1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk mengekskresikan produk-produk yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan intrasel dan ekstrasel (cairan interstitial dan plasma darah) serta menjaga keseimbangan asam-basa cairan dalam tubuh (Guyton dan Hall, 2006).
Struktur dalam ginjal begitu kompleks. Sebuah ginjal terdiri dari ±1.000.000 nefron. Nefron terdiri atas berbagai struktur, yaitu glomerulus, tubulus konvoltus proksimal, ansa Henle, dan tubulus konvoltus distal di mana setiap struktur nefron tersebut memiliki peranan penting masing-masing (Junqueira dan Carneiro, 2005).
Kerusakan salah satu struktur pada nefron akan menyebabkan penyakit yang serius terhadap ginjal yang dapat bersifat akut maupun kronis. Gagal ginjal menjadi penyakit yang paling mematikan dari keseluruha penyakit yang menyerang ginjal. Gagal ginjal merupakan suatu penyakit di mana terjadi penurunan fungsi ginjal yang
2
ditandai adanya penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan diikuti dengan proses pengurangan jumlah nefron secara signifikan serta irreversibel yang termasuk dalam staging 3 s.d. 5 dari Chronic Kidney
Disease (CKD) (Bargman dan Skorecki, 2013).
Chronic Kidney Disease (CKD) kini menjadi masalah
kesehatan dunia dengan insidensi & prevalensi yang meningkat, high-costs disease, dan hasil akhir progresi penyakit yang kurang baik, meliputi gagal ginjal,
Cardiovascular Disease (CVD), dan kematian prematur
(Levey et al., 2005). Insidensi end-stage renal disease (ESRD) di Amerika Serikat sekitar 330 kasus per 1.000.000 populasi (Amend dan Vincenti, 2008). Jumlah pasien gagal ginjal yang membutuhkan terapi dialisis dan transplantasi ginjal meningkat secara signifikan dari 209.000 pada 1991 menjadi 472.000 pada 2004 di Amerika Serikat (Garrick, 2008). Pada tahun 2010, lebih dari 600.000 pasien membutuhkan transplantasi ginjal di Amerika Serikat (Dash dan Agarwal, 2005). Penelitian di Beijing China menyebutkan bahwa insidensi CKD meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Zhang et al., 2008). Berdasarkan survei oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada sebelas wilayah di Indonesia dalam 5th
3
pasien baru dan pasien aktif yang menggunakan hemodialiser terus meningkat setiap tahunnya dari 2007 hingga 2012 dan sudah mencapai 28.782 (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2012).
Gagal ginjal dapat diinduksi dengan melakukan pengangkatan sebagian ginjal yang menyisakan 1/6 bagian ginjal (Gschwend, 2002). Perlakuan 5/6 Nefrektomi Subtotal dikenal sebagai Remnant Kidney Model (Ng et al., 1998). Remnant Kidney Model telah menjadi metode utama para peneliti untuk studi eksperimental mengenai penyakit gagal ginjal karena mampu merepresentasikan perlukaan ginjal secara progresif dengan glomerulosklerosis, cedera tubulointerstitial, disfungsi renal, dan yang paling parah, sindrom uremia (Kliem et al., 1996). Model Remnant Kidney dapat memberikan gambaran histopatologis antara lain : penurunan densitas podosit, proliferasi segmental dari sel epitel parietal, refluks sel tubulus, dan hilangnya
brush border pada tubulus proksimal (Qin et al., 2012).
Podosit berperan vital dalam proses filtrasi glomerulus. Integritas dari podosit dipertahankan oleh nefrin. Nefrin berlokasi secara spesifik di celah diafragma podosit (Welsh dan Saleem, 2009). Nefrin juga diekspresikan oleh spleen dan sangat sedikit oleh
4
pankreas (Holzman et al., 1999). Pada penderita sindrom nefrotik kongenital tipe Finnish (NPHS1) di mana terdapat mutasi pada gen nefrin, mempunyai karakteristik proteinuria yang masif walaupun masih di dalam uterus, pengurangan jumlah celah diafragma, dan prosesus podosit (Ruotsalainen et al., 1999).
Chronic Kidney Disease (CKD) menyebabkan
kerusakan primer pada glomerulus dan kerusakan sekunder pada tubulus serta sel-sel interstitial ginjal (Beck dan Salant, 2013). Penyebab kerusakan dari sel-sel tubulus renalis adalah proses inflamasi yang agresif yang menyebabkan edema jaringan dan cedera sel tubulus, gangguan sirkulasi darah pada tubulus, paparan zat toksik secara langsung, seperti obat-obatan, zat radiokontras, mioglobin, radiasi, atau obtruksi pada tubulus yang disebabkan oleh casts, debris seluler, atau kristal (Alpers, 2010). Pada penderita tubulointerstitial nefritis kronis dijumpai kenampakan klinis berupa poliuria, sindrom Fanconi (glikosuria, fosfaturia, aminoaciduria, hipokalemia, dan Renal
Tubular Acidosis (RTA) tipe II akibat bikarbonaturia),
asidosis metabolik non-anion gap, hiperkalemia, azotemia progresif (kenaikan kadar kreatinin dan nitrogen urea darah (BUN)). Patologi yang terlihat pada
5
tubulointerstitial nefritis kronis adalah infiltrasi sel radang mononuklear dan atrofi tubulus yang luas, dilatasi lumen tubulus, dan penebalan membran basal tubulus (Beck dan Salant, 2013).
Kreatinin merupakan produk sampah dari metabolisme otot yang ditemukan relatif konstan di dalam darah. Kreatinin digunakan sebagai marker pengukuran Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) (Srivastava
et al., 2009). Kreatinin merupakan substansi endogen
yang produksinya relatif konstan dan tidak terikat protein plasma sehingga dapat difilter secara bebas oleh glomerulus. Pada penderita penyakit ginjal kronis, hampir selalu ditemukan adanya peningkatan kadar serum kreatinin (Bargman dan Skorecki, 2013).
Sampai saat ini, mekanisme keterlibatan nefrin terhadap penyakit gagal ginjal belum banyak diketahui. Banyak penelitian yang mengkaji tentang nefrin sebagai agen pendeteksi kerusakan pada sel-sel di pankreas, namun belum banyak penelitian untuk melihat peran nefrin sebagai agen pendeteksi kerusakan sel-sel tubulus ginjal. Secara khusus belum ada penelitian yang mengkorelasikan nefrin dengan cedera tubulus ginjal yang menunjukkan keparahan penyakit gagal ginjal dan efeknya terhadap kadar kreatinin serum.
6
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi antara ekspresi nefrin dan kadar kreatinin serum dengan cedera tubulus ginjal pada mencit yang diinduksi gagal ginjal dengan model 5/6 nefrektomi subtotal.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana korelasi antara ekspresi nefrin dengan tingkat kerusakan tubulus ginjal dan kadar kreatinin serum sebagai manifestasi gagal ginjal yang diinduksi 5/6 nefrektomi subtotal pada mencit.
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjelaskan korelasi antara ekspresi nefrin dengan kadar kreatinin pada serum dan tingkat kerusakan tubulus ginjal sebagai manifestasi gagal ginjal kronis yang diinduksi dengan dilakukannya 5/6 nefrektomi subtotal pada mencit.
7
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memeriksa apakah terjadi perubahan kadar kreatinin serum pada mencit model Remnant Kidney (5/6 nefrektomi subtotal).
2. Memeriksa apakah terjadi perubahan ekspresi nefrin pada mencit model Remnant Kidney (5/6 nefrektomi subtotal).
3. Mengkaji korelasi antara ekspresi nefrin dengan cedera tubulus ginjal.
4. Mengkaji korelasi antara ekspresi nefrin dengan kadar kreatinin serum.
5. Mengkaji korelasi antara tingkat cedera tubulus dengan kadar kreatinin serum.
8
I.4. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan No Peneliti Judul Penelitian Metode penelitian Hasil 1 Ng et al., 1999 Tubular epithelial-myofibroblast transdifferen tiation in progressive tubulointerst itial fibrosis in 5/6 nephrectomize d rats Kuasi-eksperimen tal
Tikus 3 minggu
post-nefrektomi subtotal
mengalami peningkatan α-SMA oleh sel tubular epithelial-myofibroblast yang menandakan adanya kerusakan membran basal tubulus. 2 Fleck et al., 2006 Suitability of 5/6 nephrectomy (5/6NX) for the induction of interstitial renal fibrosis in rats – Influence of sex, strain, and surgical procedure Kuasi-eksperimen tal
Terdapat area fibrosis
sedang pada tubulus
yang mengalami atrofi dan terjadi infiltrasi limfosit serta terjadi
sklerosis glomerulus
setelah tikus wistar betina diinduksi 5/6 nefrektomi subtotal selama 10 minggu. 3 Petricia et al., 2014 Proximal Tubule Dysfunction Is Associated with Podocyte Damage Biomarkers Nephrin and Vascular Endothelial Growth Factor in Type 2 Diabetes Mellitus Patients: A Cross-Sectional Study Potong Lintang (Cross-sectional study) Adanya kenaikan biomarker disfungsi tubulus proksimal
yaitu nefrin dan VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor) pada
Diabetes Mellitus tipe II
9
Beda penelitian ini dengan penelitian Ng et al., (1999) adalah pada penelitian Ng menggunakan hewan coba tikus yang diberi perlakuan selama 3 minggu, sedangkan pada penelitian ini menggunakan hewan coba mencit yang diberi perlakuan 1 minggu dan 4 minggu. Beda penelitian ini dengan penelitian Fleck et al., (2006) adalah pada penelitian Fleck 5/6 nefrektomi subtotal dilakukan pada hewan coba tikus Wistar betina selama 10 minggu, sedangkan penelitian ini 5/6 nefrektomi subtotal dilakukan pada hewan coba mencit jantan galur Swiss selama 1 minggu dan 4 minggu. Beda penelitian ini dengan penelitian Petricia et al., (2014) adalah pada penelitian Petricia menggunakan metode penelitian potong lintang (cross-sectional study) dengan subjek manusia, sedangkan penelitian menggunakan metode kuasi-eksperimental dengan subjek mencit jantan.
Oleh karena itu, penelitian ini masih bersifat baru dan belum pernah dilakukan. Penelitian ini bukan merupakan sebuah plagiarisme dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini mengkaji hubungan antara ekspresi nefrin, cedera tubulus, dan kadar kreatinin serum yang terjadi pada mencit yang diinduksi dengan
10
5/6 nefrektomi subtotal. Penelitian ini juga bersifat mengembangkan penelitian yang telah ada.
I.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukanya penelitian ini adalah : 1. Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis adalah untuk menambah ilmu pengetahuan tentang korelasi antara ekspresi nefrin dengan cedera tubulus dan kadar kreatinin serum pada model mencit dengan 5/6 nefrektomi subtotal dan sebagai salah satu syarat kelulusan program pendidikan sarjana Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi Pendidikan
Manfaat bagi pendidikan adalah untuk semakin mengembangkan korelasi antara ekspresi nefrin dan kadar kreatinin serum dengan gagal ginjal kronis, sehingga mampu memberi inspirasi bagi peneliti lain untuk meneliti lebih jauh mengenai gagal ginjal kronis, kelainan-kelainan yang menyertai, dan ekspresi nefrin yang dimungkinkan terjadi pada penyakit ginjal akut maupun kronis.
11
3. Bagi Tenaga Medis
Manfaat bagi tenaga medis adalah untuk mengetahui efek dari ekspresi nefrin terhadap terjadinya cedera tubulus sehingga dapat dilakukan deteksi dini adanya cedera tubulus. 4. Bagi Komunitas
Manfaat bagi komunitas adalah untuk memberi pemahaman lebih lanjut mengenai penyakit yang sering muncul pada masyarakat yaitu gagal ginjal kronis sehingga masyarakat menjadi lebih waspada untuk menjaga kesehatan ginjal dan mampu melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit ginjal.