• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGAGAS KUALITAS PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGGAGAS KUALITAS PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kesimpulan

Agar keberadaan sebuah perpus-takaan hibrida dapat tersosialisasi dengan cukup baik dan dapat diakses secara luas maka diperlukan strategi pemasaran yang tepat agar semua produk dan layanan yang ada di dalam perpustakaan hibrida dapat diketahui sebelum pengguna datang ke perpustakaan.

Terkait pemenuhan tujuan agar peng-guna bisa mengetahui semua produk jasa dan layanan yang ada di dalam perpus-takaan hibrida sebelum datang secara fisik ke perpustakaan, maka perlu ditingkatkan lagi fungsi dan fasilitas dari OPAC sedemikian sehingga tujuan tersebut bisa terpenuhi. Penambahan unsur-unsur baru yang belum ada sebagaimana yang telah dibahas, bisa membantu tujuan ini.

Saran

Dari tulisan ini, selain bisa dikembang-kan untuk membuat OPAC dengan fasili-tas dan fungsi yang lebih baik dari se-belumnya, juga bisa dikembangkan lebih lanjut untuk membuat Rak Online serta Ruang/Spot Pamer Online.

Tulisan ini bila diimplementasikan, hasilnya sudah sangat dekat dengan Rak

Online. Beberapa kode program gratis, seperti Jquery, bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan gambar 2 dimensi yang akan menghasilkan efek 3 dimensi seperti sedang berada di depan rak buku.

Ruang Pamer mulai dilirik untuk diadakan oleh beberapa perpustakaan. Dengan adanya ruang pamer, buku baru maupun buku lama (terutama yang jarang dipinjam) bisa disosialisasikan kepada pengguna. Bila katalog dan rak bisa

di-online-kan, maka ruang pamer pun bisa dibuat versi onlinenya.

Daftar Pustaka

Arif Surachman (2007),

Digital Library: suatu pemahaman dari sudut pandang perpustakaan, tersedia di : arifs.staff.ugm.ac.id/my-paper/DL_ArifS.doc diakses tanggal 3 Desember 2012.

Joseph R. Levy and Harley Bjelland (1995)

Create Your Own Virtual Reality System, Windcrest/McGraw-Hill, Newyork.

Lisa Allen (2005),

Hybrid Librarians in the 21st Centu-ry LibraCentu-ry: A Collaborative Service-Staffing Model, ACRL Twelfth Na-tional Conference, Minneapolis. Ray Prytherch (2005),

Tenth ed. Harrod’s Librarian’s Glossary and reference book, Ashgate, Aldershot

Raymond McLeod and George Schell (2007),

Management Information System 10/e, Prentice Hall.

Sudaryono – Asep Saefullah – Untung Rahardja (2012),

Statistik Deskriptif for IT : Langkah mudah analisis data, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Pengantar

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-4 tahun 2008 mengartikan ‘kualitas’ sebagai tingkat baik buruknya sesuatu. Secara tersurat, arti ‘kualitas’ yang dinyata-kan oleh KBBI tersebut menggambardinyata-kan suatu tingkatan baik atau buruk yang mestinya didasarkan kepada suatu acuan yang digunakan. Sesuatu dapat dinilai baik jika ada ukuran atau acuan penilaian-nya. Acuan penilaian pada umumnya berupa aturan standar yang telah ditetap-kan dan disepakati untuk dilaksanaditetap-kan, misalnya Standar Nasional Indonesia (SNI) Perpustakaan Perguruan Tinggi (SNI 7330:2009). Acuan penilaian akan bermakna dan memiliki kekuatan jika pelaksanaannya diawasi (dimonitor) oleh lembaga penilai yang bersifat independen.

Sebagai contoh, di kalangan pergu-ruan tinggi dan sekolah-sekolah di Indo-nesia telah berlangsung penilaian ter-hadap penyelenggaraan pendidikan yang dikenal dengan akreditasi. Di dalam

akreditasi sekolah atau perguruan tinggi tersebut tentu saja pihak yang diakreditasi adalah pihak yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah di-tentukan. Akreditasi di bidang pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dapat di-katakan sebagai sebuah penilaian tingkat kualitas penyelenggaraan pendidikan oleh sebuah lembaga pendidikan tertentu.

Penilaian terhadap pelaksanaan suatu standar oleh lembaga independen akan menjadi cara pengukuran untuk menentukan kualitas suatu institusi atau kualitas sese-orang dalam profesi tertentu.

Perpustakaan perguruan tinggi, sebagai sebuah institusi, agar kualitasnya terukur, maka perlu dilakukan penilaian (akreditasi) terhadap penyelenggaraannya. Suatu pe-nilaian perpustakaan perguruan tinggi oleh lembaga independen yang didasarkan pada suatu acuan penilaian yang bersifat objektif dan transparan kiranya akan men-jawab tingkat kualitas perguruan tinggi.

Abstract

Sesuatu dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi persyaratan-persyaratan kualitas yang telah

ditentukan. Kualitas dapat diukur berdasarkan sebuah standar (acuan) yang diikutinya. Kualitas sebuah perpustakaan perguruan tinggi dapat diukur berdasarkan suatu standar pengelolaan perpus-takaan yang diimplementasikan oleh perpusperpus-takaan tersebut. Acuan standar yang dapat diiimplemen-tasikan oleh perpustakaan perguruan tinggi dalam mencapai kualitas yaitu Standar Nasional Per-guruan Tinggi SNI 7330:2009 atau Standar Nasional Perpustakaan SNP 010:2011. Acuan standar lainnya yang dapat diiimplementasikan oleh perpustakaan perguruan tinggi yakni ISO 11620:2008.

Selain acuan standar tersebut per-pustakaan perguruan tinggi juga dapat mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 sebagai standar sistem manajemen mutu yang diakui secara

internasional. Suatu acuan standar yang diimplementasikan oleh perpustakaan perguruan tinggi

akan sangat berdaya guna jika dalam implementasinya diikuti dengan akreditasi yang dilakukan

oleh lembaga independen.

* Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

MENGGAGAS KUALITAS PERPUSTAKAAN

PERGURUAN TINGGI

(2)

Jalan Menuju Perpustakaan Berkualitas

Perpustakaan perguruan tinggi (PPT) sebagai sebuah institusi, tentunya me-miliki tujuan untuk berkembang ke arah yang lebih baik, terutama dalam hal me-menuhi kebutuhan masyarakat akademik yang dilayaninya. Esensi dari sebuah penyelenggaraan PPT adalah terpenuhinya kebutuhan pustaka masyarakat akademik yang dilayaninya.

Jika dalam rangka penyelenggaraan PPT terdapat berbagai pedoman penyelenggaraan PPT yang perlu atau harus diikuti oleh sebuah PPT maka pedoman tersebut bersifat memandu agar PPT terselenggara secara lebih baik karena tentunya pedoman yang ditetap-kan telah melalui suatu pengkajian dan pengujian oleh para pakar di bidang per-pustakaan. Di sisi lain PPT di selenggarakan karena harus terpenuhinya persyaratan administratif penyelenggaraan perguruan tinggi.

Konsekuensi penyelenggaraan PPT adalah menghidupinya karena PPT yang diselenggarakan menjadi unit penyedia sumber informasi bagi para dosen dan mahasiswa dalam proses belajar, mengajar dan meneliti. Dihidupi berarti didukung oleh pimpinan perguruan tinggi dalam hal pemenuhan sumber daya finansial, kebutuhan pengembangan sumber daya manusia dan kebutuhan sumber daya lain-nya.

Dihidupi juga dapat diartikan bahwa dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dapat terjadi komunikasi ilmiah antara dosen dan mahasiswa melalui berbagai sumber ilmu pengetahuan yang disediakan oleh perustakaan. Dalam rangka menghidupi perpustakaan, para pengajar dapat menjadikan perpustakaan sebagai ‘ruang publik’ antara mereka. ‘Ruang publik’ tersebut dapat dapat diartikan sebagai tempat berinteraksi antara dosen dan mahasiswa di luar kelas formal. Dengan

demikian jika hal-hal tersebut dapat berlangsung maka PPT bukan sekedar persyaratan administrasi suatu lembaga pendidikan tetapi merupakan pendukung yang sangat penting dalam proses belajar maupun menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Menjadi PPT berkualitas, yang bukan sekedar memenuhi persyaratan administratif perguruan tinggi, dapat di-capai oleh setiap PPT di Indonesia. Pedoman penyelenggaraan PPT telah ditetapkan oleh pemerintah. Pedoman y a n g t e l a h d i t e t a p k a n o l e h pemerintah tersebut tentunya dimaksud-kan sebagai pedoman penyelenggaraan PPT yang berkualitas.

Standar Nasional Indonesia Perpus-takaan Perguruan Tinggi (SNI 7330:2009) yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional pada tahun 2009 dapat menjadi acuan PPT di Indonesia untuk menjadi PPT yang berkualitas. Kualitas PPT yang digariskan oleh SNI 7330:2009 adalah kualitas PPT yang terukur karena SNI 7330:2009 adalah pedoman yang telah melalui pengkajian oleh para pakar.

Artinya PPT yang memenuhi persyaratan SNI adalah sebuah PPT yang berkualitas. Dapat dikatakan demikian karena per-syaratan yang ditentukan di dalam SNI ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan standar kualitas tertentu dan juga memenuhi prinsip keadilan dalam pengembangan sebuah PPT.

Prinsip keadilan yang termuat di dalamnya, misalnya penyusunan rasio perbandingan jumlah eksemplar koleksi terhadap jumlah mahasiswa yang harus dilayani, jadi bukan jumlah mutlak tetapi sebuah perbandingan antara jumlah eksemplar koleksi yang harus disediakan dengan jumlah mahasiswa yang dilayani. Selain ruang lingkup dan definisi-definisi, SNI 7330:2009, memuat 12 persyaratan

pokok yang dapat dipenuhi oleh PPT agar menjadi PPT yang berkualitas. Dua belas persyaratan yang dimaksud adalah : Misi, Tujuan, Koleksi, Pengorganisasian materi perpustakaan, Pelestarian materi perpus-takaan, Sumber daya manusia, Layanan perpustakaan, Penyelenggaraan perpus-takaan, Gedung, Anggaran, Teknologi informasi dan komunikasi, Kerjasama perpustakaan.

Jika PPT di Indonesia, dalam pengelolaannya berpedoman pada SNI 7330:2009 m a k a P P T y a n g b e r-s a n g k u t a n dapat dikatakan r-sebagai PPT yang berkualitas. SNI 7330:2009, sebagai salah satu ukuran standar kulaitas PPT, belum tentu mudah untuk dilaksanakan di perguruan tinggi di Indonesia.

Kebijakan internal perguruan tinggi dapat menjadi kendala untuk melaksanakan SNI 7330:2009. Kebijakan internal per-guruan tinggi tentang sumber daya manu-sia, tata kelola, dan penganggaran dapat menjadi kendala untuk menerapkan SNI 7330:2009. Sebagai contoh, persyaratan n o . 1 0 S N I 7 3 3 0 : 2 0 0 9 t e n t a n g ‘penyelenggaraan perpustakaan’ butir c, menyatakan bahwa : Kepala perpus-takaan menjadi anggota senat akademik perguruan tinggi.

Jika persyaratan tersebut akan dipenuhi oleh perguruan tinggi yang ber-sangkutan maka, barangkali, perguruan tinggi yang bersangkutan harus mengubah statuta perguruan tingginya karena selama ini di banyak perguruan tinggi di Indonesia, kepala perpustakaan perguruan tinggi bukan sebagai anggota senat. Artinya jika PPT menerapkan SNI maka seharusnya ada konsekuensi bagi perguruan tinggi untuk meninjau kembali tata kelolanya.

Di beberapa perguruan tinggi ‘pus-takawan’ masih dipandang sebelah mata sehingga dipandang kurang penting untuk dilibatkan di dalam pengambilan keputusan

di tingkat universitas. Di beberapa perguru-an tinggi perpustakaperguru-an dipperguru-andperguru-ang sebagai unit kerja yang kurang strategis sehingga pengembangannya kurang mendapatkan prioritas. Dengan demikian jika pimpinan perguruan tinggi masih menganggap PPT sebagai unit yang kurang strategis maka penerapan SNI pun akan sulit karena adanya kendala di dalam perguruan tingginya.

Masih banyak contoh lain di SNI 7330:2009, yang jika diterapkan oleh PPT di Indonesia akan menemui kendala internal perguruan tingginya. Keadaan tersebut akan diperparah jika sebuah pedoman standar pemberlakuannya hanya bersifat opsional, tidak ada yang mengawasi dan tidak ada sanksi bagi perpustakaan maupun lembaga induknya.

Selain SNI 7330:2009, di Indonesia mulai dikenalkan Standar Nasional Perpus-takaan Perguruan Tinggi (SNP 010:2011), yang diuji publikkan pertama kali pada tanggal 2 Oktober 2012 di Yogyakarta. Terlepas dari akan disyahkan sebagai SNP atau masih akan direvisi lagi oleh Per-pustakaan Nasional RI setelah uji publik, SN P a k a n m e n j a d i a c u a n p o k o k penyelenggaraan PPT di Indonesia sehingga PPT di Indonesia perlu mencermatinya agar dapat melaksanakannya.

Di luar ruang lingkup, istilah dan definisi, SNP memberikan 7 (tujuh) acuan pokok pengelolaan PPT, yang masing-masing acuan dijabarkan ke dalam sub acuan. Tujuh acuan pokok dan sub-acuan yang ada di dalam SNP 010:2011, adalah sebagai berikut :

1. Koleksi

a. Jenis dan jumlah koleksi b. Penambahan koleksi c. Koleksi khusus

d. Bahan perpustakaan referensi

e. Pengorganisasian bahan perpustakaan f. Cacah ulang

g. Penyiangan

(3)

Jalan Menuju Perpustakaan Berkualitas

Perpustakaan perguruan tinggi (PPT) sebagai sebuah institusi, tentunya me-miliki tujuan untuk berkembang ke arah yang lebih baik, terutama dalam hal me-menuhi kebutuhan masyarakat akademik yang dilayaninya. Esensi dari sebuah penyelenggaraan PPT adalah terpenuhinya kebutuhan pustaka masyarakat akademik yang dilayaninya.

Jika dalam rangka penyelenggaraan PPT terdapat berbagai pedoman penyelenggaraan PPT yang perlu atau harus diikuti oleh sebuah PPT maka pedoman tersebut bersifat memandu agar PPT terselenggara secara lebih baik karena tentunya pedoman yang ditetap-kan telah melalui suatu pengkajian dan pengujian oleh para pakar di bidang per-pustakaan. Di sisi lain PPT di selenggarakan karena harus terpenuhinya persyaratan administratif penyelenggaraan perguruan tinggi.

Konsekuensi penyelenggaraan PPT adalah menghidupinya karena PPT yang diselenggarakan menjadi unit penyedia sumber informasi bagi para dosen dan mahasiswa dalam proses belajar, mengajar dan meneliti. Dihidupi berarti didukung oleh pimpinan perguruan tinggi dalam hal pemenuhan sumber daya finansial, kebutuhan pengembangan sumber daya manusia dan kebutuhan sumber daya lain-nya.

Dihidupi juga dapat diartikan bahwa dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dapat terjadi komunikasi ilmiah antara dosen dan mahasiswa melalui berbagai sumber ilmu pengetahuan yang disediakan oleh perustakaan. Dalam rangka menghidupi perpustakaan, para pengajar dapat menjadikan perpustakaan sebagai ‘ruang publik’ antara mereka. ‘Ruang publik’ tersebut dapat dapat diartikan sebagai tempat berinteraksi antara dosen dan mahasiswa di luar kelas formal. Dengan

demikian jika hal-hal tersebut dapat berlangsung maka PPT bukan sekedar persyaratan administrasi suatu lembaga pendidikan tetapi merupakan pendukung yang sangat penting dalam proses belajar maupun menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Menjadi PPT berkualitas, yang bukan sekedar memenuhi persyaratan administratif perguruan tinggi, dapat di-capai oleh setiap PPT di Indonesia. Pedoman penyelenggaraan PPT telah ditetapkan oleh pemerintah. Pedoman y a n g t e l a h d i t e t a p k a n o l e h pemerintah tersebut tentunya dimaksud-kan sebagai pedoman penyelenggaraan PPT yang berkualitas.

Standar Nasional Indonesia Perpus-takaan Perguruan Tinggi (SNI 7330:2009) yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional pada tahun 2009 dapat menjadi acuan PPT di Indonesia untuk menjadi PPT yang berkualitas. Kualitas PPT yang digariskan oleh SNI 7330:2009 adalah kualitas PPT yang terukur karena SNI 7330:2009 adalah pedoman yang telah melalui pengkajian oleh para pakar.

Artinya PPT yang memenuhi persyaratan SNI adalah sebuah PPT yang berkualitas. Dapat dikatakan demikian karena per-syaratan yang ditentukan di dalam SNI ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan standar kualitas tertentu dan juga memenuhi prinsip keadilan dalam pengembangan sebuah PPT.

Prinsip keadilan yang termuat di dalamnya, misalnya penyusunan rasio perbandingan jumlah eksemplar koleksi terhadap jumlah mahasiswa yang harus dilayani, jadi bukan jumlah mutlak tetapi sebuah perbandingan antara jumlah eksemplar koleksi yang harus disediakan dengan jumlah mahasiswa yang dilayani. Selain ruang lingkup dan definisi-definisi, SNI 7330:2009, memuat 12 persyaratan

pokok yang dapat dipenuhi oleh PPT agar menjadi PPT yang berkualitas. Dua belas persyaratan yang dimaksud adalah : Misi, Tujuan, Koleksi, Pengorganisasian materi perpustakaan, Pelestarian materi perpus-takaan, Sumber daya manusia, Layanan perpustakaan, Penyelenggaraan perpus-takaan, Gedung, Anggaran, Teknologi informasi dan komunikasi, Kerjasama perpustakaan.

Jika PPT di Indonesia, dalam pengelolaannya berpedoman pada SNI 7330:2009 m a k a P P T y a n g b e r-s a n g k u t a n dapat dikatakan r-sebagai PPT yang berkualitas. SNI 7330:2009, sebagai salah satu ukuran standar kulaitas PPT, belum tentu mudah untuk dilaksanakan di perguruan tinggi di Indonesia.

Kebijakan internal perguruan tinggi dapat menjadi kendala untuk melaksanakan SNI 7330:2009. Kebijakan internal per-guruan tinggi tentang sumber daya manu-sia, tata kelola, dan penganggaran dapat menjadi kendala untuk menerapkan SNI 7330:2009. Sebagai contoh, persyaratan n o . 1 0 S N I 7 3 3 0 : 2 0 0 9 t e n t a n g ‘penyelenggaraan perpustakaan’ butir c, menyatakan bahwa : Kepala perpus-takaan menjadi anggota senat akademik perguruan tinggi.

Jika persyaratan tersebut akan dipenuhi oleh perguruan tinggi yang ber-sangkutan maka, barangkali, perguruan tinggi yang bersangkutan harus mengubah statuta perguruan tingginya karena selama ini di banyak perguruan tinggi di Indonesia, kepala perpustakaan perguruan tinggi bukan sebagai anggota senat. Artinya jika PPT menerapkan SNI maka seharusnya ada konsekuensi bagi perguruan tinggi untuk meninjau kembali tata kelolanya.

Di beberapa perguruan tinggi ‘pus-takawan’ masih dipandang sebelah mata sehingga dipandang kurang penting untuk dilibatkan di dalam pengambilan keputusan

di tingkat universitas. Di beberapa perguru-an tinggi perpustakaperguru-an dipperguru-andperguru-ang sebagai unit kerja yang kurang strategis sehingga pengembangannya kurang mendapatkan prioritas. Dengan demikian jika pimpinan perguruan tinggi masih menganggap PPT sebagai unit yang kurang strategis maka penerapan SNI pun akan sulit karena adanya kendala di dalam perguruan tingginya.

Masih banyak contoh lain di SNI 7330:2009, yang jika diterapkan oleh PPT di Indonesia akan menemui kendala internal perguruan tingginya. Keadaan tersebut akan diperparah jika sebuah pedoman standar pemberlakuannya hanya bersifat opsional, tidak ada yang mengawasi dan tidak ada sanksi bagi perpustakaan maupun lembaga induknya.

Selain SNI 7330:2009, di Indonesia mulai dikenalkan Standar Nasional Perpus-takaan Perguruan Tinggi (SNP 010:2011), yang diuji publikkan pertama kali pada tanggal 2 Oktober 2012 di Yogyakarta. Terlepas dari akan disyahkan sebagai SNP atau masih akan direvisi lagi oleh Per-pustakaan Nasional RI setelah uji publik, SN P a k a n m e n j a d i a c u a n p o k o k penyelenggaraan PPT di Indonesia sehingga PPT di Indonesia perlu mencermatinya agar dapat melaksanakannya.

Di luar ruang lingkup, istilah dan definisi, SNP memberikan 7 (tujuh) acuan pokok pengelolaan PPT, yang masing-masing acuan dijabarkan ke dalam sub acuan. Tujuh acuan pokok dan sub-acuan yang ada di dalam SNP 010:2011, adalah sebagai berikut :

1. Koleksi

a. Jenis dan jumlah koleksi b. Penambahan koleksi c. Koleksi khusus

d. Bahan perpustakaan referensi

e. Pengorganisasian bahan perpustakaan f. Cacah ulang

g. Penyiangan

(4)

2. Sarana dan Prasarana a. Gedung/luasan gedung b. Ruang c. Sarana d. Lokasi perpustakaan 3. Layanan

a. Jam buka perpustakaan b. Jenis layanan perpustakaan c. Laporan kegiatan

4. Tenaga

a. Jumlah tenaga

b. Kualifikasi kepala perpustakaan c. Kualifikasi tenaga perpustakaan 5. Penyelenggaraan

a. Penyelenggaraan dan pendirian perpustakaan

b. Nomor Pokok Perpustakaan c. Struktur organisasi d. Program kerja 6. Pengelolaan a. Visi perpustakaan b. Misi perpustakaan c. Tujuan perpustakaan d. Kebijakan perpustakaan

e. Fungsi perpustakaan perguruan tinggi f. Anggaran / Jumlah anggaran

7. Teknologi Informasi dan komunikasi Bahan uji publik SNP, menurut hemat penulis, tidak akan jauh berbeda dengan SNP yang akan disyahkan kemudian. Jika SNP telah disyahkan maka PPT di Indonesia, jika ingin memperoleh predikat sebagai PPT yang berkualitas maka PPT dapat menerapkan SNP 010:2011 tersebut.

Acuan standar lainnya yang dapat di-gunakan oleh PPT adalah ISO 11620:2008 : Information and Documentation – Library Perfomance Indicators (sebelumnya ISO 11620:1998). Di dalam ISO 11620:2008 terdapat indikator-indikator kinerja per-pustakaan yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas perpustakaan, misalnya

indikator jumlah koleksi yang siap dipinjamkan kepada pengguna, indikator jumlah koleksi yang harus disediakan oleh sebuah perpustakaan, dan indikator-indikator lainnya yang dapat diterapkan oleh semua jenis perpustakaan baik besar maupun kecil. ISO 11620:2008 dapat di-jadikan sebagai acuan kinerja bagi per-pustakaan-perpustakaan. Standar nasional maupun internasional perpustakaan yang ada dapat menjadi acuan pengukuran kualitas perpustakaan-perpustakaan.

Selain acuan-acuan standar yang ada, yang dapat diterapkan oleh PPT dalam meraih kualitas, hal yang tidak boleh di-lupakan oleh setiap PPT adalah komitmen bersama para pengelola dan staf perpus-takaan perguruan tinggi dalam membangun perpustakaan. Komitmen bersama dalam mengembangkan perpustakaan dapat men-jadi modal dasar dalam menyusun visi, misi, maupun kebijakan pengembangan perpustakaan. Tanpa komitmen bersama, sebagus-bagusnya suatu standar yang diterapkan, perpustakaan tersebut sulit untuk mencapai kulaitas tinggi.

Dalam konteks PPT, selain komitmen bersama antara pengelola dan staf per-pustakaan, sangat diperlukan dukungan penuh lembaga induk. Dukungan lembaga induk dapat berupa kebijakan tertulis yang dijabarkan secara transparan dan dipahami serta dapat diterapkan oleh semua unit kerja di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Gambar 1. Pencapaian kualitas PPT

PPT BERKUALITAS T H E W A Y

PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

VISI MISI

KO MITM EN

1. SNP 010:2011 2. SNI 7330:2009 3. ISO 11620:2008

Gambar 1 dapat diterangkan secara sederhana bahwa kualitas PPT dapat di-capai jika para pengelola dan staf per-pustakaan memiliki komitmen untuk mengembangkan PPT yang berkualitas. Jalan mencapai kualitas telah tersedia, yakni acuan-acuan standar yang telah ditetapkan baik yang bertaraf nasional maupun internasional.

Sistem Manajemen Perpustakaan Ber-basis Sistem Manajemen Mutu ISO

Frasa Sistem Manajemen Mutu (SMM) adalah terjemahan dari

Quality Management System (QMS). Kiranya, QMS juga dapat diterjemah-kan menjadi Sistem Manajemen Kualitas (SMK). Sebutan SMM di-pakai karena kata quality diterjemah-kan menjadi “mutu” (M), jika kata quality

diterjemahkan menjadi “kualitas” maka sebutannya dapat menjadi SMK (Sistem Manajemen Kualitas). Sistem manajemen mutu merupakan sistem manajemen yang distandarisasikan secara internasional

dan yang saat ini berlaku dikenal dengan nama ISO 9001:2008.

1. Sistem Manajemen Mutu ISO

SMM ISO adalah suatu sistem manajemen mutu berstandar internasional. Sebagai suatu sistem manajemen, SMM ISO dapat diterapkan di semua organisasi baik kecil maupun besar, termasuk di dalamnya perpustakaan. Suatu sistem manajemen kualitas merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen s i s t e m yang bertujuan menjamin kesesuaian suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan ter-tentu. Persyaratan ditentukan oleh atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi (Gaspersz: 2005).

Dapat dikatakan secara sederhana bahwa sistem manajemen mutu ISO ialah sistem manajemen yang bertujuan untuk mencapai sistem manajemen yang

ber-mutu yang didasarkan pada acuan sistem manajemen mutu ISO. Dengan demikian suatu organisasi dapat menyandang predikat organisasi yang memenuhi standar manajemen mutu ISO jika organisasi tersebut mengimplementasikan persyaratan-persyaratan sistem manajemen mutu ISO (yang saat ini berlaku yaitu Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008).

Organisasi berpredikat SMM ISO 9001:2008 dapat disandang oleh sebuah organisasi yang mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 dan dalam i m p l e m e n t a s i n y a diaudit oleh lembaga registrar independen secara periodik menurut tata cara audit SMM ISO. Perpustakaan sebagai sebuah organisasi, dapat menerapkan SMM ISO 9001:2008 dengan konsekuensi me-menuhi semua persyaratan sistem manajemen kualitas ISO 9001:2008.

2. Persyaratan SMM ISO

SMM ISO bukan merupakan standar produk karena tidak menyatakan per-syaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah produk baik barang maupun jasa. Sistem manajemen mutu ISO menyatakan syarat standar manajemen kualitas. Dengan demikian yang distandarkan a d a l a h s i s t e m m a n a j e m e n k u a l i t a s n y a bukan standar produk yang dihasilkannya.

Dalam hal pelaksanaan SMM ISO tidak ada pengujian terhadap kualitas produk tetapi yang ada adalah penguji-an terhadap kualitas sistem mpenguji-anajemen. Harapannya, tentu saja adalah bahwa produk yang dihasilkan oleh organisasi yang mengimplementasi SMM ISO adalah suatu produk yang berkualitas, meskipun tidak selalu. Namun secara nalar, suatu organisasi tentunya tidak akan membuat produk yang tidak berkualitas.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi yang menerapkan SMM ISO adalah pemenuhan

(5)

ketentuan-2. Sarana dan Prasarana a. Gedung/luasan gedung b. Ruang c. Sarana d. Lokasi perpustakaan 3. Layanan

a. Jam buka perpustakaan b. Jenis layanan perpustakaan c. Laporan kegiatan

4. Tenaga

a. Jumlah tenaga

b. Kualifikasi kepala perpustakaan c. Kualifikasi tenaga perpustakaan 5. Penyelenggaraan

a. Penyelenggaraan dan pendirian perpustakaan

b. Nomor Pokok Perpustakaan c. Struktur organisasi d. Program kerja 6. Pengelolaan a. Visi perpustakaan b. Misi perpustakaan c. Tujuan perpustakaan d. Kebijakan perpustakaan

e. Fungsi perpustakaan perguruan tinggi f. Anggaran / Jumlah anggaran

7. Teknologi Informasi dan komunikasi Bahan uji publik SNP, menurut hemat penulis, tidak akan jauh berbeda dengan SNP yang akan disyahkan kemudian. Jika SNP telah disyahkan maka PPT di Indonesia, jika ingin memperoleh predikat sebagai PPT yang berkualitas maka PPT dapat menerapkan SNP 010:2011 tersebut.

Acuan standar lainnya yang dapat di-gunakan oleh PPT adalah ISO 11620:2008 : Information and Documentation – Library Perfomance Indicators (sebelumnya ISO 11620:1998). Di dalam ISO 11620:2008 terdapat indikator-indikator kinerja per-pustakaan yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas perpustakaan, misalnya

indikator jumlah koleksi yang siap dipinjamkan kepada pengguna, indikator jumlah koleksi yang harus disediakan oleh sebuah perpustakaan, dan indikator-indikator lainnya yang dapat diterapkan oleh semua jenis perpustakaan baik besar maupun kecil. ISO 11620:2008 dapat di-jadikan sebagai acuan kinerja bagi per-pustakaan-perpustakaan. Standar nasional maupun internasional perpustakaan yang ada dapat menjadi acuan pengukuran kualitas perpustakaan-perpustakaan.

Selain acuan-acuan standar yang ada, yang dapat diterapkan oleh PPT dalam meraih kualitas, hal yang tidak boleh di-lupakan oleh setiap PPT adalah komitmen bersama para pengelola dan staf perpus-takaan perguruan tinggi dalam membangun perpustakaan. Komitmen bersama dalam mengembangkan perpustakaan dapat men-jadi modal dasar dalam menyusun visi, misi, maupun kebijakan pengembangan perpustakaan. Tanpa komitmen bersama, sebagus-bagusnya suatu standar yang diterapkan, perpustakaan tersebut sulit untuk mencapai kulaitas tinggi.

Dalam konteks PPT, selain komitmen bersama antara pengelola dan staf per-pustakaan, sangat diperlukan dukungan penuh lembaga induk. Dukungan lembaga induk dapat berupa kebijakan tertulis yang dijabarkan secara transparan dan dipahami serta dapat diterapkan oleh semua unit kerja di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Gambar 1. Pencapaian kualitas PPT

PPT BERKUALITAS T H E W A Y

PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

VISI MISI

KO MITM EN

1. SNP 010:2011 2. SNI 7330:2009 3. ISO 11620:2008

Gambar 1 dapat diterangkan secara sederhana bahwa kualitas PPT dapat di-capai jika para pengelola dan staf per-pustakaan memiliki komitmen untuk mengembangkan PPT yang berkualitas. Jalan mencapai kualitas telah tersedia, yakni acuan-acuan standar yang telah ditetapkan baik yang bertaraf nasional maupun internasional.

Sistem Manajemen Perpustakaan Ber-basis Sistem Manajemen Mutu ISO

Frasa Sistem Manajemen Mutu (SMM) adalah terjemahan dari

Quality Management System (QMS). Kiranya, QMS juga dapat diterjemah-kan menjadi Sistem Manajemen Kualitas (SMK). Sebutan SMM di-pakai karena kata quality diterjemah-kan menjadi “mutu” (M), jika kata quality

diterjemahkan menjadi “kualitas” maka sebutannya dapat menjadi SMK (Sistem Manajemen Kualitas). Sistem manajemen mutu merupakan sistem manajemen yang distandarisasikan secara internasional

dan yang saat ini berlaku dikenal dengan nama ISO 9001:2008.

1. Sistem Manajemen Mutu ISO

SMM ISO adalah suatu sistem manajemen mutu berstandar internasional. Sebagai suatu sistem manajemen, SMM ISO dapat diterapkan di semua organisasi baik kecil maupun besar, termasuk di dalamnya perpustakaan. Suatu sistem manajemen kualitas merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen s i s t e m yang bertujuan menjamin kesesuaian suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan ter-tentu. Persyaratan ditentukan oleh atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi (Gaspersz: 2005).

Dapat dikatakan secara sederhana bahwa sistem manajemen mutu ISO ialah sistem manajemen yang bertujuan untuk mencapai sistem manajemen yang

ber-mutu yang didasarkan pada acuan sistem manajemen mutu ISO. Dengan demikian suatu organisasi dapat menyandang predikat organisasi yang memenuhi standar manajemen mutu ISO jika organisasi tersebut mengimplementasikan persyaratan-persyaratan sistem manajemen mutu ISO (yang saat ini berlaku yaitu Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008).

Organisasi berpredikat SMM ISO 9001:2008 dapat disandang oleh sebuah organisasi yang mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 dan dalam i m p l e m e n t a s i n y a diaudit oleh lembaga registrar independen secara periodik menurut tata cara audit SMM ISO. Perpustakaan sebagai sebuah organisasi, dapat menerapkan SMM ISO 9001:2008 dengan konsekuensi me-menuhi semua persyaratan sistem manajemen kualitas ISO 9001:2008.

2. Persyaratan SMM ISO

SMM ISO bukan merupakan standar produk karena tidak menyatakan per-syaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah produk baik barang maupun jasa. Sistem manajemen mutu ISO menyatakan syarat standar manajemen kualitas. Dengan demikian yang distandarkan a d a l a h s i s t e m m a n a j e m e n k u a l i t a s n y a bukan standar produk yang dihasilkannya.

Dalam hal pelaksanaan SMM ISO tidak ada pengujian terhadap kualitas produk tetapi yang ada adalah penguji-an terhadap kualitas sistem mpenguji-anajemen. Harapannya, tentu saja adalah bahwa produk yang dihasilkan oleh organisasi yang mengimplementasi SMM ISO adalah suatu produk yang berkualitas, meskipun tidak selalu. Namun secara nalar, suatu organisasi tentunya tidak akan membuat produk yang tidak berkualitas.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi yang menerapkan SMM ISO adalah pemenuhan

(6)

ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh SMM ISO 9001:2008, yang dinyatakan dalam klausul-klausul (clauses).

3. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO di Perpustakaan

Perguruan Tinggi

Organisasi yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO harus menerapkan persyaratan-persyaratan yang diperlu-kan dalam sistem manajemen mutu ISO. Persyaratan-persyaratan yang harus diterapkan dikenal dengan sebutan klausul (clause). Organisasi yang me-nerapkan SMM ISO harus memiliki, mengimplementasi dan mendoku-mentasikan prosedur standar tertulis (prosedur kerja baku).

Secara khusus, organisasi harus me-miliki, melaksanakan dan mendokutasikan prosedur baku tertulis yang men-cakup prosedur pengendalian dokumen (klausul 4.2.3), prosedur pengendalian catatan mutu (klausul 4.2.4), audit inter-nal (klausul 8.2.2), pengendalian produk tidak sesuai (klausul 8.3), tindakan korektif (klausul 8.5.2), dan tindakan preventif (klausul 8.5.3).

PPT yang mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 harus men-dokumentasikan prosedur tertulis yang dipersyaratkan oleh SMM ISO tersebut. Selain itu, PPT yang mengimplementasi-kan SMM ISO perlu menyusun dokumen tertulis berupa Manual Kualitas (klausul 4.2.2), yakni dokumen tertulis mengenai berbagai hal yang akan dicapai dan di-lakukan oleh organisasi dalam memenuhi klausul-klausul ISO sebagai persyaratan yang ditulis dan dilakukan oleh organisasi dalam mencapai kualitas tertentu yang ditetapkan.

Perpustakaan perguruan tinggi yang mengimplementasikan SMM ISO berarti menyepakati bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilakukan oleh PPT

tersebut dikendalikan oleh prosedur-prosedur. Pengendalian fungsi-fungsi dan aktivitas organisasi melalui prosedur-prosedur yang telah ditetapkan memerlu-kan suatu komitmen bersama dalam pelaksanaannya karena suatu prosedur baku dapat dengan mudah menyimpang tanpa dilandasai oleh suatu komitmen dalam pelaksanannya. Pencapaian-pen-capaian kualitas dapat diukur melalui sasaran-sasaran kualitas yang ditentukan oleh perpustakaan.

Perpustakaan yang menerapkan SMM ISO harus menciptakan kesadaran kualitas pada semua tingkatan di dalam perpus-takaan. Kesadaran akan kualitas dapat di-capai melalui pelatihan-pelatihan tentang kualitas. Kesadaran kualitas harus terus ditanamkan agar dalam pelaksanaan sistem manajemen mutu dilandasi oleh kesadaran bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilaksanakannya adalah dalam rangka mencapai kualitas yang perlu terus ditingkatkan (continual improvement).

Kesadaran kualitas yang perlu terus dibangun oleh organisasi yang mengimplementasikan SMM ISO, sangatlah penting karena kesadaran tersebut menjadi dasar bagi setiap orang dalam organisasi dalam berkomitmen men-capai kualitas.

Tata cara yang kemudian harus dipenuhi oleh PPT yang menjalankan SMM ISO telah terbangun melalui kesadaran akan kualitas yang diimplementasik a n dalam berbagai prosedur yang ter-dokumentasi dan dijalankannya. Jika pada akhirnya harus dilakukan pemerik-saan (audit) terhadap sistem yang dijalankan-nya semestidijalankan-nya adalah pemeriksaan mengenai kesesuaian terhadap sistem manajemen dan bukan suatu penilaian terhadap prestasi yang telah dicapai. Kesesuaian dalam menjalankan sistem dan proses-proses adalah wujud nyata prestasi yang diperoleh.

SMM ISO bukan ciri khas per-pustakaan. SMM ISO berlaku untuk semua jenis organisasi baik besar maupun kecil. SMM ISO tidak menyediakan acuan ter-hadap urusan pokok (core business)

organisasi. SMM ISO menyediakan acuan manajemen organisasi. Jadi jika perpustakaan menerapkan SMM ISO maka perpustakaan mengelola urusan pokoknya berdasarkan sistem manajemen ISO. Dengan demikian urusan pokok per-pustakaan tetap eksis karena SMM ISO akan menjiwai sistem manajemen perpus-takaannya.

Jadi, jika core business perpustakaan, misalnya pengembangan koleksi, pengolahan koleksi, dan pelayanan sirkulasi maka core business tersebut dikelola berdasarkan sistem manajemen mutu ISO. Jika perpustakaan menerap-kan SMM ISO maka di dalam setiap urusan pokoknya tersebut harus dipenuhi prosedur bakunya secara tertulis, harus ada instruksi kerjanya secara tertulis, dan harus ada catatan pelaksanaannya yang disimpan. Misalnya, di dalam pelayanan sirkulasi, perpustakaan harus memiliki prosedur tertulis tentang peminjaman dan pengembalian bahan pustaka, yang dikonkretkan di dalam instruksi kerja, dilaksanakan secara konsisten, dan bukti pelaksanaannya disimpan sebagai catatan kualitas.

SMM ISO menggambarkan pen-dekatan proses sebagai berikut :

Gambar 2. Proses-proses di dalam SMM ISO

Dua kata kunci SMM ISO, yakni

customer satisfaction dan continual improvement. Kepuasan pelanggan di-ukur secara periodik menggunakan tata cara pengukuruan yang lazim, sedangkan pengembangan secara terus menerus dapat dicapai dengan menerapkan siklus PDCA

(Plan Do Check Action) dalam proses implementasi suatu program kerja.

Gambar 3. Siklus PDCA Plan : merencanakan kegiatan.

Do : melaksanakan/

mengimplementasikan.

Check : mengevaluasi pelaksanaan dan hasil yang diperoleh.

Action : menindaklanjuti hasil evaluasi. Melalui penerapan siklus PDCA dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan maka semua aktivitas akan selalu diketahui kekurangan dan keberhasilannya.

D. Akreditasi Perpustakaan

Kualitas PPT dapat dicapai melalui implementasi berbagai standar yang telah ditetapkan baik standar nasional maupun internasional, baik standar khusus u n t u k perpustakaan maupun standar sistem manajemen mutu yang dapat diimplementasi oleh ber-bagai organisasi. Dalam kenyataannya, berbagai standar yang telah ditetapkan tidak mudah dilaksanakan oleh perpus-takaan-perpustakaan.

(7)

ketentuan yang digariskan oleh SMM ISO 9001:2008, yang dinyatakan dalam klausul-klausul (clauses).

3. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO di Perpustakaan

Perguruan Tinggi

Organisasi yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO harus menerapkan persyaratan-persyaratan yang diperlu-kan dalam sistem manajemen mutu ISO. Persyaratan-persyaratan yang harus diterapkan dikenal dengan sebutan klausul (clause). Organisasi yang me-nerapkan SMM ISO harus memiliki, mengimplementasi dan mendoku-mentasikan prosedur standar tertulis (prosedur kerja baku).

Secara khusus, organisasi harus me-miliki, melaksanakan dan mendokutasikan prosedur baku tertulis yang men-cakup prosedur pengendalian dokumen (klausul 4.2.3), prosedur pengendalian catatan mutu (klausul 4.2.4), audit inter-nal (klausul 8.2.2), pengendalian produk tidak sesuai (klausul 8.3), tindakan korektif (klausul 8.5.2), dan tindakan preventif (klausul 8.5.3).

PPT yang mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 harus men-dokumentasikan prosedur tertulis yang dipersyaratkan oleh SMM ISO tersebut. Selain itu, PPT yang mengimplementasi-kan SMM ISO perlu menyusun dokumen tertulis berupa Manual Kualitas (klausul 4.2.2), yakni dokumen tertulis mengenai berbagai hal yang akan dicapai dan di-lakukan oleh organisasi dalam memenuhi klausul-klausul ISO sebagai persyaratan yang ditulis dan dilakukan oleh organisasi dalam mencapai kualitas tertentu yang ditetapkan.

Perpustakaan perguruan tinggi yang mengimplementasikan SMM ISO berarti menyepakati bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilakukan oleh PPT

tersebut dikendalikan oleh prosedur-prosedur. Pengendalian fungsi-fungsi dan aktivitas organisasi melalui prosedur-prosedur yang telah ditetapkan memerlu-kan suatu komitmen bersama dalam pelaksanaannya karena suatu prosedur baku dapat dengan mudah menyimpang tanpa dilandasai oleh suatu komitmen dalam pelaksanannya. Pencapaian-pen-capaian kualitas dapat diukur melalui sasaran-sasaran kualitas yang ditentukan oleh perpustakaan.

Perpustakaan yang menerapkan SMM ISO harus menciptakan kesadaran kualitas pada semua tingkatan di dalam perpus-takaan. Kesadaran akan kualitas dapat di-capai melalui pelatihan-pelatihan tentang kualitas. Kesadaran kualitas harus terus ditanamkan agar dalam pelaksanaan sistem manajemen mutu dilandasi oleh kesadaran bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas yang dilaksanakannya adalah dalam rangka mencapai kualitas yang perlu terus ditingkatkan (continual improvement).

Kesadaran kualitas yang perlu terus dibangun oleh organisasi yang mengimplementasikan SMM ISO, sangatlah penting karena kesadaran tersebut menjadi dasar bagi setiap orang dalam organisasi dalam berkomitmen men-capai kualitas.

Tata cara yang kemudian harus dipenuhi oleh PPT yang menjalankan SMM ISO telah terbangun melalui kesadaran akan kualitas yang diimplementasik a n dalam berbagai prosedur yang ter-dokumentasi dan dijalankannya. Jika pada akhirnya harus dilakukan pemerik-saan (audit) terhadap sistem yang dijalankan-nya semestidijalankan-nya adalah pemeriksaan mengenai kesesuaian terhadap sistem manajemen dan bukan suatu penilaian terhadap prestasi yang telah dicapai. Kesesuaian dalam menjalankan sistem dan proses-proses adalah wujud nyata prestasi yang diperoleh.

SMM ISO bukan ciri khas per-pustakaan. SMM ISO berlaku untuk semua jenis organisasi baik besar maupun kecil. SMM ISO tidak menyediakan acuan ter-hadap urusan pokok (core business)

organisasi. SMM ISO menyediakan acuan manajemen organisasi. Jadi jika perpustakaan menerapkan SMM ISO maka perpustakaan mengelola urusan pokoknya berdasarkan sistem manajemen ISO. Dengan demikian urusan pokok per-pustakaan tetap eksis karena SMM ISO akan menjiwai sistem manajemen perpus-takaannya.

Jadi, jika core business perpustakaan, misalnya pengembangan koleksi, pengolahan koleksi, dan pelayanan sirkulasi maka core business tersebut dikelola berdasarkan sistem manajemen mutu ISO. Jika perpustakaan menerap-kan SMM ISO maka di dalam setiap urusan pokoknya tersebut harus dipenuhi prosedur bakunya secara tertulis, harus ada instruksi kerjanya secara tertulis, dan harus ada catatan pelaksanaannya yang disimpan. Misalnya, di dalam pelayanan sirkulasi, perpustakaan harus memiliki prosedur tertulis tentang peminjaman dan pengembalian bahan pustaka, yang dikonkretkan di dalam instruksi kerja, dilaksanakan secara konsisten, dan bukti pelaksanaannya disimpan sebagai catatan kualitas.

SMM ISO menggambarkan pen-dekatan proses sebagai berikut :

Gambar 2. Proses-proses di dalam SMM ISO

Dua kata kunci SMM ISO, yakni

customer satisfaction dan continual improvement. Kepuasan pelanggan di-ukur secara periodik menggunakan tata cara pengukuruan yang lazim, sedangkan pengembangan secara terus menerus dapat dicapai dengan menerapkan siklus PDCA

(Plan Do Check Action) dalam proses implementasi suatu program kerja.

Gambar 3. Siklus PDCA Plan : merencanakan kegiatan.

Do : melaksanakan/

mengimplementasikan.

Check : mengevaluasi pelaksanaan dan hasil yang diperoleh.

Action : menindaklanjuti hasil evaluasi. Melalui penerapan siklus PDCA dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan maka semua aktivitas akan selalu diketahui kekurangan dan keberhasilannya.

D. Akreditasi Perpustakaan

Kualitas PPT dapat dicapai melalui implementasi berbagai standar yang telah ditetapkan baik standar nasional maupun internasional, baik standar khusus u n t u k perpustakaan maupun standar sistem manajemen mutu yang dapat diimplementasi oleh ber-bagai organisasi. Dalam kenyataannya, berbagai standar yang telah ditetapkan tidak mudah dilaksanakan oleh perpus-takaan-perpustakaan.

(8)

Dalam berbagai kasus, ‘pemaksaan’ implementasi standar kadang-kadang harus dilakukan agar standar yang telah ditetapkan diimplementasi oleh institusi yang mestinya menjalan-kannya. Sebagai contoh, SNI 7330:2009, yang telah ditetapkan sejak 2009, sampai dimanakah gaung standar tersebut. Sejauh pantauan penulis tidak banyak yang telah mengimplementasikan-nya. Standar sudah dibuat dan akhirnya hanya akan tinggal sebagai standar yang tidak memiliki daya guna karena tidak diimplementasikan secara tegas.

Akreditasi adalah salah satu cara me-mantau implementasi standar. Berbagai standar yang telah ditetapkan, yang tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu PPT yang mengimplementasikan nya, tidak akan memiliki makna jika tidak dibarengi dengan penilaian pelaksanaannya melalui akreditasi.

Tanpa adanya akreditasi terhadap pelaksanaan standar tidak akan dapat diketahui sejauh mana suatu standar telah dilaksanakan. Melalui akreditasi, secara transparan akan diperoleh bukti-bukti bahwa sebuah PPT secara objektif dinilai oleh sebuah lembaga independen, dan dengan demikian klaim kualitas PPT bu-kan klaim sepihak.

Letak transparansi dan objektivitas dari akreditasi adalah pada standar kualitas yang dapat dipahami oleh siapapun, oleh berbagai jenis dan tingkatan perpustakaan di manapun. Maka suatu standar yang telah ditetapkan, baik berupa SNI, SNP maupun SMM ISO tidak akan berdaya guna tanpa diikuti oleh tindak anjut berupa akreditasi atau audit.

Pertanyaan selanjutnya adalah, s e t e l a h sebuah PPT terakreditasi, kemudian manfaat apakah yang diper-oleh diper-oleh PPT tersebut? PPT adalah lembaga di bawah perguruan tinggi. Salah satu

re-ward yang dapat diberikan bagi PPT yang terakreditasi adalah reward kepada perguruan tingginya, misalnya dalam akreditasi per-guruan tinggi, lembaga induknya mem-peroleh nilai tambahan tertentu.

Dengan demikian, jika diberikan re-ward khusus kepada perguruan tinggi yang perpustakaannya terakreditasi, maka sangat dimungkinkan, dorongan lembaga induk terhadap pengembangan PPT akan dilakukan sepenuh hati dan PPT tidak hanya akan dilihat sebagai persyaratan administratif semata.

E. SNI, SNP, SMM ISO dan

AKREDITASI PERPUSTAKAAN

SNI dan SNP adalah acuan standar p e n g e l o l a a n p e r p u s t a k a a n d i I n d o n e s i a . SMM ISO 9001:2008 adalah acuan standar internasional sistem manajemen mutu yang terawasi secara jelas oleh lembaga independen.

Implementasi SNI atau SNP yang di-integrasikan ke dalam implementasi SMM ISO 9001:2008, menurut hemat penulis, akan sangat memudahkan dan mendukung perpustakaan mencapai kualitas. Pelaksanaan SNI atau SNP saja tanpa diintegrasikan dengan implementasi SMM ISO akan ada kekurangan karena monitoring implementasi SNI atau SNP yang, misalnya, dilaksanakan melalui akreditasi masih belum menjamin sistem manajemen mutu suatu perpus-takaan. Jika mengimplementasikan SMM ISO yang di dalamnya memasukkan SNI atau SNP maka secara tidak langsung akreditasi telah berlangsung pada saat audit SMM ISO yang pada umumnya di-lakukan secara periodik dan terjadwal.

F. Kesimpulan

Mutu adalah ukuran baik buruk. Baik atau buruk selalu ada acuan standarnya. Acuan standar yang dapat dipakai oleh perpustakaan adalah SNI atau SNP. Acuan standar sistem manajemen mutu adalah ISO 9001:2008. Jika

perpus-takaan mengimplementasikan SMM ISO dengan memasukkan ke dalamnya SNI atau SNP maka dapat dipastikan bahwa jika pada suatu saat dilakukan akreditasi terhadapnya, perpustakaan tersebut akan memperoleh predikat kualitas yang pasti dapat dipertanggungjawabkan.

Bibliografi

Gasperz, Vincent.(2005).

ISO 9001:2000 and Continual Qual-ity Improvement. Jakarta : Gramedia Integrated ISO 9001:2008 and 8 SNP Training :

Public Training. 2012. Jakarta: PT Tuv-Rheinland Indonesia.

ISO 9001:2008

Awareness Quality Management System Training. 2012. Jakarta : PT Tuv- Rheinland Indonesia.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.(2011).

Bahan Uji Publik Standar Nasional Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Tricker, Ray. (2007).

ISO 9001:2000 for Small Businesses. Amsterdam : Elsevier.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Per-pustakaan. www.iso.org. Diakses tanggl 9-10 Oktober 2012.

(9)

Dalam berbagai kasus, ‘pemaksaan’ implementasi standar kadang-kadang harus dilakukan agar standar yang telah ditetapkan diimplementasi oleh institusi yang mestinya menjalan-kannya. Sebagai contoh, SNI 7330:2009, yang telah ditetapkan sejak 2009, sampai dimanakah gaung standar tersebut. Sejauh pantauan penulis tidak banyak yang telah mengimplementasikan-nya. Standar sudah dibuat dan akhirnya hanya akan tinggal sebagai standar yang tidak memiliki daya guna karena tidak diimplementasikan secara tegas.

Akreditasi adalah salah satu cara me-mantau implementasi standar. Berbagai standar yang telah ditetapkan, yang tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu PPT yang mengimplementasikan nya, tidak akan memiliki makna jika tidak dibarengi dengan penilaian pelaksanaannya melalui akreditasi.

Tanpa adanya akreditasi terhadap pelaksanaan standar tidak akan dapat diketahui sejauh mana suatu standar telah dilaksanakan. Melalui akreditasi, secara transparan akan diperoleh bukti-bukti bahwa sebuah PPT secara objektif dinilai oleh sebuah lembaga independen, dan dengan demikian klaim kualitas PPT bu-kan klaim sepihak.

Letak transparansi dan objektivitas dari akreditasi adalah pada standar kualitas yang dapat dipahami oleh siapapun, oleh berbagai jenis dan tingkatan perpustakaan di manapun. Maka suatu standar yang telah ditetapkan, baik berupa SNI, SNP maupun SMM ISO tidak akan berdaya guna tanpa diikuti oleh tindak anjut berupa akreditasi atau audit.

Pertanyaan selanjutnya adalah, s e t e l a h sebuah PPT terakreditasi, kemudian manfaat apakah yang diper-oleh diper-oleh PPT tersebut? PPT adalah lembaga di bawah perguruan tinggi. Salah satu

re-ward yang dapat diberikan bagi PPT yang terakreditasi adalah reward kepada perguruan tingginya, misalnya dalam akreditasi per-guruan tinggi, lembaga induknya mem-peroleh nilai tambahan tertentu.

Dengan demikian, jika diberikan re-ward khusus kepada perguruan tinggi yang perpustakaannya terakreditasi, maka sangat dimungkinkan, dorongan lembaga induk terhadap pengembangan PPT akan dilakukan sepenuh hati dan PPT tidak hanya akan dilihat sebagai persyaratan administratif semata.

E. SNI, SNP, SMM ISO dan

AKREDITASI PERPUSTAKAAN

SNI dan SNP adalah acuan standar p e n g e l o l a a n p e r p u s t a k a a n d i I n d o n e s i a . SMM ISO 9001:2008 adalah acuan standar internasional sistem manajemen mutu yang terawasi secara jelas oleh lembaga independen.

Implementasi SNI atau SNP yang di-integrasikan ke dalam implementasi SMM ISO 9001:2008, menurut hemat penulis, akan sangat memudahkan dan mendukung perpustakaan mencapai kualitas. Pelaksanaan SNI atau SNP saja tanpa diintegrasikan dengan implementasi SMM ISO akan ada kekurangan karena monitoring implementasi SNI atau SNP yang, misalnya, dilaksanakan melalui akreditasi masih belum menjamin sistem manajemen mutu suatu perpus-takaan. Jika mengimplementasikan SMM ISO yang di dalamnya memasukkan SNI atau SNP maka secara tidak langsung akreditasi telah berlangsung pada saat audit SMM ISO yang pada umumnya di-lakukan secara periodik dan terjadwal.

F. Kesimpulan

Mutu adalah ukuran baik buruk. Baik atau buruk selalu ada acuan standarnya. Acuan standar yang dapat dipakai oleh perpustakaan adalah SNI atau SNP. Acuan standar sistem manajemen mutu adalah ISO 9001:2008. Jika

perpus-takaan mengimplementasikan SMM ISO dengan memasukkan ke dalamnya SNI atau SNP maka dapat dipastikan bahwa jika pada suatu saat dilakukan akreditasi terhadapnya, perpustakaan tersebut akan memperoleh predikat kualitas yang pasti dapat dipertanggungjawabkan.

Bibliografi

Gasperz, Vincent.(2005).

ISO 9001:2000 and Continual Qual-ity Improvement. Jakarta : Gramedia Integrated ISO 9001:2008 and 8 SNP Training :

Public Training. 2012. Jakarta: PT Tuv-Rheinland Indonesia.

ISO 9001:2008

Awareness Quality Management System Training. 2012. Jakarta : PT Tuv- Rheinland Indonesia.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.(2011).

Bahan Uji Publik Standar Nasional Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Tricker, Ray. (2007).

ISO 9001:2000 for Small Businesses. Amsterdam : Elsevier.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Per-pustakaan. www.iso.org. Diakses tanggl 9-10 Oktober 2012.

Gambar

Gambar 1. Pencapaian kualitas PPT
Gambar 3. Siklus PDCA Plan  :  merencanakan kegiatan. Do  :  melaksanakan/

Referensi

Dokumen terkait

Pada analisis bivariat dengan karakteristik pekerja tidak ditemukan adanya variable yang menunjukkan bahwa adanya signifikansi dengan kejadian gejala PPOK Eksaserbasi

Kedua, analisis semiotika komunikasi visual untuk objek iklan layanan masya- rakat dengan dukungan teori semiotika, teori gaya bahasa, dan teori desain komunikasi

Arifin Noor Sugiarto, M.Sc.Ph.D Izmy Yulianah, SP., M.Si Dr.Ir.. Darmawan Saptadi,

Metode memulai pelajaran dengan pertanyaan Learning Starts With A Question (LSQ) diharapkan dapat mengoptimalkan proses pembelajaran IPS di kelas karena dengan metode ini

Dari pengujian-pengujian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pada plat SS400 yang dilas menggunakan SAW dengan perlakuan panas preheat dan

Pertunjukan Tari Barong yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu barang atau jasa yang dihasilkan melalui suatu proses, yang mana perubahan Tari Barong sakral akibat

Berikut adalah hal penting hasil kegiatan observasi pra PPL yang dilakukan di kelas X TKR C tahun ajaran 2015/2016 yang berkaitan dengan kegiatan belajar

Menurut Wakil Bupati Gunungkidul dan Kepala Dinas Pariwisata Gunungkidul, pengembangan Kawasan Wisata Bhinneka ini dikarenakan pada kawasan tersebut terdapat lokasi