• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS GALUH AYU TRESWARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA AGUSTUS 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS GALUH AYU TRESWARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA AGUSTUS 2013"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DAN IIA) BERDASARKAN COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN

DAN HISTEREKTOMI RADIKAL

TESIS

GALUH AYU TRESWARI 0906565816

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI

JAKARTA AGUSTUS 2013

(2)

i

KESESUAIAN TEMUAN PERLUASAN TUMOR DAN

LIMFADENOPATI KANKER SERVIKS STADIUM AWAL (IB

DAN IIA) BERDASARKAN COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN

DAN HISTEREKTOMI RADIKAL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Radiologi

GALUH AYU TRESWARI 0906565816

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Galuh Ayu Treswari

NPM : 0906565816

Tanda tangan :

(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : dr. Galuh Ayu Treswari

NPM : 0906565816

Program Studi : Program Pendidikan Spesialis I Radiologi

Judul : Kesesuaian Temuan Perluasan Tumor dan Limfadenopati Kanker Serviks Stadium Awal (IB dan IIA) berdasarkan

Computed Tomography Scan dan Histerektomi Radikal

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Radiologi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : dr. Kardinah, SpRad ( )

Pembimbing : dr. Evlina Suzana, SpPA ( )

Pembimbing : dr. M. Soemanadi, SpOG ( )

Pembimbing : Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH ( ) Penguji : Dr. dr. Jacub Pandelaki, SpRad(K) ( )

Penguji : dr. Rahmad Mulyadi, SpRad (K) ( )

Ditetapkan di : Jakarta

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis I Radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Kardinah, SpRad, selaku pembimbing radiologis yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu saya menyusun tesis ini. 2. dr. M. Soemanadi, SpOG, selaku pembimbing klinis yang telah menyediakan

waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu saya menyusun tesis ini. 3. dr. Evlina Suzana, SpPA, selaku pembimbing patologi anatomi yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu saya menyusun tesis ini.

4. Dr. dr Joedo Prihartono, MPH, selaku pembimbing statistik yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu saya menyusun tesis ini.

5. dr. Rahmad Mulyadi, SpRad (K), selaku penguji pokja yang telah memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

6. Dr. dr. Jacub Pandelaki, SpRad (K) selaku penguji metodologi yang telah memberikan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

7. dr. Vally Wulani, SpRad (K) sebagai moderator yang telah memberikan memberikan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.

8. dr. Sawitri Darmiati, SpRad(K) sebagai Ketua Program Studi yang telah memberi bimbingan selama saya menjalani proses pendidikan.

9. dr. Rahmi Afifi SpRad dan Dr. dr. Arman Adel Abdullah SpRad, sebagai pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan selama saya menjalani proses pendidikan.

(6)

v

10. dr. Benny Zulkarnaien, SpRad (K), sebagai Kepala Departemen Radiologi yang telah membagi ilmu dan pengalaman yang bermanfaat.

11. Guru-guru saya lainnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu yang telah membimbing saya selama proses pendidikan.

12. Seluruh staf dan karyawan Departemen Radiologi RS Kanker Dharmais yang telah membantu saya menyelesaikan tesis ini.

13. Seluruh staf dan karyawan departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Jantung Harapan Kita, dan RSAB Harapan Kita yang telah bekerjasama dan membantu saya dalam menjalani pendidikan.

14. Orang tua, adik, keluarga dan sahabat-sahabat saya tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan doa selama saya menjalani proses pendidikan.

15. Rekan-rekan sejawat PPDS I Radiologi yang telah memberikan dukungan selama saya menjalani pendidikan terutama rekan-rekan satu angkatan Juli 2009.

Akhir kata semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu dan pelayanan masyarakat.

Jakarta, 15 Agustus 2013 Hormat saya,

(7)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : dr. Galuh Ayu Treswari

NPM : 0906565816

Program Studi : Program Pendidikan Spesialis I Radiologi Fakultas : Kedokteran

Jenis karya : Tesis

Demi pengembagan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Kesesuaian Temuan Perluasan Tumor dan Limfadenopati Kanker Serviks Stadium Awal (IB dan IIA) berdasarkan Computed

Tomography Scan dan Histerektomi Radikal

Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media /formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 15 Agustus 2013 Yang menyatakan,

(8)

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK Nama : Galuh Ayu Treswari Program studi : Radiologi

Judul : Kesesuaian Temuan Perluasan Tumor dan Limfadenopati Kanker Serviks Stadium Awal (IB dan IIA) berdasarkan

Computed Tomography Scan dan Histerektomi Radikal

Sistem staging klinis kanker serviks tidak selalu akurat terutama dalam mengevaluasi invasi parametrium, dinding pelvis, metastasis kelenjar getah bening (KGB), serta estimasi ukuran tumor. Pencitraan seperti CT-scan bermanfaat dalam mengevaluasi hal-hal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kesesuaian perluasan tumor dan penyebaran limfatik dari kanker serviks stadium awal berdasarkan CT-scan dibandingkan temuan patologi anatomi (PA) post histerektomi. Dari penelitian ini didapatkan tidak adanya perbedaan bermakna antara temuan CT-scan dan temuan PA dalam menilai metastasis KGB regional, sehingga CT-scan bermanfaat dalam pemetaan KGB saat limfadenektomi. Stadium IB memiliki tingkat kesesuaian terbesar antara stadium

CT-scan dengan stadium PA, sedangkan ketidaksesuaian terbesar pada stadium

IIB.

Kata kunci : Kanker serviks, limfadenopati, CT-scan

ABSTRACT

Name : Galuh Ayu Treswari

Study Program : Radiology

Title : “Compatibility between the Tumor’s Expansion and the

Lymphatic Spread of the Early-stage Cervical Cancer Based on Computed Tomography Scan and Radical Hysterectomy”

Clinical staging system of cervical cancer not always accurate, especially in evaluating parametrial invasion, pelvic wall, lymph node metastasis, and the estimated size of the tumor. Imaging such as CT-scan is useful in evaluating such matters. This study aimed to see the compatibility between the tumor’s expansion and the lymphatic spread of the early-stage cervical cancer, by using CT-scan compared to the histopathology results. The result showed that there was no significant difference between the CT-scan findings and the histopathology findings in assessing regional lymph nodes metastasis, so that CT-scan is useful in mapping the lymph nodes when lymphadenectomy. Stage IB has the greatest level of concordance between stage CT-scan with stage PA, while the largest discrepancy in stage IIB.

(9)

viii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

KATA PENGANTAR ………... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………... vi

ABSTRAK/ABSTRACT………. vii

DAFTAR ISI………... viii

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK……… x

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

1.PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian... 3 1.4 Hipotesis... 4 1.5 Tujuan Penelitian... 4 1.6 Manfaat Penelitian... 4 2.TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Definisi... 5 2.2 Epidemiologi... 5 2.3 Anatomi... 6 2.4 Patofisiologi... 9 2.5 Manifestasi Klinis... 10 2.6 Pemeriksaan Fisik... 10 2.7 Diagnosis... 10 2.8 Histopatologis... 10 2.9 Pemeriksaan Radiologis... 12 2.9.1 Ultrasonografi... 12

2.9.2 Pemeriksaan Barium Enema... 12

2.9.3 CT scan abdomen/pelvis... 12

2.9.4 MRI pelvis... 17

2.9.5 Pyelogram Intravena (IVP)... 18

2.9.6 PET scan... 18

2.9.7 Radiografi Konvensional Toraks... 18

2.10 Sistem Staging... 18 2.11 Standar Pelaporan... 20 2.12 Pemeriksaan Laboratorium... 21 2.13 Terapi... 21 2.14 Prognosis... 22 2.15 Kerangka Teori... 24 2.16 Kerangka Konsep... 24

(10)

ix Universitas Indonesia

3.METODE PENELITIAN... 25

3.1 Desain Penelitian... 25

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 25

3.3 Populasi dan Sampel... 25

3.4 Alur Penelitian... 27 3.5 Cara Kerja... 27 3.6 Batasan Operasional... 28 3.7 Analisis Data... 31 3.8 Pertimbangan Etik... 31 3.9 Pendanaan... 31 4. HASIL PENELITIAN... 32 5. PEMBAHASAN... 45

6. KESIMPULAN DAN SARAN... 53

(11)

x Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sebaran subyek menurut karakteristik... 32

Tabel 4.2 Nilai rerata, SD dan median umur... 33

Tabel 4.3 Karakteristik temuan PA post histerektomi radikal... 33

Tabel 4.4 Sebaran subyek menurut stadium PA... 34

Tabel 4.5 Karakteristik infiltrasi organ berdasarkan temuan CT scan.... 34

Tabel 4.6 Sebaran limfadenopati berdasarkan temuan CT scan... 35

Tabel 4.7 Karakteristik infiltrasi parametrium pada temuan CT scan... 35

Tabel 4.8 Sebaran stadium klinis, stadium CT scan, dan stadium PA... 37

Tabel 4.9 Kesesuaian temuan infiltrasi parametrium kriteria 3 dan 4 pada CT-scan dengan temuan PA... 37

Tabel 4.10 Kesesuaian temuan infiltrasi korpus uteri pada CT scan dengan temuan PA... 38

Tabel 4.11 Kesesuaian metastasis KGB regional sisi kanan pada CT scan dibandingkan temuan PA... 39

Tabel 4.12 Kesesuaian metastasis KGB regional sisi kiri pada CT scan dibandingkan temuan PA... 40

Tabel 4.13 Kesesuaian stadium klinis dengan temuan infiltrasi parametrium post histerektomi... 41

Tabel 4.14 Kesesuaian stadium klinis dengan temuan metastasis KGB post histerektomi... 40

Tabel 4.15 Sebaran subyek stadium CT scan dibandingkan stadium PA... 41

Tabel 4.16 Kesesuaian stadium CT scan dengan stadium PA post histerektomi... 41

Tabel 4.17 Kesesuaian stadium klinis dengan stadium PA... 42

Tabel 4.18 Kesesuaian temuan CT scan dengan temuan PA ... 42

Tabel 4.19 Kesesuaian stadium klinis, CT scan, dan histopatologis... 43

Tabel 4.20 Stadium klinis awal (IB dan IIA) yang menjadi stadium IIIB pada stadium CT scan dan PA... 43

Tabel 4.21 Temuan perluasan tumor dan limfadenopati berdasarkan CT scan dan histopatologis... 43

(12)

xi Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi uterus dan serviks... 6

Gambar 2.2 Pemetaan kelenjar getah bening pelvis... 8

Gambar 2.3 Potongan aksial pelvis wanita... 15

Gambar 2.4 CT scan pelvis normal... 15

Gambar 2.5 CT-scan pelvis potongan aksial post kontras... 16

Gambar 2.6 CT-scan pelvis dengan invasi parametrium bilateral... 16

Gambar 4.1 Nilai rerata dan SD variabel umur... 33

Gambar 4.2 Persentase infiltrasi organ berdasarkan stadium klinis... 36

Gambar 4.3 Persentase limfadenopati organ berdasarkan stadium klinis... 36

Gambar 5.1 Obliterasi periureteral fat plane, jaringan lunak parametrium prominen, batas serviks iregular... 52

Gambar 5.2 Perirektal fat batas tidak tegas, dinding rektum menebal... 52

(13)

xii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Formulir Penelitian Lampiran 2 : Data Penelitian

Lampiran 3 : Perbandingan antara stadium klinis, stadium CT scan, dan stadium PA post histerektomi sebagai gold standard

(14)

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kanker serviks merupakan penyebab kedua terbesar tingkat kesakitan dan kematian akibat kanker pada wanita dari segala usia di Indonesia setelah kanker payudara.1 Di Amerika Serikat, kanker serviks menempati peringkat ke-4 terbesar keganasan pada wanita.1 Setiap tahun ditemukan kurang lebih 500.000 kasus baru kanker serviks dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang.1 Di Rumah Sakit “Dharmais”, kanker serviks menempati peringkat kedua terbesar dari seluruh kanker yang ada di rumah sakit tersebut dengan rata-rata penderitanya berusia 40-50 tahun.2

Sistem staging klinis menurut International Federation of Gynecology and

Obstetrics (FIGO) tidak selalu akurat. Bila dibandingkan dengan penentuan

stadium post operasi terdapat kesalahan sebesar 17-32% pada stadium IB dan sebesar 67% pada stadium II-IV. Kesulitan terbesar pada evaluasi klinis yaitu dalam menilai invasi parametrium dan dinding pelvis, estimasi ukuran tumor, dan dalam mengevaluasi ada tidaknya metastasis kelenjar getah bening (KGB). Beberapa laporan yang sudah dipublikasikan menunjukkan keunggulan Computed

Tomography (CT)-scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dibanding

staging klinis.3

Kanker serviks didiagnosis berdasarkan pemeriksaan histopatologis, tetapi pencitraan seperti CT-scan atau MRI bermanfaat dalam penentuan stadium, mengevaluasi ukuran tumor dan perluasan tumor, menentukan ada tidaknya metastasis kelenjar getah bening serta ada tidaknya kekambuhan.1 Penentuan stadium akan berpengaruh terhadap prognosis dan terapi yang akan diberikan.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah ada dikatakan CT-scan maupun MRI sama-sama memiliki sensitivitas dan positive predictive value yang rendah, tetapi memiliki negative predictive value dan spesifisitas yang tinggi. American

(15)

College of Radiology Imaging Network (ACRIN)4 and Gynecologic Oncology

Group (GOG)4 mengemukakan bahwa pada kanker serviks stadium awal, MRI

lebih superior dibandingkan CT-scan dalam menentukan stadium preoperatif.4 Tetapi mengingat tidak tersedianya MRI di semua rumah sakit di Indonesia dan biaya pemeriksaan yang lebih mahal, serta masih digunakannya CT-scan abdomen/pelvis dalam protap penentuan stadium preoperatif di Rumah Sakit Kanker Dharmais, maka data mengenai akurasi CT-scan sangat diperlukan. Keunggulan CT-scan yaitu untuk melihat penyebaran limfatik dan metastasis jauh, waktu pemeriksaan yang lebih cepat, biaya yang lebih murah, resolusi spasial lebih tinggi, dan minimalnya artefak akibat peristaltik usus.5

ACRIN5 mengemukakan bahwa CT-scan lebih akurat dalam mengevaluasi kanker serviks stadium lanjut dibandingkan stadium awal, yaitu akurasinya sebesar 92%.5 Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat akurasi CT-scan dalam mengevaluasi kesesuaian antara perluasan tumor dan penyebaran limfatik dari kanker serviks stadium awal (IB dan IIA) dibandingkan dengan hasil operasinya.

Invasi dari kanker serviks ke struktur sekitar dapat dilihat berdasarkan hasil spesimen post bedah maupun berdasarkan hasil pencitraan.6 Penetapan stadium oleh klinisi berdasarkan klasifikasi FIGO akan dibandingkan dengan hasil CT-

scan abdomen/pelvis yang kemudian dikonfirmasi dengan hasil histerektomi,

sehingga dapat diketahui adakah perbedaan yang bermakna antara hasil CT-scan dengan hasil histerektomi. Dikarenakan penetapan stadium sangat mempengaruhi prognosis pasien dan terapi selanjutnya, maka diharapkan hasil CT-scan preoperatif tidak jauh berbeda dari hasil histerektomi.

Ada tidaknya metastasis KGB sangat berpengaruh terhadap stadium. Bila dari temuan histerektomi ditemukan metastasis KGB walaupun pada stadium pre-operatif menunjukkan stadium awal, maka stadiumnya akan langsung berubah menjadi stadium IIIB dan prognosis pasien pun akan menjadi lebih buruk. Pencitraan pre-operatif diharapkan dapat membantu dalam menentukan stadium dengan lebih tepat.

(16)

3

Universitas Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

Perluasan kanker serviks ke struktur sekitar, dan metastasis KGB berpengaruh dalam penentuan stadium, dan stadium kanker serviks akan menentukan prognosis serta terapi yang akan diberikan.

Walaupun CT-scan memiliki sensitivitas dan positive predictive value yang rendah, tetapi memiliki negative predictive value dan spesifisitas yang tinggi.3 CT-scan baik dalam mengevaluasi penyebaran limfatik dan metastasis jauh.4 Selain itu CT-scan memiliki waktu pemeriksaan yang lebih cepat, biaya lebih murah, resolusi spasial lebih tinggi, dan minimalnya artefak akibat peristaltik usus.5

Ada tidaknya metastasis kelenjar getah bening menentukan stadium penyakit. Misalkan saja yang semula ditetapkan sebagai stadium awal (I atau II), bila kemudian pada post histerektomi ditemukan adanya metastasis KGB maka stadiumnya akan langsung berubah menjadi stadium IIIB, sehingga prognosis pasien pun akan menjadi lebih buruk. Pencitraan pre-operatif diharapkan dapat lebih tepat dalam menentukan stadium.

1.3Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dibuat pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kesesuaian perluasan tumor pada kanker serviks stadium awal (IB dan IIA) berdasarkan temuan post histerektomi dibandingkan dengan temuan CT-scan abdomen/pelvis preoperatif ?

2. Adakah pembesaran kelenjar getah bening pada kanker serviks stadium awal (IB dan IIA) ?

3. Bila ditemukan pembesaran KGB, bagaimana kesesuaian distribusinya berdasarkan CT-scan dibandingkan dengan temuan post histerektomi ?

(17)

1.4Hipotesis

Terdapat kesesuaian antara temuan perluasan kanker serviks dan pembesaran kelenjar getah bening pada CT-scan abdomen/pelvis dengan temuan post histerektomi.

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum

Mengetahui peran CT-scan abdomen/pelvis preoperatif dalam mengevaluasi perluasan kanker serviks stadium awal ke struktur sekitar serta mengevaluasi ada tidaknya metastasis kelenjar getah bening.

1.5.2 Tujuan khusus

Mengidentifikasi perluasan tumor ke parametrium, korpus uteri, m.obturator interna, m. piriformis, lemak perirektal dan perivesika serta untuk melihat ada tidaknya metastasis kelenjar getah bening pada kanker serviks stadium awal di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Kemudian dilihat tingkat kesesuaian hasil operasi histerektomi dengan hasil pemeriksaan CT-scan preoperatif.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Segi pendidikan

Untuk melatih cara berpikir, menulis dan melakukan penelitian. 1.6.2 Segi pelayanan masyarakat

Mengetahui tingkat keakuratan CT-scan abdomen/pelvis preoperatif dalam mendeteksi perluasan kanker dan metastasis kelenjar getah bening pada kanker serviks stadium awal.

1.6.3 Segi pengembangan penelitian

(18)

5 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker serviks merupakan tumor ganas primer di serviks (daerah yang menghubungkan uterus dan vagina) akibat metaplasia epitel di daerah

squamocolumnar junction (daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis

servikalis).7 Kanker serviks hampir selalu disebabkan oleh infeksi Human

Papilloma Virus (HPV).8 Pada tipe karsinoma sel skuamosa, sel ganas berasal dari

sel skuamosa yang berada di permukaan ektoserviks (bagian serviks yang dekat dengan vagina), sedangkan sel ganas pada tipe adenokarsinoma berasal dari sel yang memproduksi mukus yang berada di permukaan endoserviks (bagian serviks yang dekat dengan korpus uteri).9

2.2 Epidemiologi Kanker Serviks

Setiap tahun ditemukan kurang lebih 500.000 kasus baru kanker serviks dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang. Rata-rata penderita kanker serviks berusia 40-50 tahun. Di Indonesia terutama di RS Kanker Dharmais, kanker serviks menempati peringkat kedua terbesar keganasan pada wanita dari segala usia setelah kanker payudara.1,2

Beberapa penelitian epidemiologis mengidentifikasi beberapa faktor risiko dari kanker serviks yang mencakup aktivitas seksual pada usia muda (<16 tahun) terutama dengan beberapa pasangan, kebiasaan merokok, daya tahan tubuh yang rendah, riwayat kanker dalam keluarga, dan infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Tipe HPV yang paling sering menyebabkan kanker serviks yaitu HPV-16 dan HPV-18. Kanker serviks dapat dicegah dengan menghindari seks sebelum menikah, rutin menjalani tes pap smear secara teratur, atau dengan vaksinasi HPV.10

(19)

Jenis histopatologis yang paling sering ditemukan yaitu karsinoma sel skuamosa (95-97%), kemudian adenokarsinoma, clear cell carcinoma, dan yang paling jarang sarkoma.11

Berdasarkan penelitian yang pernah ada, ditemukan bahwa pada stadium IB1 dapat dijumpai keterlibatan KGB positif sebanyak 33,3% kasus, pada stadium IB2 dijumpai keterlibatan KGB sebanyak 58,3% kasus, sedangkan pada stadium IIA dijumpai keterlibatan KGB positif sebanyak 66,6% kasus.12

2.3 Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi uterus dan serviks 13,14

Serviks merupakan organ yang menghubungkan uterus dan vagina.9 Serviks panjangnya 3-4 cm dan berdiameter 2,5 cm, tetapi ukuran dan bentuknya dapat

(20)

7

Universitas Indonesia

bervariasi sesuai dengan usia, parietas dan status menstruasi.14 Padawanita hamil ukuran serviks lebih besar.15 Di sekitar serviks terdapat ligamentum kardinale dan uterosakral, yang membentang antara bagian lateral dan posterior dari serviks dan dinding pelvis.14 Serviks dibagi oleh vagina menjadi regio supravagina dan portio vaginalis. Ektoserviks merupakan bagian serviks yang dekat dengan vagina sedangkan endoserviks merupakan bagian serviks yang dekat dengan korpus uteri.10

Vagina dibatasi oleh vulva di bagian eksternanya dan serviks uteri di bagian internanya. Vagina terletak di anterior dari rektum dan posterior dari buli. Vagina mendapatkan vaskularisasi dari arteri vaginalis, yang merupakan cabang anterior dari a. iliaka interna. Drainase limfatik dari vagina menuju ke kelenjar getah bening iliaka eksterna, iliaka interna dan komunis, dan kelenjar getah bening inguinal superfisial.13

Vagina dilapisi oleh epitel skuamosa berstratifikasi yang bertemu dengan epitel kolumnar dari canalis endoservikal pada pertemuan skuamosa-kolumnar.10 Hampir seluruh manifestasi kanker serviks terjadi di zona pertemuan skuamosa-kolumnar ini.14 Zona pertemuan skuamosa-kolumnar terletak di ektoserviks pada usia muda dan semakin berpindah ke arah kanalis endoservikal mulai usia 35 tahun ke atas.10 Kanalis endoservikal ukurannya bervariasi tergantung usia dan status hormonal.14

Uterus terletak antara buli dan rektum. Area pendek konstriksi di segmen bawah uterus disebut isthmus, sedangkan puncaknya disebut fundus yang paling banyak mengandung jaringan otot. Ukuran normal uterus tergantung pada kehamilan sebelumnya dan status hormonal masing-masing individu. Uterus pada nullipara berukuran panjang 8 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm. Sedangkan pada pasien multipara ukurannya lebih besar 1,2 cm dibandingkan nullipara. Setelah menopause uterus akan atrofi.14 Korpus dan serviks uteri dihubungkan oleh isthmus uteri. Ukuran isthmus pada wanita yang tidak hamil yaitu 1 cm.13

(21)

Uterus dihubungkan dengan struktur sekitarnya melalui ligamentum dan jaringan penyambung. Broad ligament menghubungkan uterus dengan dinding lateral pelvis. Sedangkan round ligament menghubungkan uterus dengan dinding abdomen anterolateral. Di dalam round ligament terdapat arteri Sampson yang harus diligasi saat histerektomi.13

Serviks uteri dan uterus mendapatkan vaskularisasi dari cabang descendens a. uterina, yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Cabang descendens a. uterina berjalan di lateral dari serviks arah jam 3 dan 9.14,16 Vena dari serviks berjalan paralel dengan arteri dan menuju ke pleksus vena hipogastrikus.14

Terdapat tiga rute aliran limfe dari serviks uteri sebagai rute penyebarannya. Rute pertama yaitu rute lateral di sepanjang pembuluh darah iliaka eksterna; rute kedua (hipogastrika) di sepanjang pembuluh darah iliaka interna; dan rute presakral sepanjang ligamentum uterosakral. Ketiga rute ini berakhir di sepanjang pembuluh darah iliaka komunis, yang kemudian dapat melibatkan kelenjar getah bening paraorta.5 Penyebaran tersering yaitu melalui rute lateral. Kelenjar limfe obturator dapat menjadi sentinel lymph node dari kanker serviks. Insidens metastasis kelenjar limfe pelvik pada stadium IB dan IIA sebanyak 11.5% dan 26.7%.17

Gambar 2.2 Pemetaan kelenjar getah bening pelvis. A). Nodul parametrium; B). Nodul sepanjang a. iliaka komunis dan a. iliaka eksterna; C). Nodul presakral; D). Nodul para-aorta.18

A B C D

(22)

9

Universitas Indonesia

Parametrium merupakan jaringan ikat di antara broad ligament. Sisi medial berbatasan dengan uterus, serviks, dan proksimal vagina. Sisi lateral berbatasan dengan fascia ekstraperitoneal di sekitar dinding pelvis. Sisi inferior berbatasan dengan ligamentum kardinale.5

Ovarium ukurannya kecil dan berbentuk oval. Ukurannya bergantung pada usia dan status hormonal. Ligamentum ovarian menghubungkan uterus dan ovarium. Ligamentum pelvik infundibular menghubungkan ovarium dengan dinding pelvis. Ovarium mendapatkan vaskularisasi dari arteri ovarian yang merupakan cabang langsung dari aorta descending pada level vertebrae L2.13

2.4 Patofisiologi

Kanker serviks ditandai dengan ditemukannya sel atipikal dari serviks, yang berkembang menjadi kanker in situ dan kemudian menjadi kanker invasif. Sel atipikal berbeda dengan epitel skuamosa servikal normal dimana terjadi perubahan bagian sitoplasma dan inti dari sel, ukuran serta bentuk selnya lebih bervariasi (displasia).19

Kanker serviks dapat dibagi menjadi lesi preinvasif (sebelum menembus membran basal) dan lesi invasif. Invasif karsinoma tampak sebagai sebagai tumor yang menonjol, ulseratif, atau infiltratif. Kanker serviks menyebar melalui perluasan langsung terhadap struktur di dekatnya (korpus uteri, vagina, parametrium, rektum, dan vesika urinaria) atau melalui sistem limfatik ke kelenjar regional dan jarang melalui hematogen. 10

Metastasis KGB biasanya pertama kali melibatkan kelenjar getah bening parametrium, sepanjang arteri iliaka interna dan eksterna, kemudian menyebar ke kelenjar getah bening sekunder presakral, sepanjang arteri iliaka komunis, dan kelenjar getah bening para-aorta. Yang kemudian dapat menyebar ke kelenjar getah bening ekstra abdominal, misalkan ke kelenjar limfe supraklavikula.18

(23)

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis kanker serviks biasanya berupa perdarahan pervaginal dengan frekuensi yang lebih sering dan tidak berhubungan dengan siklus menstruasi normal; perdarahan setelah koitus; sekret vagina yang berair, purulen, atau berbau.1 Lebih dari 60% kanker serviks pada stadium dini tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada stadium lanjut dapat berupa pengeluaran sekret vagina yang kuning dan berbau, nyeri hebat dan penurunan berat badan. 20

2.6 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan dalam pelvis, pemeriksaan rektal digital (DRE) untuk merasakan adanya benjolan atau penebalan dari vagina, meraba ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening di inguinal dan di atas tulang selangka.21 Dapat pula dilakukan kolposkopi untuk melihat permukaan serviks dengan lebih jelas. Jika pada serviks terlihat area tidak normal maka dilakukan biopsi. Kemudian sampel dikirim ke ahli patologi untuk dilihat secara mikroskopis.22

2.7 Diagnosis

Diagnosis dapat diperoleh berdasarkan Papanicolau smear, kolposkopi, dan biopsi. Bila pada screening dengan pap smear ditemukan sel atipikal, maka harus dilakukan follow-up pap test tiap 3-6 bulan. Sedangkan bila tidak ditemukan kelainan, pap smear sebaiknya dilakukan setiap 2 tahun. Bila ditemukan lesi mencurigakan maka diperlukan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan histopatologis merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis kanker serviks.19

2.8 Histopatologis

Ada dua tipe utama histopatologis kanker serviks yaitu karsinoma sel skuamosa (±90%) dan adenokarsinoma (5%).5,23 Tipe karsinoma sel skuamosa berasal dari sel skuamosa yang berada di permukaan ektoserviks. Sedangkan tipe adenokarsinoma berasal dari sel yang memproduksi mukus, yang berada di permukaan endoserviks. 9

(24)

11

Universitas Indonesia

Adenokarsinoma jarang ditemukan dan tidak jarang dua atau lebih tipe histopatologis adenokarsinoma terdapat dalam satu tumor. Jenis adenokarsinoma yang paling sering ditemukan di serviks adalah adenokarsinoma musinosa tipe endoserviks. Tiga derajat karsinoma endoserviks yaitu yang berdiferensiasi baik, berdiferensiasi sedang dan berdiferensiasi buruk tergantung pada kesamaan dari sel tumor pada lapisan epitel kelenjar endoserviks. 24

Tipe histologi kanker serviks berdasarkan klasifikasi WHO : 24

 Karsinoma sel skuamosa (karsinoma epidermoid)

o Keratinizing (berdiferensiasi baik dan sedang)

o Non keratinizing (tipe sel besar dan kecil)

o Karsinoma sel spindel

 Adenokarsinoma endoservikal

o Variasi : adenoma malignum

o Variasi : villoglandular papillary adenocarcinoma  Adenokarsinoma endometrioid

Clear cell adenocarcinoma

 Adenokarsinoma serosa

 Adenokarsinoma mesonefrik

 Adenokarsinoma tipe intestinal (signet ring)

 Tumor epitelial lain

o Adenosquamous carcinoma

o Adenoid cystic carcinoma

Small cell carcinoma

Undifferentiated carcinoma

 Tumor metastasis (payudara, ovarium, kolon, dan penyebaran langsung endometrial carcinoma)

Berdasarkan keterlibatan dari epitelial serviks, Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN) terbagi menjadi beberapa grading. Grade 1, melibatkan 1/3 dari lapisan epitelial. Grade 2, melibatkan 1/3 – 2/3 lapisan epitelial, sedangkan grade 3 melibatkan 2/3 – seluruh tebal lapisan epitelial.19

(25)

Fasilitas lain yang dapat membantu untuk diagnosis dan perencanaan terapi termasuk CT-scan, CT-guided aspirasi kelenjar getah bening, MRI, Positron

Emission Tomograghy (PET) scan, hitung jumlah darah, profil kimia serum, dan

urinalisis.25

2. 9 Pemeriksaan Radiologis 2.9.1 Ultrasonografi (USG)

Terlihat sebagai massa hipoekoik yang melibatkan serviks.17,26 USG transabdominal dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hidronefrosis, tetapi di luar itu modalitas ini terbatas peranannya dalam penentuan stadium kanker serviks. Sonografi transvaginal digunakan untuk mengevaluasi perluasan lokal dari tumor tetapi tidak adekuat untuk mendeteksi keterlibatan dinding pelvis. Sonografi endorektal digunakan untuk melihat keterlibatan parametrium dengan akurasi sekitar 87-95%; sonografi transvaginal digunakan untuk melihat invasi buli dengan akurasi sekitar 95% dibandingkan akurasi 76% dengan CT-scan dan 80% dengan MRI.10

2.9.2 Pemeriksaan Barium Enema

Pemeriksaan Barium enema dilakukan untuk mengetahui apakah sudah ada perluasan ke rektum. 17,26

2.9.3 Computed Tomography (CT) scan abdomen/pelvis

CT-scan diperlukan untuk mengetahui perluasan tumor serviks, melihat karakterisasi lesi, melihat ada tidaknya metastasis di hepar dan paru-paru, melihat adakah keterlibatan kelenjar getah bening sekitar, evaluasi obstruksi usus halus atau usus besar, panduan biopsi, perencanaan terapi radiasi dan kemoterapi serta untuk mengevaluasi respon tumor terhadap terapi. 17,21,22

CT-scan abdomen/pelvis dengan kontras harus lebih berhati-hati pada pasien yang alergi terhadap kontras. Pemeriksaan ini kontraindikasi untuk pasien yang sedang hamil karena dikhawatirkan bahaya radiasinya.21

(26)

13

Universitas Indonesia

Sensitivitas CT-scan untuk melihat keterlibatan parametrium, keterlibatan KGB, keterlibatan buli, dan keterlibatan rektum yaitu 55%, 43%, 71%, dan 71%. Sedangkan spesifisitas CT-scan untuk melihat keterlibatan parametrium, keterlibatan KGB, dan keterlibatan buli yaitu 75%, 91%, 73%.27 Keakuratan CT-scan untuk mengidentifikasi invasi parametrial sekitar 76-80%.10 Untuk mendeteksi metastasis kelenjar getah bening, keakuratan CT-scan sebesar 83-85%.10

CT-scan kurang akurat dalam menggambarkan ukuran tumor maupun adanya infiltrasi parametrium dikarenakan kontras antara tumor lokal dan parametrium rendah.4 Tetapi walaupun kontras jaringan lunaknya rendah, CT-scan memiliki beberapa keunggulan yaitu waktu pemeriksaan lebih cepat, resolusi spasialnya lebih tinggi, dan minimal efek artefak yang timbul akibat peristaltik usus.5,18 CT-scan biasanya digunakan sebagai pemeriksaan tambahan setelah dilakukan pemeriksaan fisik, terutama bila dari pemeriksaan fisik tidak cukup informatif misalnya karena adanya nyeri pelvik, pada pasien dengan obesitas, atau dapat sebagai alternatif pemeriksaan pelvik yang memerlukan anestesi. Tetapi berdasarkan penelitian terdahulu dikatakan CT-scan sulit untuk membedakan lesi stadium IB dengan stadium IIB.28

2.9.3.1 Prosedur Pemeriksaan CT-scan Abdomen dan Pelvis

Pada CT-scan abdomen, scan dimulai dari puncak diafragma sampai krista iliaka.29 Sedangkan pada CT-scan pelvis, scan dimulai dari batas terbawah krista iliaka sampai tuberositas ischii.5

CT-scan abdomen/pelvis menggunakan kontras intravena berupa medium kontras non-ionik yang diinjeksikan menggunakan injektor dengan kecepatan 2 mL/detik sebanyak 120-130 mL.30 Diberikan kontras Barium peroral sebanyak 750-1000 ml pada 2 jam sebelum pemeriksaan untuk mengoptimalkan opasifikasi colon.30 Pemberian kontras media negatif per oral dan per rektal diperlukan untuk membedakan lumen mukosa dan lumen intestinal.5,30 Pemeriksaan CT-scan pelvis dilakukan dalam posisi supine dan dipuasakan paling tidak 4 jam sebelum

(27)

pemeriksaan, dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan saat buli penuh sehingga korpus uteri posisinya lebih vertikal dan mendesak loop usus ke luar dari pelvis minor.5,31

Fase arteri umumnya tidak diperlukan, sedangkan fase vena (sekitar 70 detik setelah injeksi media kontras) sangat penting. Fase lanjut (setelah 3-5 menit) mungkin berguna untuk evaluasi kemungkinan keterlibatan patologis dinding buli atau ureter distal. 30

2.9.3.2 Gambaran CT-scan abdomen/pelvis

Korpus uteri biasanya berbentuk triangular, sementara serviks uteri lebih silinder. Meskipun demikian, gambaran uterus pada CT-scan bervariasi, tergantung bidang scan, orientasi spasial dari organ itu sendiri dan tentu saja, bidang yang digunakan dalam rekonstruksi multiplanar (MPR). 31

Serviks uteri normal pada CT-scan setelah pemberian kontras intravena akan memberikan penyangatan di bagian sentralnya, yang merupakan epitel dari serviks, dan memiliki tepi terluar berbatas tegas yang dibatasi oleh lemak parametrial.28,31 Stroma serviks di bagian perifer juga menyangat ringan, begitu pula dengan vagina normal pada CT-scan akan menyangat di bagian sentralnya yang merupakan mukosa vagina.31 Pembagian regio dari serviks yaitu area supravaginal dan pars vaginalis sulit dibedakan dengan CT-scan.28

Dimensi dan posisi dari uterus bervariasi, dipengaruhi beberapa faktor seperti usia dan status hormonal. Pada dasarnya sekresi dari endometrium menyebabkan area hipodens di sentral yang memanjang. Selama siklus menstruasi, variasi ketebalan endometrium dan miometrium dapat diamati. Secara umum serviks tampak berdensitas seragam, sering sedikit hipodens dibandingkan uterus.31

Pada wanita usia subur, korpus uteri berukuran 5-8 cm, sedangkan serviks normal berukuran tidak lebih dari 3 cm pada potongan aksial.31 Serviks uteri normalnya membentuk sudut 90° terhadap aksis vagina. Korpus uteri antefleksi, membentuk

(28)

15

Universitas Indonesia

sudut 70-100° terhadap serviks. Pada masa pubertas ratio serviks terhadap korpus uteri sebesar 1 : 2, kemudian korpus mengecil setelah menopause dan turun ke truepelvic.18

Ovarium terletak di fossa ovarium, anterior terhadap ureter dan posterolateral terhadap uterus. Ureter bagian distal terletak 2 cm lateral dari serviks uteri.31

Parametrium dilalui pembuluh darah uterina, pembuluh saraf, jaringan fibrosa, dan pembuluh limfe. Pada CT-scan, parametrium terlihat sebagai serat jaringan lunak berdensitas dominan lemak yang membatasi tepi lateral dari uterus, serviks, dan proksimal vagina, yang tebalnya kurang dari 3-4 mm.5,28

Gambar 2.3 Potongan aksial dari pelvis wanita, viscera dan ligamen pada level korpus uteri dan serviks.30

Gambar 2.4 CT-scan Pelvis normal. Kavitas endometrium (titik putih); lapisan basal endometrium (kepala panah) yang menyangat setelah pemberian kontras; serviks (bintang) tampak hipodens dibandingkan miometrium dari korpus uteri dan fundus karena lebih banyak mengandung komponen stromal; ovarium (panah); buli (B). 31

Kanker serviks pada CT-scan pre kontras terlihat sebagai pembesaran ukuran serviks lebih dari 3,5 cm.5 Tumor tampak hipodens atau isodens heterogen

(29)

dibandingkan stroma serviks normal setelah pemberian kontras intravena.16,18 Tumor primer tampak hipodens karena adanya area nekrosis, ulserasi, atau berkurangnya vaskularisasi, dan tidak menyangat atau menyangat minimal bila dibandingkan dengan stroma normal serviks dan miometrium.5

Pada CT-scan, parametrium sering tidak memiliki batas yang tegas dikarenakan broad ligament, sebagai penanda batas anatomisnya, tidak selalu terlihat, serta pembuluh darah uterina dan vaginalis yang berjalan di dalamparametrium tidak selalu menyangat post pemberian kontras.28 Infiltrasi parametrium dapat dinilai secara tidak langsung berdasarkan batas serviks yang iregular dan tidak tegas, parametrial stranding yang prominen, obliterasi periureteral fat plane, adanya massa jaringan lunak parametrial, adanya invasi perivaskular, dan penebalan ligamentum uterosakral (>0,5–2 cm).5,28 Prominennya parametrial stranding merupakan gambaran yang paling sering terlihat bila terdapat invasi tumor ke parametrium, tetapi dapat juga terlihat bila terdapat inflamasi parametrium.28

Gambar 2.5 CT-scan pelvis potongan aksial post kontras. Kanker serviks sebagai massa hipodens (panah) yang tidak menyangat atau menyangat minimal dibandingkan stroma normal dari serviks dan miometrium (panah terbuka).5

Gambar 2.6 CT-scan pelvis post kontras pasien kanker serviks dengan invasi parametrium bilateral. Tampak pembesaran ukuran serviks berdensitas heterogen berbatas iregular disertai parametrial stranding yang prominen dan obliterasi periureteral fatplane sisi kanan-kiri.28

(30)

17

Universitas Indonesia

Bila fat yang mengelilingi rektum atau buli batasnya tidak tegas, dindingnya menebal, atau adanya massa tumor yang menonjol ke dalam lumen, maka dapat dicurigai adanya infiltrasi ke rektum atau buli.17 Bila terdapat keterlibatan m. obturator interna, m. piriformis, m. levator ani, serta jarak antara tepi tumor dengan otot dinding pelvis kurang dari 3 mm dan sudah mengelilingi vaskular maka harus dicurigai adanya invasi dinding pelvis.5

Secara umum dikatakan pembesaran KGB bila diameter terpendeknya lebih dari 1 cm maka dapat dicurigai sebagai metastasis KGB. Limfadenopati iliaka interna dicurigai bila diameter terpendek lebih dari 7 mm, di sepanjang iliaka komunis bila diameter terpendek lebih dari 9 mm, dan di sepanjang iliaka eksterna bila diameter terpendeknya lebih dari 10 mm. Kelenjar getah bening parametrium merupakan kelenjar limfe yang pertama kali terlibat.5 Limfadenopati parametrium dicurigai bila diameter terpendeknya ≥ 5 mm, kelenjar getah bening pelvis atau para-aorta diameter terpendeknya berukuran lebih dari 10 mm dan berbentuk oval; atau diameter terpendeknya lebih dari 8 mm dan berbentuk bulat.5

Selain ukuran, kriteria morfologi limfadenopati lainnya yaitu tepi yang iregular, penyangatan kontras inhomogen, adanya nekrosis sentral, tidak ada central fatty

hilum, dan berbentuk bulat. Pemberian kontras intravena dapat membedakan KGB

dengan struktur vaskular. 18

2.9.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI) pelvis

Fungsi MRI hampir sama seperti CT-scan yaitu untuk mengetahui perluasan tumor serviks dan melihat adakah metastasis KGB. 10

MRI merupakan modalitas terbaik untuk staging preoperatif terutama untuk massa yang ukurannya masih kecil (stadium awal).22 Sensitivitas MRI untuk melihat keterlibatan parametrium, keterlibatan KGB, keterlibatan buli dan rektum yaitu 85%, 60%, 75%, 71%. Sedangkan spesifisitasnya untuk melihat keterlibatan parametrium, keterlibatan KGB, dan keterlibatan buli yaitu 85%, 91%, dan 91%.27

(31)

Akurasi MRI untuk melihat invasi parametrium sekitar 75-96%, sedangkan akurasi MRI untuk melihat metastasis kelenjar getah bening sekitar 88-89%.10

Pada T1-WI (Weighted Image), tumor tampak isointens dibandingkan otot-otot pelvis, yang akan menyangat post pemberian kontras. Pada T2-WI, stroma serviks yang normal akan tampak hipointens, sedangkan tumor serviks akan tampak hiperintens. Jika pada T2-WI, cincin serviks yaang hipointens tampak intak maka invasi parametrial dapat disingkirkan.16 Sekuens T2-WI memberikan gambaran kontras jaringan lunak yang paling baik sehingga lebih baik untuk menunjukkan lokasi tumor dan perluasan dari kanker serviks.18

2.9.5 Pyelogram Intravena (IVP)

Pyelogram intravena (IVP) untuk melihat adakah perluasan tumor yang menimbulkan hambatan ureter. IVP mungkin tidak diperlukan jika telah dilakukan CT-scan dengan kontras ataupun MRI.16,22

2.9.6 Positron emission tomography (PET) scan

PET-scan biasanya dilakukan bersamaan dengan CT-scan (PET/CT). Hal ini digunakan untuk melihat apakah kanker telah menyebar ke luar serviks dan melihat metastasis KGB. PET-scan jarang dilakukan pada orang dengan kanker serviks stadium awal. Sensitivitas dan spesifisitas PET/CT untuk melihat metastasis KGB sebesar 82% dan 95%. 16,22

2.9.7 Radiografi Konvensional Toraks

Radiografi konvensional toraks diperlukan untuk mendeteksi adanya metastasis ke paru-paru, biasanya bila sudah stadium lanjut.17

2.10 Staging System

Ada 2 sistem yang dapat digunakan untuk menentukan stadium dari kanker serviks, yaitu berdasarkan sistem FIGO (International Federation of Gynecology

and Obstetrics) dan AJCC (American Joint Committee on Cancer) TNM staging

(32)

19

Universitas Indonesia

perluasan dari tumor (T), penyebaran ke kelenjar getah bening (N) dan adakah metastasis jauh (M).22

TNM FIGO

TX - Tumor primer tidak dapat dievaluasi

T0 - Tidak adanya tumor primer

Tisb 0 Ca in situ (membran basalis masih utuh)

T1 I Ca serviks terbatas di uterus (perluasan ke korpus diabaikan).

T1a IA

Invasif karsinoma didiagnosis hanya berdasarkan mikroskopis. Invasi stromal dengan kedalaman maksimum 5 mm yang diukur dari basis epitelium dan perluasan horizontal ≤ 7 mm. Keterlibatan ruang vaskular, vena atau limfatik, tidak berpengaruh terhadap klasifikasi.

T1a1 IA1 Invasi stromal kedalamannya ≤ 3 mm dan perluasan horizontal ≤ 7 mm T1a2 IA2 Invasi stromal >3 mm dan tidak > 5 mm dengan perluasan horizontal ≤ 7 mm. T1b IB Secara klinis terlihat lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis

>T1A/IA2.

T1b1 IB1 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya ≤4 cm. T1b2 IB2 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya >4 cm

T2 II

Ca serviks menginvasi di luar uterus tetapi tidak ke dinding pelvis atau ke 1/3 bawah vagina

T2a IIA Tumor tanpa invasi parametrial.

T2a1 IIA1 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya ≤4 cm T2a2 IIA2 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya >4 cm

T2b IIB Tumor dengan invasi parametrial

T3 III Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah vagina, dan atau menyebabkan hidronefrosis atau non fungsi ginjal.

T3a IIIA Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina, tidak ada perluasan ke dinding pelvis. T3b IIIB Tumor meluas ke dinding pelvis dan atau menyebabkan hidronefrosis atau non

fungsi ginjal.

T4a IVA

Tumor menginvasi mukosa buli atau rektum, dan/atau meluas ke luar true pelvis (edema bullous tidak memadai untuk mengklasifikasikan tumor sebagai T4).

T4b IVB Metastasis jauh

Kelenjar Limfe Regional (N)

N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional N1 Metastasis kelenjar limfe regional

(33)

Metastasis (M)

M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh

Sumber : Rubin P, Hansen JT. TNM Staging Atlas with Oncoanatomy 2ed. Lippincot Williams & Wilkins. 32

2.11 Standar Pelaporan Tumor Primer (T) 33

 Lokasi

 Ukuran Tumor : dalam 1 atau 2 dimensi. Dipilih diameter yang terpanjang pada bidang apapun dan diameter aksial dari tumor.

 Karakteristik tumor

 Perluasan ke struktur sekitar seperti korpus uteri, vagina, parametrium, ureter, dinding pelvis, rektum, atau vesika urinaria.

Stadium IA T1 N0 M0 T1a N0 M0 T1a1 N0 M0 T1a2 N0 M0 Stadium IB T1b N0 M0 T1b1 N0 M0 T1b2 N0 M0 Stadium II T2 N0 M0 T2a N0 M0 T2b N0 M0 Stadium IIIA T3 N0 M0 T3a N0 M0 Stadium IIIB T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3a N1 M0 T3b Setiap N M0 Stadium IVA T4 Setiap N M0 Stadium IVB Setiap T setiap N M1

(34)

21

Universitas Indonesia

Kelenjar Getah Bening (N)33

 Ukuran  KGB terbesar diukur diameter aksis terpendeknya. Nodul abnormal berdasarkan RECIST 1.1 (Response Evaluation Criteria In Solid

Tumours) umumnya menggunakan cut off 10 mm pada aksis terpendeknya.

 Regio yang terlibat  KGB regional didefinisikan sebagai KGB di sekitar lokasi tumor primer, sedangkan KGB yang lokasinya jauh diperhitungkan sebagai metastasis (M1).

 Untuk tujuan RECIST, hanya 2 nodul yang memerlukan pengukuran.

2.12 Pemeriksaan Laboratorium

Untuk karsinoma sel skuamosa, antigen Ca sel skuamosa (SCC) sebagai penanda tumor dapat meningkat. Konsentrasi SCC dalam serum berhubungan dengan stadium tumor, ukuran tumor, tumor residu setelah terapi, dan adanya rekurensi atau progresifitas. Carcinoembryonic antigen (CEA) dan CA-125 dapat meningkat pada kanker serviks tipe adenokarsinoma.26

Beberapa pustaka menyebutkan bahwa peningkatan SCC sebelum terapi (>10 µg/L) dapat dijadikan marker adanya metastasis kelenjar getah bening (KGB). Tetapi berdasarkan National Academy of Clinical Biochemistry (NACB)

recommendations dikatakan bahwa SCC tidak dapat digunakan untuk screening

maupun untuk mendiagnosis kanker serviks.26

2.13 Terapi

Penatalaksanaan dari kanker serviks yaitu tindakan bedah, radiasi, kemoterapi, immunoterapi, dll. Perbedaan penatalaksanaan tergantung pada stadium kanker, jenisnya, dan kondisi umum dari penderita.9

Simple histerektomi merupakan terapi kanker serviks untuk stadium 0 dan IA.

Biasanya hanya uterus yang dibuang dan vagina tetap intak, tetapi terkadang tuba fallopi dan ovarium juga ikut dibuang. Pada histerektomi radikal, uterus, ovarium, dan bagian vagina dekat serviks dibuang, serta dilakukan limfadenektomi. Histerektomi radikal merupakan terapi untuk kanker serviks stadium IA2, IB, dan IIA. Tindakan histerektomi radikal sering dikombinasi dengan radioterapi dan

(35)

kemoterapi. Kanker serviks stadium IIB, III, IV, dan kanker serviks rekuren diterapi dengan kombinasi radiasi eksternal-internal serta kemoterapi.9

Radioterapi post operasi diberikan pada pasien dengan limfadenopati positif, bila terdapat keterlibatan parametrial, dan batas sayatan operasi tidak bebas tumor. Tetapi dapat juga diberikan pada pasien yang tidak disertai limfadenopati tetapi pada gambaran histopatologisnya menunjukkan resiko tinggi. Dosis radioterapi yang diberikan yaitu 45-50,4 Gy dengan fraksi 1,8 Gy. Batas lapangan radiasi yaitu 1,5 cm di atas batas inferior dari sendi sakroiliaka pada proyeksi antero-posterior sebagai batas superiornya; batas lateralnya terbatas pada truepelvic; dan batas inferiornya pada batas terbawah dari foramina obturator. Pada proyeksi lateral, batas anteriornya yaitu sisi terdalam dari batas bawah simfisis pubis dan batas posteriornya S2-S3. 34

Pasien menerima External Beam Radioterapi (EBRT) dan Intracavitary

brachytherapy (ICRT) selama 7-10 hari. EBRT terdiri dari 40 G dalam 20 fraksi

untuk seluruh panggul atau 45 Gy dalam 1,8 fraksi Gy. ICRT terdiri dari 30 Gy dalam 5 fraksi yang diberikan 2 kali seminggu.34 Keuntungan dari ICRT yaitu dosis sangat tinggi radiasi dapat diterapkan pada tumor dengan penetrasi kurang dari jaringan normal di sekitarnya.25 Brachytherapy biasanya digunakan bila ukuran tumor lebih dari 2 cm.35

2.14 Prognosis

Untuk kanker serviks yang didiagnosis pada stadium preinvasif memiliki 5 years survival rate hampir 100%. Bila terdeteksi pada stadium invasif awal, 5 years survival rate sekitar 91%.8 5 years survival rate untuk stadium IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB, IVA, IVB yaitu 93%, 80%, 63%, 58%, 35%, 32%, 16%, dan 15%.23 Untuk stadium IB, survival rate sebesar 85%-95% bila hasil limfadenektominya negatif dan sebesar 45%-55% bila disertai limfadenopati positif.5 5 years survival rate untuk seluruh kanker serviks sekitar 70%. 9

(36)

23

Universitas Indonesia

Prognosis bergantung pada stadium, ukuran tumor, perluasan tumor dan status dari kelenjar getah bening.1 5 year survival rate dari kanker serviks menurun sesuai dengan bertambahnya usia.18,23 Berdasarkan hasil histopatologis, prognosis dari Ca serviks tipe large-cell nonkeratinizing squamous cell, lebih baik dibandingkan adenokarsinoma berdiferensiasi buruk.36

(37)

2.15 Kerangka Teori

2.16 Kerangka Konsep

Infeksi HPV (Human

papilloma virus) tipe 16 & 18 Faktor resiko : aktivitas seksual usia dini, sering berganti pasangan seks Keluarga dengan riwayat penyakit kanker. Immunocompromise Kanker serviks Faktor lingkungan (merokok, defisiensi vitamin) Proses karsinogenesis Jaringan serviks normal Staging klinik Klasifikasi FIGO Tatalaksana  Histerektomi + limfadenektomi  Histerektomi + radioterapi  Radioterapi + kemoterapi Pemeriksaan Radiologi  USG  Barium enema  IVP  MRI abdomen/pelvis  CT scan abdomen/pelvis  PET CT

Kanker Serviks stadium IB dan IIA

Pemeriksaan Histopatologis Klasifikasi WHO CT scan abdomen/pelvis Histerektomi Radikal  Anamnesa

 Pemeriksaan dalam pelvis

 Kolposkopi

 Perluasan tumor

 Limfadenopati

(38)

25 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional study) dengan data sekunder untuk menilai kesesuaian temuan perluasan tumor dan limfadenopati pada kanker serviks stadium awal (IB dan IIA) berdasarkan CT-scan abdomen/pelvis preoperatif dibandingkan temuan histerektomi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta yang berlangsung mulai bulan Februari 2013 sampai Agustus 2013 dengan jadwal sebagai berikut :

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Usulan penelitian Administrasi Perijinan Pengumpulan data Analisa data Pelaporan

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah pasien kanker serviks stadium klinis awal (IB dan IIA) yang melakukan pemeriksaan CT-scan abdomen/pelvis sebelum dilakukan tindakan histerektomi di RS Kanker “Dharmais” (RSKD) periode Januari 2009 sampai Mei 2013.

(39)

Kriteria Penerimaan (inklusi) :

 Data rekam medis pasien kanker serviks stadium klinis awal (IB dan IIA) poliklinik ginekologi RSKD yang sudah menjalani tindakan histerektomi radikal dan telah dilakukan pemeriksaan histopatologis.

 Data CT-scan abdomen/pelvis Instalasi Radiodiagnostik RSKD pasien kanker serviks stadium klinis awal (IB dan IIA), sesuai data rekam medis dan data histopatologis.

Kriteria Penolakan (eksklusi) :

 Data CT-scan abdomen/pelvis pasien kanker serviks stadium klinis awal (IB dan IIA) poliklinik ginekologi RSKD yang berasal dari rumah sakit lain.

 Data rekam medis pasien kanker serviks stadium klinis awal (IB dan IIA) poliklinik ginekologi RSKD yang sudah mendapatkan radioterapi maupun kemoterapi sebelum dilakukan tindakan histerektomi dan sebelum dilakukan CT-scan.

 Catatan medis pasien tidak lengkap.

 Jarak antara data CT-scan dengan data laporan operasi lebih dari 1 bulan.

3.3.2 Sampel

Sampel diambil dari data sekunder pasien kanker serviks stadium klinis awal (IB dan IIA) yang mempunyai catatan medis (medical record) dengan riwayat histerektomi dan telah menjalani pemeriksaan CT-scan abdomen/pelvis di RS Kanker Dharmais selama periode Januari 2009 sampai Mei 2013, yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak termasuk dalam kriteria penolakan.

Besar sampel ditentukan menggunakan rumus : n = Zα2PQ X 1

d2 p

n : jumlah sampel minimal.

(40)

27

Universitas Indonesia

P : spesifisitas CT-scan (80%). Q : 1 – P = 20%.

d : nilai ketepatan absolut yang dikehendaki (15%)

p : proporsi metastasis KGB pada kanker serviks stadium awal (50%)

Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan besar sampel (n) = 55.

3.4 Alur Penelitian

3.5. Cara Kerja

 Tahap Pertama :

Seleksi pasien kanker serviks berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang dilakukan dengan melihat rekam medik untuk mendapatkan hasil laporan operasi.

 Tahap Kedua :

Melakukan pembacaan ulang CT-scan abdomen/pelvis terhadap penilaian perluasan tumor dan pola penyebaran limfadenopati. Pembacaan CT-scan

Kriteria Penerimaan Kriteria Penolakan

Pembacaan ulang hasil CT-scan abdomen/pelvis

Penderita kanker serviks yang secara klinis ditetapkan sebagai stadium awal (IB dan IIA) yang menjalani

pemeriksaan CT scan abdomen/pelvis sebelum dilakukan tindakan histerektomi radikal di RS Kanker Dharmais

Tidak Diteliti

Pencatatan Data

Analisis Data

Data histopatologi kanker serviks Januari 2009 – Mei 2013 dari Departemen Patologi Anatomi RSKD

(41)

abdomen/pelvis dilakukan oleh 1 orang ahli radiologi dan 1 orang residen radiologi senior. Bila didapatkan ketidaksesuaian hasil pembacaan maka dilakukan pembacaan oleh ahli radiologi ke-2.

Adapun protokol pemeriksaan CT yang diambil dalam seleksi penerimaan data adalah:

 CT-scan abdomen/pelvis menggunakan Multi Slice Computed Tomography 16 Slice (Siemens, Jerman).

 Rekonstruksi tebal potongan 5 mm.

 Kontras intravena, medium kontras non-ionik (ultravist 350, Schering, Berlin, Germany) diinjeksikan menggunakan injektor dengan kecepatan 2 mL/detik sebanyak 120-130 mL. 2 jam sebelum pemeriksaan diberikan kontras Barium peroral sebanyak 750-1000 ml, untuk mengoptimalkan opasifikasi colon.

 Dilakukan scanning sebelum dan setelah pemberian kontras, serta delay

phase pada daerah pelvis yang diambil 10-15 menit setelah pemberian

kontras.

Scanning abdomen diambil mulai dari puncak diafragma sampai krista iliaka.

Sedangkan scanning pelvis diambil mulai dari batas terbawah krista iliaka sampai tuberositas ischii.

 Tahap ketiga : Melakukan analisa data perluasan tumor dan pola penyebaran limfadenopati pada CT-scan yang kemudian dibandingkan dengan hasil histerektomi.

3.6 Batasan Operasional 3.6.1 Variabel

Variabel tergantung adalah perluasan tumor stadium IB dan IIA serta limfadenopati regional pelvik dan paraaorta.

(42)

29

Universitas Indonesia

3.6.2 Definisi Operasional

 Kanker serviks adalah tumor ganas primer di serviks, yang dapat berasal dari sel skuamosa yang berada di permukaan ektoserviks (karsinoma sel skuamosa) atau berasal dari sel yang memproduksi mukus yang berada di permukaan endoserviks (adenokarsinoma).

 Berdasarkan klasifikasi FIGO, kanker serviks stadium klinis IB adalah tumor yang terbatas di serviks sedangkan kanker serviks stadium klinis IIA adalah tumor yang sudah menginvasi ke luar uterus tetapi belum menginvasi parametrial.

 Berdasarkan CT-scan, stadium IB terlihat sebagai pembesaran ukuran serviks berbatas relatif tegas dengan tumor yang masih terbatas di serviks dan tidak ditemukan metastasis KGB; pada stadium IIA terlihat kanker serviks sudah menginvasi ke luar uterus tetapi belum menginvasi parametrial, dinding pelvis maupun 1/3 bawah vagina dan tidak ditemukan metastasis KGB; pada stadium IIB terlihat sebagai pembesaran ukuran serviks tepi iregular, disertai adanya infiltrasi parametrium; pada stadium IIIB terlihat tumor sudah meluas ke dinding pelvis dan atau melibatkan 1/3 bawah vagina disertai adanya metastasis KGB; dan stadium IVA yang sudah disertai invasi mukosa rektum atau buli dan atau meluas ke luar true

pelvic serta ada/tidaknya metastasis KGB.

 Serviks uteri normal pada CT-scan sedikit lebih hipodens dibandingkan uterus dan setelah pemberian kontras akan memberikan penyangatan (peningkatan densitas sebesar 26 HU) di bagian sentralnya, sedangkan bagian perifernya menyangat ringan. Begitu pula vagina normal pada CT-scan akan menyangat di bagian sentralnya yang merupakan mukosa vagina. Pada CT-scan, parametrium normal terlihat sebagai serat jaringan lunak yang tebalnya kurang dari 3-4 mm.

 Pada CT-scan abdomen/pelvis pre kontras, kanker serviks terlihat sebagai pembesaran ukuran serviks lebih dari 3,5 cm. Setelah pemberian kontras intravena, tumor tampak hipodens atau isodens heterogen dibandingkan stroma serviks normal.

(43)

 Pada CT-scan adanya infiltrasi parametrium dapat dinilai secara tidak langsung berdasarkan 4 kriteria temuan di bawah ini :

1. Batas serviks tampak iregular dan tidak tegas

2. Parametrial stranding yang prominen didefinisikan sebagai

meningkatnya attenuasi dan tampak kesuraman dari jaringan lunak parametrial

3. Obliterasi periureteralfat plane didefinisikan sebagai kesuraman dari fat periureteralsehingga tidak terlihat lagi batas massa dengan ureter. 4. Adanya massa jaringan lunak parametrial.

 Dikarenakan evaluasi perluasan parametrium secara histopatologis dilakukan pada sisi paling lateral dari spesimen, maka penilaian infiltrasi parametrium pada CT-scan didasarkan pada kriteria 3 dan 4, yaitu adanya obliterasi periureteral fat plane dan adanya massa jaringan lunak parametrium.

 Berdasarkan CT-scan dikatakan infiltrasi korpus uteri apabila batas antara massa dan korpus uteri tidak jelas terlihat dan tampak menyangat setelah pemberian kontras.

 Berdasarkan CT-scan dikatakan terdapat metastasis KGB regional pelvik dan paraaorta adalah adanya pembesaran kelenjar getah bening dengan diameter terkecil lebih dari 1 cm.

 Berdasarkan CT-scan dikatakan infiltrasi ke rektum atau buli bila terdapat kesuraman lemak perirektal ataupun perivesika sehingga batas massa dengan dinding buli maupun dinding rektum tidak terlihat lagi, selain itu juga dapat terlihat sebagai penebalan dinding buli atau rektum, atau adanya massa tumor yang menonjol ke dalam lumen.

 Berdasarkan CT-scan dicurigai invasi ke dinding pelvis bila batas tumor dengan m. obturator interna, m. piriformis, m. levator ani tidak jelas, serta jarak antara tepi tumor dengan otot dinding pelvis kurang dari 3 mm.

Down-staging didefinisikan sebagai temuan stadium histopatologis yang

(44)

31

Universitas Indonesia

dikatakan up-staging bila temuan stadium histopatologis lebih tinggi dibandingkan temuan stadium klinis dan CT-scan.

3.7 Analisis Data

Seluruh data dari sampel penelitian dicatat pada formulir penelitian untuk diedit dan dikoding. Data direkam pada komputer dan dilakukan validasi. Data yang sudah bersih dilakukan tabulasi dan diolah secara statistik menggunakan program SPSS 11.5. Dilakukan uji kesesuaian (McNemar), diukur nilai Kappa antara hasil gambaran CT-scan abdomen/pelvis dengan hasil temuan operasi. Berdasarkan pedoman nilai Kappa yang digunakan adalah bila nilai Kappa lebih dari 0,75 berarti terdapat kesesuaian yang baik (excellent), nilai antara 0,4 sampai 0,8 berarti ada kesesuaian yang cukup (fair to good) dan kurang dari 0,4 terdapat kesesuaian yang kurang baik (poor).

3.8 Pertimbangan Etik

Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari komite etik. Data penelitian ini hanya dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan dijaga kerahasiaannya.

3.9 Pendanaan

Biaya pengadaan literatur, pembuatan makalah, pengolahan dan penyimpanan data, dan biaya tak terduga lainnya ditanggung oleh peneliti.

(45)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Selama periode Februari 2013 sampai Agustus 2013 telah dilakukan pengumpulan data dengan diagnosis kerja kanker serviks stadium awal (IB dan IIA) yang dilakukan pemeriksaan CT-scan abdomen/pelvis sebelum dilakukan tindakan histerektomi di RS Kanker “Dharmais” (RSKD) periode Januari 2009 sampai Mei 2013, yaitu sebanyak 180 pasien. Sebanyak 125 pasien dikeluarkan karena tidak masuk dalam kriteria inklusi, sehingga jumlah pasien yang memenuhi kriteria untuk analisis data penelitian sebanyak 55 pasien.

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Tabel 4.1 Sebaran Subyek menurut Karakteristik (n=55).

Karakteristik Jumlah Persen

Kelompok umur < 40 thn 40 – 50 thn 51+ thn 7 30 18 12,7 54,5 32,7 Stadium klinis kanker

Stadium IB Stadium IIA 34 21 61,8 38,2 Tipe PA

Karsinoma Sel Skuamosa Adenokarsinoma Tipe lain 38 14 3 69,0 25,5 5,5

Berdasarkan kelompok umur sebagian besar pasien berusia antara 40 sampai 50 tahun yaitu sebanyak 30 orang (54,5%), diikuti kelompok umur >50 tahun yaitu sebanyak 18 orang (32,7%) dan kelompok umur <40 tahun yaitu sebanyak 7 orang (12,7%). Sedangkan berdasarkan stadium klinis kanker serviks, pasien yang terdeteksi pada stadium IB sebanyak 34 orang (61,8%), dan stadium IIA sebanyak 21 orang (38,2%).

Berdasarkan tipe PA, yang paling sering ditemukan yaitu tipe karsinoma sel skuamosa sebanyak 38 orang (69,0%), kemudian tipe adenokarsinoma sebanyak 14 orang (25,5%) dan tipe lain sebanyak 3 orang (5,5%).

(46)

33

Universitas Indonesia

Tabel 4.2 Nilai Rerata, SD dan Median Umur (n=55)

Variabel Mean SD 95% CI Median

Low High

Umur subyek 47,5 7,3 45,5 49,4 47,0

Nilai rerata (mean) umur pasien pada penelitian ini adalah 47,5 tahun dengan umur minimum 45,5 tahun dan maksimum 49,4 tahun.

usia ps 65,0 62,5 60,0 57,5 55,0 52,5 50,0 47,5 45,0 42,5 40,0 37,5 35,0 10 8 6 4 2 0 Std. Dev = 7,34 Mean = 47,5 N = 55,00

Gambar 4.1 Nilai Rerata dan SD Variabel Umur (n=55)

Tabel 4.3 Karakteristik Temuan PA Post Histerektomi Radikal

Temuan PA Jumlah Persen

Infiltrasi parametrium Ya Tidak 3 52 5,5 94,5 Infiltrasi korpus uteri

Ya Tidak 3 52 5,5 94,5 Limfadenopati regional positif

Ya Tidak 11 44 20 80 Limfadenopati paraaorta positif

Ya Tidak 1 54 1,8 98,2

(47)

Berdasarkan karakteristik temuan histopatologis post histerektomi pada kanker serviks stadium awal, ditemukannya gambaran infiltrasi parametrium dan infiltrasi korpus uteri sama-sama sebanyak 3 orang (5,5%), sedangkan ditemukannya metastasis KGB regional sebanyak 11 orang (20%) dan metastasis KGB paraaorta sebanyak 1 orang (1,8%).

Tabel 4.4 Sebaran Subyek menurut Stadium PA

Stadium PA Jumlah Persen

IB IIA IIIB 40 5 10 72,7 9 18,2

Berdasarkan sebaran stadium PA ditemukan stadium IB sebanyak 40 orang (72,7%), stadium IIA sebanyak 5 orang (9%), stadium IIIB sebanyak 10 orang (18,2%).

Tabel 4.5 Karakteristik Infiltrasi Organ berdasarkan Temuan CT-scan (n=55)

Infiltrasi organ Jumlah Persen

Parametrium Ya Tidak 26 29 47,3 52,7 Korpus uteri Ya Tidak 27 28 49,1 50,9 Obturator interna Ya Tidak 2 53 3,6 96,4 m. Piriformis Ya Tidak 0 55 0,0 100,0 Lemak perirektal Ya Tidak 6 49 10,9 89,1 Lemak perivesika Ya Tidak 2 53 3,6 96,4

Gambar

Gambar 2.2 Pemetaan kelenjar getah bening pelvis. A). Nodul parametrium; B). Nodul sepanjang  a
Gambar  2.3  Potongan  aksial  dari  pelvis  wanita,  viscera  dan  ligamen  pada  level  korpus  uteri  dan  serviks
Gambar  2.6  CT-scan  pelvis  post  kontras  pasien  kanker  serviks  dengan  invasi  parametrium  bilateral
Tabel 4.1 Sebaran Subyek menurut Karakteristik (n=55).
+7

Referensi

Dokumen terkait