• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. ditanam di kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E. Kerk Hoven. Sejak itu teh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. ditanam di kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E. Kerk Hoven. Sejak itu teh"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sekilas tentang Teh (Camelia sinensis L.)

Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Sri Langka (Ceylon) pada tahun 1877 dan ditanam di kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E. Kerk Hoven. Sejak itu teh China secara berangsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang dimulai sejak tahun 1910 dengan dibangunnya perkebunan Simalungun, Sumatera Utara. Dalam perkembangannya industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan situasi pasar dunia maupun di Indonesia (PTPN IV, 1996).

Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda (pucuk daun) dari tanaman teh Camelia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat menjadi produk seperti teh hitam dan teh hijau. Untuk membuatnya, daun biasanya dilayukan dan kemudian digulung dengan alat pemutar OTR (Open Top Roller), kemudian dihamparkan ke udara agar teroksidasi atau terfermentasi. Daun kemudian dikeringkan dengan udara panas, dan dihasilkan teh hitam (Harler, 1966).

Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea Sinensis dan Thea Assamica.

Thea Sinensis ini juga disebut teh jawa yang ditandai dengan ciri-ciri tumbuhnya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat, daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau tua. Thea Assamica mempunyai cirri-ciri tumbuh

(2)

cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta berwarna hijau mengkilat (Soehargjo, et all., 1996).

Teh diperoleh dari pengolahan daun (pucuk daun dan daun-daun muda) dari tanaman teh (Camelia sinensis L.) Tanaman ini berasal dari daerah pegunungan di Himalaya. Karenanya di daerah tropik tanaman teh dapat tumbuh

subur di daerah pegunungan, di dataran-dataran tinggi dengan suhu sekitar 14-25o C. Di Indonesia tanaman teh tumbuh baik di daerah-daerah dengan

ketinggian 250 m- 1.200 m. Tanaman teh tidak akan terhadap musim kering tanpa ada hujan. (Spillane, 1992).

Panen teh terjadi ketika daun-daun dan tunas-tunas muda yang di daerah tropika dipetik secara rutin seminggu sekali atau dua minggu sekali tergantung pada musim . Daun hijau yang dipetik diangkut ke suatu pabrik untuk diolah menjadi bentuk teh jadi yang berbentuk teh hitam yang diminum di negara-negara Barat atau teh hijau. Teh hijau juga dapat diproses lagi menjadi teh berbau wangi (Spillane, 1992).

Teh dikelompokkan berdasarkan cara pengolahan. Daun teh Camellia sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera dikeringkan setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap, karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tannin. Proses selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan. Pengolahan daun teh sering disebut sebagai fermentasi walaupun sebenarnya penggunaan istilah ini tidak tepat. Pemprosesan teh tidak menggunakan ragi dan tidak ada etanol yang dihasilkan seperti layaknya proses

(3)

fermentasi yang sebenarnya. Pengolahan teh yang tidak benar dapat menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan unsur yang bersifat karsiogenik (Wikipedia, 2009).

Dalam perdagangan teh internasional dikenal tiga golongan teh, yang pengolahannya berbeda-beda dan dengan demikian juga bentuk serta cita rasanya , yaitu Black Tea (Teh Hitam), Green Tea (Teh Hijau) dan Oolong Tea (Teh Oolong) (Radiana, 1985).

Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya. Disamping itu teh hitam tidak mengandung unsure-unsur lain di luar pucuk teh, sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak hilang (karena tidak mengalami proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan wangi-wangian dari bahan-bahan non teh. Di Indonesia biasanya bunga melati digunakan dalam proses ini. Teh Oolong, khas Teh Cina/ Taiwan, merupakan semacam perkawinan antara teh hitam dan teh hijau, yakni mengalami setengah fermentasi (Radiana, 1985).

Unsur-unsur pokok teh adalah kafein, tannin, dan minyak esensial (essential oils). Unsur pertama memberikan rasa segar mendorong kerja jantung manusia, tidak berbahaya karena kemurniannya. Unsur kedua adalah sumber energi dari sari-sarinnya. Unsur ketiga memberi rasa dan bau harum yang merupakan faktor-faktor pokok dalam menentukan nilai tiap cangkir teh untuk dijual atau diperdagangkan (Spillane, 1992).

(4)

Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan tanin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimiliknya. Selain itu, teh juga mengandung alkaloid kafein yang bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang dikandung teh diantaranya adalah vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang walaupun diduga keras akan menurun aktifitasnya akibat pengolahan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam teh, terutama fluoride yang dapat memperkuat struktur gigi (Kustamiyati, 2006).

Antioksidan polyphenols yang terdapat dalam teh hijau adalah bahan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, yaitu mampu mengurangi resiko penyakit jantung, menghambat proliferasi sel tumor, dan menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru, kanker usus, terutama sel kanker kulit. Zat ini dapat membantu kelancaran proses pencernaan makanan melalui stimulasi peristaltic dan produksi cairan pencernaan (Al’as, 2005).

Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari empat kelompok yaitu substansi fenol (catechin dan flavanol), substansi bukan fenol (pektin, resin, vitamin, dan mineral), substansi aromatik dan enzim-enzim (Setyamidjaja, 2000).

(5)

Penentuan dan Jenis Mutu Teh Hijau

Sebelum pihak konsumen teh membeli teh hasil perkebunan tertentu, mutu teh itu dinilai terlebih dahulu dari contoh-contoh representatife yang diambil dari suatu chop produksi. Penilaian teh atau tea teasting itu dilakukan dalam dua tingkat, yakni :

a. Penilaian kualitas luarnya (Appearance of the tea)

b. Penilaian kualitas dalamnya (Inner quality) (Spillane, 1992).

Dasar yang digunakan untuk menentukan mutu teh hijau adalah sifat luar dan sifat dalam dari teh hijau.

A. Sifat Luar

• Warna teh kering : hijau muda dan hijau kehitam-hitaman • Ukuran : homogen dan tidak tercampur remukan • Bentuk : tergulung, terpilin

• Aroma : wangi sampai kurang wangi, tidak apek B. Sifat Dalam

• Seduhan : jernih, sedikit berwarna hijau atau kekuning-kuningan. Warna tetap meskipun seduhan menjadi dingin..

• Ampas : berwarna hijau

• Rasa : rasa khas teh hijau, sedikit pahit, dan lebih sepet dibanding teh hitam (Tunggul, 2009).

Standardisasi mutu teh hijau untuk ekspor belum ada karena sebagian besar teh yang diekspor adalah teh hitam. Mutu yang ada adalah mutu berdasarkan SP-60-1977. Mutu tersebut adalah sebagai berikut :

(6)

a. mutu I (Peko): yaitu bentuk daun tergulung kecil dengan warna hijau sampai kehitaman, aromanya wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing (kotoran), tangkai daun maksimum 5%, dengan kadar air maksimum adalah 10%.

b. mutu II (Jikeng): yaitu bentuk daun tidak tergulung melebar, warnanya hijau kekuning-kuningan sampai kehitamhitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek. Tidak ada benda asing, tangkai daun maksimum 7%, kadar air maksimum adalah 10%.

c. mutu III (Bubuk): yaitu bentuk daun seperti bubuk dengan potongan-potongan datar, warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing, tangkai daun maksimum 0% dengan kadar air maksimum adalah 10%.

d. mutu IV (Tulang): yaitu sebagian besar berupa tulang daun warnanya hijau kehitam-hitaman, aromanya kurang wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing dengan kadar air maksimum adalah 10%

(Tunggul, 2009).

Standar nasional Indonesia untuk mutu teh hijau untuk kadar air yaitu maksimal 10% b/b, kadar abu 4-8% b/b, ekstrak larut dalam air adalah minimal 32% b/b, dan kadar serat kasar 16,5% b/b (Wicaksono, 2010).

Tanaman Rosela

Tanaman rosella dapat tumbuh didaerah tropis dan sub tropis yang hangat (25-30 0 C) namun cukup lembab (70 %). Rosella cocok ditanam pada ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan 140-270 mm per bulan.

(7)

Pada curah hijan rendah, rosella masih dapat tumbuh, tetapi tidak sebaik di daerah bercurah hujan tinggi. Panjang periode vegetatif dapat diatur sejak masa penaburan benih. Agar tanaman ini dapat tumbuh maksimal di butuhkan air dan sinar matahari penuh selama 12 jam untuk pembungaan dan berbuah. Umumnya, rosella dapat tumbuh pada semua jenis tanah selama tanah tersebut kaya akan humus, gembur, dan memiliki drainase yang baik dengan pH 6,5-7,5 (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Awalnya, bagi sebagian masyarakat awam, mendengar rosella masih sangat jarang. Wajar memang karena tanaman ini belum begitu popular. Namun, dikalangan para pecinta tanaman obat, rosela adalah salah satu jenis tanaman yang memiliki banyak khasiat, khususnya sebagai obat beberapa penyakit. Seiring waktu, kini rosela sudah mulai pupuler di masyarakat (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Ukuran rosella agak berbeda untuk setiap daerah. Sebagai contoh rosella dari Cirebon atau Surabaya umumnya berukuran agak lebih kecil dibandingkan rosella dari Bogor, Sukabumi, atau Cipanas yang umumnya berukuran besar. Dalam hal warna pun demikian. Ada yang merah muda, merah tua, merah kecoklatan dan merah kehitaman. Di Surabaya (Jawa Timur) ada rosella yang kelopaknya berwarna kuning dan berukuran kecil (Mardiah, et al, 2009).

Kepopuleran rosela memang tidak lepas dari peran para pecintanya yang terus memperkenalkan ke masyarakat. Melalui produk olahannya, khususnya teh rosella, tanaman yang diduga kuat berasal dari India tersebut semakin popular. Kini, sebagian besar masyarakat telah cukup mengenalnya, bahkan diantara

(8)

mereka ada yang menjadikan sebagai salah satu tanaman koleksi di halaman rumah (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Pada awalnya pembudidayaan rosella ditujukan untuk memperoleh serat batangnya sebagai bahan baku pembuatan tali dan pengganti rami. Namun, dengan adanya produk tas yang terbuat dari plastik , serat rosella jarang digunakan. Saat ini, tujuan budi daya rosella mulai bergeser sebagai penghasil bahan makanan dan minuman (Maryani dan Kristiana, 2008).

Banyak industri yang mulai mencoba untuk membudidayakan dan mengolah rosella menjadi berbagai olahan makanan. Daun, bunga dan biji rosella memiliki kandungan gizi yang cukup baik sehingga rosella tidak hanya berpotensi untuk bahan baku industri makanan, tetapi juga berpotensi digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, minuman fungsional, pewarna alami, dan kosmetik (Mardiah, et al, 2009).

Deskripsi Rosela

Tanaman rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5,0 m. Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa dan sudah berbunga , batangnya berwarna cokelat kemerahan. Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing. Tulang daunnya berwarna merah. Panjang daun dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang. Bunga muncul pada ketiak daun. Kelopak bunga sangat menarik dengan bentuk yang menguncup indah dan dibentuk dari 5 helai daun kelopak (Widyanto dan Nelistya, 2009)

(9)

Rosela yang mempunyai nama ilmiah Hibiscus sabdarifa Linn ini merupakan anggota famili Malvaceae. Rosela dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia. Namun, sekarang tanaman ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Karena itu, tak heran jika tanaman ini mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai negara(Maryani dan Kristiana, 2008).

Pada prinsipnya rosela dapat hidup dikondisi lahan, cuaca, serta suhu yang bagaimanapun, akan tetapi disetiap daerah yang berbeda akan menghasilkan warna yang berbeda pula. Batang rosela akan tumbuh dari satu titik tumbuh. Rosela yang ditanam dilereng pegunungan memilikiwarna kelopak yang merah agak kehitam-hitaman, yang ditanam di tanah pekarangan memiliki warna yang merah kurang cerah yang ditanam di sawah dan dataran rendah memiliki warna merah cerah dan dapat dijadikan standart eksport. Batangnya tumbuh sangat tinggi. Satu pohon bisa keluar kelopak bunga sebanyak 10 kg (Warientek, 2008).

Taksonomi dari tanaman rosela adalah :

Difisi : Spermatophyta Sub-difisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Malvales Suku : Malvaceae Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus sabdariffa Linn Nama umum/ dagang : Rosela

(10)
(11)

Kelopak Rosela

Bagian tanaman yang bisa diproses menjadi produk pangan adalah kelopak bunganya. Kelopak bunga tanaman ini berwarna merah tua, tebal, dan berair serta banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan asam amino. Kelopak bunga rosela yang rasanya sangat masam ini biasanya dibuat menjadi jeli, saus, teh, sirup dan manisan. Bahan terpenting yang terkandung dalam kelopak bunga rosela adalah grossy peptin, antosianin, dan gluside hibiscin. Selain itu kelopak bunga rosela juga mengandung asam organik, polisakarida, dan flavonoid yang bermanfaat mencegah penyakit kanker, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar (Daryanto, 2008).

Kelopak bunga rosela mempunyai kandungan vitamin C yang sangat tinggi. Sehingga mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit, dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis dan dapat mencegah penuaan dini. Dalam hal ini yang berperan adalah antosianin. Selain kandungan vitamin C yang sangat tinggi, rosela juga kaya akan mineral, seperti kalsium, phosphor, potassium, dan zat besi yang sangat penting untuk tubuh. Selain vitamin C, rosela juga mengandung vitamin B1, vitamin B2, niasin dan vitamin D. Tubuh manusia membutuhkan 22 asam amino. Dari 22 ini, 18 diantaranya terpenuhi dari bunga rosela. Dua diantaranya (Arginin dan Lisin) bila bersinergi dengan asam glutamate dan merangsang otak untuk menggerakkan hormon tubuh manusia (Mangkurat, 2008)

Produk olahan kelopak maupun produk olahan minyak rosela berwarna merah yang sangat menarik. Warna merah ini disebabkan kandungan antosianin rosela yang cukup tinggi. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang

(12)

memberikan warna merah dan berperan mencegah kerusakan sel akibat paparan sinar UV berlebih. Karena itu, rosela sering dijadikan sumber pewarna pada makanan. Bunga rosela juga mengandung 3,19% pektin sehingga dapat digunakan sebagai sumber pektin komersil (Wikipedia, 2010).

Adapun komposisi kimia kelopak bunga rosela dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Komposisi kimia kelopak rosela segar per 100 g bahan

Komposisi Kimia Jumlah

Kalori (kal) 44 Air (%) 86,2 Protein (g) 1,6 Lemak (g) 0,1 Karbohidrat (g) 11,1 Serat (g) 2,5 Abu (g) 1,0 Kalsium (mg) 160 Fosfor (mg) 60 Besi (mg) 3,8 Betakaroten (ig) 285 Vitamin C (mg) 14 Tiamin (mg) 0,04 Riboflavin (mg) 0,6 Niasin (mg) 0,5

Sumber : Maryani dan Kristiana (2008)

Daun Rosela

Daun rosela berbentuk bulat telur serta tunggal dengan pertulangan menjari dan letaknya berseling, terbagi ke dalam 3-7 cuping bergantung kultivar dan aksesi, dan pinggiran daun bergerigi. Rosela memiliki daun yang panjangnya mencapai 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Sementara tangkai daun berbentuk bulat, berwarna hijau, dengan panjang 4-7 cm (Mardiah et al, 2009).

Daun rosella muda kaya akan protein yang mudah dicerna, sehingga dapat dimakan dalam bentuk segar. Karena itu, daun yang masih muda bisa dimakan

(13)

sebagai salad, dalam bentuk campuran dengan kelopak bunga dijadikan sebagai teh, ataupun sayuran. Selain itu, bisa dikeringkan dan digunakan sebgai pengganti rumput untuk pakan ternak. Bagi hewan memamah biak, tanaman ini merupakan sumber protein dan karoten (Maryani dan Kristiana, 2008).

Daun rosella juga bisa mengobati kaki pecah-pecah dan luka bakar ringan. Caranya, daun direndam dalam air panas, dilumatkan, kemudian dioleskan pada kaki yang pecah-pecah atau pada kulit yang terbakar. Daun ini juga dapat mempercepat pematangan bisul sekaligus bersifat melembutkan kulit (emollient). Sementar itu, lotion yang dibuat dari daun rosella digunakan untuk mengobati luka (Daryanto, 2008).

Adapun komposisi kimia daun rosela dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Komposisi kimia daun rosela segar per 100 g bahan

Komposisi Kimia Jumlah

Kalori (kal) 43 Air (%) 85,6 Protein (g) 3,3 Lemak (g) 0,3 Karbohidrat (g) 9,2 Serat (g) 1,6 Abu (g) 1,6 Kalsium (mg) 213 Fosfor (mg) 93 Besi (mg) 4,8 Betakaroten (ig) 4135 Vitamin C (mg) 54 Tiamin (mg) 0,17 Riboflavin (mg) 0,45 Niasin (mg) 1,2 Sumber : Maryani dan Kristiana (2008)

Nilai Gizi Rosela

(14)

Flavonoid rosella terdiri dari flavanols dan pigmen antosianin. Pigmen antosianin ini yang membentuk warna ungu kemerahan menarik dikelopak bunga maupun teh hasil seduhan rosella. Antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit degeneratif. Antosianin pada rosella berada dalam

bentuk glukosida yang terdiri dari cyanydin-3-sambusioside,

delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Sementara itu, flavonols terdiri dari gossypeptin, hibiscetine, dan quercetia (Mardiah, et al., 2009).

Zat gizi lain yang tak kalah penting terkandung dalam rosella adalah kalsium, niasin, riboflavin dan zat besi yang cukup tinggi. Kandungan zat besi pada kelopak rosella segar dapat mencapai 8,98 mg/ 100 g, sedangkan pada daun rosella sebesar 5,4 mg/100 g. Selain itu, kelopak rosella mengandung 1,12% protein, 12% serat kasar, 21,89 mg/ 100 g sodium, vitamin C, dan vitamin A. Satu hal yang unik dari rosella adalah rasa masam pada kelopak rosella yang menyegarkan (Mardiah, et al., 2009).

Bunga, daun serta biji rosela dapat dimanfaatkan sebagai tanaman herbal dan bahan baku minuman kesehatan, karena menurut DepKes RI No. SPP 1065/35.15/05, setiap 100 gram kelopak bunga Rosella mempunyai kandungan gizi sebagai berikut: protein 1,145 gr, lemak 2,61 gr, serat 12 gr, kalsium 1,263 gr, fosor 273,2 mg, zat besi 8,98 mg, malic acid 3,31%, fruktosa 0,82%, sukrosa 0,24%, karoten 0,029%, tiamin 0,117mg, niasin 3,765 mg, dan vitamin C 244,4mg. Kandungan vitamin C yang tinggi ini dapat berfungsi sebagai bahan antioksidan dalam tubuh. Bunga rosella kaya akan serat yang bermanfaat untuk kesehatan saluran pencernaan. Bunga Rosella kering dapat diseduh menjadi

(15)

minuman sejenis teh, yang sudah umum dimanfaatkan (Kustywaty dan Ramli, 2008).

Banyaknya kandungan antosianin menentukan tingkat kepekatan warna merah pada bunga rosella. Semakin banyak kandungan antosianin maka semakin pekat warna merahnya dan semakin banyak kandungan antioksidannya. Kadar antosianin juga mempengaruhi rasa seduhan. Warna yang pekat menandakan rasanya sangat asam oleh karena kandungan asam malat,asam sitrat dan asam askorbat (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Dari semua jenis vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah rusak teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah (Winarno, 1992).

Manfaat Rosela Sebagai Minuman Herbal

Masyarakat tradisional di berbagai negara telah memanfaatkan tanaman rosella untuk mengatasi berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pemanfaatan tanaman rosella ini berkaitan dengan fungsinya sebagai antiseptik, aprodisiak (meningkatkan gairah seksual), astringen, demulcent (menetralisir asam lambung), digesif (melancarkan pencernaan), diuretic, purgative, onthelmintic (anti cacing), refrigerant (efek mendinginkan), resolvent, sedative, stomachic tonik, serta mengobati kanker, batuk, maag dan sakit buang air besar, darah tinggi, sariawan dan mencegah penyakit hati (Mardiah, et al., 2009).

(16)

Secara ilmiah, rosela telah terbukti memiliki efek antioksidan bagi tubuh manusia. Riset telah membuktikan kapasitas antioksidan dari bunga ini. Penelitian dilakukan dengan mengekstrak rosela dalam larutan alkohol dan mereaksikannya dengan senyawa radikal bebas. Hasil pengujian membuktikan bahwa rosela mengandung berbagai komponen fenolik yang dapat mengurangi radikal bebas yang digunakan dalam pengujian (Warientek, 2010).

Teh berwarna merah cantik ini memang multikhasiat. Bunga rosela merah yang telah kering dan diseduh menjadi secangkir teh yang bercitara rasa sedikit asam ini mampu mengatasi batuk, asam urat, kolesterol, hipertensi, radikal bebas, dan penyegar (tonik). Selain itu, berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan ilmuwan Sudan, rosela merah juga berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah (hipotensif), antikejang saluran pernapasan, anticacing (antelmintik), dan antibakteri (Warientek, 2010).

Teh Rosela

Teh rosella dapat dibuat dari kelopak bunganya. Kelopak bunga rosela disajikan dengan jalan menyeduhnya terlebih dahulu. Rasanya masam tapi terasa menyegarkan. Di pasaran banyak beredar kelopak bunga rosela kering. Tidak ada perbedaan kandungan zat yang membedakan hanya kandungan airnya. Dibeberapa Negara Eropa, seperti Jerman telah menjadi negara importir kelopak bunga rosela terbesar. Mereka telah meneliti bahwa kelopak bunga rosela mempunyai khasiat yang sangat banyak. Terutama digunakan untuk mencegah kanker dan radang. Dibeberapa negara asia telah menjadi pemasok utama kelopak bunga rosela kering untuk negara-negara di Eropa diantaranya Thailand dan Cina. Tetapi karena pasokan yang terbatas banyak negara menjadi pengekspor bunga

(17)

rosela kering. Sudan adalah salah satu negara di benua afrika yang menjadi eksportir bunga rosela kering dengan kualitas yang baik (Warientek, 2010).

Kelopak bunga Rosela dapat diambil sebagai bahan minuman segar berupa sirup dan teh, selai dan minuman, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal, yaitu Rosela Merah. Kelopak bunga tersebut mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 diantaranya terdapat dalam kelopak bunga Rosela, termasuk arginin dan legnin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Selain itu, Rosela juga mengandung protein dan kalsium (Jenglot, 2008).

Sebagian masyarakat ada yang mengkonsumsi rosela dalam bentuk segar sebagai lalapan, salad, manisan, jus, dan lain-lain. Ada pula yang memanfaatkannya bentuk kering sebagai bahan pembuat teh atau kopi. Teh rosela pupuler diberbagai Negara, seperti Meksiko, Thailand, dan Sudan. Konon, teh ini merupakan minuman kaum bangsawan Mesir kuno dan sering disajikan pada pesta pernikahan di Sudan (Fitriyanti, 2004).

Teh rosela dapat dibuat dari kelopak bunga dan daunnya, tetapi umumnya dibuat dari kelopak bunganya saja. Teh dari kelopak bunga rosela lebih memberikan sensasi aroma dan warna merah yang lebih menarik dibandingkan teh yang terbuat dari daunnya tetapi untuk mendapatkan rasa dan aroma teh yang enak, daun dan kelopak bunga yang telah kering bisa dicampur menjadi satu (blending) (Mardiah, et al, 2009).

Agar mutu teh rosela yang dihasilkan bagus, waktu antara panen dan proses pengeringan diusahakan jangan terlalu lama. Hal ini disebabkan kelopak bunga yang telah dipanen masih mengandung kadar air yang cukup tinggi

(18)

sehingga akan cepat mengalami kerusakan setelah 2 hari. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan mutu teh, terutama aroma dan warnanya. Teh rosela bila diseduh dengan air panas, akan berwarna merah, setelah diminum terasa manis asam dan memiliki rasa dan aroma yang khas (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Teh rosela dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mengatasi sakit tenggorokan , melurukan dahak, menurunkan kadar gula darah, menurunkan kolesterol, TBC, mengatasi panas dalam, sembelit, mengurangi dampak negatife nikotin bagi para perokok, mengurangi resiko osteoporosis, dan memperlambat menopause. Selain itu, rosella juga dapat digunakan sebagai antiseptik usus dan anti radang, serta terapi bagi pecandu narkoba (Widyanto dan Nelistya, 2009).

Pelayuan Kelopak dan Daun Rosela

Pelayuan pada teh hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan kandungan air yang terdapat dalam pucuk, agar pucuk menjadi lentur dan mudah digulung. Proses pelayuan dilakukan sampai pada tahap layu tertentu, yang sifat pelayuannya berbeda dibanding dengan cara pelayuan teh lokal (Setyamidjaja, 2000).

Pelayuan merupakan proses penguapan yang terjadi secara alamiah pada bahan. Metode pelayuan dilakukan dengan cara mendiamkan daun pada kondisi suhu ruang selama 18 jam. Selama proses pelayuan, kadar air yang terkandung dalam kelopak dan daun akan menurun secara perlahan-lahan. Perubahan yang terjadi pada saat pelayuan ditandai dengan adanya perubahan elastisitas daun. Daun menjadi lebih lemas akibat dari menurunnya atau hilangnya sebagian kandungan air di dalam daun (Mardiah, et al., 2009).

(19)

Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun dan menurunnya kandungan air. Proses ini dilakukan pada alat Wihering Trough selama 14-18 jam tergantung kondisi pabrik yang bersangkutan. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak (Andrianis, 2009).

Suhu pelayuan harus sama (stabil) agar dapat dicapai tingkat layu yang tepat. Tingkat layu pucuk dinilai berdasarkan presentase layu, yaitu perbandingan berat pucuk layu terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu teh hijau lokal adalah 60-70%, dan untuk teh hijau ekspor sekitar 60% dengan tingkat kerataan layuan yang baik. Tingkat layu yang tepat ditandai dengan keadaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta mengeluarkan bau yang khas (Setyamidjaja, 2000).

Kriteria untuk menentukan tingkat kelayuan daun antara lain :

- bentuk daun lemas, agak lekat seperti daun yang dimasukkan dalam air panas - warna daun hijau kekuning-kuningan atau hijau muda

- air seduhan daun layu jernih dengan sedikit warna hijau atau pucat - kadar air 65-70% (Setyamidjaja, 2000).

Pengeringan Kelopak dan Daun Rosela

Pengeringan pada teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari pucuk yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk

(20)

pengeringan, masing-masing menggunakan mesin yang berbeda (Setyamidjaja, 2000).

Pengeringan rosella bisa dilakukan dengan sinar matahari atau menggunakan oven. Jika menggunakan oven, kondisi yang terbaik adalah suhu 60oC selama 5 jam, dan jika menggunakan sinar matahari cukup 2-3 hari (Mardiah et al, 2009).

Untuk mendapatkan khasiat terbaik dalam kelopak rosela sebenarnya tidak sulit. Untuk mendapatkan teh rosela, bunga yang sudah dipetik, dijemur di bawah terik matahari selama 1-2 hari agar memudahkan pemisahan lidah kelopak dengan bijinya. Kemudian cuci air bersih dan jemur kembali selama 3-5 hari. Remas kelopaknya, jika mudah menjadi bubuk itu artinya kadar air telah mencapai 4-5% (Wikipedia, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu : faktor yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara) dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan terakhir ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan persial dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan (Widyani dan Suciaty, 2008).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan teh adalah suhu udara dan volume udara yang dihembuskan, jumlah teh basah yang dimasukkan ke pengering, dan waktu pengeringan (Machfoedz, 1993).

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia kelopak rosela segar per 100 g bahan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui konteks manajemen kesiswaan dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di SMK Saraswati Salatiga, 2) mengetahui

Berdasarkan uraian sebagaimana disebut diatas maka dapat ditegaskan bahwa peranan KPPU melalui komisi yang dibentuknya dalam menegakakan Undang-undang Nomor 5 Tahun

Dalam setiap periode upaya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian

amboinensis yang berasal dari Sulawesi tidak berhasil diidentifikasi menggunakan buku kunci identifikasi Yamaguci karena morfologi cacing tersebut yang sangat

3) Kelainan jantung / penyakit jantung : Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output

Seperti yang terjadi pada periode tahun 1990-2000, untuk Kota Surabaya, Bandung dan Medan rata-rata laju pertumbuhan penduduk wilayah (kabupaten/kota) sekitarnya

• EBW (Electron Beam Welding) adalah las dengan proses pemboman elektron, suatu pengelasan uang pencairannya disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari suatu berkas loncatan

Perencanaan sebagai suatu proses menetapkan tujuan dan untuk memutuskan suatu kebijakan atau program bagaimana dapat dicapai. Perencanaan pengelolaan parkir adalah