• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Dasar-Dasar Hukum Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Dasar-Dasar Hukum Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Dasar-Dasar Hukum Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana a) Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit” atau perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana biasanya disamakan dengan istilah delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum.

Delik tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut : “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”.13

Istilah lain dari Tindak Pidana atau strafbaar feit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa melanggar larangan tersebut.14

Menurut Simons, Tindak Pidana atau strafbaar feit merupakan

“suatu tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang yang

13 Depdikbud Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 , Jakarta, Balai Pustaka, 1989. Hal. 219

14 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2002, hlm.

71.

(2)

dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum”15

Pompe mengatakan jika tindak pidana secara teoritis dapat diartikan sebagai‚ pelanggaran norma yang dilakukan oleh seorang pelaku baik dengan sengaja atau tidak dengan sengaja, dimana pemberian hukuman kepada pelaku tersebut diperlukan, demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.16

b) Unsur-Unsur Tindak Pidana

Untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak pidana (strafbaarfeit).

Secara ringkas dapatlah disimpulkan bahwa unsur-unsur tindak pidana yaitu :

a) Subyek dari pelaku tindakan;

b) Kesalahan dari tindakan;

c) Bersifat melawan hukum dari tindakan tersebut;

d) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang- undang/ perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana; dan

15 Adami Chazawi, Op.Cit), hal. 72.

16 Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakri, 1997), hal 182

(3)

e) Tempat, waktu dan keadaan tertentu terjadinya suatu tindakan pidana.17

Tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya dapat dibedakan kedalam unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu :

a. Unsur-Unsur Subjektif

Yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif adalah unsur- unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya, dimana unsur-unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah sebagai berikut :

(1) Kesengajaan atau tidak kesengajaan (dolus atau culpa), (2) Maksud dari tindakan itu

(3) Jenis-jenis maksud atau oogmerk seperti yang tercantum didalam tindak pidana pencurian, penipuan, dan lain-lain

(4) Perbuatan yang direncakan terlebih dahulu seperti misalnya yang terdapat didalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kejahatan pembunuhan .

b. Unsur-unsur objektif

Definisi dari unsur objektif adalah unsur-unsur yang memiliki kaitan dengan keadaan tertentu, yaitu didalam keadaan-keadaan

17 Kanter.E.Y dan Sianturi.S.R, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya. Ctk.

ketiga, Storia Grafika, Jakarta, 2002.

(4)

mana tindakan dari pelaku tersebut itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari perbuatan tindak pidana yaitu :

a. Wederrechtelijkheid atau perbuatan tersebut melanggar hukum yang berlaku

b. Kualitas pelaku tindak pidana, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” pada kejahatan jabatan yang terdapat dalam Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” pada tindakan yang terdapat dalam pasal Pasal 398 KUHP, c. Kausalitas, yakni hubungan antara penyebab tindakan

tersebut dilakukan dengan akibat dari tindakan yang telah dilakukan tersebut.18

2. Tinjauan Tentang Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana a) Tinjauan Tentang Kesalahan

1) Pengertian Kesalahan

Beberapa ahli berpendapat mengenai definisi dari kesalahan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

(a) Menurut Simmons

Kesalahan adalah keadaan batin (physics) tertentu dari si seseorang yang melakukan kesalahan dan hubungannya antara keadaan batin seseorang yang melakukan kesalahan tersebut

18 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana : Bina Aksara, Jakarta, 1987. Hal 19

(5)

dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga seseorang tersebut dapat mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan.19 (b) Menurut Karni

Karni berpendapat,20 dan menggunakan istilah “salah dosa”

untuk menyebut “kesalahan”. Beliau mengatakan bahwa pengertian kesalahan mempunyai makna suatu celaan. Celaan ini pada dasarnya tanggung jawab terhadap suatu tindak pidana.

Kemudian dikatakan, bahwa jika perbuatan yang dilakukan tersebut mampu untuk dipertanggung jawabkan oleh pelaku , si pembuat harus mempertanggungjawabkan karena perbuatan yang telah dilakukan itu melawan suatu hak, perbuatan dari pelaku dilakukan baik dengan sengaja maupun dengan kelalaian.

b) Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana 1) Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Menurut bahasa asing, pertanggung jawaban pidana yaitu

“toereken-baarheid”, “criminal responsibility”, “criminal liability”, pertanggungjawaban pidana bermaksud untuk menentukan perbuatan dari seorang pelaku tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.21

Jadi, seseorang yang melakukan tindak pidana dapat dikenakan pidana tergantung pada dua hal, yang pertama yaitu

19 Moeljatno, Azaz-Azaz Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakata, 1985, hal.158

20 Soedarto, Hukum Pidana Jilid I A-B, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1975, hal. 4

21 S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cet. IV, Alumni Ahaem- Pateheam, Jakarta, 1996, hlm. 245.

(6)

terdapat tindakan yang bertentangan terhadap suatu aturan hukum, atau dengan kata lain, perbuatan tersebut unsur dari melawan hukum yang juga memenuhi unsur objektif dari tindak pidana. Kemudian yang kedua pelaku dari tindakan tersebut memenuhi unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya jadi ada unsur subjektif. Roeslan Saleh, berpendapat tentang pertanggungjawaban pidana bahwa:

“Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal apakah dia dalam melakukan perbuatan itu memang mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan dipidana”22

Pertanggungjawaban pidana merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.23

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi mengemukakan bahwa seseorang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar), atas tindakannya apabila memenuhi:

a) Keadaan Jiwanya

(1) Tidak terdapat suatu penyakit permanen atau sementara (temporair);

(2) pertumbuhan dari jiwanya tidak terdapat suatu cacat (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya),

(3) Dalam keadaan sadar

22 Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 75.

23 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana dalam Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cet. II, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 68.

(7)

b) Kemampuan Jiwanya

(1) Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

(2) Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan (3) Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan

tersebut.24

2) Jenis-Jenis dari Pertanggungjawaban Pidana

Widiyono berpendapat bahwa terdapat jenis dari pertanggungjawaban pidana, yaitu sebagai berikut :

a) Tanggung jawab terhadap individu.

Setiap orang ataupun setiap individu pasti dapat bertanggungjawab jika mereka yang mengetahui akibat dari perbuatan yang telah dilakukan. Orang atau individu yang tidak mengakui bahwa setiap individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya, tidak mampu untuk memaknai martabat individu tersebut dan tidak mengenali hakikat dari kebebasan.

b) Tanggung jawab dan kebebasan.

Tanggungjawab dan kebebasan tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Seseorang yang bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan hanyalah orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa tekanan dari pihak lain

c) Tanggung jawab sosial.

Tanggungjawab sosial dianggap sebagai bentuk tanggung jawab khusus, posisinya lebih dari tanggungjawab secara umum.

Namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada,

24 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cet.

III, Storia Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 249.

(8)

tanggungjawab sosial dan solidaritas muncul dari tanggungjawab pribadi.

d) Tanggung jawab terhadap orang lain.

Seseorang atau setiap individu mempunyai kemungkinan untuk memiliki tanggung jawab terhadap orang lain dan di situasi tertentu, dan juga memiliki kewajiban moral atau hukum untuk bertanggungjawab terhadap orang lain pada situasi tertentu.25 Contohnya adalah tanggung jawab seorang ayah terhadap keluarganya, yaitu mencari dan memberi nafkah kepada keluarganya.

3. Tinjauan Tentang Pemidanaan a. Pengertian Pemidanaan

Menurut pendapat Simons, pemidanaan itu sendiri merupakan sebuah penderitaan yang diatur oleh aturan hukum pidana karena seseorang melanggar terhadap sebuah aturan atau norma, dan dinyatakan bersalah oleh suatu putusan hakim.26

Pemidanaan atau Pidana di satu sisi tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan penderitaan kepada pelanggar atau membuat jera, tetapi di sisi yang lain juga agar membuat pelanggar dapat kembali hidup bermasyarakat sebagai layaknya.27

25 Widiyono, Wewenang Dan Tanggung Jawab, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 27.

26 P.A.F. Lamintang, Hukum Panitensier Indonesia, Armico, Bandung. 1984, hlm. 35.

27 Tolib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Panitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung. 2010, hlm 21.

(9)

Menurut Sudarto, tujuan pemidanaan pada hakikatnya merupakan tujuan umum negara. Sudarto berpendapat bahwa terdapat tujuan pemidanaan yang lebih lanjut, yaitu :

1) Memberikan rasa takut agar sesorang agar tidak melakukan tindakan kejahatan (general preventie) maupun memberikan rasa takut terhadap orang yang pernah berbuat kejahatan melakukan kejahatan lagi (special preventie);

2) Memberikan pengertian atau mendidik orang-orang yang sudah melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik, sehingga diterima oleh masyarakat dan bermanfaat bagi masyarakat;

3) Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman negara, masyarakat, dan penduduk, yakni :

(1) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat yang berbudi baik dan berguna (2) Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh

tindak pidana.28

b. Teori Tujuan Pemidanaan

Tujuan hukum pidana dapat tercapai apabila menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Pidana itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu penderitaan yang telah disengaja dijatuhkan oleh negara kepada seseorang yang melakukan suatu tindak pidana. Teori yang relevan terhadap penulisan hukum ini adalah:

1) Teori Retribusi

Pada teori ini bahwa pemidanaan dipandang sebagai akibat nyata/ mutlak yang harus diberikan sebagai suatu pembalasan terhadap pelaku tindak pidana. Sanksi pidana digambarkan

28 Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 83

(10)

sebagai suatu pemberian sebuah derita kepada seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana.29

2) Teori Deterrence

Teori ini memandang jika terdapat tujuan lain dari pemidanaan yang lebih bermanfaat dari sekedar pembalasan, yaitu tujuan yang lebih bermanfaat.30 Muladi dan Barda Nawawi Arif mengemukakan jika, pidana seharusnya dijatuhkan bukan karena orang tersebut melakukan kejahatan melainkan agar orang jangan melakukan suatu tindak kejahatan.31

3) Teori Rehabilitasi

Konsep dari teori ini sering dimasukkan dalam sub kelompok deterrence karena hamper sama, meskipun sesungguhnya teori rehabilitasi merupakan sebuah alasan penjatuhan pidana yang beda dengan pandangan dari teori deterrence. Jika tujuan utama dari teori deterrence merupakan

melakukan tindakan preventif atau pencegahan terhadap terjadinya tindak kejahatan, maka teori rehabilitasi ini lebih berfokus untuk memperbaiki pelaku tindak pidana. 32

4) Teori Reparasi, Restitusi dan Kompensasi.

Teori reparasi ini bisa diartikan sebagai tindakan untuk mengganti suatu kerugian yang diakibatkan dari sesuatu yang dinilai salah. Semenatara teori restitusi ini diartikan sebagai

29 Eva Achjani Zulfa, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, Lubuk Agung, Bandung. 2011, hlm. 51.

30 Ibid. hlm. 54.

31 Tolib Setiady, op.cit. hlm. 56

32 Eva Achjani Zulfa, op.cit. hlm. 56.

(11)

memperbaiki hal yang khusus berkaitan dengan suatu kepemilihan atau status. Teori kompensasi bisa diartikan sebagai pembayaran atas kerusakan atau perbuatan lain yang telah dilakukan dan yang diperintahkan pengadilan kepada orang yang terbukti melakukan kerusakan tersebut.33

c. Bentuk-Bentuk Pemidanaan

KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi 2 kelompok, antara pidana pokok dengan pidana tambahan: 34

Pidana Pokok terdiri dari:

1) Pidana mati 2) Pidana penjara 3) Pidana kurungan 4) Pidana denda

5) Pidana tutupan (ditambahkan berdasarkan UU No. 20 Tahun 1946).

Pidana Tambahan terdiri dari:

1) Pencabutan hak-hak tertentu.

2) Perampasan barang-barang tertentu.

3) Pengumuman keputusan hakim.

33 Ibid

34 Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H., dan DR. HJ. Nur Azisa, S.H., M.H., Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makasar, 2016, Hlm. 87

(12)

B. Tinjauan Umum Tindak Pidana Suap 1. Pengertian Tindak Pidana Suap

Suap dalam bahasa Indonesia adalah upeti, upeti berasal dari kata Utpatti yang dalam bahasa Sansakerta yang berarti bukti kesetiaan. Menurut sejarah upeti adalah suatu bentuk persembahan dari adipati atau raja-raja kecil kepada raja penakluk, dalam budaya birokrasi di Indonesia ketika kebanyakan pemerintah masih menggunakan sistem kerajaan yang kemudian dimanfaatkan oleh penjajah Belanda.35

Menurut teminologi, suap berasal dari kata briberie (Perancis) yang artinya adalah ’begging’ (mengemis). Dalam bahasa Latin disebut briba, dalam perkembangannya briba bermakna ’sedekah’ (alms), ’blackmail’

(pesan gelap), atau ’extortion’ (pemerasan) dalam kaitannya dengan ’gifts received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah

yang diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau korup).36 Menurut Qordhawi, suap adalah pemberian sesuatu kepada seseorang yang mempunyai suatu kekuasaan atau jabatan yang bertujuan supaya menyukseskan suatu perkara dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan apa yang pemberi inginkan”37

Sedangkan menurut Wiyono, suap adalah sebuah tindakan yang dilakukan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya,

35 Ahmad Lutfi Abdillah, Suap-Menyuap dalam Pengadilan/Pejabat Negara, www.kompasiana.com, diakses pada 29 November 2019.

36 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 132.

37 Qordhawi, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana, Armico, Bandung, 1997,hlm. 81.

(13)

dan membujuk untuk merubah otoritas demi keuntungan orang yang memberikan uang atau jasa atau perjanjian khusus sebagai kompensasi sesuatu yang diinginkan38

Dapat ditarik kesimpulan bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupuan barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap. Suap merupakan sebuah tindakan yang mengakibatkan kerugian dipihak lain, atau dengan kata lain adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu dengan merekayasa dan membayar sejumlah uang, sehingga dalam hal ini ada penyimpangan yang terjadi, baik dalam prosedur dan tatanan struktur sosial kemasyarakatan, yang mengakibatkan adanya pihak yang dirugikan.

2. Pengaturan Tindak Pidana Suap

a. Pasal 209 Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:

Pengaturan tindak pidana suap diatur dalam pasal 209 ayat (1) Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 Tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:

38 Ibid.

(14)

“Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud untuk membujuknya supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertenttangan dengan kewajibannya

2. Barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat oleh sebab atau karena pejabat itu dalam jabatannya sudah melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya”39

b. Undang-Undang No 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap Tindak pidana suap juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, disebutkan bahwa

1) Pasal 2 berbunyi:

“Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belasjuta rupiah).”

Jadi, menurut pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980, setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada orang lain yang tujuannya membujuk agar orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu pada pekerjaannya atau tugasnya, dimana perbuatan itu berlainan dengan kewenangan atau kewajiban yang menyangkut kepentingan umum, dapat dikenakan pidana karena

39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(15)

telah melakukan suap dengan pidana penjara selamanya 5 tahun dan pidana denda sebanyaknya Rp 15.000.000

2) Pasal 3 berbunyi :

“Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).”40

Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980, setiap orang yang menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang perbuatan itu berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selamanya 3 tahun dan denda sebanyaknya Rp 15.000.000

c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi

Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menjelaskan tentang definisi perbuatan suap yang merugikan perekonomian negara dan keuangan negara.

Dalam pasal 2 ayat (1) ini disebutkan bahwa :

“ (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur

40 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap

(16)

hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”41

Maksudnya adalah, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan keuangan negara, dapat dikenakan hukuman pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Suap

Dalam suatu tindak pidana, terdapat unsur subyektif dan unsur obyektif.

Tindak pidana suap juga memiliki unsur subyektif dan unsur obyektif jika dilihat dari pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, yang mana dapat dijelaskan seperti berikut:

a) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980

“Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belasjuta rupiah).”42

1) Unsur Subyektifnya adalah : - Barangsiapa

41 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

42 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap

(17)

- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang - Dengan maksud

- Untuk membujuk supaya orang itu berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya

2) Unsu Obyektifnya adalah :

- Yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya

- Yang menyangkut kepentingan umum b) Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980

“Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah”43

1) Unsur Subyektifnya adalah : - Barangsiapa

- Menerima sesuatu atau janji

- Sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga - Bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan

supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya

2) Unsur Obyektifnya adalah :

43 Ibid.

(18)

- Yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya

- Yang menyangkut kepentingan umum 4. Modus dan Tipe Tindak Pidana Suap

a. Modus Tindak Pidana Suap

Modus dari tindak pidana suap bisa dilakukan dengan berbagai cara.

Biasanya tindakan suap ini dilakukan secara diam-diam atau bahkan menggunakan kode tertentu, yakni :

1) Melakukan transaksi suap di luar negeri.

2) Menyediakan fasilitas untuk berpelisir kepada pejabat dan keluarganya yang telah memberikan kemudahan.

3) Menggunakan komunikasi simbol untuk menyamarkan aksi penyuapan.

4) Menyediakan wanita atau laki-laki penghibur lengkap dengan fasilitas hotelnya.

5) Pemberian fasilitas pribadi.44 b. Tipe Tindak Pidana Suap

Perbuatan suap tidak terikat persepsi dengan setelah terjadi suatu pemberian hadiah atau uang, namun dengan dilakukannya pemberian janji saja sudah termasuk obyek tindak pidana suap Tindak pidana suap terdiri dari dua jenis yaitu sebagai berikut:

44 Russel Butarbutar, Modus Operandi dan Pertanggungjawaban Pidana Suap Korporasi, jurnal.unpad.ac.id diakses pada 10 Desember 2019

(19)

1) Penyuap Aktif

Penyuap aktif yaitu pihak yang memberikan atau menjanjikan sesuatu, baik berupa uang atau barang. Penyuapan ini terkait dengan sikap batin subjek hukum berupa niat (oogmerk) yang bertujuan untuk menggerakkan seseorang agar ia dalam tugasnya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

2) Penyuap Pasif

Definisi dari penyuapan berbentuk pasif adalah pihak yang menerima pemberian ataupun juga janji, baik berupa barang maupun uang .

C. Tinjauan Tentang Sepakbola dan Sistem Sepakbola di Indonesia 1. Pengertian Sepakbola

Secara etimologi, arti sepakbola berasal dari dua kata yakni “sepak”

dan “bola”. Sepak atau menyepak dapat diartikan sebagai menendang dengan menggunakan kaki. Sedangkan maksud “bola” yaitu alat yang berbentuk bulat dan terbuat dari kulit atau bahan sejenisnya.

Pengertian sepakbola adalah suatu permainan yang dilakukan cara menendang bola dengan menggunakan kaki dengan sasaran gawang dan bertujuan untuk memasukkan bola ke gawang lawan.Permainan sepakbola dilakukan dengan melalui 2 babak. Dimana setiap babak memiliki waktu 45 menit. Waktu istirahat di babak pertama dan kedua adalah 15 menit.45

45 Mas Min, Materi Sepakbola : Pengertian, Sejarah, Teknik, dan Peraturan Permainan Sepakbola, www.pelajaran.co.id , diakses pada 1 Desember 2019

(20)

Muhajir mendefenisikan pengertian dari sepak bola dengan suatu permainan pada suatu lapangan yang dilakukan dengan menendang bola, yang bertujuan untuk memasukkan bola kegawang lawan dan mempertahankan gawang timagar tidak kemasukan bola oleh pemain lawan.

Sedangkan menurut Joko Subagyo Irianto, sepak bola adalah sebuah permainan yang dilakukan dengan cara menendang sebuah bola yang diperebutkan oleh pemain dari dua tim yang berbeda dengan tujuan memasukan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang sendiri agar tidak kemasukan bola.46

2. Aturan Permainan Sepakbola

Setiap satu tim sepak bola diisi oleh 1 penjaga gawang, 2-4 pemain bertahan, 2-5 pemain tengah, dan 1-3 penyerang. Dalam sebuah tim juga terdapat seorang kapten yang memiliki tugas untuk memimpin tim dan berkoordinasi dengan pelatih pada saat pertandingan, biasanya kapten ditandai dengan armband untuk menandakan bahwa ia merupakan kapten pada tim tersebut.

Kiper atau penjaga gawang adalah pemain dalam sebuah tim sepak bola yang dapat memegang bola dengan menggunakan tangan untuk menghadang bola yang berasal dari serangan lawan masuk ke gawang karena penjaga gawang bertugas menjaga gawang agar tidak kemasukan bola

46 Ibid.

(21)

Bek atau pemain bertahan adalah pemain yang memiliki tugas untuk menghalangi atau menutup gerak pemain tim lawan yang akan menendang bola ke gawang tim.

Gelandang atau midfielder adalah pemain yang memiliki tugas untuk mengatur permainan dan membantu peran bek dan striker dalam sebuah tim sepakbola.

Pemain sayap (winger) adalah pemain yang memiliki peran tugas di sisi kanan ataupun kiri lapangan sepakbola guna membantu serangan tim sepakbola.

Striker atau penyerang adalah pemain yang memiliki peran untuk mencetak gol ke gawang lawan.

3. Pelanggaran Permainan Sepakbola

Jika seorang pemain sepak bola telah melakukan pelanggaran, maka wasit atau pengadil dapat memberikan peringatan kepada pemain tersebut dengan kartu kuning sebagai peringatan atau kartu merah. Kartu peringatan tersebut akan diberikan kepada pemain yang melakukan pelanggaran dan wasit atau pengadil akan menulis nama pemain tersebut dalam sebuah buku.

Kartu kuning bermakna sebagai peringatan terhadap pelanggaran seperti bermain secara tidak sportif, terus-menerus melanggar peraturan pertandingan, berselisih dengan pemain lawan, sengaja mengulur waktu pertandingan, keluar-masuk lapangan pada saat pertandingan tanpa adanya persetujuan wasit.

Jika suatu pemain telah mendapat 2 kartu kuning, maka pemain tersebut akan diberi kartu merah dan harus keluar dari lapangan pada saat

(22)

pertandingan tanpa dapat digantikan oleh pemain lainnya. Tindakan dari pemain yang biasanya dapat diberi kartu merah yaitu tindakan pelanggaran berat yang dapat membahayakan cedera parah pada pemain tim lawan, meludah, melakukan tindak kekerasan, menyentuh bola dengan sengaja untuk mencegah gol kecuali penjaga gawang, dan masih banyak lagi.47

4. Jenis-Jenis Pertandingan Sepakbola di Indonesia

Pengertian pertandingan adalah kegiatan dalam cabang olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan prestasi dalam bentuk fisik yang saling berhadapan satu sama lain. Definisi pertandingan sepakbola menurut penulis adalah kegiatan dalam olahraga sepakbola yang melibatkan dua tim sepakbola untuk saling berhadapan satu sama lain yang tujuannya adalah meraih prestasi.

Pertandingan sepakbola di Indonesia sebenarnya sangatlah banyak namun jika dikhususkan menurut wilayah, terdapat 3 macam jenisnya yaitu:

A. Kompetisi Sepakbola Nasional

Kompetisi sepakbola nasional, merupakan kompetisi pertandingan sepakbola yang terselenggara untuk seluruh tim yang berada di Indonesia. Kompetisi sepakbola nasional di Indonesia dibagi lagi menjadi tiga divisi, yaitu liga1, liga2, dan liga3. Kompetisi sepakbola nasional diselanggarakan oleh PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang bergulir kurang lebih selama 1 tahun setiap kompetisinya.

47 Ibid.

(23)

B. Kompetisi Sepakbola Regional

Kompetisi sepakbola regional merupakan kompetisi pertandingan sepakbola yang disenggelerakan oleh setiap masing-masing regional daerah. Contohnya adalah Kejuaraan Provinsi Sepakbola. Kejuaran provinsi ini diselenggarakan dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi.

Kompetisi ini selalu ada setiap tahunnya, tergantung pemerintah provinsi hendak menyelenggarakan kompetisi tersebut atau tidak.

C. Kompetisi Sepakbola Lokal

Kompetisi sepakbola lokal biasanya terselenggara dalam satu lingkup kota atau kabupaten. Contohnya adalah Malang Footbal League dan Bandung Footbal League. Kedua kompetisi tersebut bergulir di masing-masing daerahnya dan dikelola oleh pihak swasta dan sponsor.

D. Pelanggaran Hukum dalam Sepakbola di Indonesia 1. Tawuran Antara Suporter Klub Sepakbola

Tawuran adalah bentuk perkelahian antar kelompok yang dilakukan antara dua kelompok atau lebih. Tawuran antar supporter klub sepakbola di Indonesia sangat sering terjadi. Hal ini diakibatkan karena fanatisme tinggi yang tidak terkontrol. Akibatnya, sering terjadi tawuran antar supporter klub di Indonesia. Rivalitas antara dua klub juga menjadi faktor terjadinya tawuran tersebut. Rivalitas yang paling tinggi adalah antara klub Persija Jakarta dan Persib Bandung. Kedua supporter klub tersebut yaitu “The Jack”

untuk Persija Jakarta dan “Bobotoh/Viking” untuk klub Persib Bandung.

The Jack dan Bobotoh seringkali melakukan tawuran sampai menimbulkan korban jiwa.

(24)

2. Pengrusakan Fasilitas Umum

Pengrusakan fasilitas umum biasanya juga dilakukan oleh supporter klub sepakbola di Indonesia. Supporter biasnya membakar stadion, merusak pagar stadion, dan melakukan pengrusakan lainnya. Hal ini terjadi lantaran bentuk dari kekecewaan supporter terhadap klub yang dibelanya ketika klub tersebut mengalami kekalahan dalam suatu pertandingan sepakbola.

3. Ujaran Kebencian

Dalam pertandingan sepakbola, biasanya terdapat supporter yang selalu mendukung tim kesayangannya dengan berbagai cara. Biasanya mereka melakukan nyanyian untuk membakar semangat pemain klub yang didukungnya.

Namun biasanya supporter tersebut juga menyanyikan lagu buatannya yang bertujuan untuk menjatuhkan mental lawan klubnya. Lagu tersebut terdapat ujaran kebencian yang bisa digunakan untuk menjatuhkan mental lawan klubnya.

4. Pengaturan Skor (Matchfixing)

Pengaturan skor terkadang disebut juga manipulasi pertandingan atau match manipulation yang berarti menghapus ketidakpastian hasil suatu pertandingan, atau dengan kata lain hasil pertandingan sudah dapat ditentukan. Pengaturan skor sepakbola atau Match fixing yaitu sebuah pertandingan sepakbola yang sudah diatur sehingga kita bisa mengetahui hasil akhirnya bahkan sebelum pertandingan dimulai. Matchfixing atau pengaturan skor biasanya dilakukan dengan cara memberikan sejumlah

(25)

uang kepada wasit, atau pemain lawan yang bertujuan untuk memenangkan pihak yang telah memberikan uang tersebut itu tadi.48

5. Perjudian yang Terdapat Dalam Lingkup Sepakbola

Perjudian merupakan salah satu tindak pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Masalah perjudian sudah menjadi penyakit akut masyarakat. Sekarang ini, perjudian dalam konteks menggunakan pertandingan sepakbola sudah sering dijumpai. Iklan tentang judi bola juga sudah banyak ditampilkan di internet. Banyak orang yang melakukan judi bola melalui internet karena menurut mereka sangatlah aman ketika bermain judi melalui internet. KUHP pasal 303 ayat (3) KUHP menyatakan bahwa Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Ancaman pidana perjudian sebenarnya sudah cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak- banyaknya Rp. 25.000.000,00 (Dua puluh lima juta rupiah).

48 Kang Odon, Apa itu Pengaturan Skor Matchfixing, www.beritabola.win, diakses pada 2 Desember 2019

(26)

E. Tinjauan Tentang Satuan Tugas Anti Mafia Bola 1. Sejarah Berdirinya

Terbentuknya Satuan Tugas Anti Mafia Bola merupakan respon dari permasalahan skandal pengaturan skor yang terjadi di Indonesia. Satgas itu sendiri dibentuk sesuai instruksi Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.

Satgas Anti Mafia Bola dipimpin oleh Brigjen Pol Hendro Pandowo dan mempunyai wakil yaitu Brigjen Pol Krisna Murti Satgas Anti Mafia Bola beranggotakan 145 orang dan resmi terbentuk pada 21 Desember 2018.49 2. Tugas dan Wewenang

Tugas dai Satgas Anti Mafia Bola adalah mengawasi dan menyelidiki dugaan kasus pengaturan skor yang terjadi di Indonesia. Tugas yang lain juga mengumpulkan data terkait dugaan kasus pengaturan skor, selain itu tugas satgas anti mafia bola yang lain adalah menerima laporan terkait dugaan kasus pengaturan skor di Indonesia

3. Program Kerja

Program kerja dari satgas anti mafia bola yaitu mengawasi setiap jalannya pertandingan sepakbola di Indonesia, agar kasus pengaturan skor tidak terjadi guna menciptakan pertandingan sepakbola yang bersih dan sportif dari seluruh elemen masyarakat di Indonesia.

49 Yosea Arga Pramudita, Polri Bentuk Satgas Anti Mafia Bola, www.suara.com, diakses pada 3 Desmber 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya siswa menyatakan bahwa dengan belajar kelompok, siswa lebih mudah memahami materi pelajaran yang sedang dibahas, pada umumnya siswa menyatakan bahwa

Aktivitas Unsur Radionuklida dalam Air Pendingin Primer (Bq/liter) yang diambil dari sedotan pompa benam. Radionuklida terdeteksi merupakan radionuklida dengan waktu

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Penelitian yang dilakukan Wijaya dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2005 menemukan bahwa prevalensi depresi pada pasien Penyakit Ginjal

Dari 23 hotel yang mau berpartisipasi dalam pengisian kuesioner, ada 6 hotel yang tidak mengembalikan kuesioner, sehingga responden yang menjadi objek penelitian ini adalah

Kajian ulang mengenai kualitas kayu-kayu yang tumbuh di Indonesia (dalam hal ini kayu yang digunakan Joko Kuncoro dalam membuat biola antara lain: kayu sungkai, kayu pinus dan

Berdasarkan hasil penelitian dan manfaat yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut 1) Perlu dilakukan penelitian lanjutan