• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN KATA SAPAAN OLEH SISWA TUNARUNGU DALAM PERISTIWA TUTUR :Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN KATA SAPAAN OLEH SISWA TUNARUNGU DALAM PERISTIWA TUTUR :Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KATA SAPAAN OLEH SISWA TUNARUNGU DALAM PERISTIWA TUTUR

(Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh

Feni Hermayanti 0800909

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENGGUNAAN KATA SAPAAN OLEH

SISWA TUNARUNGU DALAM

PERISTIWA TUTUR

(Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung)

Oleh Feni Hermayanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Feni Hermayanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

FENI HERMAYANTI 0800909

PENGGUNAAN KATA SAPAAN OLEH SISWA TUNARUNGU DALAM PERISTIWA TUTUR

(Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Hj. Tati Hernawati, M. Pd NIP. 19630208 198703 2 001

Pembimbing II

Drs. Sunaryo, M. Pd NIP. 19560722 198503 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus

(4)

ABSTRAK

PENGGUNAAN KATA SAPAAN OLEH SISWA TUNARUNGU DALAM PERISTIWA TUTUR

(Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung)

Oleh: Feni Hermayanti (0800909)

Keterampilan penggunaan kata sapaan dalam peristiwa tutur merupakan bagian dari keterampilan berkomunikasi. Penggunaan kata sapaan dalam peristiwa tutur harus memperhatikan aturan-aturan dalam penggunaannya. Berdasarkan studi pendahuluan di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung, siswa yang berada di jenjang SMPLB diindikasi masih keliru dalam penggunaan kata sapaan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan kata sapaan oleh siswa tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek dalam penelitian ini adalah Siswa K dan D, yang duduk di kelas tujuh dan delapan SMPLB. Hasil penelitian menunjukkan perbendaharaan yang dimiliki kedua subjek meliputi empat bentuk kata sapaan seperti kata ganti orang kedua, nama diri, kata kekerabatan dan zero. Kata ganti orang keduanya yaitu kamu. Siswa D memiliki kata kekerabatan seperti bapak, ibu, mamah, papah, kakak, adik, uak, bibi, om, tante, kakek dan nenek, sedangkan K bentuk kata sapaan uak dan kakek tidak terlihat. Penggunaan kata sapaan kamu, nama diri, dan tanpa kata sapaan kedua subjek tidak memperhatikan aturan penggunaannya. Siswa pun lebih sering tidak menggunakan kata kekerabatan ibu/bapak kepada guru di sekolah. Dalam penggunaan kata kekerabatan di lingkungan rumah, kedua subjek sudah tepat. Dukungan yang diberikan oleh orangtua adalah membiasakan, memberi contoh, dan mengoreksi. Dukungan dari sekolah yaitu menerapkan senyum, salam, sapa, sopan dan santun yang dikenal dengan program 5S. Bertolak dari hasil penelitian, peneliti menyarankan antara orangtua dan guru meluangkan waktunya untuk saling berkoordinasi mengenai perkembangan non akademik. Dan untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode yang berbeda agar meningkatkan kesadaran penggunaan kata sapaan.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Konsep Dasar Kata Sapaan ... 8

B. Bentuk Kata Sapaan ... 9

C. Penggunaan Kata Sapaan dalam Peristiwa Tutur... 10

D. Konsep Dasar Tunarungu ... 14

E. Klasifikasi Tunarungu ... 15

F. Penyebab Ketunarunguan... 17

G. Dampak Ketunarunguan... 19

(6)

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Subjek dan Tempat Penelitian ... 23

B. Metode Penelitian... 24

C. Penjelasan Istilah ... 25

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Instrumen Penelitian... 28

F. Pengujian Keabsahan Data ... 30

G. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

1. Perbendaharaan Kosa Kata Sapaan Siswa Tunarungu ... 33

2. Kemampuan Penggunaan Kata Sapaan Siswa Tunarungu ... 39

3. Dukungan Lingkungan Keluarga Dan Sekolah Terhadap Penggunaan Kata Sapaan Siswa Tunarungu... 46

B. Pembahasan ... 51

1. Perbendaharaan Kosa Kata Sapaan Siswa Tunarungu ... 51

2. Kemampuan Penggunaan Kata Sapaan Siswa Tunarungu ... 53

3. Dukungan Lingkungan Keluarga Dan Sekolah Terhadap Penggunaan Kata Sapaan Siswa Tunarungu... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Manusia sebagai makhluk sosial, dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki yaitu keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal. Untuk dapat berkomunikasi, manusia dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Ketika berkomunikasi, seseorang perlu memperhatikan banyak hal, salah satunya yaitu kata sapaan. Seperti yang dikemukakan Tarigan (2009:31-33) untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain maka ada empat hal dalam kompetensi komunikatif yang harus dikuasai, salah satunya yaitu:

...(b) pengetahuan mengenai kaidah-kaidah berbicara (yaitu mengetahui bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan-percakapan, mengetahui topik-topik apa yang mungkin dibicarakan dalam berbagai tipe peristiwa bicara, mengetahui bentuk-bentuk sapaan yang seharusnya dipakai kepada orang-orang teman kita berbicara dan dalam berbagai situasi);...

(8)

berguna bagi siswa tunarungu untuk bekal bersosialisasi di lingkungan masyarakat.

Kata sapaan memiliki beragam bentuk yang berbeda-beda, karena harus memperhatikan lawan tutur, situasi dan sifat hubungan antar penutur. Seperti yang diungkapkan oleh Sumampouw (Rahmania, 2009: 1) sistem sapaan Bahasa Indonesia memiliki terlalu banyak pilihan kata yang dapat digunakan untuk menyapa orang. Ragam bentuk kata sapaan ada delanpan yaitu:

Kata ganti (kamu, engkau, kita dan sebagainya); nama diri (nama orang yang terlihat dalam suatu percakapan); kata kekerabatan (bapak, ibu, kakak, dan sebagainya); bentuk nominal + ku (Tuhanku, kekasihku, dan lain-lain); kata deiksis (situ, sini); bentuk pe-verbal (pembaca, penonton, pendengar, dan sebagainya); nomina lain (tuan, nyonya, nona, dan sebagainya) dan tanpa kata sapaan yang disebut zero () (Kridalaksana 1982:14-15).

Maka, seseorang harus memiliki perbendaharaan kata sapaan terlebih dahulu untuk menunjang kemampuan penggunaan kata sapaan, termasuk pada siswa tunarungu.

Pemilihan bentuk-bentuk kata sapaan yang tepat sangatlah penting. Bentuk kata sapaan yang dipilih dan digunakan dalam peristiwa tutur mengandung nilai simbol tertentu. Nilai simbol tersebut dipengaruhi oleh keberagaman budaya dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Menurut Fishman (Purwa, 2003:13) nilai simbol dalam penggunaan kata sapaan adalah „nilai yang dilambangkan dengan penggunaan bentuk-bentuk kebahasaan-- termasuk pula bentuk sapaan--antara lain, sikap dan perasaan hormat terhadap pihak yang disapa‟. Jika seseorang tidak memperhatikan nilai simbol dan norma yang berlaku dalam penggunaan kata sapaan, maka akan berdampak negatif pada pencitraan orang tersebut.

(9)

berinteraksi dan berkomunikasi. Kemiskinan bahasa dan sulitnya memahami bahasa sering menyebabkan anak tunarungu salah penafsiran terhadap sesuatu yang dilihatnya.

Siswa tunarungu juga merupakan makhluk sosial dan pelaku bahasa, yang memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut siswa tunarungu memerlukan keterampilan berkomunikasi. Siswa tunarungu juga dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Untuk dapat berkomunikasi, siswa tunarungu dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Ketika berkomunikasi, siswa tunarungu juga perlu memperhatikan banyak hal, salah satunya yaitu kata sapaan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Cicendo Kota Bandung, peneliti menemukan permasalahan dibidang komunikasi, khususnya penggunaan kata sapaan. Penggunaan kata sapaan sendiri terdapat dalam kurikulum Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) kelas I, pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu nomor 2.2, yang menyatakan bahwa siswa dituntut untuk mampu menyapa orang lain dengan menggunakan kalimat sapaan yang tepat dan bahasa yang santun dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar secara lisan dan/atau isyarat.

(10)

tunarungu, seharusnya siswa SMPLB telah menguasi penggunaan kata sapaan dan mampu mengaplikasikan dalam bertutur sapa dengan lawan tutur. Pada hakikatnya setiap anak memiliki potensi untuk dapat menggunakan kata sapaan yang tepat, tidak terkecuali siswa tunarungu. Dengan penyajian materi penggunaan kata sapaan yang mudah dipahami dan didukung oleh lingkungan keluarga pula yang memperhatikan perkembangan penggunaan kata sapaan siswa, tentu siswa akan mampu menggunakan kata sapaan yang tepat dalam berkomunikasi.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, keterampilan penggunaan kata sapaan marupakan salah satu keterampilan yang perlu dimiliki setiap orang, begitupun bagi siswa tunarungu. Keterampilan penggunaan kata sapaan merupakan modal untuk mengawali suatu pembicaraan atau peristiwa tutur, baik di lingkungan tunarungu maupun di lingkungan masyarakat yang mendengar. Kondisi yang dialami oleh siswa tunarungu sering menjadi faktor penghambat ketika berkomunikasi dengan menggunakan kata sapaan, sehingga siswa tunarungu kurang memperhatikan aturan-aturan dalam memilih bentuk kata sapaan yang akan digunakan. Jika keterampilan penggunaan kata sapaan tidak diperhatikan oleh siswa tunarungu SMPLB, yang seharusnya sudah mampu membangun pengetahuan yang telah didapat dan diterapkan dalam kehidupannya sekarang, maka akan berdampak pada pencitraan yang negatif bagi dirinya.

(11)

yang sebenarnya. Maka disusunlah suatu judul penelitian sebagai berikut: “PenggunaanKata Sapaan oleh Siswa Tunarungu dalam Peristiwa Tutur”.

B.Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, fokus penelitian ini adalah “bagaimana penggunaan kata sapaan oleh siswa tunarungu dalam peristiwa tutur?”, yang selanjutnya disusun ke dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perbendaharaan kosa kata sapaan siswa tunarungu? 2. Bagaimana kemampuan penggunaan kata sapaan siswa tunarungu?

3. Bagaimana dukungan lingkungan keluarga dan sekolah terhadap penggunaan kata sapaan siswa tunarungu?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu ingin mengetahui bagaiman penggunaan kata sapaan oleh siswa tunarungu SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung.

Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk memperoleh gambaran mengenai perbendaharaan kosa kata sapaan siswa tunarungu.

b. Untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan penggunaan kata sapaan siswa tunarungu.

c. Untuk memperoleh gambaran mengenai dukungan lingkungan keluarga dan sekolah terhadap penggunaan kata sapaan siswa tunarungu.

D.Manfaat Penelitian

(12)

a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa masukan data empirik mengenai perbendaharaan kata sapaan siswa tunarungu, penggunaan kata sapaannya, serta dukungan dari lingkungan keluarga dan sekolah terhadap penggunaan kata sapaan siswa tunarungu. Hasil dari data empirik ini dapat dipergunakansebagai acuan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak tunarungu khususnya penggunaan kata sapaan.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan peneliti, para pendidik serta orang tua agar mengetahui mengenai permasalahan kaidah bahasa lebih mendalam yang dialami anak tunarungu. Selain itu dapat memberi masukan dalam menyusun materi ajar bahasa, mengenai kata sapaan bagi para siswa yang dianggap saat ini diindikasi masih keliru dalam penggunaan kata sapaan, agar lebih paham dan tepat saat menggunakan kata sapaan dalam peristiwa tutur. E.Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi ini berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi. Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan bagian awal dari skripsi, yang berisi lima bagian yaitu latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Bab II menjelaskan kajian pustaka yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Bagian bab II terdiri dari delapan subbab yaitu konsep dasar kata sapaan, bentuk kata sapaan, penggunaan kata sapaan dalam peristiwa tutur, konsep dasar tunarungu, klasifikasi tunarungu, penyebab ketunarunguan, dampak ketunarunguan dan penggunaan kata sapaan bagi siswa tunarungu dalam peristiwa tutur.

(13)
(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Subjek dan Tempat Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini yaitu subjek dan informan. Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang siswa tunarungu, yaitu siswa kelas VII dan VIII SMPLB di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah dua orang wali kelas, satu guru Bahasa Indonesia, dua orangtua siswa dan tiga rekan siswa tunarungu dari masing-masing siswa. Penentuan sampel didasarkan pada teknik purposive sample. Menurut Sugiyono (2009: 53-54) purposive sample adalah „teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu‟. Pertimbangan tersebut yaitu, siswa yang berada

pada rentang usia 12-17 tahun, yang memungkinkan siswa memiliki kakak kelas dan adik kelas di lingkungan sekolahnya, komunikatif dengan warga sekolah, dan aktif di akun facebooknya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa yang menjadi informan adalah wali kelas, guru bidang studi dan orangtua siswa, hal ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Orangtua siswa

Orangtua merupakan orang yang paling dekat dengan subjek penelitian di lingkungan rumah, yang banyak menghabiskan waktu dengan subjek, sering berkomunikasi dan yang mengetahui perkembangan serta karakteristik dari subjek.

2. Wali kelas

(15)

3. Guru bidang studi Bahasa Indonesia

Guru bidang studi bahasa Indonesia merupakan orang yang menguasai materi-materi bahasa Indonesia dan mengetahui serta memahami perkembangan bahasa para siswa di sekolah.

4. Rekan siswa

Rekan siswa merupakan orang yang sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan subjek, sehingga dapat memberikan informasi kepada penulis mengenai penggunaan kata sapaan yang sehari-hari subjek gunakan untuk menyapa mereka.

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung yang beralamat di jalan Cicendo No. 27, dan di rumah dua orang subjek. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada kebutuhan data penelitian yaitu perbendaharaan kata sapaan diketahuinya dan digunakannya dalam peristiwa tutur.

B.Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Leedy & Ormrod (Sarosa, 2012: 5) adalah „teknik atau prosedur yang digunakan untukmengumpulkan dan menganalisis data

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian atau hipotesis‟. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.

Musianto (2002: 127-130) menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif dapat ditinjau berdasarkan 15 aspek. Dijabarkan disini hanya lima karena dari lima aspek ini sudah dapat menggambarkan pendekatan kualitatif. Aspek tersebut yaitu aspek metodologis, aspek konseptualisasi, aspek instrumen dan perlengkapan yang digunakan, aspek pengambilan sampel, dan aspek penggalian data lapangan. Berikut penjelasan lima aspek yang telah disebutkan di atas, yaitu:

1. Aspek Metodologis

(16)

2. Aspek Konseptualisasi

Jenis-jenis konseptual kunci ialah makna, akal sehat, pengertian, batasan situasi, fakta kehidupan sehari-hari proses, kontruksi sosial, dan sebagainya. 3. Aspek Instrumen dan Perlengkapan

Perlengkapannya seperti tape recorder, audiovisual, dan seterusnya yang dipergunakan. Pendekatan kualitatif menganggap “the researcher is often the only instrumen”. Maksud dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa yang sering kali menjadi instrumen adalah peneliti.

4. Aspek Pengambilan Sampel

Pada pendekatan kualitatif, jumlah sampel tidak perlu besar, namun purposiveness, dapat berwujud sistem bola salju, analisis isi, historiografi, dan biographical evidence (bukti biografi).

5. Aspek Penggalian Data Lapangan

Penggalian data dilakukan melalui deskriptif objek dan situasi, dokumentasi pribadi, catatan lapangan, fotografis, dokumen resmi, dan sebagainya.

Sudjana (1997: 52) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah “metode penelitian yang digunakan apabila bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang”. Digunakannya pendekatan kualitatif dan metode deskriptif pada penelitian ini, karena sesuai dengan tujuan permasalahan yang ingin diungkap yaitu mendeskripsikan penggunaan kata sapaan siswa tunarungu.

C.Penjelasan Istilah

(17)

lawan tuturnya dengan satu pokok tuturan, yang terfokus pada tempat penelitian di lingkungan sekolah dan di rumah. Oleh karena itu bentuk kata sapaan yang sekiranya dapat terlihat penggunaannya di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu seperti kata ganti, nama diri, kata kekerabatan dan tanpa kata sapaan atau zero (). Penjelasan dari empat bentuk kata sapaan tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Kata ganti orang kedua adalah kata untuk orang yang diajak bicara, yang terdiri dari engkau dan kamu. Dapat digunakan oleh siswa tunarungu untuk menyapa teman sekelas, teman sebaya, dan adik kelas.

2. Nama diri adalah nama yang muncul dalam peristiwa tutur di lingkungan sekolah dan di rumah, dapat digunakan oleh siswa tunarungu terhadap teman sebaya, teman sekelas, dan adik kelas.

3. Kata kekerabatan adalah kata yang dapat digunakan untuk menyapa saudara atau orang terdekat seperti, bapak, ibu, kakak, dan adik. Kata sapaan bapak dan ibu pula dapat digunakan terhadap orang yang patut dihormati karena kedudukan sosialnya atau karena jabatannya, serta terhadap orang laki-laki dan perempuan dewasa yang belum dikenal dan patut dihormati.

4. Tanpa kata sapaan atau zero () adalah tidak adanya kata yang digunakan untuk menyapa lawan bicara, karena tidak mengetahui nama lawan tuturnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu tahapan yang penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu, melalui:

1. Wawancara

Wawancara merupakan percakapan yang bermaksud untuk mengumpulkan data yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan yang bersedia memberikan data. Menurut Moleong (2009:186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pengertian wawancara lebih rinci menurut Esterberg

(18)

and idea through question and responses, resulting in communication and joint contruction of meaning about a particulas topic’. Maksud dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan idea melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur menurut Moleong (2009:190) adalah

“wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan

-pertanyaan yang akan diajukan”. Oleh karena itu, digunakan pedoman wawancara untuk memudahkan peneliti saat wawancara. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap sesuai informasi yang ingin didapatkan, antara lain pada: (1) tiga rekan siswa tunarungu (2) tiga orang guru, dan (3) dua orangtua siswa SMP.

2. Observasi

Teknik pengumpulan data lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi. Nasution (Sugiyono,20008: 310) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Teknik observasi yang digunakan yaitu observasi partisipatif. Dipilihnya observasi partisipatif sebagai cara pengumpulan data tujuannya agar peneliti dapat mengalami langsung peristiwa yang dialami subjek, dan dapat meyakinkan peneliti tentang keabsahan data.

Observasi dilakukan terhadap dua orang siswa SMP. Aspek yang diobservasi yaitu, perbendaharaan dan kemampuan peggunaan kata sapaan seperti kata ganti, nama diri, kata kekerabatan, dan tanpa kata sapaan pada siswa tunarungu.

3. Studi Dokumentasi.

(19)

adalah “pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif”. Studi dokumen yang dilakukan berupa penelaahan pesan-pesan yang ditulis oleh subjek penelitian di fitur akun facebook yaitu wall (dinding). Facebook merupakan situs jejaring sosial yang digunakan untuk berkomunikasi dengan kerabat dan teman. Alasan dilakukan studi dokumen terhadap akun facebook dari dua orang subjek penelitian dikarenakan siswa tunarungu saat ini telah mengikuti perkembangan komunikasi salah satunya menggunakan situs facebook.

E.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti peneliti sendiri. Sugiyono (2008:305) mengemukakan bahwa dalam “penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri”. Fungsi dari peneliti kualitatif sebagai human instrument menurut Sugiyono (2008:306) adalah “menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya”. Peneliti sebagai alat penelitian telah menentukan teknik pengumpulan data dan selanjutnya menyusun kisi-kisi penelitian untuk mengarahkan penelitian pada tujuan yang ingin dicapai. Kisi-kisi penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1, sebagai berikut:

Tabel 3.1

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN PENGGUNAAN KATA SAPAAN OLEH SISWA TUNARUNGU DALAM PERISTIWA TUTUR

(20)
(21)

Fokus

Pengujian keabsahan data perlu dilakukan, untuk menilai kevalidan data yang diperoleh melalui tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan (kredibilitas). Moleong (2009:324) menjelaskan bahwa:

(22)

Pencapaian kriteria derajat kepercayaan dalam penelitian ini menggunakan beberapa tekni pemeriksaan keabsahan data, seperti ketekunan pengamatan dan triangulasi teknik. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Ketekunan Pengamatan

Teknik ketekunan yang dilakukan dalam pemeriksaan keabsahan data ini, peneliti berusaha untuk melakukan pengamatan seteliti dan setekun mungkin. Informasi yang telah didapat, baik yang dianggap penting maupun kurang penting peneliti analisis secermat mungkin. Teknik ketekunan ini dilakukan pada saat pengumpulan data di lingkungan sekolah dan di lingkungan rumah, menganalisis data yang telah didapat, dan menafsirkan data yang diperoleh dari lapangan.

2. Triangulasi

Moleong (2009:330) mengemukakan bahwa “triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain”. Penelitian ini menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data, yaitu dengan mengecek data melalui teknik wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Triangulasi teknik pengumpulan data dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikt:

Bagan 3.1

Triangulasi teknik pengumpulan data G.Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton (Moleong, 2009:280), adalah „proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar‟. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2009:280) juga

Wawancara

Sudi Dokumentasi

(23)

mendefinisikan „analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menentukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja itu‟.

Kesimpulan dari dua pendapat ahli mengenai analisis data yaitu bertujuan untuk mengorganisasikan data. Menurut Sugiyono (2008:336) “analisis data penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di

lapangan, dan selesai di lapangan”. Tahapan analisis data dalam penelitian ini

yaitu, data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing (verivication). Penjelasannya sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, mengelompokkan hal-hal yang pokok, fokus terhadap hal-hal yang penting, menentukan tema dan pola serta membuang hal yang tidak penting.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan kegiatan penyusunan secara sistematis hasil reduksi data, dengan menentukan bagaimana data disajikan antara lain dengan mengklasifikasikan data sesuai fokus pertanyaan penelitian. Hasil pengklasifiasian disajikan dengan teks yang bersifat naratif sebagai penemuan penelitian. Penyajian data dapat memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan hal yang telah dipahami.

3. Verifikasi

(24)

Feni Hermayanti, 2013

Penggunaan Kata Sapaan Oleh Siswa Tunarungu Dalam Peristiwa Tutur (Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB Di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sesuai dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(25)

Feni Hermayanti, 2013

tunarungu dan memudahkan mereka dalam berkomunikasi, karena dampak yang ada pada diri mereka.

2. Penggunaan kata sapaan di lingkungan sekolah, khususnya penggunaan kata kamu, nama diri, dan tanpa kata sapaan/ zero (), kedua subjek (K dan D) cenderung tidak memperhatikan aturan penggunaannya dan lebih to the point dalam melakukan peristiwa tutur dengan orang lain. Pada kata kamu, keduanya (K dan D) menggunakan kepada siapa saja, tergantung pada kenyamanan mereka dalam berbahasa, tidak memperhatikan lawan tutur, pokok tuturan, waktu, tempat dan situasi peristiwa tutur tersebut. Dan tidak cakap mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang penggunaan kalimat sapa yang telah mereka dapat sebelumnya. Pada kata kekerabatan di lingkungan sekolah dan di lingkungan rumah, keduanya (K dan D) sudah tepat dalam penggunaannya, namun lebih sering siswa tidak menggunakan kata bapak/ibu ketika menyapa. Di lingkungan rumah, keduanya (K dan D) sering terlihat menggunakan kata sapaan yang tepat, dengan memperhatikan lawan tuturnya. 3. Dukungan yang dilakukan kedua orangtua subjek (Ibu Am dan Ibu Rt)

(26)

Feni Hermayanti, 2013

Penggunaan Kata Sapaan Oleh Siswa Tunarungu Dalam Peristiwa Tutur (Studi Deskriptif Pada Siswa Tunarungu SMPLB Di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung)

kelas dalam peristiwa tutur siswa pun menjadi kurang terpantau, karena kurangnya perhatian guru terhadap bahasa yang digunakan antara siswa. Membudayakan siswa menggunakan kata sapaan terhadap teman sebaya, adik kelas dan kakak kelasnya belum dilakukan. Percakapan antara siswa dengan siswa lain sudah terbiasa dengan sapaan berupa lambaian tangan, menyentuh bagian tubuh lawa tutur, dan sering tidak ada kata sapaan. Koordinasi untuk lebih meningkatkan penggunaan kata sapaan juga belum dilakukan, karena koordinasi dengan orangtua lebih fokus terhadap perkembangan akademiknya yang dilakukan saat rapat-rapat tahunan dan pembagian rapot.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penggunaan kata sapaan oleh siswa tunarungu dalam peristiwa tutur, menunjukkan bahwa perlu dilakukan upaya yang lebih optimal dalam meningkatkan penggunaan kata kata sapaan siswa tunarungu di lingkugan sekolah maupun di lingkungan rumah. Maka peneliti memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait yaitu:

1. Bagi Orangtua

Disarankan agar orangtua lebih aktif berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk memantau perkembangan kemampuan bahasa anak, terutama dalam kemampuan mengaplikasikan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, seperti penggunaan kata sapaan. Agar kelak, anak tidak hanya unggul dalam kemampuan akademik tetapi juga memiliki kepekaan terhadap penggunaan kata sapaan dengan memperhatikan aturan-aturan pemakaiannya ketika di lingkungan masyarakat.

2. Bagi Guru

(27)

Feni Hermayanti, 2013

berkomunikasi dan bersosialisasi siswa. Alangkah baiknya pula para guru membuat jadwal rutin untuk berkoordinasi dengan para orangtua siswa baik mengenai perkembangan akademik siswa maupun perkembangan non akademik agar dapat membentuk siswa-siswa yang memiliki karakter dan kepribadian yang unggul. Sehingga kelak dapat menyesuaikan diri di lingkungan masyarakat dengan berbekal kemampuan berbahasa yang baik dan sesuai dengan norma yang berlaku.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

(28)

Daftar Pustaka

Badan Pengembangan dan Pembinaan bahasa. (2012). Kata sapaan Dalam

Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia:

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/495 [06 Februari 2013]

Badudu, J. S. (1981). Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima Bagus, I. P. (2008). Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksibel).

Bandung: PT Refika Aditama

Bunawan dan Yuwati. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama

Chaer, A. (2004). Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, A. (2006). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi Mata pelajaran Bahasa Indonesia SDLB-B (Tunarungu). Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas

Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Hallahan, D.P. & Kauffman J.M. (1991). Eceptional Children: Introduction to Special Education. London: Chapman & Hall

Kirk, A. S. (1962). Educating Exeptional Children. USA: Houghton Mifflin Company

Kridalaksana, H. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta: Penerbit Nusa Indah.

Moleong, Lexy. J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Musianto, Lukas. S. (2002). Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif dalam metode Penelitian. Jurnal Ekonomi Manajemen &Kewirausahaan. 4, (2), 123-136

(29)

Rahmania, A. (2009). Kata Sapaan dalam Masyarakat Baduy. Skripsi Sarjana pada FIB UI Jakarta: tidak diterbitkan

Rusbiyantoro, W. (2011). Pengginaan Kata Sapaan Dalam Bahasa Melayu Kutai. Kalimantan: Balai bahasa.

Sadja’ah, E. (2005). Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Mendengar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif Dasar-dasar. Jakarta: PT Indeks

S, Permanarian. Dan Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Tinggi

Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama Sudjana. (1997). Metode tatistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alffabeta, CV Tarigan, G. (2009). Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa

Gambar

Tabel 3.1 KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN PENGGUNAAN KATA SAPAAN

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penerapan strategi pembelajaran Think-Talk-Write berbasis multimedia interaktif untuk meningkatkan pemehaman konsep siswa SMK.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Untuk itu, Dinas Informasi Komunikasi dan Pengolahan Data Elektronik Kota Medan harus memiliki budaya organisasi yang kuat dan mendukung perubahan yang baik yang dapat

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write berbasis

SEGMEN BERITA REPORTER C PENDIDIKAN CINTA LINGKUNGAN DIMULAI DARI

sebagai solusi untuk pemecahan masalah. Setelah ditemukan solusi atas permasalahan, kemudian peneliti melakukan penyusunan instrumen. Instrumen yang dibuat antara lain

DI SMK NEGERI 5 YOGYAKARTA MISALNYA / MENDAPATKAN 89 SISWA DARI WARGA BER- KMS / DARI 101 SISWA YANG MENDAFTAR // KESULITAN MUNCUL BAGI PIHAK SEKOLAH UNTUK MENGANGKAT

Dengan demikian berdasarkan teori diatas, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Dinas Informasi Komunikasi dan Pengolahan Data Elektronik