dalam kegiatan kurikuler sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi yang dijalankan secara komprehensif bersama dengan satuan kegiatan ekstrakurikuler mahsiswa ITS.
3.3
Korelasi 6 Nilai Dasar dengan Karakter CAK
Apakah suatu pendidikan karakter itu mungkin? Apakah ukuran-ukurannya, dapatkah pengakuan dijadikan ukuran yang valid. Dari keraguan tentang pendidikan karakter maka kemudian terjadi reduksi bahwa secara positif pendidikan karakter tak lain adalah pendidikan perilaku. Dengan mereduksi pendidikan karakter sebagai pendidikan perilaku mampu dipecahkan secara metodologi bagimana cara mengukurnya, karena perilaku lebih bisa diamati dan diukur sesuai skala yang diinginkan. Akan tetapi persoalannya, perilaku yang hanya teramati secara parsial tidak cukup menjawab pemahaman secara holistis tentang manusia. Perilaku tidak lain merupakan hasil saja yang tampak dari motif-motif dibelakangnya.Padahal, sangat mungkin etiket perilaku sangat berlainan antar satu dengan lainnya untuk hal yang sama, misalnya saja dari perilaku mahasiswa yang berjabat tangan dan mencium tangan dosen dengan yang tidak melakukan, tidak dapat disimpulkan bahwa yang satu lebih baik dibanding yang lain. Ukuran perilaku dengan demikian juga mengalami kendala apabila harus dimutlakkan sebagai ukuran karakter.
Dalam perspektif pendidikan karakter di ITS, maka karakter dimaknai tidak hanya sekedar menyangkut masalah perilaku akan tetapi yang lebih utama adalah suatu karakter merupakan perpaduan dari nilai-nilai dasar dan sikap yang khas yang dimiliki dan berkembang di ITS. ITS memiliki enam tata nilai yakni: etika dan integritas (ethics and
integrity), kreativitas dan inovasi (creativity and innovation), ekselensi
(excellence), kepemimpinan yang kuat (strong leadership), sinergi (synergy), serta kebersamaan dan tanggungjawab sosial (socio
cohesiveness and social responsibility). Sedangkan sikap-sikap yang
dikembangkan ITS dari nilai-nilai dasar tersebut terangkum dalam jargon “cerdas, amanah, kreatif” atau disingkat CAK.
Sikap cerdas, amanah dan kreatif merupakan karakter yang bersumber dari nilai-nilai dasar ITS. Sikap ini telah berkembang dan selanjutnya akan terus diperkuat keberadaannya. Keradaan sikap cerdas, amanah dan kreatif dipahami bukan secara terpisah-pisah atau boleh hanya diambil beberapa saja, akan tetapi ketiganya tersebut merupakan satu kesatuan yang konsisten dan koheren. Konsisten dalam pengertian dari segi arti pentingnya maka ketiga sikap tersebut memiliki kedudukan yang secara horisontal sama, sikap yang satu sama pentingnya dibanding yang lain, dan yang satu tidak lebih menonjol dari yang lain. Koheren maksudnya bahwa sikap-sikap cerdas, amanah dan kreatif bersifat saling mengandaikan, bahwa cerdas yang dimaksudkan dalam hal ini mengandaikan sikap amanah dan kreatif di dalamnya, begitu pula amanah yang dimaksudkan inhern kecerdasan dan kreativitas; sementara kreativitas yang didasari dan sekaligus hasil dari suatu kecerdasan dan ke-amanahan.
Integrasi sikap CAK bagi ITS setidaknya merupakan bentuk usaha untuk menjembatani kesenjangan fungsi pokok pendidikan teknologi untuk mengajarkan sains dan teknologi di satu pihak serta tidak mungkin diabaikannya penanaman nilai-nilai karakter di dalam proses pendidikan. Implementasi nilai-nilai dasar ITS melalui sikap cerdas, amanah, kreatif mencerminkan bahwa pendidikan ITS tidak hendak menghasilkan lulusan dengan karakter kepribadian timpang, melainkan pendidikan yang dikembangkan bersifat integratif dan holistik, tidak hanya aspek ke dalam tetapi juga keluar, tidak hanya bermanfaat tetapi juga bermartabat.
Sebagaimana dipahami bahwa dinamika kehidupan kontemporer senantiasa ditandai oleh perubahan-perubahan, baik secara drastis maupun perlahan, mencakup teritorial sempit maupun sangat luas, lokal maupun global. Dalam keadaan yang serba berubah ini akan selalu muncul situasi-situasi krisis, terlebih jika tidak disertai kesiapan
berubah tersebut menyebabkan banyak pihak mengalami kebingungan bahkan kehilangan orientasi sehingga tidak lagi mampu menentukan tindakan-tindakan terbaiknya. Alih-alih berubah ke arah yang lebih baik, tidak jarang justru sebaliknya situasi krisis bisa menghasilkan kondisi chaos dalam masyarakat, mengakibatkan banyak frustasi sosial, serta hilangnya kepekaan sebagai sesama manusia yang ditandai oleh maraknya kriminalitas, tindakan-tindakan amoral dan tidak lagi diindahkannya kebajikan hidup bersama. Oleh karena itu untuk menghadapi keadaan yang berubah dan situasi krisis yang senantiasa menyertainya, maka yang sangat diperlukan adalah menanamkan ‘kecerdasan kritis’ yang mampu memilih dengan tepat sikap dan tindakan yang membawa kepada kemaslahatan diri, bangsa dan agama. Kecerdasan yang kritis ini mengandung unsur amanah, mampu memilah-milah tindakan yang dilakukan yang tidak hanya menyelamatkan dan menguntungkan diri dan kelompok, tetapi juga membawa pada kebajikan hidup bersama. Kecerdasan yang amanah tidak lain merupakan cermin adanya ekselensi yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan tanggungjawab sosial, sinergi, etika dan integritas.
Kecerdasan yang amanah hanya dapat terwujud jika mahasiswa juga dibekali dengan motivasi nilai-nilai dan sikap untuk senantiasa mengembangkan kreativitas. Orang-orang kreatiflah yang akan selalu dapat menemukan jalan bagaimana keluar dari situasi krisis yang serba tak menentu. Orang-orang kreatif mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan masyarakat, tidak hanya sekedar memimpin untuk menunggu bola atau menjemput bola, bahkan orang kreatif merupakan leader yang mampu memimpin untuk ‘membuat bola’. Pemimpin yang kreatif selalu menciptakan peluang-peluang baru yang lebih baik yang membawanya keluar dari krisis yang lama dan siap untuk menjalani krisis yang berikutnya. Pemimpin yang kreatif tidak hanya mampu mengikuti atau melawan arus, tetapi lebih dari itu membuat arus.
Dengan demikian penanaman karakter CAK secara integratif di ITS diharapkan mampu menjawab tantangan dan persoalan bangsa. Bangsa Indonesia yang sejauh ini dikenal diragukan jika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan asing, tidak bangga dengan budaya sendiri, lebih mengagung-agungkan budaya orang lain, kurang percaya diri, tidak solid untuk kemajuan bangsanya, dan seterusnya perlu ditransformasi ke arah penanaman karakter cerdas, amanah, dan kreatif. Hanya sikap-sikap serta tindakan-tindakan yang cerdas, amanah dan kreatiflah yang mampu mengokohkan jati diri bangsa sendiri untuk kemudian berkata “tidak” untuk mengekor pada bangsa lain. Bangsa ini perlu memiliki kemandirian untuk dapat bertahan, untuk dapat bersaing serta agar memiliki keunggulan di era dunia global.
Alumni-alumni terbaik ITS khususnya, dengan karakter cerdas, amanah, kreatif akan membuka lapangan usaha sendiri untuk memajukan lingkungannya, atau jika harus bekerja maka ia hanya akan mengedepankan untuk bekerja hanya pada perusahaan-perusahaan bangsa sendiri dibanding membesarkan perusahaan-perusahaan asing. Tekad intelektual ITS adalah mampu mengembangkan perusahaan-perusahaan nasional menuju kemandirian bangsa, kejayaan serta kemakmuran bersama. Hal ini didasari oleh keprihatinan bersama bahwa putra-putri terbaik bangsa ini, para intelektualnya justru mudah tertarik membesarkan bangsa asing dibanding bangsanya sendiri sehingga sampai sekarang bangsa Indonesia masih lemah dan miskin meskipun di dalamnya berlimpah sumber daya alam dan sumber daya manusia karunia Allah swt. Karakter itulah yang dijunjung dari nilai-nilai ITS etika dan integritas, ekselensi, kepemimpinan yang kuat, kretifitas dan inovasi, sinergi serta kebersamaan dan tanggungjawab sosial melalui pengembangan sikap untuk senantiasa bertindak cerdas, amanah, kreatif.
Tabel 3-1 Matrik Korelasi 6 Nilai Dasar dengan Karakter CAK
CERDAS AMANAH KREATIF
Etika dan Integritas √ √√√√√√
Kreativitas & inovasi √√√√√√√
Ekselensi √√√√√√√
strong Leadership √√√√√√√
Sinergi √√√√√√√
Kebersamaan Sosial &
4 LANDASAN TEORITIS DAN
DISKRIPSI MODEL
Character education is teaching students to know the good, love the good, and do the good. It is cognitive, emotional, an behavioral. It integrates head, heart, and hands. It places equal importance on all three. (Prof. Kevin Ryan)
Kecerdasan ganda sebagai potensi dasar dalam pendidikan karakter menjadi perhatian penting untuk disajikan dalam bab ini. Namun demikian kecerdasan ganda tersebut harus juga diiringi dengan peningkatan kemampuan kecerdasan emosional dan kecerdasan spitual. Keberhasilan pendidikan karakter, salah satunya ditentukan oleh bagaimana proses pendidikan itu dijalankan berdasarkan landasan dan konsep yang benar. Itulah pentingnya bab ini menjelaskan landasan tiori dan konsep-konsep yang digunakan dalam pendidikan karakter di ITS. Tentu dalam bab ini juga dibahas tentang empat pilar UNESCO yang menjadi landasan pendidikan dunia. Sehingga pendidikan karakter di ITS adalah suatu upaya untuk mengintegrasikan potensi head, heart, dan
hands.
4.1
Landasan Filosofis Pendidikan
Hidup tak lain merupakan proses pembelajaran, sedangkan salah satu inti dari belajar adalah mengetahui (learning to know) secara lebih baik. Belajar mengetahui akan berbagai hal baik berkenaan dengan perolehan, penguasaan maupun pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang
elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll.
Jacques Delors (1996), sebagai ketua komisi penyusun Learning the
Treasure Within, menegaskan adanya dua manfaat pengetahuan,
yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end). Sebagai alat, pengetahuan digunakan untuk pencapaian berbagai tujuan, seperti: memahami lingkungan, hidup layak sesuai kondisi lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi. Sebagai hasil, pengetahuan mereka dasar bagi kepuasaan memahami, mengetahui dan menemukan.Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).
Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya (learning to do). Belajar berkarya berhubungan erat dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi UNESCO, belajar berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional. Belajar berkarya adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan perkembangan industri dan perusahaan, maka keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga
kompetensi teknis atau operasional, tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Karena tuntutan pekerjaan didunia industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki dan/atau telah masuk di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya. Mereka harus mampu doing much (berusaha berkarya banyak).
Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama (learning to live together). Tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan bersama)
Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut pengembangan manusia secara utuh (learning to be). Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk itu mereka harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat dengan moral yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.
Prinsip-prinsip 4 pilar pendidikan model UNESCO tadi (learning to
know, learning to do, learning to live together, learning to be)
membantu memetakan persoalan-persoalan filosofis pendidikan: apa tujuan pendidikan, bagaimana cara mencapainya, bagaimana output
pendidikan sekarang, serta akan diarahkan menjadi seperti apa pendidikan di masa depan. Pertanyaan-pertanyaan ini bersifat kolektif, tidak hanya perlu dijawab oleh kita sebagai individu masing-masing tetapi juga yang lebih penting sebagai sebuah sistem pendidikan maka hal ini merupakan kebutuhan sebagai sebuah bangsa.
Sebagaimana diketahui filosofi pendidikan di setiap negara memiliki perbedaan-perbedaan di samping juga memiliki kesamaan. Perbedaan itu misalnya dalam hal kedudukan pendidikan agama. Negara-negara dengan dasar keagamaan yang kuat akan mengedepankan pendidikan agama sebagai unsur utamanya, akan tetapi pada negara-negara sekuler maka pendidikan agama diserahkan kepada masing-masing pemeluknya dalam arti bukan lagi merupakan tanggungjawab negara. Di Indonesia yang menganut prinsip jalan tengah antara agama dan sekuler, maka pendidikan agama tetap merupakan tanggungjawab negara meskipun dalam porsi yang belum tentu optimal. Adanya pluralitas agama di Indonesia tidak memungkinkan untuk menerapkan satu paradigma tunggal menanamkan nilai-nilai agama tertentu, bahkan dalam satu jenis agama juga memiliki cukup ragam aliran-aliran di dalamnya. Kesamaan filosofi pendidikan yang ditemui dalam hampir setiap negara adalah bahwa pendidikan harus menanamkan rasa kebangsaannya. Pendidikan yang bersifat nasionalisme untuk menciptakan karakter yang kuat sebagai generasi penerus bangsa. Kebangsaan dalam penanaman pendidikan yang kritis tidak dimaknai secara konservatif bersifat menutup diri (ultra nasionalis), tetapi kebangsaan yang terbuka. Melalui filosofi pendidikan kritis maka proses pendidikan akan mengantarkan generasi penerus yang mencintai bangsanya meskipun tidak lupa menghargai bangsa lain atas nama kemanusiaan universal. Yang jelas filososfi pendidikan kritis tidak akan begitu saja mendesain suatu sistem pendidikan yang
senantiasa mengevaluasi apakah sistem pendidikan telah bersifat membebaskan dibanding memperbudak, apakah mendewasakan dibanding mengerdilkan, apakah membuka jalan menuju kemandirian bukannya ketergantungan.
Dalam satu dan lain hal wujud bangga akan kebangsaan Indonesia diwujudkan dalam sistem pendidikan di ITS yang senantiasa berupaya menuju yang terbaik. Upaya-upaya menuju yang terbaik adalah cermin usaha yang sungguh-sungguh mengangkat citra ITS khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, untuk mampu bersaing di level nasional bahkan internasional. Hal ini dibuktikan dengan bahwa ITS senantiasa aktif mengikuti event-event baik nasional maupun internasional. Dalam event-event internasional tidak jarang ITS memperoleh penghargaan yang sudah barang tentu mengharumkan nama Indonesia sebagai contoh pada event-event seperti: robotika, rekayasa mesin, pelayaran dan seterusnya.
Sistem pendidikan di ITS meskipun diwarnai penanaman rasa kebangsaan ataupun nasionalisme yang tinggi, namun bukan berarti menganut atau terjebak pada model filsafat pendidikan yang konservatif. Sebagai perguruan tinggi teknologi, ITS bermaksud tidak hanya melayani kemanfaatan-kemanfaatan pengetahuan yang bersifat praktis dan pragmatis secara personal maupun kelompok, namun lebih jauh mengandaikan bahwa pengetahuan-pengatahuan tersebut memiliki fungsi yang lebih luas untuk mensejahterakan bangsa. ITS menyadari bahwa pendidikan ataupun pengetahuan tidaklah bebas nilai, karena misi mensejahterakan rakyat masih jauh dari harapan. Oleh karenanya pendidikan harus berpihak, pendidikan harus bersifat emansipatoris yakni membawa kearah perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik dan pada maksud-maksud mencapai mensejahterakan bersama secara adil.
Dampak teknologi tidak hanya membawa kepada kemajuan dalam arti umum, akan tetapi juga dapat membawa kepada kemiskinan karena sifat efektif dan efisiensi teknologi dapat menciptakan
pengangguran. Perubahan-perubahan kebutuhan hidup, perkembangan informasi yang serta merta serta berbagai pola kebudayaan teknologis dapat membawa kepada shock culture bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang taraf kesejahteraan dan pendidikannya masih belum memadai. Untuk itu system pendidikan ITS secara arif mengkaji bukan hanya faktor efektif dan efisien dari suatu sains dan teknologi, tetapi juga bagaimana agar sains dan teknologi selaras dengan kebutuhan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kemajuan negara serta kemandirian bangsa. Hal ini ditempuh dengan cara mengembangkan teknologi secara komprehensif dan faktual, tidak hanya yang berasal dari sains Barat, tetapi juga yang berasal dari pengetahuan-pengetahuan tradisional yang hidup dalam masyarakat. Pengetahuan-pengetahuan tradisional tersebut diangkat, dikaji dan disempurnakan agar memiliki daya kompetitif yang cukup serta sesuai perkembangan jaman sebagai contoh ITS mengembangkan desain-desain batik tradisional, gaya arsitektur dalam berbagai adat budaya, serta budidaya tanaman-tanaman obat tradisional.
Dengan demikian filosofi pendidikan di ITS bukan lagi filosofi pendidikan yang konservatif akan tetapi bersifat kritis dan progresif. Artinya, tidak hanya mementingkan aspek penanaman nilai-nilai perennial (ideal abadi) tetapi juga mengedepankan bagaimana nilai-nilai tersebut berfungsi secara operasional melalui transformasi pengembangan sains teknologi seni dari dan untuk masyarakat. Hal ini untuk menjawab tantangan sejarah bahwa bangsa ini secara konseptual memiliki nilai-nilai kebajikan akan tetapi mengapa tidak juga beranjak menuju kemajuan bangsa secara signifikan. Realitasnya justru persoalan yang menghambat kemajuan serta merusak hubungan harmonis antar sesama manusia dalam satu kebangsaan. Korupsi, kolusi dan pelayanan publik yang tak kunjung selesai merupakan pekerjaan rumah yang tidak sederhana
bagaimana harus mentransformasi dari nilai-nilai yang dikonsepsi menjadi nilai-nilai yang hidup dalam kenyataan faktual masyarakat. Filosofi pendidikan yang kritis dan progresif diperlukan untuk mengoreksi dan mengevaluasi kondisi kesadaran masyarakat karena selama ini bangsa ini terlalu lama menjadi pelayan bangsa asing, sehingga seolah-olah telah merasuk dalam relung-relung sanubari untuk memuliakan majikannya dan menghinakan bangsa sendiri. Ketiadaan rasa kebanggaan nasional sudah dalam kondisi yang memprihatinkan. Dampak dari globalisasi bukannya meningkatnya daya saing, tetapi bahkan generasi muda bangsa ini tidak lagi mengenal bangsanya seraya secara bersamaan menjadi pengagum bangsa lain. Semua yang datangnya dari bangsa ini di anggap jelek, nilai-nilai tradisional harus diganti dengan nilai-nilai lain, dan lain-lain sifat inferior. Sifat-sifat inferior bangsa jelas-jelas menguntungkan dan bisa jadi dikondisikan oleh bangsa lain terutama yang hendak turut mengambil kekayaan alam bangsa ini.
Sistem pendidikan ITS melepaskan diri dari induk sejarahnya, sebagaimana diketahui maksud penjajah Belanda mendirikan sekolah tinggi teknik di Indonesia pada mulanya semata-mata untuk mempersiapkan tenaga terampil yang siap untuk membantu para insinyur Belanda yang bekerja di Indonesia. Pendidikan di ITS mendekonsruksi cetak biru pendidikan Belanda tersebut, sebagai perguruan tinggi teknik karya anak bangsa sendiri ITS mempersiapkan diri untuk mencetak para calon pemimpin baik secara keilmuan dan tidak menutup kemungkinan dalam masyarakat atau lembaga publik lainnya. Dengan kata lain sistem pendidikan di ITS hendak turut mencetak generasi anak bangsa yang tidak lagi inferior melainkan berdiri sejajar dihadapan bangsa lain; tidak lagi membiarkan kekayaan alam dinikmati dan dihabiskan oleh bangsa lain, akan tetapi digunakan secara bijaksana untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
4.2
Pendidikan Karakter Berbasis Kecerdasan
Ganda
Seperti yang kita fahami, manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling cerdas, dikarunia kecerdasan mendasar. Kecerdasan itu terekam secara ginetis dalam seluruh sejarah kehidupan manusia di bumi. Kecerdasan itu juga dipengerahui oleh pengalaman hidup sehari-hari, tambahan pengetahuan, makanan yang dikonsumsi, latihan dan pembelajaran yang dilakukan oleh manusia. Kecerdasan itu terdiri dari kecerdasan fisik atau tubuh (physical intelligence, PQ) yang terkait dengan kemampuan mengorganisasi otot-otot tubuh baik yang disadarai maupun yang tidak disadari, kuosien kecerdasan (intelligence quotient, IQ) yang berhubungan dengan kemampuan berfikir rasional, logis dan taat asas, kuosien emosi (emotional
quotient, EQ) yang berhubungan dengan kemampuan berfikir
asosiatif dan mengelola pola-pola emosi, dan kuosien spiritual (spiritual quotient, SQ) yang berhubungan dengan kemampuan berfikir kreatif, berwawasan jauh kedepan, mengubah tatanan hidup dan hal-hal yang bersifat transendensi.
Howard Gardner seorang psikolog dari Harvard University telah memperkenalkan delapan kecerdasan sebagai salah satu teori belajar yang dianggap paling inovatif pada abad 20. Delapan kecerdasan ini sering disebut sebagai teori kecerdasan ganda (multiple intellegence).
Pada mulanya Gardner memperkenalkan 7 kecerdasan, yaitu : 1). kecerdasan linguistik, 2).kecerdasan logis matematik, 3). kecerdasan spasial, 4). kecerdasan kinestetik, 5). kecerdasan musikal, 6). kecerdasan intrapersonal, 7). kecerdasan interpersonal. Selanjutnya ditambahkan satu kecerdasan lagi sebagai kecerdasan yang ke-8, yaitu kecerdasan naturalis. Berikut akan dipaparkan masing-masing kecerdasan tersebut.
Yang perlu diketahui oleh para dosen adalah setiap orang dilahirkan dengan membawa kecerdasan multipel pada level yang berbeda. Setiap hari setiap orang menggunakan kecerdasan multipelnya dengan kombinasi yang bervariasi. Dengan mengetahui bahwa setiap mahasiswa mempunya kecerdasan lebih dari satu, maka bagi seorang dosen matematika bila mengetahui mahasiswanya tidak lulus, tidak akan terburu-buru mengatakan mahasiswa ini bodoh, dosen menjadi lebih bijaksana dan dapat mencari metode lain yang mampu membangkitkan mahasiswa untuk lebih banyak belajar, lebih bersemangat dan lebih bergembira dalam dalam belajar. Karena kecerdasan ganda ini hanya dapat menonjol apabila dilatih sesering mungkin. Kecerdasan itu seperti pisau, makin sering di asah makin tajam.
Para mahasiswa di ITS dipacu untuk mengembangkan minat dan bakatnya melalui unit-unit kegiatan mahasiswa, seperti UKM paduan suara, UKM menari, UKM silat, UKM basket, UKM futsal dan UKM olah raga lainnya. Di lain pihak organisasi internal kampus seperti himpunan mahasiswa di setiap jurusan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di tingkat fakultas dan Institut dapat mewadahi atau menjadi sarana latihan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal, kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan dll. Semua unit kegiatan mahasiswa dibangun dengan tujuan untuk mengasah kecerdasan ganda mahasiswa ITS
4.2.1 Kecerdasan Logis-Matematis
Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan sesorang dalam mengolah angka dan atau kemampuan sesorang menggunakan logika dalam menghadapi berbagai masalah. Kecerdasan ini digunakan ilmuwan ketika merumuskan hipotesis dan melakukan berbagai percobaan untuk menguji hipotesis tersebut sehingga melahirkan berbagai teori baru. Kecerdasan ini juga digunakan oleh para programmer untuk merancang suatu sitem informasi, para ahli
ekonom untuk menentukan berbagai kebijakan moneter, para pakar teknik industri untuk merancang suatu sistem produksi yang efisien dll.
Bagi orang awam kecerdasan ini tetap diperlukan, terutama untuk keperluan melakukan perhitungan belanja bulanan bagi ibu rumah tangga, perhitungan rugi-laba bagi pedagang baik ditingkat eceran maupun grosir.
Tugas yang diberikan kepada mahasiswa agar dapat meningkatkan kecerdasan logis matematis adalah tugas problem solving dalam mata kuliah bukan matematika, seperti mata kuliah manajemen, pengantar ilmu lingkungan, kewarganegaraan. Sedangkan dalam mata kuliah bahasa Indonesia dapat diberi tugas membuat cerita fiktif yang melibatkan nalar.
Tim Sapu Angin dari Jurusan Teknik Mesin adalah kelompok yang telah mengasah kecerdasan logika matematika karena telah berhasil menciptakan kendaraan yang hemat bahan bakar. Ada beberapa diantara mereka yang indeks prestasinya di bawah 2, tetapi dosen pembimbingnya telah dapat memotivasi mahasiswa ini menjadi percaya diri sehingga mampu berkarya dan menang di tingkat Asia.
4.2.2 Kecerdasan Linguistik
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan seseorang untuk mendeskripsikan tentang suatu benda,suasana atau peristiwa dalam rangkaian kata-kata sehingga orang lain menjadi lebih paham. Kecerdasan ini juga sering disebut sebagai kecerdasan verbal. Para presenter, moderator, orator, penulis, penyair adalah peran yang mengharuskan seseorang untuk pandai dalam mengolah kata-kata. Seorang dosen harus selalu mengasah kecerdasan linguistiknya agar para mahasiswa yang dibinanya percaya dan mau belajar lebih giat dan mau mengasah kecerdasan linguistik yang dimilikinya.