• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TREND FORECASTING READY TO WEAR INDONESIA TREND FORECASTING (ITF) 2019/2020 SEBAGAI PENDUKUNG KEBIJAKAN BADAN EKONOMI KREATIF (BEKRAF)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN TREND FORECASTING READY TO WEAR INDONESIA TREND FORECASTING (ITF) 2019/2020 SEBAGAI PENDUKUNG KEBIJAKAN BADAN EKONOMI KREATIF (BEKRAF)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TREND FORECASTING READY TO WEAR INDONESIA TREND FORECASTING (ITF) 2019/2020 SEBAGAI PENDUKUNG KEBIJAKAN

BADAN EKONOMI KREATIF (BEKRAF)

Nafisa Aninda1 Setyawan2

1,2Universitas Sebelas Maret Surakarta

1[email protected]

2[email protected]

ABSTRAK

Manusia adalah makhluk yang terus berubah dan berkembang setiap zamannya. Hal ini dipengaruhi oleh kemajuan yang di alami manusia terutama dalam bidang teknologi.

Trend Forecasting Indonesia yang diusung oleh asosiasi Indonesia Trend Forecasting (ITF) membuka penalaran terhadap cara pandang baru, mengubah presepsi dan menjadi referensi bagi para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Tujuan dalam penelitian ini adalah membuka wawasan baru terhadap trend forecasting dan jangkauannya dalam cara berpikir desain.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan antropologi kebijakan budaya dan teori dari Shore & Wright. Data diperoleh dengan observasi secara pasif, wawancara mendalam, dan studi pustaka. Penelitian ini berfokus pada latar belakang trend forecasting di Indonesia dan kebijakan Bekraf yang mempengaruhi pelaku ekonomi kreatif.

Hasil penelitian ini adalah latar belakang dari trend forecasting di Indonesia berawal dari permasalahan produk-produk Indonesia yang tidak bersaing di pasar, kebijakan bekraf yang didukung dan sejalan dengan trend forecasting yang ada di Indonesia, serta pengaruh dalam kebijakan dan perluasan trend forecasting di Indonesia.

Kata Kunci : Trend Forecasting, Ekonomi Kreatif, ready to wear, Indonesia Trend Forecasting, Badan Ekonomi Kreatif

Article Info Received date:

10 July 2021

Revised date:

12 August 2021

Accepted date:

24 September 2021

(2)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

PENDAHULUAN

Manusia dan segala aspek dalam kehidupan sosial-masyarakat yang tak pernah henti dibicarakan. Sebagai bagian dari produk kebudayaan, manusia berperan aktif sebagai subjek yang terus berkembang dan berubah seiring dengan kemampuannya untuk terus berpikir.

Kemampuan berpikir inilah yang membentuk peradaban manusia dan menciptakan pemikiran-pemikiran baru sesuai dengan perkembangan zaman.

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai aspek kehidupan seperti bidang politik, ekonomi, dan budaya adalah salah satu contoh perubahan peradaban yang diinisiasi oleh manusia. Berkembangnya pola pikir manusia berbanding lurus dengan perubahan yang terjadi di sosial- masyarakatnya. Perubahan tersebut kemudian mempengaruhi kebutuhan manusia yang semakin kompleks. Hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhannya tersebut didasari modal pengetahuan yang dimilikinya; peradaban manusia yang terus berkembang kompleks merupakan bukti adanya akal-pikiran manusia yang berkembang tanpa batas (Rahim, 2009 : 45).

Perkembangan cara berpikir membuka paradigma baru mengenai pemecahan masalah kebutuhan dibidang ekonomi. Pergeseran paradigma yang semula ekonomi berbasis pemanfaatan sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis pengetahuan, gagasan, ide, serta kreativitas. Ekonomi kreatif adalah paradigma ekonomi baru yang mengandalkan gagasan, ide, atau kreativitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya (Dian., dkk, 2018).

Pada tahun 2015, dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dibentuk melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 yang selanjutnya diubah menjadi Peraturan

Presiden Nomor 72 Tahun 2015. Maka, dengan landasan hukum yang kuat, Bekraf dan pelaku ekonomi kreatif akan mendapatkan ekosistem ekonomi kreatif yang kondusif dan efisien.

Dalam memenuhi perkembangan ekonomi kreatif dan ekosistem ekonomi baru yang hadir di Indonesia, Bekraf dan pelaku ekonomi kreatif menciptakan tim Indonesia Trend Forecasting (ITF) yang membahas tentang tren yang akan terjadi di masyarakat global lalu dikonversi sesuai dengan masyarakat Indonesia. Trend Forecast ini bertugas untuk mencari pokok-pokok pemikiran dan fenomena pada peradaban manusia lalu dianalisis dan disesuaikan untuk pelaku industri ekonomi kreatif agar produk yang di produksi memiliki nilai jual serta nilai tambah. Nilai tambah inilah yang menjadi acuan ekonomi kreatif.

Bekraf berkolaborasi dengan ITF mengeluarkan buku Trend Forecasting pada tahun 2018 untuk tren tahun 2019/2020 dengan tema Singularity, yang terdiri dari empat subtema yaitu Exuberant, Neo Medieval, Svarga, Cortex.

Setiap dari subtema memiliki latar belakang, ciri khas, dan color pallete yang di sesuaikan dengan hasil riset tim ITF.

Pembuatan buku tren oleh ITF sebagai bentuk visualisasi dari berbagai makna yang diteliti dan diyakini akan mempengaruhi para pelaku ekonomi kreatif dalam menciptakan produknya.

Trend Forecasting memiliki keterkaitan yang kuat terhadap produk- produk hasil desain, seperti fesyen, kriya, desain produk, dan desain interior. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, trend forecasting memposisikan diri sebagai subjek yang meneliti “tantangan”

kehidupan manusia mendatang. ITF sebagai organisasi yang meneliti tren di Indonesia, memiliki kewajiban untuk menjawab “tantangan” yang merupakan jawaban dari penyelesaian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia mendatang dan sebagai wadah dari seluruh Ekonomi Kreatif di Indonesia, Bekraf

(3)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

memiliki kewajiban agar setiap masyarakat dan pelaku Ekonomi Kreatif di Indonesia mendapatkan pandangan terhadap tantangan kebutuhan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.

Bekraf berkolaborasi dengan ITF mengeluarkan buku Trend Forecasting pada tahun 2018 untuk tren tahun 2019/2020 dengan tema Singularity, yang terdiri dari empat subtema yaitu Exuberant, Neo Medieval, Svarga, Cortex.

Setiap dari subtema memiliki latar belakang, ciri khas, dan color pallete yang di sesuaikan dengan hasil riset tim ITF.

Pembuatan buku tren oleh ITF sebagai bentuk visualisasi dari berbagai makna yang diteliti dan diyakini akan mempengaruhi para pelaku ekonomi kreatif dalam menciptakan produknya.

Trend Forecasting memiliki keterkaitan yang kuat terhadap produk- produk hasil desain, seperti fesyen, kriya, desain produk, dan desain interior. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, trend forecasting memposisikan diri sebagai subjek yang meneliti “tantangan”

kehidupan manusia mendatang. ITF sebagai organisasi yang meneliti tren di Indonesia, memiliki kewajiban untuk menjawab “tantangan” yang merupakan jawaban dari penyelesaian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia mendatang dan sebagai wadah dari seluruh Ekonomi Kreatif di Indonesia, Bekraf memiliki kewajiban agar setiap masyarakat dan pelaku Ekonomi Kreatif di Indonesia mendapatkan pandangan terhadap tantangan kebutuhan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.

TREN DAN FESYEN TREN

Welters, Linda dan Abby Lillethun (2018 : 25) menyatakan bahwa, “The noun

‘trend’ means ‘the general course, tendency, or drift.” Berbicara tentang tren berarti membicarakan tentang perjalanan, pergerakan umum, dan kecenderungan.

Menurut Vejlgaard (2008 : 8), “trend refers to process of change.” Maka dalam perkembangannya, tren memiliki

keterkaitan dengan pergerakan dalam perubahan. Perkembangan yang dialami oleh peradaban manusia menandakan adanya perubahan dan pergerakan yang terjadi pada struktur sosial-masyarakat menyebabkan kecenderungan terus berubah. Vejlgaard (2008 : 27) Trends are always created by people. Tren akan selalu diciptakan oleh manusia. Manusia akan terus berubah sesuai perkembangan zaman, tren akan mengikutinya sebagai hasil dari perubahan itu sendiri dan sebagai hasil dari perubahan setiap kebutuhan manusia yang berbeda setiap masa.

Tren rekat kaitanya dengan perubahan dalam gaya hidup terutama fesyen. Menurut Noronha (2016), “to understand fashion is to realize that it is mutable and created based on various influences”(Jander, Louise dan Victoria Anderson, 2016 : 19). Kutipan ini menjelaskan bahwa untuk mengerti istilah fesyen diperlukan kesadaran bahwa fesyen mempunyai kemampuan untuk adaptif, fleksibel, atau dapat berubah serta diciptakan dari banyak pengaruh.

Pengaruh tersebut hadir dalam perubahan konteks dalam kehidupan sosial- masyarakat. Tren dan fesyen tren adalah hasil dari proses kontruksi budaya yang sudah berlangsung dan terlihat pada masyarakat. Hasilnya akan terus berulang dan saling berkelanjutan satu sama lain.

INDONESIA TREND FORECASTING (ITF)

Sproles & Burns (1994) menyatakan bahwa, “Peramalan adalah seni dan ilmu pengetahuan. Ia menjadi seni karena peramalan biasanya berdasarkan intuisi, penilaian yang baik, dan kreativitas. Ia juga menjadi ilmu pengetahuan karena peramalan menggunakan analisa konsep dan model untuk memprediksi tren yang akan datang dengan cara yang sistematik” (Mei, 2018 : 13).

Trend Forecasting adalah pendekatan strategis untuk memahami

(4)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

perubahan perilaku dalam cara berpikir secara global (Dina.,dkk, 2018 : 5).

Penelusuran sejarah pola berpikir yang merupakan akibat dari perubahan sosial- budaya menjadi alat untuk memprediksi tren yang akan datang.

Irvan Noe’man seorang desainer, pendiri perusahaan desain BD+A Design tahun 1989, menjabat menjadi Steering Commite di Indonesia Fashion Week, dan terlibat aktif dalam penyemaian dan penelitian gagasan awal tentang pengembangan ekonomi kreatif di Kemeterian Perdagangan pada tahun 2007- 2009 merupakan salah satu pendiri dari Indonesia Trend Forecasting (ITF) yang pada saat itu belum dinamai dengan nama tersebut.

Irvan Noe’man menuangkan kegelisahan tentang produk Indonesia yang disampaikan kepada timnya di BD+A design yang pada saat itu di perusahaannya juga memiliki satu bagian mengenai Trend and Research Development yang dikepalai oleh Tri Anugerah yang juga sebagai Creative Director pada saat itu.

Kegelisahan yang disampaikan yaitu;

desain pada produk Indonesia cenderung berjalan statis, terjebak dalam pola pikir bahwa produk Indonesia membawa nafas tradisi sehingga para pengrajin cenderung tidak memiliki inovasi dalam menciptakan produknya, produk yang dihasilkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) termasuk pengrajin, belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri sehingga masyarakat cenderung membeli produk impor, dan selera manusia akan terus berubah setiap perkembangan zaman, jadi desain produk Indonesia seharusnya bisa memenuhi kebutuhan yang selalu berubah.

Dari permasalahan dan kegelisahan itu, adanya diskusi mengenai riset selera, pasar, dan kecenderungan tentang produk yang bisa laku di masa yang akan datang.

Produk desain seharusnya memiliki latar belakang riset yang sesuai dengan pasar yang akan dituju. Hal ini belum terlaksana di Indonesia, maka dari itu Irvan Noeman

beserta timnya, membuat luaran trend dengan nama Indonesia Trend Forecasting yang didalamnya terdapat dua lembaga yaitu BD+A Design dan APPMI yang diwakilkan oleh Dina Midiani yang menjabat sebagai direktur APPMI dan seorang ahli tren pada bidang fesyen saat itu.

Mulai tahun 2009, pertama kalinya trend forecasting book sebagai bentuk luaran dari hasil kaji dan penggambaran produk diluncurkan. Pada tahun itu pula, produk yang dihasilkan dengan sentuhan kajian trend forecasting menjadi terlihat menakjubkan. Pada 2011, Irvan Noe’man bertemu dengan Isti Dhaniswari yang merupakan ahli tren / trend forecaster yang sudah mengeluarkan laporan tren di Jerman dan beberapa majalah Indonesia- Jerman. ITF yang menjadi utuh membangun iklim riset desain untuk produk Indonesia agar dapat bersaing di pasar global.

Tujuan dari ITF adalah;

Memajukan industri kreatif Indonesia dengan latar belakang riset tren maka pengrajin atau UMKM dapat memiliki eksplorasi visual yang baru dan produk yang dibuat akan laku di pasar. Dengan produk yang terus laku di pasar, roda ekonomi akan berputar, dan akan mensejahterakan masyarakat disekitarnya.

Hal ini adalah pola ekonomi kreatif yang sudah dicanangkan pemerintah dari 2008.

Pada tahun 2015, ITF berkolaborasi dengan Bekraf untuk mengeluarkan trend forecasting Greyzone 17/18.

TREND FORECASTING OLEH ITF Menurut Isti Dhaniswari, Kegiatan trend forecasting adalah kegiatan membaca arah kecenderungan pola pikir manusia. Hasil trend forecasting akan menjadi alat yang membantu para pelaku ekonomi kreatif untuk menentukan arah produk kedepannya. Menurut Dina Midiani, Trend Forecasting adalah perubahan pola pikir di masyarakat dalam artian konsumen terutama tentang kecenderungan dalam perubahannya yang

(5)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

dipengaruhi sosial-kultural, politik- ekonomi, lingkungan hidup, dan teknologi.

Hasil riset trend forecast yang dikeluarkan ITF bisa bertahan lima sampai sepuluh tahun semenjak tren tersebut diterbitkan karena bersifat berkelanjutan, antara tren tahun sebelumnya dan sesudahnya memiliki benang merah yang sama.

ITF terbagi dalam dua tim untuk merumuskan trend forecast kedepannya, yaitu; tim pengkaji faktor penggerak tren (impulse1 trend drivers), pada tim ini, bobot pekerjaan riset paling besar karena memilah latar belakang kisah-kisah di dunia yang akan dipilih menjadi kata kunci penggerak tren. Isu bisa diambil dari mana saja dan harus ditelaah sebab-akibat kaitannya dengan kejadian yang paling relevan atau kata kunci teratas. Dari semua isu, lalu dipisahkan dengan empat faktor mempengaruhi yaitu sosial-kultural, politik-ekonomi, lingkungan hidup, dan teknologi. Setelah itu, ditentukan tema besarnya dan di serahkan ke tim penerjemah (decode)2. Tim kedua yaitu tim penerjemah, tim ini mengurai hasil riset sesuai dengan keadaan pasar yang ada di Indonesia. Biasanya tim ini berisi para praktisi dan akademisi yang aktif dibidangnya seperti fesyen, desain produk, desain interior, dan kriya serta tekstil. Tim ini bertugas untuk mengkorelasikan antara unsur lokal dengan riset impulse trend yang sudah ada sebelumnya. Hasil dari tim penerjemah, diharapkan menjadi rangsangan untuk para pelaku kreatif di Indonesia.

Metodologi peramalan tren oleh ITF terbagi menjadi tiga bagian:

1. Penggerak tren

Proses pertama dalam melihat kejadian- kejadian yang ada di dunia, lalu

1 Impulse dalam ITF berisikan kumpulan inspirasi, atau kajian kejadian-kejadian yang berguna untuk membaca kecenderungan manusia berikutnya.

2 Decode dalam artian di ITF adalah menerjemahkan hasil riset menjadi gambaran visual yang bisa di serap oleh para pelaku ekonomi kreatif.

dilakukan penjalaran data dan menentukan faktor penggerak tren.

Setalh itu, dilakukan pemetaan faktor penggerak tren dengan empat wawasan yang berbeda yaitu, sosial-kultural, politik-ekonomi, lingkungan hidup, dan teknologi.

2. Ideasi tema tren

Menentukan tema besar dan kisah besar tren, lalu dibagi menjadi empat tema utama, dan mendefinisikan cerita, konsep, bentuk, warna, dan bahan.

3. Interpretasi tema tren

Mengintegrasikan empat tema tren dengan empat subsektor desain yaitu, fesyen, kriya dan tekstil, interior, dan produk. Hasilnya berupa visual yang dapat menjadi referensi bagi setiap pelaku ekonomi kreatif.

The Paradox of Human versus Artificial Intelligence (AI) adalah konsep yang dibawa oleh Isti Dhaniswari dalam tahap impulse untuk menjadi faktor penggerak tren. Hal ini didasari oleh ketakutan dan rasa tidak aman oleh manusia akan hadirnya teknologi yang makin mengambil alih peran manusia disegala aspek kehidupan. Perubahan dalam kehidupan manusia terutama di bidang teknologi menyebabkan kebingungan dalam penentuan arah pada manusia.

Hal ini menyebabkan

kemungkinan-kemungkinan yang tidak lagi dapat di belah menjadi optimisme dan pesimisme. Dunia dibanjiri informasi akibat revolusi digital. Revolusi digital menyebabkan penyempitan pandangan diikuti dengan rasa untuk hidup kearah konservatif. Perilaku ini didasari oleh rasa takut yang memecah belah, dystopia agama dan kelompok yang diakibatkan oleh nilai kemiskinan absolut, kesehatan, dan pendidikan.

Keunggulan manusia bisa terhapus dalam era disrupsi kecerdasan artifisial.

Ketakutan yang dimiliki dalam pikiran yang tidak diketahui menjadikan masyarakat terpecah belah dan panik,

(6)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

setiap individu dapat menyerang siapapun yang bukan bagian dari kelompoknya setiap perbedaan terjadi. Meski begitu, sejarah telah mengajarkan tentang peradaban – peradaban hebat yang hilang dengan sebab yang hanya bisa diperkirakan lewat artefak dan masyarakat saat ini mengetahui bahwa peradaban – peradaban baru akan selalu muncul dalam sejarah manusia.

Kelemahan membuat manusia berpikir bahwa dengan menggunakan kreativitas, mengubah pemburu dan petani menjadi prajurit, pemikir, maupun penemu, bisa membuat hidup lebih mudah.

Masih perlu waktu untuk memastikan apakah manusia akan menjadi korban penemuanya seperti AI, atau manusia akan menemukan jalan untuk menguasai dan menggunakannya untuk menjadikan dirinya super. Semua cerita latar belakang tersebut akan menjadi beberapa faktor penggerak tren singularity.

Dari berbagai cerita latar belakang yang sudah disusun, maka dibuatlah pemetaan tren yang memperlihatkan kejadian-kejadian dan fenomena dari latar belakang tersebut. Pemetaan ini dibagi dalam empat faktor yaitu: sosio-kultural, politik-ekonomi, lingkungan hidup, dan teknologi. Meski begitu, beberapa cabang faktor seringkali saling berhubungan akibat kemajuan teknologi dan membuat berbagai cabang keilmuan bergabung membentuk ilmu baru didalam konsep dunia yang disruptif.

Faktor penggerak tren 2019/2020 sebagai berikut:

1. Konservatisme Akibat Kebencian yang Mendorong Kekuatan Pengkultusan 2. Penelitian Kognitif dan Kecerdasan

Artifisial (AI)

3. Bisnis Jasa dan Akomodasi dengan Pengalaman Pengguna

4. Solusi Kesehatan & Lingkungan Berteknologi Tinggi

5. Manula Aktif dan Dinamis 6. Pan Asia3

3 Pan Asia adalah ideologi yang

7. Penjebatan antara Keyakinan dan Budaya

8. Dampak dan Inklusivitas

Dari semua faktor yang sedang disebutkan sebelumnya, maka muncul penamaan prediksi tren 2019/2020 adalah Singularity. Penamaan terinspirasi dari paradoks terbesar dalam abad 21 tentang eksistensi umat manusia akan keberadaan AI. Kehidupan manusia yang akan dipenuhi rasa takut ataupun rasa optimis

akan kemajuan teknologi.

keganjilan/Singularity adalah sebuah hipotesis yang memprediksi bahwa penemuan kecerdasan artifisial (AI) super akan memicu pertumbuhan teknologi secara masif dan menghasilkan kecerdasan super yang begitu kuatnya. Kecerdasan itu secara kualitatif akan jauh melampaui seluruh kecerdasan manusia. Hal ini merupakan titik krisis untuk mempertanyakan masa depan supremasi manusia di muka bumi.

Paradoks dari manusia versus AI merupakan wilayah yang ‘menyeramkan’

dan belum dikenal, membuat konsep singularity terasa seperti musuh misterius yang membuat manusia harus siaga terhadap kedatangannya. Sementara itu, beberapa pendapat optimis memberikan harapan-harapan akan masa depan yang lebih baik, memberikan dampak, dan lebih mudah dengan bekerja lebih keras untuk menciptakan inovasi sebagai usaha untuk meningkatkan manusia menjadi manusia yang cukup mengimbangi keberadaan teknologi pada kehidupan manusia.

Faktor Penggerak

Tren (Trend Drivers)

Ideasi Tema Tren (Trend Themes Ideation)

Tema Prediksi

Trend (Trend Forecast

mempromosikan persatuan manusia Asia. Motivasi gerakan ini bertahan terhadap imperialism Barat dan kolonialisme serta kepercayaan bahwa nilai- nilai Asia harus lebih tinggi dari Eropa (Isti., dkk, 2018 : 121)

(7)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

(Dalam Poin)

Themes 19/20)

4,5, dan 6

4,5, dan 6 adalah sebuah

karakter kemanusiaan yang dinamis,

cerdas dan menjiwai semangat positif untuk

menguasai singularity

Exuberant (Keceriaan Optimisme)

1

Poin 1, adalah pola pikir

yang menjadikan

kemajuan teknologi sebagai

sebuah paradoks, penyempitan

nilai kemajuan dalam konsep

singularity

Neo Medieval (Romantisme

Abad Pertengahan)

7 dan 8

g dan h mewakili

potensi kemanusiaan yang inklusif dan terempati serta memberi dampak pada latar belakang

kultural sehingga memperkuat

posisi manusia

dalam perkembangan

teknologi dalam singularity

Svarga (Keindahan

Spritual)

2,3, dan 4

b,c, dan d mewakili sistem dasar

yang

Cortex (Paradoks Kecerdasan

Artifisial)

mendisrupsi kehidupan

pada perkembangan

teknologi dalam singularity

Tema Prediksi Tren 19/20

1. Exuberant (Keceriaan Optimisme) Kamus Merriam-Webster menggambarkan Exuberant sebagai

“Sangat hidup, senang dan bersemangat:

dipenuhi oleh energi dan antusiasme”

(Isti., dkk, 2018 : 66). Tema ini terinspirasi dari semangat yang terjadi akan kemajuan teknologi. Salah satunya adalah pertemuan budaya antar barat dan timur. Semangat yang terjadi terlihat pada peleburan dalam budaya Asia-Amerika yang sudah hidup saat ini. Keburaman batas kultural terbentuk dari satu sisi yang bergaya barat dan sisi lainnya yang berakar ketimuran, memposisikan nilai-nilai budaya Asia seperti inklusivitas generasi muda dan tua merupakan bagian dalam keseharian.

Karakter dasar dari tema ini adalah santai, ramah, sedikit “nerdy”, namun tetap stylish dan lucu. Kehidupan yang tidak terlepas dari teknologi digital merangkul rekonsiliasi budaya dalam musik, hiburan, dan seni, yang divisualisasikan dengan grafis yang berwarna, street art, komik, dan kartun.

Gambar 1. Mood Board Exuberant 2. Neo Medieval (Romantisme Abad

Pertengahan)

Tema ini terinspirasi oleh istilah

“Neomedievalism”, pertama kali diutarakan Hedley Buli pada tahun 1977

(8)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

dalam Masyarakat Anarkis: Sebuah Studi tentang Keteraturan dalam Politik Dunia, untuk menggambarkan erosi kedaulatan negara dalam dunia kontemporer yang terglobalisasi” (Isti., dkk, 2018 : 80).

Pada tema ini mencerminkan kecenderungan seseorang untuk memiliki pandangan yang menyempit dan terbelakang terhadap pengaruh teknologi.

Tema ini adalah gambaran visual atas konservatisme dan paradoksial akan teknologi. Pada tema ini memberikan gambaran seperti abad pertengahan Eropa yang pada saat itu menolak keberadaan kehidupan modern atas dasar sosial-politik dan pilar keagamaan pada saat itu.

Hasilnya adalah bentuk yang sangat futuristis dan terlihat dengan latar belakang teknologi yang tinggi. Fiksi ilmiah mengenai kehidupan intergalaksi dalam gaya dan pemikiran abad pertengahan menjadi pengaruh utama tema ini, membebaskan imajinasi dan kreativitas untuk menghidupkan gaya historis- futuristis.

Gambar 2. Mood Board Neo Medieval 3. Svarga (Keindahan Spiritual)

Kata Svarga berasal dari bahasa sanskerta yang berarti “Surga”, untuk menggambarkan pendekatan antar manusia secara spiritual (Isti., et al, 2018 : 94).

Svarga adalah tema yang berdekatan dengan Neo Medieval, jika Neo Medieval berbicara tentang pergerakan manusia dalam pertikaian, maka Svarga berbicara tentang keharmonisan manusia dalam menciptakan “surga” dunia.

Sebagian orang berpendapat bahwa setiap individu adalah bagian dari komunitas dunia, yang membuat setiap

individunya wajib untuk bekerja sama untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

Faktor ini yang membuat dorongan terhadap gerakan-gerakan kesadaran yang menyoroti ketidakadilan pada ekonomi dunia, dengan mempercayai bahwa setiap individu mampu membuat perubahan dengan memilih sebuah gaya hidup yang memberikan dampak positif pada kemanusiaan. Svarga merupakan symbol dari dampak yang bisa dihasilkan jika umat manusia bersatu dan bekerja sama, memberikan kemurahan hati dan pengetahuan dengan imbalan rasa bahagia dan mengurangi kerusakan dan penyakit sosial yang tercipta dengan berjalannya sejarah umat manusia.

Karakter yang dimiliki svarga mencerminkan kedalaman dalam upaya memberikan kebaikan di dunia, warna yang ditonjolkan cenderung berwarna gelap tetapi terasa damai, terkesan seperti taman bunga dalam surga dunia.

Gambar 3. Mood Board Svarga 4. Cortex (Paradoks Kecerdasan Buatan)

Peradaban manusia saat ini berada dalam revolusi digital, disaat digitalisasi membaur dalam kehidupan secara menyeluruh. Logaritma dalam media sosial yang digunakan mendikte selera, tendensi, bahkan cara berpikir penggunanya. Sementara manusia masih berpikir bahwa apa yang terjadi pada kecenderungan adalah hasil murni dari proses berpikir. Banyak pertanyaan dan perdebatan tentang apakah manusia akan punah dengan kehadiran robot dan semua profesi akan terganti dengan robot.

Faktanya, robot hanyalah mesin. Bahaya laten terletak pada perangkat lunak yang berkembang menjadi kecerdasan buatan.

(9)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

Pada kenyataannya, jika berjalan seirama dengan pola berpikir manusia, AI merupakan alat bantu yang efektif untuk perkembangan pekerjaan desain. AI bisa menjadi harapan baru bagi dunia yang lebih baik.

Tema ini menggambarkan AI sebagai neokorteks eksternal bagi umat manusia yang berlaku sebagai alat untuk mengeksplorasi bentuk, material, dan medium dalam riset desain. Hasilnya seringkali tak terduga, membuka horizon baru mengenai visi, bentuk, dan material.

Gambar 4. Mood Board Cortex Trend decoding pada Ready to Wear 2019/2020

Dalam tahap Impulse sudah dijelaskan tema trend forecast 2019/2020 secara umum dan diinterpretasikan oleh para ahli dibidangnya untuk setiap bidang kreatif. Trend forecast yang telah dikaji dan menjadi tema besar, diusung menjadi tinjauan untuk menampilkan gaya visual pada setiap bidangnya. Dalam Ready to Wear, setiap tema yang sudah dirumuskan, dibuat visualnya sesuai dengan bentuk busana, warna, bahan, dan corak.

1. Exuberant

a. Karakter Busana

Adanya pencampuran budaya antara timur dan barat megakibatkan gaya busana yang dinamis. Gaya ini dituangkan dengan gaya busana sport casual. Bentuk busana yang sederhana dengan padu padan yang unik dan fun, keunikan bisa dilihat dari karakter gaya sporty yang dikenal maskulin bisa ada sentuhan girly.

b. Karakter Warna

Palet warna tema ini menggunakan warna-warna yang germbira sekaligus

warna netral yang akan menenangkan kegembiraan tersebut. Warna-warna yang ceria namun tidak “berteriak” karena dipadupadankan dengan warna netral seperti abu, hitam, putih, bahkan krem, sehingga memberi kesan tenang dan dewasa.

c. Corak dan Tekstur Bahan

Tema ini bermain dengan gambar- gambar grafis. Permainan huruf dan kata, tokoh komik, bahkan junk food muncul sebagai motif dalam gaya pop yang kental dengan warna-warni ceria. Kesan urban sangat terasa dan pemakaian bahan berserat sintetis

2. Neo Medieval

a. Karakter Busana

Dengan tema abad pertengahan memberi variasi dalam gaya busana yang futuristik dan apokaliptik. Ada gaya yang elegan serta berwibawa, berkesan feminim namun tegas, ada pula dengan karakter kokoh melambangkan ketangguhan, dan siluet yang ditampilkan ada yang ramping dan longgar

b. Karakter Warna

Berbeda dari tema Exuberant, warna yang ditampilkan pada Neo Medieval lebih dewasa dan bersifat netral.

Palet warna Neo Medieval cenderung gelap, berkesan berat, warna merah dan cokelat hadir untuk memberi kesan hangat dan berkarat, warna hijau hadir untuk memberi kesan militer, namun disini tampil dengan warna yang lebih cerah

c. Corak dan Tekstur Bahan

Corak Neo Medieval banyak mengambil inspirasi dari bentuk lengkung dan geometris arsitektur abad pertengahan.

Kesan futuristik dan modern hadir dari gradasi warna keabu-abuan dan metalik.

Kontras dengan itu, ada corak yang nampak kusam dan using,menyerupai kawat atau kulit tua. bahan yang digunakan berasal serat alam maupun sintetis, bisa halus dan luwes hasil teknologi baru, maupun kasar seperti bahan kanvas dan karung.

3. Svarga

a. Karakter Busana

(10)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

Dari penjelasan tema, gaya busana tema Svarga dituangkan dengan kehangatan dengan berbagai campuran warna yang elektrik dan ragam citra rasa sebagai bentuk keragaman budaya. Gaya kontemporer dipadukan dengan gaya etnik, simbol-simbol dalam mitologi, kepercayaan dan mistik yang disisipkan gaya urban, serta siluet busana yang variatif, siluet yang membentuk badan hingga yang longgar, dan disertai dengan hasil terapan kriya trandisional dan/atau modern.

b. Karakter Warna

Warna yang ditampilkan tema Svarga memiliki warna gelap yang hangat.

Karakter warna ini merepresentasikan suasana hangan ditengah kebahagiaan.

Bahkan, warna biru dan ungu yang dikenal warna dingin, “dimatangkan” oleh tema Svarga, sehingga lebih hangat.

c. Corak dan Tekstur Bahan

Dengan mimpi terwujudnya hidup yang bahagia dan sejahtera, motif menggunakan visual aneka flora dan fauna. Aneka bunga, buah-buahan, dan simbol hewan dari mitologi distilasi dengan tampilan yang lebih ringan dan sederhana melalui teknik print. Selain teknik print, corak juga diperoleh melalui hasil oleh bahan maupun serat itu sendiri.

4. Cortex

a. Karakter Busana

Gaya busana dalam tema Cortex menggunakan visualisasi dari bentuk garis- garis repetitif yang biasa dilihat pada saraf manusia. Tema ini juga menggunakan karakter alogaritma yang membentuk kesan fractal dan tumbuh, garis-garis halus pada mikroskopik saraf manusia, dan susunan kode pada AI yang menjadi inspirasi dalam karakter busana Cortex

b. Karakter Warna

“Berpikir tenang dengan kepala dingin” – istilah itulah yang menjadi konsep pemilihan warna untuk tema ini.

Karakter warna pada tema ini cenderung lebih pucat dengan nuansa pastel dan dingin. Pemilihan warna tersebut dikarenakan karakter busana pada Cortex

cenderung repetitive dan mengisyaratkan ketenangan.

c. Corak dan Tekstur Bahan

Corak bahan dalam tema ini mengutamakan keindahan yang terjadi berkat bidang maupun garis transparan yang disusun tanpa pola tertentu. Corak yang dihasilkan tak terduga dan terlihat dinamis.

BADAN EKONOMI KREATIF (BEKRAF)

Ekonomi Kreatif adalah suatu konsep baru dalam pengembangan

ekonomi pembangunan yang

menggunakan daya kreativitas. Ekonomi Kreatif (Ekraf) adalah paradigma ekonomi baru yang mengandalkan gagasan, ide, atau kreativitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya (Dian.,dkk, 2018 : 12)

Bekraf adalah badan yang menaungi industri kreatif di Indonesia dengan 16 subsektor Industri Kreatif. Pada tahun 2015, dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dibentuk melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 yang selanjutnya diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015. Maka, dengan landasan hukum yang kuat, Bekraf dan pelaku ekonomi kreatif akan mendapatkan ekosistem ekonomi kreatif yang kondusif dan efisien.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Berkaf) telah menetapkan 16 subsektor yang didukung dalam industri kreatif, di antaranya yaitu aplikasi dan pengembangan permainan (game), arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, serta televisi dan radio.

(Peraturan Presiden, 2015)

Bekraf memiliki visi, misi, dan tujuan sebagai berikut:

(11)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

1. Visi

Dalam rangka melaksanakan agenda pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan menjalankan tugas dan fungsi semestinya, maka pada tahun 2015-2019 Bekraf menetapkan visi sebagai berikut : “Ekonomi Kreatif Menjadi Kekuatan Baru Ekonomi Indonesia” (Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif, 2017 : 16).

2. Misi

Dalam rangka mencapai visi Badan Ekonomi Kreatif tersebut, maka misinya adalah sebagai berikut: “Membangun Ekosistem yang mampu; (1) mendorong penumbuhan usaha baru ekonomi kreatif, (2) meningkatkan nilai tambah produk kreatif dalam perekonomian nasional, (3) menghasilkan produk unggulan ekonomi kreatif yang dikenal dan digemari di pasar global.” (Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif, 2017 : 16).

3. Tujuan

Dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah disebutkan, maka tujuan yang harus dicapai, yaitu; “Terwujudnya pertumbuhan PDB ekonomi kreatif yang menigkat dan secara bertahap menjadi lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional dan terwujudnya produk kreatif Indonesia yang dikenal dan digemari di pasar global.” (Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif, 2017 : 17).

Landasan Kolaborasi Bekraf dan ITF Dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan Bekraf, Bekraf memiliki sasaran pembangunan ekonomi kreatif yang terdapat pada RPJMN 2015-2019 berisi tiga poin, yaitu; pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif, penyerapan tenaga kerja, dan memperkuat kontribusi ekspor. Maka, untuk mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan pembangunan ekonomi kreatif adalah memfasilitasi pelaku ekonomi kreatif di sepanjang rantai nilai yang dimulai dari tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi (Peraturan

Kepala Badan Ekonomi Kreatif, 2017 : 22).

Kolaborasi ITF masuk kedalam Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan Bekraf. Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan memiliki tugas

merumuskan, menetapkan,

mengkoordinasikan, dan sinkronisasi kebijakan dan program riset, edukasi, dan pengembangan di bidang ekonomi kreatif (Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif, 2017 : 35). Pada 2015 saat Bekraf dimulai, Dian Permanasari selaku Kepala Sub Direktorat Metodologi dan Analisis Riset, melihat bahwa kecenderungan produk- produk yang dihasilkan UMKM tidak mencerminkan produk Indonesia tetapi cenderung ‘mencontek’ produk luar negeri dan diproduksi dengan mirip di Indonesia.

Hal ini merupakan kecenderungan negatif karena Bekraf melihat bahwa beragam budaya yang ada di Indonesia bisa diangkat menjadi inspirasi tetapi kurang apresiasi. Cara pandang ini merugikan produk Indonesia dalam mengeluarkan karakteristik atau ciri khas yang dimiliki.

Kolaborasi dengan ITF membawa harapan baru dalam Bekraf untuk mewujudkan tujuan produk Indonesia yang digemari dan dikenal di pasar global. ITF diakui oleh Bekraf dapat menjadi pandangan bagi pelaku eknonomi kreatif.

Harapan kolaborasi Bekraf dan ITF lainnya adalah berkembangnya riset yang dikerjakan ITF dan dapat menginspirasi pelaku kreatif diberbagai bidang lainnya selain lima decode yang sudah dilaksanakan untuk Singularity 2019/2020.

Trend forecasting oleh ITF bukan sebuah kebijakan tetapi perjalanan proses menuju arah kebijakan pembangunan ekonomi kreatif. Bekraf adalah jalan ITF dalam mewujudkan tujuannya untuk meluaskan trend forecasting di Indonesia dan cara implementasi tren menjadi produk agar produk Indonesia bisa terjual dan roda ekonomi berputar begitupun Bekraf ingin mengedukasi masyarakat tentang ekonomi kreatif serta untuk pelaku ekonomi kreatif memiliki pandangan baru terhadap

(12)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

produknya sehingga produknya tidak mencontek tapi berbasis riset dan cocok di pasar global. Bekraf bisa jadi jembatan dalam perluasan trend forecasting dan ITF bisa menjadi jembatan Bekraf dalam meluaskan cara pandang baru, referensi, dan inspirasi serta membantu mewujudkan pembangunan ekonomi kreatif di Indonesia. Bekraf dan ITF berjalan beriringan untuk mencapai tujuan yang sama.

PENGARUH EKONOMI KREATIF DAN KEBIJAKAN BUDAYA

Konteks sosial-masyarakat pada kebijakan tidak dapat lepas pada konsep kebudayaannya. Menurut Clifford Geertz (1973), bahwa kebudayaan adalah pola dari dan pola bagi tindakan, maka sama halnya dengan kebijakan sebagai suatu tindakan sosial tidak bisa lepas dari pola dari dan pola bagi kebudayaan (Hanief, 2012 : 264). Menurut Benda- Beckmann (1984), Kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan dibuat, ditransformasikan, dimodernisasi, diubah, dimanipulasi, diselewengkan dalam konteks sosial dan budaya yang hidup.

Shore & Wright (1997) mengelompokkan tiga pendekatan yang bisa dan telah dipergunakan dalam menganalisis kebijakan. Ketiga pendekatan itu ialah pendekatan yang melihat kebijakan sebagai language, sebagai cultural agent dan sebagai political technology (Fikarwin, 2005 : 154).

Membiasakan trend forecast berada lebih dekat dengan masyarakat seperti membiasakan bentuk sosial menjadi sebuah bahasa baru. Hal ini adalah yang ingin dicapai oleh Bekraf.

Peran bekraf adalah menjadi wadah dan fasilisator pelaku ekonomi kreatif.

Bersama dengan tujuan meluaskan peran ekonomi kreatif dalam pembangunan nasional, bekraf memposisikan diri sebagai pemegang kuasa. Kepentingan- kepentingan yang diluaskan bersifat tidak dengan paksaan dan menjadi hegemoni di masyarakat terutama ekonomi kreatif. ITF

yang di dalamnya terdiri dari desainer berbagai bidang juga mendapatkan pengaruh dari Bekraf.

Menurut Dina Midiani, selaku ketua IFC regional Jakarta dan berada dalam tim ITF mengatakan bahwa kolaborasi yang terjadi dengan Bekraf memudahkan ITF menjangkau lapisan masyarakat, tidak hanya dalam IFC sendiri tetapi pada mahasiswa dan pengrajin yang dahulunya sulit di capai. IFC sebagai asosiasi fesyen besar di Indonesia yang cabang komunitasnya sudah tersebar di beberapa kota besar Jawa dan Bali memiliki tugas ‘secara tidak langsung’

yang artinya secara sukarela dalam meluaskan trend forecast yang dikeluarkan ITF. Perwujudan perluasan trend forecast ITF oleh IFC adalah para desainer di IFC menggunakan trend forecast yang dikeluarkan ITF dalam berbagai acara fesyen seperti MUFEST (Muslim Fashion Festival) acara yang diinisiasi oleh IFC nasional, Jakarta Fashion Trend, Bali Fashion Trend, Jogja Fashion Week, Malang Fashion Week, dan seminar – seminar yang diadakan ITF.

Design Sofie adalah jenama fesyen dari fesyen desainer Ahmad Sofiyulloh yang biasa dianggap Sofie yang sudah aktif dari 1997. Dia termasuk dalam tim ITF dari awal yang dahulu masih dalam naungan BD+A Design dan APPMI.

Sebagai bagian dari tim ITF dan IFC, Sofie merasa harus mendukung dan mempromosikan trend forecasting yang di hasilkan oleh ITF. Dalam mendukung ITF, Sofie menggunakan salah satu tema dari trend forecasting lalu dikombinasikan dengan karakternya sendiri. Desainer- desainer seperti Sofie sekaligus membuka referensi baru bagi para pelaku kreatif yang tidak mengerti cara mengaplikasikan tren yang dirumuskan menjadi produk.

Sofie adalah salah satu contoh desainer Indonesia dibawah naungan IFC yang menggunakan trend forecasting ITF.

Menurut Dina Midiani, trend forecast yang dirumuskan oleh ITF sudah dipakai dan diimplementasikan oleh desainer dalam

(13)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

komunitas IFC tetapi belum meluas ke desainer asosiasi lain dan desainer lepas.

Lanjutnya lagi, setiap desainer memiliki sisi egonya sendiri jika mengenai tren yang bukan dari asosiasi sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Megasandara, seorang desainer fesyen dari jenama Meg Contemporer yang mengatakan bahwa memiliki cara sendiri dalam melakukan tren untuk mengarahkan setiap koleksi terbarunya. Cara yang biasanya dilakukan Megasandra adalah dengan melihat acara seperti fashion week di Jakarta Fashion Week (JFW) dan Indonesia Fashion Week (IDFW) atau melihat referensi lewat majalah-majalah ternama fesyen seperti Vogue. Hal yang sama terjadi dengan jenama Nila Baharuddin, menurut Mira Evita, mahasiswa kriya tekstil UNS yang melakukan kerja praktek disana, proses penentuan koleksi melihat majalah- majalah ternama fesyen seperti Vogue dan runaway yang bisa diakses dari internet.

Kedua desainer tersebut mengetahui adanya institusi tren di Indonesia yaitu ITF, akan tetapi memilih untuk melakukan risetnya sendiri untuk koleksinya. Bisa dipahami bahwa trend forecasting memang belum bisa merasuk kedalam beberapa desainer yang mempunyai caranya sendiri dan Bekraf sebagai pemerintah tidak bisa memaksanya yang berarti Bekraf belum memiliki kuasa industri kreatif dibidang fesyen pakaian siap pakai (ready to wear) tetapi bisa merasuk ke dalam Industri kreatif yang baru memulai sebagai referensi. Walaupun begitu, menurut Dina Midiani, setiap desainer memang mempunyai cara pandang sendiri dalam mengkaji sebuah tren dan hal seperti itu tidak salah, tetapi jika yang mereka lihat adalah referensi dari runaway luar negeri, maka akan terlihat kesamaan kecenderungan dalam produknya dengan nama dan bentuk yang berbeda, karena kajian risetnya sama-sama mengacu pasar global hanya saja cara melakukan decoding yang berbeda.

Kolaborasi ITF dan Bekraf sama- sama membawa pebaharuan bagi setiap

instansi. Tren yang dilakukan ITF dinyatakan lebih meluas menurut tim ITF sendiri dan Bekraf juga meluaskan stimulus baru dalam referensi visual produk untuk para pelaku ekonomi kreatif.

Secara mikro, Menurut Dian permasari dan Dina Midiani, pengaruh ITF sudah besar dan diimplementasikan oleh para mahasiswa terutama di kota besar seperti Jakarta dan Bandung, kalangan desainer yang berada dalam naungan IFC, dan pengrajin yang mengikuti seminar dan loka karya yang diadakan oleh Bekraf dan ITF tetapi secara makro, Bekraf dan ITF masih terus berusaha untuk meluaskan pengaruhnya keseluruh Indonesia.

Meleburnya Bekraf dengan kemanparekraf pada tahun 2019 menyebabkan penurunan sikap dalam menyebarkan pengaruh ekonomi kreatif di Indonesia, sehingga diperlukan pekerjaan lebih untuk meluaskan cara pandang ekonomi kreatif ke seluruh Indonesia yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda dan ITF juga memiliki pekerjaan rumah untuk memasukan unsur lokal ke dalam decode trend sehingga ada nafas lokal dan berbeda dari institusi lain. Memiliki unsur lokal dapat meningkatkan rasa kepemilikan terhadap ciri khas yang dimiliki Budaya Indonesia.

PENUTUP

Manusia adalah makhluk dinamis yang memiliki kecenderungan untuk terus berubah seiring dengan perkembangan zaman. Ekonomi kreatif adalah salah satu ekonomi baru yang diusung sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi.

Ekonomi kreatif adalah salah satu produk ekonomi yang dicanangkan pemerintah dan menjadi Rencana Pengembangan sampai 2025.

Irvan Noe’man bersama timnya dan juga komunitas perancang mode APPMI mempunyai keresahan tentang produk Indonesia yang tidak memiliki nilai jual dan berjalan dengan statis. Hal ini dipengaruhi dengan pola pikir masyarakat Indonesia tentang proses produksi yang

(14)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

cenderung kurang inovasi karena terkurung dalam nafas tradisi. Seharusnya, nilai tradisi adalah nilai yang dipertahankan tetapi kemampuan pengrajin harus dibudidayakan dengan hasil kebaharuan sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai jual pada kebutuhan masyarakat. Jika nilai jual sudah ada, maka pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar pengrajin juga dapat sejahtera. Hal ini mendorong Irvan Noe’man beserta tim dan APPMI untuk bergerak membuat kajian tren yang bisa mendorong inovasi pengrajin dan UMKM karena akan sesuai dengan perkembangan manusia kedepannya. Akan tetapi, pada saat itu kajian tren masih dalam lingkup Fesyen dan belum meluas.

Memiliki pekerjaan rumah tentang hasil luaran tren yang belum meluas membuat tim tren yang diusung Irvan Noe’man meluaskan timnya dengan Isti Dhaniswari dan menamakan dirinya sebagai ITF. ITF sebagai asosiasi tren sudah melakukan trend forecasting sejak 2009 tetapi memiliki perkembangan luaran tren semenjak berkolaborasi dengan Bekraf pada tahun 2015 dan meluncurkan buku trend Greyzone 2017/2018. Trend forecasting yang dilakukan oleh ITF diharapkan menjadi cara pandang baru pada pengrajin atau UMKM dalam mengekplorasi visual untuk produknya dan menjadi nilai tambah sehingga laku dipasaran.

Cara kerja yang memasukan nilai tambah pada produknya dan menggerakan ekonomi adalah cara kerja ekonomi kreatif. Di Indonesia, ekonomi kreatif hadir pada departemen perdagangan pada tahun 2008 dan memiliki badan non- kementerian pada tahun 2015 yang bernama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Bekraf hadir sebagai wujud kepercayaan pemerintah terhadap perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia yang dapat memajukan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Visi, misi, dan tujuan Bekraf mengarah kepada kekuatan ekonomi baru di Indonesia yang

dapat mendorong produk Indonesia yang lebih unggul dan digermari pasar global.

Hal ini melandasi kolaborasi Bekraf dan ITF yang memiliki tujuan yang sama terutama dalam memajukan produk Indonsia dan memiliki nilai tambah produk untuk dapat laku dipasaran. Tren yang dihasilkan ITF bisa menjadi acuan para pelaku ekonomi kreatif sehingga produk yang dihasilkan memiliki inovasi dan unik.

Maka, Bekraf dengan tujuannya serta ITF dengan tujuannya berjalan bersama dalam mewujudkannya.

Dalam pengaruhnya, kebijakan memang tidak bisa hadir di masyarakat dengan waktu yang terbatas, terlebih leburnya Bekraf dalam Kemanparekraf pada tahun 2019 yang menyebabkan beberapa pekerjaan rumah Bekraf belum terpenuhi.

Dengan waktu yang sebentar sekitar satu periode Pemerintahan Presiden Joko Widodo, kebijakan Bekraf yang didukung oleh ITF memiliki pengaruh yang berbeda- beda terhadap pelaku ekonomi kreatif terutama subsektor fesyen. Hal ini memang dipengaruhi dengan rasa kekeluargaan komunitas dan tingginya masing-masing ego para desainer lainnya yang mempunyai cara pandang sendiri terharap tren yang dikeluarkan ITF dan Bekraf. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjadi langkah akhir bagi Bekraf dan ITF dalam meluaskan produk kajian tren pada masyarakat luas sehingga apa yang dicanangkan pemerintah dan tujuan awal ITF bisa terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Bhardwaj, Vertica dan Ann Fairhurst.

2010. The International Review of Retail, Distribution and Consumer Research. “Fast Fashion : Response to Changes in the Fashion Industri”.

Vol. 20 No. 1

Ghafur, Hanief Saha. 2012. “Relasi Kebudayaan dalam Kebijakan Publik dan Sistem Regulasi Negara.

Masyarakat, Kebudayan, dan Politik. Vol. 25 No. 4

(15)

CEJou Vol 2 No 2, September 2021 Nafisa Aninda, Setyawan

Dhaniswari, Isti., et al. 2018. Singularity Trend Forecast 19/20 Impulse.

Jakarta : Bekraf

Midiani, Dina., et al. 2018. Singularity Trend Forecast 19/20 Ready to Wear. Jakarta : Bekraf

Pan, Yue., dkk. 2015. “Fashion Thinking : Fashion Practices and Sustainable Interaction Design”. International Journal of Design. Vol. 9 No. 1 Permanasari, Dian., et al. 2018. OPUS

Creative Economy Outlook. Jakarta : Bekraf

Rahim, M.A. 2009. “Seni dalam Antropologi Seni”. Jurnal Imaji.

Vol. 5 No. 2

Vejlgaard, Henrik. 2008. Anatomy of a Trend. New York : McGraw – Hill Welters, Linda dan Abby Lillethun. 2018.

Fashion History : a Global View.

London : Bloomsbury Academic Zuska, Fikarwin. 2005. “Penghampiran

Antropologi Atas Kebijakan dan Kekuasaan (Berefleksi dari Kebijakan Otonomi Daerah)”. Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI. Vol. 1 No. 3

REFERENSI LAIN

Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 72.

2015. Peraturan Presiden (PERPRES) tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif. Jakarta : Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 70.

2019. Peraturan Presiden (PERPRES) tentang Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Jakarta : Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Referensi

Dokumen terkait